MODEL KAJIAN TASAWUF
BAB 7 MODEL KAJIAN TASAWUF
A. Mistisisme: Fenomena Universal
asawuf atau dikenal sebagai mistisisme Islam adalah feno- mena universal yang menggambarkan upaya manusia untuk
meraih kebenaran. Tasawuf juga dikenal sebagai pengetahuan intuitif tentang Tuhan atau Realitas Ultim yang diraih melalui pengalaman keagamaan personal. Yakni kesadaran akan realitas transenden atau Tuhan melalui meditasi atau kontemplasi batin. Atau disebut juga sebagai sesuatu yang memiliki makna tersembunyi atau makna simbolik yang mengilhami pencarian atas sesuatu yang misteri dan dahsyat. Sedangkan sufi ialah orang yang berusaha mencapai kesatuan dengan Tuhan melalui kontemplasi spiritual.
Dalam buku Sufism: An Account of the Mystics of Islam, A. J. Arberry (1950: 11) menyatakan bahwa kaum orientalis dan
Model Kajian Tasawuf
Para sarjana kontemporer berjuang untuk memahami keragaman dan dinamika yang ada dalam fenomena mistik sebagaimana termanifestasi dalam berbagai tradisi. Mereka berupaya menelusuri berbagai makna dan ragam kesimpulan tentang tasawuf yang diambil dari berbagai konteks. Clifford Geertz (1971: 23-24) menyatakan bahwa penggunaan konsep- konsep tentang tasawuf/mistisisme harus berdasarkan pada studi mengenai keragaman “sebagaimana yang kita jumpai”, bukan memformulasi generalisasi yang seragam dan definisi yang berlaku untuk semua. Dengan cara demikian, konsep- konsep seperti mistisisme dan mistikus, tasawuf dan sufi men- jadi sangat kaya dan berakar. Kita perlu menganalisis hakikat keragaman sebagaimana adanya, kemudian menelusuri berba- gai makna dan konseo-konsep itu. Karena itu kajian semacam ini setidaknya akan mempelajari fakta-fakta yang ada dalam keragaman itu. Sementara sarjana lain seperti Rhys Davids yang ahli dalam kajian Budha, kebingungan dengan kompleksitas dan keragaman dalam konsep-konsep mistikus atau mistisisme sehingga ia berkesimpulan bahwa menggunakan istilah-istilah tersebut lebih banyak membingungkan daripada membantu (Awn, 1983).
Perdebatan semacam ini muncul dari dua mazhab pemikir- an yang berbeda, antara mereka yang cenderung melakukan generalisasi dan esensialisasi. Jika kita menggeneralisir maka
140 Zakiyuddin Baidhawy 140 Zakiyuddin Baidhawy
B. Spirit: Domain Ketiga Ajaran Islam Untuk dapat memahami tasawuf sebagai sebuah kajian keis-
laman, kita perlu menelusuri ajaran-ajaran yang dikemukakan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Seperti kita ketahui bersama, Islam mengemukakan tiga domain utama kepedulian manusia. Tiga domain tersebut yaitu tubuh, pikiran, dan jiwa; atau perbuatan, pengetahuan, dan wujud. Tubuh merupakan realitas aktivitas, ketaatan ritual, dan hubungan sosial; pikiran adalah realitas persepsi, kepercayaan, pengetahuan dan pemahaman; dan jiwa adalah wilayah kesadaran terdalam tentang diri dan komunika- si langsung dengan Realitas Ultim yang disebut Tuhan, Wujud yang sesungguhnya dan nyata.
Barangkali Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci yang unik dalam arti ia menekankan pentingnya pengetahuan dan pemahaman. Banyak perkataan Muhammad saw. menguatkan pentingnya mengetahui sesuatu dengan benar. Karena penekanan atas pengetahuan ini, peradaban Islam ditandai dengan tingkat
Model Kajian Tasawuf
Sejak peradaban Islam berkembang, banyak Muslim meng- abdikan diri untuk mencari ilmu. Mereka bukanlah kaum pen- deta ataupun para menteri, karena Islam tidak mengenal kelas pendeta. Mereka adalah orang-orang biasa yang secara serius mengkaji Al-Qur’an dan Sunnah Nabi untuk memperoleh pe- ngetahuan.
