Al-Qur’an Bicara: Kunci Hermeneutika Pembe- basan
C. Al-Qur’an Bicara: Kunci Hermeneutika Pembe- basan
Bicara dalam konteks pembebasan dari seluruh bentuk rasisme dan eksploitasi ekonomi selama masa apartheid, Esack berusaha mengeksplorasi retorika pembebasan Al-Qur’an dalam suatu teori teologi dan hermeneutika pluralisme agama untuk pembe- basan yang lebih koheren. Teologi pembebasan Al-Qur’an beker- ja menuju pembebasan agama dari struktur sosial, politik dan agama serta ide-ide yang didasarkan atas kepatuhan tanpa kritik dan pembebasan seluruh penduduk dari semua bentuk ketidak- adilan dan eksploitasi termasuk ras, gender, kelas, dan agama. Teologi pembebasan semacam ini berusaha mencapai tujuannya melalui partisipasi dan pembebasan. Ia juga mengambil inspi- rasi dari Al-Qur’an dan perjuangan nabi-nabi.
Untuk itu, kunci hermeneutika pembebasan dimunculkan dari perjuangan Afrika Selatan demi kebebasan dan dari Al- Qur’an. Dalam hal ini Esack mencoba mengelaborasi kata-kata kunci takwa, tawhid, an-nas, mustadh`afin, `adl, dan qist, serta jihad (1997: 83).
1. Takwa: adalah terma yang paling komprehensif, inklusif dan aplikatif meliputi tanggung jawab di hadapan Tuhan dan manusia (QS. (92): 4-10 dan (49): 13). Dengan takwa, individu dan komunitas memikul tugas kenabian dalam transformasi dan pembebasan (QS. (3): 102-105; (8): 29). Menerima takwa sebagai kunci hermeneutika memiliki implikasi penting bagi penfsir dan tindakan menafsir:
a) penafsir harus bebas dari prasangka (zhann) dan nafsu (hawa). Hermeneutika pembebasan Al-Qur’an, dengan
MODEL KAJIAN HERMENEUTIKA: Studi Hermeneutika Pembebasan Farid Esack
2. Tawhid: kesatuan Tuhan untuk kesatuan kemanusiaan. Tawhid adalah fondasi, pusat dan tujuan dari keseluruhan tradisi Islam. Ia adalah jantung pandangan dunia sosio- politik, dan tumbuh secara meyakinkan dalam revolusi Iran pada 1979. Ali Syariati adalah cendekiawan yang me- nyatakan tawhid adalah pandangan dunia yang bertujuan merealisasikan kesatuan Tuhan dalam relasi manusia dan sistem sosio-ekonomi. Tawhid oleh para penafsir di Afrika Selatan digunakan untuk melawan pemisahan antara agama dan politik, dan apartheid sebagai ideologi. Tawhid adalah sumber ideologi dan kerangka rujukan suci. Ia punya dua implikasi dalam konteks Afrika Selatan: a) pada level eksistensial, ia berarti penolakan atas dualisme konsepsi tentang eksistensi manusia di mana perbedaan dibuat antara sekular dan spiritual, suci dan profan; b) pada level sosio-politik, ia menentang masyarakat yang menjadikan ras sebagai objek alternatif bagi pemujaan dan membedakan penduduk atas dasar etnisitas. Pembedaan semacam ini ada- lah syirik, antitesis tawhid. Apartheid adalah syirik (Esack, 1997: 92).
3. An-nas: manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi bagi ma- syarakat Afrika Selatan mempunyai dua implikasi hermeneu-
180 Zakiyuddin Baidhawy 180 Zakiyuddin Baidhawy
4. Al-mustadh`afin, fuqara, masakin dan aradhil: adalah kelas
marjinal, tertindas. Lawan mereka adalah mutrafun dan mustakbirun. Nabi Muhammad berasal dari keluarga petani dan kelas pekerja; demikian juga nabi-nabi Abrahamik berasal dari keluarga petani dan penggembala domba. Mereka mempunyai tujuan menciptakan tatanan sosial egaliter; mereka menghapuskan ketidakadilan sosio-eko- nomi seperti rente, bunga dan semua praktik ekonomi spekulatif dan eksploitatif. Al-Qur’an melarang akumulasi kekayaan dan memerintahkan pembebasan wanita dan budak. Banyak ayat yang menghubungkan iman dan agama dengan humanisme dan keadilan sosio-ekonomi. Penafsir perlu menempatkan dirinya di tengah-tengah kaum marjinal dan dalam perjuangan mereka sekaligus menafsirkan teks dari bagian bawah sejarah, didasarkan atas paham pilihan Tuhan dan kenabian atas orang-orang tertindas (Esack, 1997: 98-103).
MODEL KAJIAN HERMENEUTIKA: Studi Hermeneutika Pembebasan Farid Esack
181
5. `Adl dan qist: keadilan dibangun atas dasar tawhid, dan jalan menuju takwa. Keadilan adalah alasan utama bagi tegaknya agama. Masyarakat Islam diharapkan berpegang kepada keadilan sebagai basis kehidupan sosio-ekonomi. Lawannya adalah zulm dan `udwan. Keadilan ialah ukuran untuk melakukan perjuangan pembebasan. Visi keadilan Al-Qur’an harus mensuplai gagasan visioner terhadap perjuangan ini. Konteks perjuangan pembebasan tidak hanya memiliki sesuatu untuk dikatakan pada teks; teks juga memiliki sesuatu untuk dikatakan kepada konteks (ketidakadilan dan penindasan di Afrika Selatan). Dalam situasi ketidakadilan, Al-Qur’an dipaksa menjadi alat ideologis bagi perlawanan atas penindasan dalam seluruh manifestasinya. Ini mempunyai dua implikasi: a) kita harus mencari jalan mendekati Al-Qur’an untuk digunakan melawan ketidakadilan; netralitas dan objektivitas dalam konteks ini adalah dosa; b) pendekatan terhadap Al-Qur’an sebagai alat perlawanan menghendaki komitmen ideologis dan teologis sekaligus afinitas atas nilai-nilai yang dikandung dalam kunci-kunci hermeneutika di atas (Esack, 1997: 103- 106).
6. Jihad: adalah perjuangan dan praksis. Praksis artinya tin- dakan sadar oleh komunitas manusia yang mempunyai tanggung jawab atas determinasi politik yang didasarkan atas realisasi bahwa manusia menciptakan sejarah (Chopp, 1989: 137). Dalam konteks Afrika Selatan, jihad adalah paradigma perjuangan pembebasan dalam Islam; jihad di jalan Allah swt. adalah bagian dari iman; jihad untuk kebebasan dan keadilan di Afrika Selatan adalah suci (Esack, 1997: 106-108).
182 Zakiyuddin Baidhawy