Hipotesis Rancang bangun bubu lipat modifikasi dan penggunaan cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai umpan alternatif untuk penangkapan spiny lobster

2.3 Makanan Alami Lobster

Umpan merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan suatu operasi penangkapan, khususnya untuk alat tangkap yang bersifat pasif seperti bubu. Seperti yang dinyatakan oleh Raharjo dan Linting 1993, bahwa umpan merupakan perangsang yang memikat sasaran penangkapan dan sangat berpengaruh untuk meningkatkan laju tangkap bubu. von Bonded and Marchand 1935 diacu dalam Fielder 1965 menyatakan bahwa : ”Banyak kontroversial yang muncul di sekitar pertanyaan mengenai apakah krustasea adalah hewan pemakan bangkai, atau apakah hal tersebut suka membeda-bedakan dalam makanannya. Adalah suatu yang bersifat alami bahwa sekali waktu terjadi kelangkaan makanan, krustasea akan memakan apapun, tetapi percobaan-percobaan yang telah dilakukan dalam skala laboratorium dan juga di laut membuktikan secara meyakinkan bahwa metode penangkapan yang terbaik untuk semua makanan adalah yang menggunakan umpan segar”. Mereka kemudian menggunakan aspek morfologi tertentu untuk menduga kemungkinan sumber-sumber makanan. Berdasarkan kondisi ini, mereka mengabaikan ikan yang bersisik sebagai sumber makanan karena mereka terlalu bergerak cepat dan menduga moluska seperti kekerangan sebagai sumber makanan yang disukainya. Hickman 1946 diacu dalam Fielder 1965 telah memeriksa gastric mill dalam perut dari sejumlah besar lobster Jasus lalandei dan menemukan sisa-sisa makanan dari jenis moluska, spiny lobster, kepiting, ekinodermata, dan rumput laut. Selanjutnya, juga ditemukan hubungan dari material moluska dengan puncak musim spiny lobster betina yang baru moulting dan menduga bahan makanan moluska adalah makanan istimewa untuk keperluan pengerasan skeleton atau karapas lobster. Lindberg 1955 diacu dalam Fielder 1965 telah menguji isi perut sejumlah besar lobster Panulirus interruptus Randall dan menemukan makanan utama seperti cacing laut, moluska, bulu babi, ganggang laut, dan Bryozoa. Alga dan sisa-sisa ikan jarang ditemukan. Dia menyimpulkan bahwa P. interruptus adalah omnivora dan terutama sebagai hewan pemulung. Ia juga menunjukkan bahwa hasil tangkapan nelayan yang lebih besar ketika umpan segar digunakan dibandingkan dengan umpan busuk. George 1957 diacu dalam Fielder 1965 menyatakan bahwa lobster Panulirus Cygnus adalah pemulung berdasarkan hasil pengamatannya terhadap adanya rumput laut, pecahan karang, sisa ikan, Foraminifora, fragmen-fragmen kerang, dan partikel-partikel pasir dalam isi perut lobster. Telah diperiksa bagian gastric mill dari isi perut 30 spesimen lobster Jasus lalandei yang ditangkap oleh penyelam di dekat Tanjung Jaffa. Berkisar dari isi perut yang kosong hingga hampir penuh dan berisi jenis makanan yang serupa dengan yang digambarkan oleh penulis lainnya, yaitu berisi kepingan hewan yang dominan di daerah ini, dan termasuk gastropods, pelecypods, krustasea termasuk lobster lainnya, udang dan rajungan, landak laut, bryozoa, dan ganggang dengan beberapa partikel pasir. Tidak ada sisa-sisa ikan yang ditemukan, tetapi hanya sedikit yang diamati di daerah tersebut. Dengan pengecualian dari krustasea, semua spesies lain adalah sessile atau bergerak lamban. Sulit untuk menentukan apakah krustasea dimakan dalam keadaan hidup- hidup, tetapi beberapa jenis rajungan dan udang, termasuk Leander intermedius Stimpson, Paguristes frontalis Milne-Edwards, Naxia aurita Latreille, Ozius truncates Milne-Edwards, Helice haswellianus Whitelegge dan Ovalipes bipustulatus Milne-Edwards tetap dipertahankan dalam akuarium yang berisi spiny lobster dan tidak dibunuh dan dimakan. Di sisi lain, rajungan mati dan lobster mati, terutama mereka yang baru saja dilemparkan, dimakan. Makanan yang tersisa di akuarium lebih dari satu hari, yaitu cukup lama untuk menjadi busuk, tidak pernah dimakan Fielder 1965. Percobaan-percobaan yang telah dilakukan dalam skala laboratorium menunjukkan bahwa Jasus lalandei memakan makanan yang disukainya jika diberikan pilihan, dan memilih umpan-umpan alami yang ada di laut sebelum digunakan jenis makanan alami di darat daging hewan. Selanjutnya, Fielder 1965 menyatakan bahwa terdapat beberapa kondisi terkait dengan tingkah laku makan lobster Jasus lalandei tentang makanan yang disukai, yaitu : 1 Lobster Jasus lalandei memiliki tingkah laku makan yang selektif, yaitu jika diberikan pilihan makanan; 2 Umpan yang berasal dari laut, seperti ikan dan hiu lebih disukai daripada umpan yang berasal dari daratan, seperti kuda dan kelinci; 3