Karena pengabdian kepada ilmu dan pemahaman, kaum Muslim mengkaji dan mengasimilasi kebijaksanaan suci yang diletakkan oleh Al-Qur’an dan Nabi dengan perhatian lebih pada analisis, penjelasan, dan sistematisasi. Banyak orang berminat untuk mempelajari segala hal dengan tujuan untuk mengetahui tentang cara-cara yang pantas untuk memperlakukan tubuh – yakni aktivitas-aktivitas personal, sosial, dan ritual–. Apa yang sesungguhnya diperintahkan Al-Qur’an agar dilakukan oleh manusia? Bagaimana Muhammad saw. melakukan perintah- perintah Al-Qur’an dalam praktik? Bagaimana kita melaksanakan lima rukun Islam –syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji–? Bagaimana cara yang baik untuk pergi ke toilet, mensucikan diri, dan makan makanan? Apa aturan-aturan yang benar untuk aktivitas antarpersonal, perkawinan, warisan, perdagangan? Jadi, mereka berusaha untuk mencari jawaban atas semua pertanyaan yang berkaitan dengan aktivitas tubuh.
Sebagian Muslim lain lebih banyak memerhatikan ba- gaimana memahami apa yang mesti diimani, yang mencakup iman kepada Allah swt., kitab-kitab suci, malaikat, nabi-nabi,
142 Zakiyuddin Baidhawy 142 Zakiyuddin Baidhawy
Sedangkan sebagian kelompok Muslim lainnya lebih me- merhatikan bukan pada aktivitas atau pemahaman, namun pada pengembangan cinta, ketulusan, kehormatan, keadilan, dan kejujuran yang diperintahkan oleh Al-Qur’an dan dicon- tohkan oleh Muhammad saw., baik berkaitan dengan hubung- an hamba-Tuhan maupun antarsesama manusia. Bagi mereka pertanyaan yang mendasar adalah: Bagaimana seseorang dapat menjadi pribadi yang baik? Bagaimana ia dapat mengembang- kan seluruh karakter dan kebaikannya sebagaimana dijumpai pada diri Muhammad saw. dan nabi-nabi lain dan para kekasih- Nya?
Orang lain boleh jadi bertanya mengapa kebanyakan sarjana Muslim menjadi spesialis dalam satu dari tiga domain ini daripada berupaya mencakup ketiganya. Pertama, pada umumnya mereka mencoba merengkuh ketiga domain itu, namun melakukan pekerjaan ini merupakan tugas berat yang melampaui kebanyakan orang, meskipun ada perkecualian
Model Kajian Tasawuf
Kedua, spesialisasi dipilih karena setiap manusia memiliki kecenderungan, keterbatasan, dan kelebihan sendiri-sendiri. Fakta bahwa seseorang memperoleh anugerah lihai bersepak bola bukan berarti bahwa ia mesti akan mahir juga dalam bidang matematika, melukis atau main musik. Orang yang memiliki pemahaman tinggi mengenai hukum agama karena kemampuannya menurunkan aturan-aturan yang benar dari perintah dan prinsip-prinsip wahyu, belum tentu ia mempunyai kelebihan dalam bidang teologi, atau menjadi orang yang lebih berbakti.
Sejak permulaan Islam, menjadi seorang Muslim berarti mengakui bahwa Al-Qur’an dan Nabi Muhammad saw. memberikan petunjuk dan bimbingan bagi tubuh, pikiran dan jiwa agar selaras dengan tujuan Tuhan dalam menciptakan dunia. Namun demikian, setiap orang memiliki pandangan berbeda- beda berkaitan dengan apa yang paling penting dan bagaimana mereka mempraktikkannya. Sebagian Muslim secara alamiah cenderung menempatkan prioritas utama pada tubuhnya, sebagian lain lebih mementingkan perhatiannya pada pikiran dan memperluas pemahamannya tentang Tuhan dan ciptaan- Nya, dan sebagian lainnya lagi percaya bahwa keseluruhan eksistensi manusia adalah mengkaitkan tubuh dan pikiran
144 Zakiyuddin Baidhawy 144 Zakiyuddin Baidhawy
Spesialisasi dalam mengkaji Islam belum jelas hingga abad ke-9. Sebelum masa itu, kebanyakan sarjana lebih banyak ber- minat untuk mentransmisi semua yang diterima dari Allah swt. dan Muhammad saw. Sedikit demi sedikit mereka yang mende- dikasikan banyak upaya untuk memberikan petunjuk bagi akti- vitas yang layak lebih dikenal sebagai para fukaha. Mereka me- nyibukan diri dengan pemahaman tentang prinsip-prinsip dan aturan-aturan dalam aktivitas Islam berdasarkan pada Al-Qur’an, perkataan dan tindakan Muhammad saw., pendapat para sahabat Nabi, dan pandangan-pandangan Muslim generasi awal.
