28 stasiun lainnya. Kelarutan oksigen di perairan sangat penting artinya dalam
mempengaruhi keseimbangan kimia dan kehidupan organisme perairan. Oksigen terlarut akan menurun apabila banyak limbah, terutama limbah organik yang masuk
ke sistem perairan. Berdasarkan baku mutu KepMen LH No 51 Tahun 2004, nilai konsentrasi DO
yang sesuai untuk kehidupan biota laut harus lebih besar dari 5 mgL. Maka dapat disimpulkan bahwa hanya pada stasiun bagian hulu Sungai Blanakan yang nilainya
lebih kecil dari baku mutu yang telah ditetapkan, sedangkan ketiga stasiun pengamatan lainnya masih sesuai dengan baku mutu.
4.3. Konsentrasi Logam Berat Dalam Sampel Biota Ikan dan Udang
Dalam memonitor pencemaran di suatu lingkungan perairan yang dianggap tercemar logam berat, tidak cukup hanya menganalisis di air saja, melainkan
dibutuhkan analisis contoh dalam biota. Hal ini disebabkan konsentrasi logam berat dalam air akan mengalami perubahan dan sangat tergantung pada lingkungan dan
iklim. Konsentrasi logam berat dalam biota air biasanya senantiasa bertambah seiring dengan bertambahnya waktu dan juga karena sifat dari logam yang
“bioakumulatif” sehingga biota air sangat baik digunakan sebagai indikator pencemaran logam dalam suatu lingkungan perairan. Absorpsi logam pada biota air,
selain masuk melalui insang dapat juga masuk melalui kulit kutikula dan lapisan mukosa. Absorpsi ion-ion logam dari air laut oleh organisme, seperti ikan dan
udang biasanya melalui insang.
4.4. Konsentrasi Logam Berat Dalam Biota Udang
Hasil analisis laboratorium terhadap konsentrasi logam Pb, Cd, dan Cu dalam udang pada setiap pengamatan yang terdiri dari empat stasiun dan sebanyak tiga kali
pengulangan, menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat bervariasi dan nilainya dipengaruhi oleh banyaknya sumber pencemaran logam berat dan lokasi
pengambilan contoh Gambar 10.
29
Gambar 10. Nilai konsentrasi logam berat Pb, Cd, dan Cu pada contoh udang di empat stasiun pengamatan
4.4.1. Timbal Pb
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh seperti pada Gambar 10 menunjukkan bahwa kandungan logam berat Pb pada udang tertinggi terdapat pada
Muara Sungai Blanakan sebesar 0,1445 ppm dan terendah terdapat pada Hulu Sungai Blanakan sebesar 0,005 ppm. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah
karena adanya perbedaan aktifitas pembuangan limbah di dua lokasi tersebut. Peningkatan konsentrasi logam berat Pb di Muara Sungai Blanakan disebabkan
karena banyaknya sumber pencemar logam berat Pb, seperti buangan limbah cat untuk kapal, dan limbah baterai. Bahan bakar yang mengandung timbal leaded
gasoline juga memberikan kontribusi yang berarti bagi keberadaan timbal di dalam air. Buangan limbah dari hulu akan terbawa oleh air hujan dan akhirnya akan
terakumulasi di Muara Sungai Blanakan, sehingga menyebabkan kandungan logam berat Pb di Muara Sungai Blanakan memiliki nilai tertinggi. Jika dibandingkan
dengan baku mutu dari Departemen Kesehatan RI nilai Pb pada perairan Blanakan masih jauh dibawah baku mutu, yaitu sebesar 2 ppm. Hal ini berarti sumberdaya
perikanan di kawasan tersebut aman untuk dibudidayakan dan dikonsumsi.
4.4.2. Kadmium Cd
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh seperti pada Gambar 10 menunjukkan bahwa kandungan logam berat Cd udang pada semua stasiun nilainya
30 sama dan sangat rendah yaitu sebesar 0,005 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa
sumber logam berat Cu di perairan Blanakan sangat sedikit yang terpapar pada biota udang. Apabila dibandingkan dengan baku mutu dari Departemen Kesehatan RI
nilai Cd pada biota udang di perairan Blanakan masing sangat jauh dari ambang batas, nilainya yaitu 1 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya perikanan di
lokasi tersebut aman untuk dibudidaya dan dikonsumsi.
