digunakan sebagai bahan baku kayu gergajian, core veneer, dan chip, dan 42 dari limbah batang layak dikeluarkan sebagai log.
Widarmana 1973 mengemukakan bahwa kayu limbah tebangan berdiameter 10 cm ke atas masih dapat dimanfaatkan. Selain itu Dardiyanto
1988 mengemukakan bahwa kayu – kayu limbah tebangan yang berdiameter 30 cm ke atas dapat digunakan untuk industri sawmill. Direktorat Jenderal
Pengusahaan Hutan 1990, menyatakan bahwa limbah pemanenan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku finir veneer, kayu gergajian sawn timber,
papan blok block board, papan partikel partikel board dan peti pengemas.
5.5. Faktor Eksploitasi
Pada penelitian ini faktor eksploitasi dimaksudkan sebagai suatu indeks yang menunjukkan persentase volume pohon yang dimanfaatkan dari volume
pohon yang ditebang. Menurut Dulsalam 1995 pada hakekatnya faktor eksploitasi sangat erat kaitannya dengan limbah pemanenan kayu. Semakin besar
limbah pemanenan kayu yang terjadi maka akan semakin kecil tingkat pemanenan kayu yang didapat dan semakin kecil limbah pemanenan kayu yang terjadi akan
semakin besar faktor eksploitasi pemanenan hutan. Penentuan faktor eksploitasi
dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan pohon berdiri dan pendekatan persen limbah pemanenan. Besar faktor eksploitasi dari pohon contoh
dengan menggunakan pendekatan pohon berdiri dan pendekatan persen limbah dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Faktor eksploitasi dengan pendekatan pohon berdiri dan pendekatan persen limbah di PT.MAM.
Berdasarkan hasil penelitian di areal PT. MAM, besarnya faktor eksploitasi yang dihasilkan dari perbandingan volume kayu yang dapat
74 73
72.5 73
73.5 74
74.5
Pendekatan pohon berdiri
Pendekatan persen limbah kayu
F a
k to
r e
k sp
lo it
a si
Metode perhitungan faktor eksploitasi
dimanfaatkan dengan volume kayu yang seharusnya dapat dimanfaatkan atau volume pohon berdiri adalah sebesar 0,74. Hal ini menunjukkan bahwa
pemanfaatan kayu di PT. MAM sebesar 74 dari total kayu yang ditebang dengan limbah kayu sebesar 26.
Limbah pemanenan kayu dapat terjadi karena faktor alam, keadaan pohon atau karena kesalahan teknis penebangan sehingga mengurangi volume yang
seharusnya dimanfaatkan dari suatu pohon. Nilai faktor eksploitasi berdasarkan pendekatan persen limbah pemanenan adalah 0,73. Angka ini berarti pemanfaatan
kayu yang ditebang sebesar 73 dan limbah yang dihasilkan sebesar 27. Hasil perhitungan faktor eksploitasi dengan pendekatan persen limbah disajikan pada
Lampiran 6. Nilai faktor eksploitasi menggunakan pendekatan persen limbah lebih
kecil dibandingkan dengan pendekatan pohon berdiri. Faktor eksploitasi dengan pendekatan persen limbah pemanenan kayu memiliki nilai yang lebih kecil karena
terdapat faktor angka bentuk dimana sortimen kayu yang diukur tidak silindris. Sementara dengan pendekatan pohon berdiri, perhitungan faktor eksploitasi secara
langsung menghitung volume batang komersil terhadap volume berdiri pohon sehingga tidak memperhatikan angka bentuk. Perhitungan dengan menggunakan
pendekatan pendekatan persen limbah juga lebih akurat dibandingkan dengan pendekatan pohon berdiri. Hal ini dikarenakan pada pendekatan persen limbah,
dimensi sortimen kayu diukur berdasarkan bagian - bagian sortimennya, yaitu tunggak, potongan pendek, batang utama, batang atas, cabang dan ranting.