Para sarjana yang fokus untuk memahami objek-objek keimanan telah terbagi ke dalam beberapa mazhab pemikiran. Teolog dogmatik mengatakan bahwa cara terbaik memahami Tuhan adalah dengan penafsiran rasional atas Al-Qur’an. Para filosof menyatakan bahwa rasio manusia merupakan petunjuk yang cukup menuju kebenaran sesuatu dan bahwa wahyu Tuhan dapat dilepaskan dari pemahaman tentang kebenaran itu. Sementara kaum sufi memandang cara terbaik dan jalan paling bertanggung jawab menunju pemahaman ialah kesatuan langsung dengan Tuhan. Kaum sarjana yang bergabung dengan tasawuf mengembangkan metodologi tersendiri.
C. Perspektif Memahami Tasawuf
Kosakata tasawuf dan sufi telah luas dipergunakan di kalang- an akademisi maupun kalangan awam khususnya di Baghdad dan Khurasan pada pertengahan kedua abad ke-9, meskipun ada sebagian kritikus tidak bersepakat tentang asal-usul kata terse- but.
Model Kajian Tasawuf
Sebagian sejarawan mengatakan bahwa sebutan sufi di- tujukan kepada mereka yang menggunakan pakaian dari wol. Sebagian lain menyatakan kata sufi berasal dari tahapan spiritual pertama (saff awwal), dan yang lain mengatakan demikian karena sufi mengklaim diri sebagai ashab al-suffah, yakni orang- orang yang suka berkumpul dan duduk-duduk di sekitar masjid Nabawi, dan sebagian lain menyebutnya berasal dari kata shafa, yang artinya bersih, murni.
Penting untuk dicatat bahwa sufisme sebagai suatu gerakan pada masa-masa awal perkembangannya tidak lain merupakan upaya “interiorisasi Islam”, sebagaimana dikemukakan oleh Annemarie Schimmel, yang menekankan Al-Qur’an, Sunnah dan pelaksanaan syariah. Orientalis Perancis Louis Massignon (1954) menyatakan bahwa sufisme berasal dari Al-Qur’an yang secara terus-menerus dibaca, direnungkan, dan dialami, dan itulah yang kemudian menjadi asal-usul dan berkembangnya sufisme. Memegang teguh Al-Qur’an dan Sunnah merupakan pemahaman sejati tentang sufisme atau tasawuf.
Sufisme atau mistisisme Islam dipandang dan dibahas oleh kaum orientalis sekaligus kebanyakan sarjana Barat melalui kacamata Kristen. Ia dipandang sebagai gerakan spiritual Islam, yang memisahkan gerakan dari esensi praktiknya, yang menggambarkan pendekatan bipolar. Meskipun mistisisme diakui sebagai fenomena dunia dan menjadi bagian dari tradisi semua agama seperti Kristen, Yahudi, Hindu, Budha, dll, menariknya pendekatan terhadap mistisisme bersandar pada paham dan konsepsi Kristen. Sufisme lalu disajikan sebagai mistisisme versi Islam. Tidak mengherankan jika para pembaca segera menilai pengaruh Kristen atas sufisme Islam. Sufisme menjadi bahan pembicaraan yang ramai, namun menurut
146 Zakiyuddin Baidhawy 146 Zakiyuddin Baidhawy
Pendekatan Islam adalah bipolar. Kesatuan bipolar, seba- gaimana dikemukakan oleh Ali Izet Begovic (1994: 203-205), merupakan kenyataan bahwa Islam adalah agama yang menyatu- kan jalan spiritual dan jalan material, individu dan sosial, jiwa dan tubuh. Tidak seperti agama-agama lainnya semisal Kristen atau Hindu yang hanya menekankan pada aspek spiritual dan non-material. Menurut logika tarekat-tarekat biara dalam dua agama tersebut, pengabaian terhadap tubuh akan memperkuat spiritualitas. Dua agama tersebut mengasumsikan semakin ke- pentingan fisik kurang diperhatikan maka kepentingan spiritual makin ditekankan.