4.4.3. Tembaga Cu
Berdasarkan hasil yang ada pada Gambar 10 menunjukkan bahwa kandungan konsentrasi logam berat Cu udang tertinggi terdapat pada stasiun muara Sungai
Blanakan, yaitu sebesar 0,3809 ppm, sedangkan kandungan konsentrasi logam Cu terendah terdapat pada tambak, yaitu sebesar 0,2599 ppm. Hal ini terjadi karena
pada stasiun muara Sungai Blanakan banyak terjadi peristiwa alami dan sebagai efek samping dari kegiatan manusia. Contohnya adalah logam Cu yang masuk ke
perairan sebagai akibat dari erosi atau pengikisan batuan mineral serta melalui persenyawaan Cu di atmosfir. Muara sungai merupakan tempat akumulasi dari
buangan limbah dari aktifitas manusia yang berasal dari hulu dan terbawa oleh air hujan, begitu juga sebaliknya di tambak buangan limbah lebih sedikit daripada
stasiun lainnya. Jika dibandingkan dengan baku mutu dari Departemen Kesehatan RI nilai Cu pada perairan Blanakan masih jauh dibawah baku mutu yaitu sebesar 20
ppm. Hal ini berarti sumberdaya perikanan di kawasan tersebut aman untuk dibudidayakan dan dikonsumsi.
4.5. Konsentrasi Logam Berat Dalam Biota Ikan
Hasil analisis laboratorium konsentrasi logam berat Cu, Pb, dan Cd pada ikan di empat stasiun berbeda menunjukkan hasil yang bervariasi Gambar 11.
Karakteristik titik stasiun pengamatan juga mempengaruhi hasil dari konsentrasi logam berat tersebut.
31
Gambar 11. Nilai konsentrasi logam berat Pb, Cd, dan Cu pada sampel ikan di empat stasiun pengamatan
4.5.1. Timbal Pb
Hasil analisis pada Gambar 11 menunjukkan bahwa kandungan logam berat Pb dalam biota ikan pada tiga kali pengambilan contoh tampak bervariasi, yaitu
antara 0,005-0,1962 ppm. Konsentrasi logam berat yang terdeteksi sangat bervariasi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor lingkungan,
misalnya kondisi lingkungan. Kandungan logam berat tertinggi terdapat pada stasiun muara Sungai Blanakan, yaitu sebesar 0,1962 ppm dan kandungan logam
terendah terdapat pada stasiun tambak, yaitu sebesar 0,005 ppm. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada muara Sungai Blanakan terjadi akumulasi
konsentrasi timbal yang disebabkan karena banyaknya sumber pencemar logam berat Pb, seperti buangan limbah cat, limbah baterai, dan buangan limbah dari bahan
bakar kapal. Kandungan logam berat Pb pada stasiun tambak sangat rendah karena sumber pencemar logam Pb relatif lebih sedikit dari pada stasiun lainnya, dan juga
dikarenakan lokasi stasiun tambak yang tertutup sehingga pengaruh dari luar sangat kecil.
Timbal biasanya terakumulasi pada berbagai organ, seperti insang, usus, dan lambung, gonad, mantel, sifon dan jaringan otot. Timbal termasuk salah satu logam
pencemar yang bersifat toksik dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Timbal dapat mengganggu fungsi otak terutama pada anak-anak kecil, menyebabkan timbulnya
anemia memperpendek umur sel darah merah, kegagalan ginjal dan beberapa
32 aspek negatif pada kehamilankesuburan wanita. Daya racun Pb di dalam tubuh
diantaranya disebabkan oleh penghambatan enzim oleh ion-ion Pb
2+
. Enzim yang diduga dihambat adalah yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin.
Penghambatan tersebut disebabkan terbentuknya ikatan yang kuat ikatan kovalen antara Pb
2+
dengan grup sulfur yang terdapat di dalam asam-asam amino, misalnya sistein dari enzim tersebut.
Batas maksimum kadar logam berat Pb yang masih diperbolehkan dalam bahan makanan hasil laut oleh SNI adalah sebesar 2,0 ppm. Jika dikaitkan dengan
standar tersebut, maka kandungan logam berat Pb pada keempat stasiun berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan sehingga biota ikan yang ada di perairan
Blanakan aman untuk dibudidayakan dan dikonsumsi.
