1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karaginan merupakan polisakarida linier yang tersusun atas molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karaginan dapat diekstraksi
dari rumput laut merah Rhodophyceae dengan menggunakan air atau larutan alkali. Karaginan terdiri atas garam ester kalium, natrium, magnesium dan
kalsium sulfat, dengan galaktosa dan 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karaginan dibagi atas 3 kelompok utama berdasarkan gugus sulfatnya yaitu kappa, iota dan
lamda karaginan Winarno 1990. Sumber karaginan untuk daerah tropis, khususnya Indonesia adalah
Kappaphycus alvarezii sebagai penghasil kappa karaginan. Permintaan karaginan
di dunia mengalami peningkatan secara eksponensial setiap tahunnya. Hal ini mengakibatkan tingginya permintaan karaginan maupun bahan baku rumput laut
penghasil karaginan di dunia. Dampaknya adalah mulai dikembangkan budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii secara massal termasuk di Indonesia.
Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia juga didorong oleh target Kementerian Kelautan Perikanan yaitu ingin mewujudkan Indonesia sebagai
produsen rumput laut terbesar di dunia pada tahun 2015, dengan salah satu targetnya adalah mampu memproduksi rumput laut sebesar 14 juta ton pada tahun
2014 Irsyadi 2010. Budidaya rumput laut secara besar-besaran belum diimbangi dengan
teknologi pengolahan yang memadai. Akibatnya Indonesia hanya mampu mengekspor rumput lautnya dalam bentuk kering sehingga nilai jualnya rendah
dalam perdagangan dunia. Pengolahan rumput laut menjadi karaginan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai jual rumput laut Indonesia. Selain itu,
pengolahan rumput laut menjadi karaginan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan karaginan untuk industri pangan dan nonpangan di dalam negeri.
Irianto et al. 2005 menyatakan bahwa karaginan dalam industri pangan dan nonpangan berfungsi sebagai bahan penstabil stabilisator, pengental
thickener, pembentuk gel dan pengemulsi. Campo et al. 2009 menambahkan bahwa karaginan pada industri pangan juga digunakan untuk memperbaiki tekstur
dari keju cottage, untuk mengontrol viskositas dan tekstur pudding serta makanan pencuci mulut berbahan dasar susu, sebagai bahan pengikat dan penstabil pada
industri pengolahan daging untuk pembuatan sosis dan hamburger rendah lemak. Salah satu upaya pemanfaatan karaginan yang saat ini sedang
dikembangkan adalah sebagai edible film pada produk pangan. Edible film adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi
makanan yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa seperti kelembaban, oksigen, cahaya, lipida, zat terlarut, sebagai pembawa aditif, serta
untuk meningkatkan penanganan suatu makanan. Terdapat tiga kelompok penyusun edible film, yakni : hidrokoloid, lipida, dan campurannya komposit
Donhowe dan Fennema 1994. Edible film
merupakan bahan pengemas yang telah dibentuk terlebih dahulu berupa lapisan tipis film sebelum diaplikasikan pada bahan dan produk
pangan. Edible coating merupakan bahan pengemas yang dibentuk langsung pada bahan dan produk pangan, biasanya dengan cara pencelupan; sedangkan
enkapsulasi adalah suatu aplikasi yang ditujukan untuk membawa komponen flavor
sehingga diperoleh bentuk flavor yang memiliki sifat seperti tepung Arpah 1997.
Karaginan berpotensi untuk dikembangkan sebagai edible film karena sifatnya yang elastis, dapat dimakan dan dapat diperbarui. Hal ini juga tidak
terlepas dari tingginya produksi rumput laut dalam negeri yang dapat diolah menjadi karaginan. Pemanfaatan karaginan menjadi edible film diharapkan
mampu mendorong berkembangnya sektor pengolahan karaginan di dalam negeri. Pengembangan metode ekstraksi karaginan terus dilakukan untuk
mendapatkan optimasi dalam proses ekstraksinya. Penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi larutan KOH dalam proses ekstraksi kappa karaginan telah
dilakukan oleh Basmal et al. 2005. Suryaningrum et al. 2003 juga telah melakukan penelitian mengenai pengaruh volume larutan pengekstrak terhadap
mutu karaginan kertas dari Kappaphycus alvarezii. Penelitian mengenai optimasi proses ekstraksi karaginan belum diarahkan
sesuai dengan tujuan penggunaan karaginan tersebut. Setiap aplikasi karaginan memiliki tujuan yang berbeda sehingga diperlukan karakteristik karaginan yang
berbeda pula. Variasi karakteristik ini dapat diperoleh jika digunakan metode ekstraksi yang berbeda sehingga diperlukan pemilihan metode ekstraksi untuk tiap
tujuan penggunaan karaginan. Hal ini mendorong dilakukannya penelitian ini yang salah satu tahapan penelitiannya adalah menentukan metode ekstraksi
karaginan untuk tujuan pembuatan edible film. Faktor lainnya yang mempengaruhi karakteristik edible film yang
dihasilkan adalah
konsentrasi karaginan
yang digunakan.
Suryaningrum et al. 2005 telah melakukan penelitian untuk menghasilkan edible film
dari kappa karaginan dengan perbandingan antara tepung kappa karaginan dan plasticizer tepung tapioka adalah 2:1. Penelitian mengenai pengaruh
konsentrasi tepung karaginan terhadap karakteristik edible film yang menggunakan gliserol belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini juga
dilakukan untuk mengetahui karakteristik edible film dari berbagai konsentrasi tepung kappa karaginan serta mempelajari pengaruh penggunaan edible film
tersebut dalam mempertahankan mutu udang kupas rebus.
1.2 Rumusan Masalah