Dalam Islam, tubuh dan jiwa, fisik dan spiritual, individu dan sosial, bersatu dalam pandangan hidup Muslim. Menger- jakan salat misalnya, memerlukan kebersihan fisik sekaligus ke- bersihan spiritual. Salat menjadi tidak berguna tanpa bersuci. Karena itu salat bukan semata ibadah bahkan juga disiplin dan kesehatan sekaligus. Ia bukan semata mistisisme namun juga
Model Kajian Tasawuf
D. Tasawuf dan Modernitas: Pendekatan Fathullah Gulen
Banyak sudah sarjana yang hendak mengkaji apa hakikat dari sufisme atau tasawuf itu, lebih-lebih bila dikaitkan dengan relevansi tasawuf dengan modernitas dan zaman modern. Di satu sisi kaum sufi sendiri pada umumnya menerima istilah tradisi mistik Islam untuk tasawuf, belum dikatakan sebagai sebuah gerakan keagamaan, namun lebih merupakan jejaring gagasan dan praktik keagamaan yang saling berkaitan, yang bertujuan untuk memahami secara mendalam dan menggapai keimanan dari pesan-pesan Al-Qur’an. Sementara itu, kaum sarjana non-Muslim, sekaligus kaum sufi sendiri, ada yang mencoba memberikan definisi yang lebih singkat dan padat tentang tasawuf sehingga tak terelakkan membuat mereka mesti mengeluarkan unsur-unsur tertentu dan menekankan apa yang
148 Zakiyuddin Baidhawy 148 Zakiyuddin Baidhawy
Bagi banyak kalangan sufi awal, tasawuf merupakan sejenis asketisme dan kesederhanaan hidup yang menjadi kunci menu- ju Islam sejati. Sebagian lain menekankan cinta sebagai gagasan utama dan memahami bahwa jalan sufi adalah menuju kesa- tuan cinta dengan Tuhan. Bagi sebagian lain, tasawuf merupa- kan jalan kaum sukarelawan yang diambil orang beriman de- ngan menekankan pada kebajikan dan perilaku moral, sehingga menuju kesatuan kehendak dengan Tuhan, suatu keadaan di mana seorang sufi memiliki kehendak sendiri, namun ia ha- nya berusaha melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Banyak pula kaum mistik melihat jalan sebagai pengetahuan, menjadi sadar tentang Kebenaran Abadi, kebijaksanaan abadi dari hati yang hanya menjadi benar di hadapan pandangan yang benar. Sementara, yang lain menguatkan pentingnya kesa- tuan seluruh eksistensi sehingga jalan mistik menjadi gerakan psikologis menuju kesadaran bahwa kita adalah wujud tempo- ral dari Wujud Abadi yang hadir dalam kosmos. Sebagian sufi lain menekankan pengalaman mistik luar biasa yang terungkap dalam keadaan syatahat, yang mengilhami ucapan-ucapan, visi, dan mimpi-mimpi, sementara yang lain memandang jalan se- bagai perjalanan kontemplatif menuju Tuhan dalam kesunyian hati.