4.5.2. Kadmium Cd
Hasil analisis pada Gambar 11 menunjukkan bahwa kandungan logam berat Cd pada biota ikan pada tiga kali pengulangan menunjukkan hasil yang sama pada
keempat stasiun pengamatan yaitu sebesar 0,005 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa sumber pencemar logam berat Cd pada keempat stasiun pengamatan sangat sedikit.
Salah satu contoh sumber pencemar logam berat Cd antara lain pewarna plastik, electroplating, industri tekstil dan industri kimia, akan tetapi sumber-sumber
pencemar tersebut tidak ada di wilayah perairan Blanakan. Akumulasi timbal dalam jaringan tubuh dapat mengakibatkan keracunan, kerusakan ginjal, kerusakan pada
sistem syaraf, dan hilangnya kalsium pada tubuh. Batas maksimum logam Cd dalam makanan yang ditetapkan oleh SNI, yaitu
sebesar 0,2 ppm. Jika dibandingkan dengan standar tersebut, maka kandungan logam berat Cd pada biota ikan berada jauh dibawah baku mutu yang telah
ditetapkan sehingga biota ikan yang ada di perairan Blanakan aman untuk dibudidayakan dan dikonsumsi.
4.5.3. Tembaga Cu
Logam Cu termasuk unsur kelumit esensial bagi kehidupan organisme. Walaupun demikian dalam jumlah berlebih logam tersebut dapat bersifat racun bagi
organisme itu sendiri maupun manusia yang mengkonsumsinya.
33 Hasil analisis pada Gambar 11 menunjukkan bahwa kandungan logam berat
Cu pada biota ikan pada tiga kali pengulangan menunjukkan hasil yang bervariasi, yaitu antara 0,018-0,0516 ppm. Konsentrasi logam berat Cu ikan tertinggi terdapat
pada tambak, yaitu sebesar 0,0516 ppm, sedangkan konsentrasi terendah terdapat pada stasiun bagian hulu sungai Blanakan, yaitu sebesar 0,0180 ppm. Salah satu
sumber pencemar logam Cu di perairan Blanakan berasal dari garam tembaga yang sering digunakan dalam bidang pertanian, misalnya larutan bordeaux yang
mengandung 1-3 CuSO
4
. Larutan ini digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit cacing, juga untuk mengobati penyakit kuku foot rote pada
domba. Batas maksimum logam Cu dalam makanan yang ditetapkan oleh SNI, yaitu
sebesar 20 ppm. Jika dibandingkan dengan standar tersebut, maka kandungan logam berat Cu pada biota ikan berada jauh dibawah baku mutu yang telah
ditetapkan sehingga biota ikan yang ada di perairan Blanakan aman untuk dibudidayakan dan dikonsumsi.
4.6. Batas Aman Konsumsi atau Acceptable Daily Intake
Semakin tinggi nilai ADI Acceptable Daily Intake maka jumlah senyawa yang aman untuk dikonsumsi juga semakin besar. Keberadaan logam berat, seperti
Pb, Cd, dan Cu dalam tubuh dapat menyebabkan kematian. Untuk itu diperlukan pembatasan dalam rangka meminimalkan dampak yang ditimbulkan.
4.6.1. Timbal Pb
Timbal merupakan salah satu logam berat yang berbahaya bagi anak-anak. Selain melalui makanan dan minuman, masuknya timbal ke dalam tubuh dapat
melalui plasenta pada ibu hamil. Dalam jangka panjang, efek yang ditimbulkan adalah terganggunya sistem syaraf. Timbal juga berpengaruh terhadap metabolisme
tubuh terutama terhadap vitamin D dan kalsium. Kandungan rata-rata Pb dalam ikan sebesar 0,1070 ppm sedangkan pada udang sebesar 0,1007 ppm. Berdasarkan
hasil tersebut kandungan Pb dalam daging ikan dan udang masih di bawah ambang batas yang dikeluarkan oleh SNI, yaitu 2 ppm. Akan tetapi WHO menetapkan batas
aman toleransi pemasukan Pb per minggu, yaitu 25 gkg berat tubuh per minggu.