Akan tetapi nilai faktor eksploitasi dari kedua pendekatan ini tidak berbeda jauh dengan angka yang ditetapkan Departemen Kehutanan yaitu 0,70. Elias
2002 menyatakan bahwa besarnya faktor eksploitasi ditentukan oleh dua faktor dominan, yaitu :
1. Efisiensi pemanenan kayu, yang dipengaruhi oleh sistem dan teknik
pemanenan kayu 2.
Kerusakan biologis pada pohon yang dipanen, pada pohon terkena yang penyakit atau gerowong akan mengurangi besarnya bagian volume yang
seharusnya dapat dimanfaatkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai faktor eksploitasi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Kuswandi 2000 di areal IUPHHK-HA
PT. MAM. Hasil penelitian Kuswandi 2000 mendapatkan besarnya faktor eksploitasi 0,78. Hal ini disebabkan metode penelitian yang berbeda. Pada
penelitian sebelumnya penelitian faktor eksploitasi dilakukan dengan berdasarkan jenis pohon. Disajikan pula hasil penelitian faktor eksploitasi di Papua dan
Sumatera Barat pada Tabel 8. Tabel 8 Faktor Eksploitasi di Papua dan Sumatera Barat
Lokasi Dimensi Pohon
Faktor Eksplotasi
Rata-rata diametercm
Rata-rata Tinggi m
3
Rata-rata volume m
3
Papua 87,7
25,82 14,06
0,74 Sumatera Barat
61,5 19,8
23,37 0,74
Sumatera Barat 77,7
28,04 11,43
0,75
Sumber : Wahyuni 2009 Sumber : Partiani 2010
Faktor eksploitasi yang terjadi di PT. MAM tidak berbeda jauh dengan yang terjadi di Sumatera Barat, yaitu berkisar antara 0,74 – 0,75. Hal ini berarti
nilai faktor eksploitasi dari kedua tempat tersebut tidak berbeda jauh, sehingga dapat dijelaskan bahwa baik di wilayah barat Indonesia maupun di Papua
memiliki teknik pemanenan yang sama dan tingkat pemanfaatan yang tidak berbeda jauh.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Volume kayu yang dimanfaatkan di PT. MAM sebesar 258,46 m
3
atau 75,21 dari total volume pohon yang diukur.
2. Dari total volume kayu yang diukur, yaitu sebesar 343,63 m
3
, limbah pemanenan kayu yang terjadi akibat penebangan di PT. MAM sebesar 85,17
m
3
atau 24,8, yang terdiri atas 25,32 m
3
limbah potongan pendek, 22,43 m
3
limbah tunggak, 21,07 m
3
limbah batang atas dan 16,35 m
3
limbah cabang dan ranting
3. Besarnya faktor eksploitasi berdasarkan pendekatan volume pohon berdiri
sebesar 0,74 dan pendekatan persen limbah sebesar 0,73.
6.2. Saran
1. Perlu adanya peningkatan keterampilan tenaga kerja terutama bagi operator
chainsaw dan penyarad melalui pelatihan atau kursus secara berkala mengenai teknik penebangan dan pemotongan batang sehingga dapat meminimalisir
jumlah limbah akibat cacat mekanis. 2.
Memperbaiki sistem manajemen, terutama peningkatan pengawasan dan koordinasi kerja di lapangan atau sistem mekanisme SOP yang mengatur
setiap kegiatan sehingga meskipun nilai pemanfaatan cukup tinggi, keseimbangan aspek lingkungan dan produksi tetap terjaga.
3. Perlu dilakukan kajian terhadap pemanfaatan limbah yang terjadi baik dari segi
teknis maupun ekonomis. Salah satu bentuk alternatif pemanfaatan yang mungkin dilakukan dengan mengolah kayu limbah menjadi produk kayu
gergajian yang disesuaikan dengan diameter limbah seperti portable sawmill, log sawmill dan particle board dengan adanya mekanisme yang mengatur
setiap kegiatan pemanfaatan tersebut.