34 Berdasarkan batas tersebut, maka berat maksimum ikan yang dapat dikonsumsi per
minggunya dalam berat basah adalah 233,7541 gkg berat tubuh per minggu dan berat maksimum udang yang dapat dikonsumsi per minggunya dalam berat basah
sebesar 248,26216 gkg berat tubuh per minggu. Berat ini setara dengan 3 ekor ikan dan 26 ekor udang.
4.6.2. Tembaga Cu
Tembaga merupakan salah satu logam esensial yang dibutuhkan oleh manusia untuk metabolisme besi dalam hemoglobin, akan tetapi karena logam Cu dapat
terakumulasi di dalam jaringan tubuh, maka apabila konsentrasi logam ini sangat besar akan meracuni manusia. Pengaruh racun yang ditimbulkan yaitu muntah-
muntah, rasa panas di daerah lambung dan diare, kemudian disusul dengan nekrosi hati dan koma. Kandungan rata-rata Cu dalam ikan sebesar 0,0362 ppm, sedangkan
dalam udang sebesar 0,2953 ppm. Berdasarkan hasil tersebut, kandungan Cu dalam ikan dan udang masih di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh SNI sebesar 20
ppm. Akan tetapi WHO menetapkan batas aman toleransi pemasukan Cu per minggu, yaitu 87,5
gkg berat tubuh per minggu. Berdasarkan batas tersebut maka berat makasimum ikan yang dapat dikonsumsi per minggunya dalam keadaan
basah adalah 2403,3149 gkg berat tubuh per minggu dan berat maksimum udang yang dapat dikonsumsi per minggunya dalam keadaan basah adalah 2403,3149
gkg berat tubuh per minggu. Berat ini setara dengan 25 ekor ikan dan 31 ekor udang.
4.6.3. Kadmium Cd
Gangguan ginjal merupakan salah satu efek kronis yang ditimbulkan akibat akumulasi Cd dalam tubuh manusia. Selain itu pemaparan ibu hamil dapat
menyebabkan keguguran dan rendahnya bobot bayi pada saat dilahirkan. Berdasarkan hasil analisis laboratorium kandungan rata-rata Cd dalam ikan sebesar
0,0050 ppm dan pada udang kandungan rata-rata Cd sebesar 0,0047 ppm. Berdasarkan hasil tersebut kandungan Cd dalam ikan dan udang masih di bawah
ambang batas yang ditetapkan oleh SNI sebesar 0,2 ppm. Akan tetapi WHO menetapkan batas aman toleransi pemasukan Cd per minggu, yaitu 7
gkg berat
35 tubuh per minggu. Berdasarkan batas tersebut, maka berat makasimum ikan yang
dapat dikonsumsi per minggunya dalam keadaan basah adalah 1400 gkg berat tubuh per minggu dan berat maksimum udang yang dapat dikonsumsi per
minggunya dalam keadaan basah adalah 1489,3617 gkg berat tubuh per minggu. Berat ini setara dengan 15 ekor ikan dan 155 ekor udang.
4.7. Faktor Biokonsentrasi
Faktor biokonsentrasi adalah konsentrasi suatu senyawa yang ada di dalam organisme percobaan dibagi dengan konsentrasi senyawa tersebut dalam medium
air. Semakin besar nilai ini, maka oganisme tersebut baik untuk dijadikan bioindikator. Setelah kandungan logam berat dalam air diketahui, maka data
tersebut digunakan untuk menghitung kemampuan biota mengakumulasi logam berat Pb, Cd, dan Cu melalui tingkat biokonsentrasi faktor BCF dengan rumus
Van Esch, 1977 in Sanusi, 1985:
Keterangan: BCF 1000
= kemampuan tinggi 1000BCF250
= kemampuan sedang BCF250
= kemampuan rendah
4.7.1. Faktor biokonsentrasi timbal Pb
Berdasarkan hasil
perhitungan nilai
Faktor Biokonsentrasi
BCF menunjukkan bahwa BCF timbal tertinggi bernilai 467,3016 dan nilai terendah
2,1551. Tabel 3 di bawah ini menyajikan nilai faktor konsentrasi Pb pada keempat stasiun.
Tabel 3. Nilai faktor konsentrasi BCF timbal pada bandeng, belanak, dan udang
Stasiun Konsentrasi Pb
Air mgL
BCF Pb Bandeng Belanak Udang
Bandeng Belanak
Udang HS. Blanakan
0,1214 0,005
0,0023 52,3275
2,1551
Tambak 0,005
0,141 0,0014
3,4013 95,9183
MS. Blanakan 0,1962
0,1445 0,0004
467,3016 344,0476
Laut 0,1052
0,1122 0,0012
83,5449 89,0740
36 Dari hasil perhitungan nilai biokonsentrasi, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa kemampuan dalam mengakumulasi logam berat timbal dari masing-masing spesies ikan berbeda. Pada Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa ikan belanak
memiliki nilai biokonsentrasi timbal tertinggi, yaitu 467,3016 pada stasiun MS. Blanakan sehingga dapat tergolong dalam kategori sedang dan kategori rendah pada
stasiun laut, yaitu sebesar 83,5449. Nilai faktor konsentrasi Pb pada ikan bandeng semuanya tergolong dalam kategori rendah. Begitu pula pada udang semuanya
tergolong dalam kategori rendah kecuali pada stasiun MS. Blanakan yang tergolong dalam kategori sedang.
4.7.2. Faktor biokonsentrasi kadmium Cd
Berdasarkan hasil
perhitungan nilai
Faktor Biokonsentrasi
BCF menunjukkan bahwa BCF kadmium tertinggi bernilai 22,7272 dan nilai terendah
13,1578. Tabel 4 dibawah ini menyajikan nilai faktor konsentrasi Pb pada keempat stasiun.
Tabel 4. Nilai faktor konsentrasi BCF kadmium pada bandeng, belanak, dan udang
Stasiun Konsentrasi Cd
Air mgL
BCF Cd Bandeng Belanak Udang
Bandeng Belanak
Udang HS. Blanakan
0,005 0,005
0,0002 22,7272
22,7272
Tambak 0,005
0,005 0,0003
13,1578 13,1578
MS. Blanakan 0,005
0,005 0,0002
18,5185 18,5185
Laut 0,005
0,0039 0,0002
18,5185 14,6913
Dari hasil perhitungan nilai biokonsentrasi kadmium yang dilakukan di empat stasiun pengamatan, maka didapatkan nilai faktor konsentrasi berkisar antara
13,1578-22,7272. Dengan demikian sifat akumulatif dari Cd untuk bandeng, belanak, dan udang pada keempat lokasi pengamatan termasuk dalam sifat
akumulatif rendah. Nilai faktor konsentrasi dapat ditentukan oleh jenis logam berat itu sendiri, kandungan logam pada lokasi penelitian serta kemampuan dari setiap
organisme dalam mengakumulasi logam. Selain itu logam yang memiliki indeks faktor konsentrasi tinggi mengindikasikan bahwa logam tersebut lebih mudah
mengalami akumulasi Effendi 2003.
37
4.7.3. Faktor biokonsentrasi tembaga Cu
Berdasarkan hasil
perhitungan nilai
Faktor Biokonsentrasi
BCF menunjukkan bahwa BCF tembaga tertinggi bernilai 131,8108 dan nilai terendah
8,1598. Tabel 4 dibawah ini menyajikan nilai faktor konsentrasi Pb pada keempat stasiun.
Tabel 5. Nilai faktor konsentrasi BCF tembaga pada bandeng, belanak, dan udang
Stasiun Konsentrasi Cu
Air mgL
BCF Cu Bandeng Belanak
Udang Bandeng
Belanak Udang
HS. Blanakan 0,0180
0,2786 0,0022
8,1598 126,0784
Tambak 0,0516
0,2599 0,0020
25,3104 127,4346
MS. Blanakan 0,0400
0,3809 0,0028
13,8639 131,8108
Laut 0,0352
0,2618 0,0028
12,1799 90,5997
Dari hasil perhitungan nilai biokonsentrasi tembaga yang dilakukan di empat stasiun pengamatan, maka didapatkan nilai faktor konsentrasi berkisar antara
8,1598-131,8108. Dengan demikian sifat akumulatif dari Cu untuk bandeng, belanak, dan udang pada keempat lokasi pengamatan termasuk dalam sifat
akumulatif rendah.
4.8. Implikasi Pengelolaan
Dari data penelitian logam berat Pb, Cd, dan Cu yang terdapat pada biota ikan dan udang tersebut menunjukkan bahwa terdapat pencemaran logam berat dalam
kawasan perairan Blanakan, meskipun nilainya jauh tidak melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI dan Depkes RI. Terkontaminasinya tambak dan ikan
akibat pencemaran air laut dapat membawa implikasi jangka panjang seperti berikut: 1.
Bagi ikan dapat menghambat daya reproduksi ikan sampai pada terjadinya
kematian.
2. Bagi nelayan dan petambak menyebabkan menurunnya hasil tangkapan laut dan
menurunnya hasil produksi tambak.
3. Bagi kualitas produk perikanan secara umum dapat menurunkan kualitas yang
menyebabkan jatuhnya harga jual sampai ditolaknya produk di pasaran, khususnya konsumen luar negeri yang memiliki standar kesehatan dan keamanan
makanan yang tinggi.
38 Pencemaran yang terjadi pada kawasan perairan Blanakan Subang diduga
diperparah oleh hilangnya mangrove dari kawasan tersebut. Upaya menghentikan pencemaran tersebut merupakan hal yang sulit dilakukan, kalaupun bisa akan
memerlukan waktu yang lama dan memerlukan perangkat kebijakan yang menyeluruh serta lintas sektoral Perikanan, Lingkungan Hidup, Pertanian, Industri,
dan lain-lain. Salah satu upaya mengurangi dampak dari pencemaran tersebut adalah melalui
mekanisme penyaringan alami oleh komponen biotik ekosistem, terutama vegetasi mangrove. Hasil penelitian dan pengalaman telah membuktikan bahwa ekosistem
mangrove mampu meredam pengaruh pencemaran perairan melalui proses asimilasi perairan. Meskipun demikian, saat ini ekosistem mangrove di lokasi tersebut
banyak ditebang sehingga tidak mampu menjalankan mekanisme alaminya menyaring pencemaran air. Di beberapa lokasi bahkan mangrove telah habis,
misalnya di komplek hutan Cikeong dan sekitarnya Kabupaten Karawang. Di komplek hutan Blanakan, BKPH Ciasem-Pamanukan juga ada gejala penggundulan
secara besar-besaran. Sebagai usaha antisipasi bertambah parahnya pengaruh logam berat maka diperlukan pengendalian limbah yang berasal dari kegiatan domestik,
misalnya melakukan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya yang berada di daerah aliran sungai, mengenai arti pentingnya air bersih, pembuatan papan-papan
peringatan kepada masyarakat yang dipasang di sepanjang DAS Blanakan, dan juga pembuatan peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dan mengikat masyarakat
sekitar, misalnya: pelanggar aturan dikenai saksi. Perlu juga dilakukan pengendalian pencemaran limbah yang bersumber dari kegiatan industri dengan cara pembuatan
aturan wajib kepada industri untuk membuat IPAL Instalasi Pengelolaan Air Limbah untuk mengelola limbah yang dihasilkan,
sehingga limbah yang dibuang tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan, dan adanya pemantauan terhadap
pengoperasian IPAL di masing-masing industri oleh pihak terkait. Sedangkan untuk pengendalian atau pengelolaan pencemaran logam berat dalam tambak dapat dilakukan
dengan pembuatan tandon sebagai penyaring air yang akan masuk ke dalam tambak sehingga air yang akan masuk nantinya dalam keadaan yang bersih atau kandungan
logam beratnya berkurang.
39
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pencemaran logam berat Pb, Cd, dan Cu pada kawasan silvofishery Blanakan
Subang meskipun nilainya masih dibawah baku mutu yang telah ditetapkan KepMen LH No 51 Tahun 2004 dan baku mutu makanan sumber perairan yang telah
ditetapkan oleh SNI sehingga aman untuk dibudidayakan dan dikonsumsi sesuai dengan batasan tertentu per satuan waktu.
5.2. Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melacak sumber bahan pencemar dan aliran
bahan pencemar sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu kebijakan pengelolaan yang baik.
2. Sebagai langkah antisipasi terhadap meningkatnya pencemaran yang lebih parah,
maka keberadaan mangrove harus dipertahankan sesuai dengan proporsi yang ideal antara luas mangrove dengan luas areal tambak.
3. Perlu dilakukan restorasi dan rehabilitasi mangrove terhadap areal pertambakan
yang mengalami kerusakan mangrove.