Kaum skeptis sering bertanya, bagaimana tasawuf dan sufi semacam ini benar-benar dapat efektif dan bekerja dalam dunia modern? Apakah tasawuf mampu membentuk karakter dan moral individu yang baik sehingga mereka aktif bekerja untuk mengubah masyarakat dan membuat dunia menjadi lebih baik? Namun, sejarah telah membuktikan bahwa upaya
Model Kajian Tasawuf
Gerakan Gulen berusaha berintegrasi dengan dunia modern dengan mendamaikan nilai-nilai tradisional dan modern. Gerakan ini mencoba menciptakan sintesis gagasan yang melukiskan upaya-upaya para pemikir nasionalis di Kerajaan Ottoman terakhir. Misalnya, Ziya Gokalp menekankan keharusan menciptakan sintesis berdasarkan kombinasi unsur- unsur yang berasal dari kebudayaan Turki dan dari peradaban dan teknologi Barat. Gulen dan para pengikutnya melangkah lebih jauh menerima peradaban Barat sebagai fondasi yang cocok untuk kehidupan material sementara peradaban Islam cocok untuk kehidupan spiritual. Patut dicatat bahwa karena gerakan ini berkarakter konservatif, ia berhasil mengundang mereka yang melihat sistem politik Turki sebagai sistem yang terlalu menekankan sekularisme dan modernisasi (Bülent Aras and Omer Caha, 2000).
Karakter unik dari gerakan Gulen terletak pada upayanya untuk merevitalisasi nilai-nilai tradisional sebagai bagian dari usaha modernisasi seperti program modernisasi pemerintah Turki. Sejauh ini, gerakan tersebut memperoleh keberhasilan dalam upaya mengharmonikan dan mengintegrasikan secara historis berbagai wilayah Turki dan mendamaikan ratusan tradisi lama dengan tuntutan modernitas. Singkatnya, Gulen berusaha membangun Islam gaya Turki, mengingat Otoman
150 Zakiyuddin Baidhawy 150 Zakiyuddin Baidhawy
Tasawuf harus menjadi gerakan toleransi dalam arti luas sehingga membuat kita dapat menutup mata kita atas kesalahan orang lain, menunjukkan penghargaan atas perbedaan gagasan, dan memaafkan segala hal yang dapat dimaafkan. Bahkan, ketika hak-hak asasi kita yang tidak dapat dipisahkan telah dilanggar, kita harus menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan mencoba untuk menegakkan keadilan. Juga ketika kita berhadapan dengan gagasan-gagasan yang paling kasar dan tidak senonoh pun, dengan memerhatikan teladan Nabi dan tanpa mengabaikan keharusan kita meresponsnya dengan kata-kata yang lembut, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an dengan “qawlan layyinan” (Horkuc, 2002: catatan kaki no. 62).
Kita juga dapat menemukan gambaran ideal yang dikemu- kakan oleh Gulen dalam The Mission Statement of the Journal- ists’ and Writers’ Foundation, sebuah organisasi yang didirikan oleh asosiasi Fathullah Gulen untuk mempromosikan dialog dan kerjasama antaragama. Menurutnya, dunia modern akan dibentuk oleh sistem dan pendekatan yang menghargai nilai- nilai universal yang mempertimbangkan cinta, toleransi, pema- haman dan kesatuan sebagai dasar-dasar yang memilih untuk mengatasi semua permusuhan, kebencian dan perselisihan me- lalui persahabatan, toleransi dan rekonsiliasi; yang mengasum- sikan misi menyampaikan kebudayaan dan pengetahuan bagi kemanfaatan semua manusia; yang dapat menciptakan keseim- bangan antara individu dan masyarakat tanpa mengorbankan satu sama lain; yang memiliki visi besar tanpa terjebak di dalam
Model Kajian Tasawuf
Tempat-tempat yang tepat untuk menelusuri jejak-jejak pemikiran Gulen adalah sekolah-sekolah yang didirikan oleh gerakan yang menggunakan namanya ini. Penting kiranya me- nampilkan sedikit filosofi dan capaian-capaian dari sekolah- sekolah ini di mana pun berdiri. Sebagaimana dikatakan oleh Elizabeth Ozdalga (1999) bahwa sekolah-sekolah Gulen tidak peduli dengan upaya-upaya proselitisasi atau cuci otak, namun lebih menekankan pentingnya mengajarkan nilai-nilai dengan teladan. Ia juga menyatakan bahwa tujuan utama pendidikan Gulen dalam sekolah-sekolah ini adalah memberikan siswa pendidikan yang baik, tanpa menekankan orientasi ideologi apa pun. Satu gagasan mendasar dari para pengikut Gulen adalah bahwa nila-nilai etika tidak ditransmisikan secara terbuka melalui persuasi dan pelajaran-pelajaran melainkan melalui pemberian teladan yang baik dalam perilaku keseharian.
Sekolah-sekolah Gulen menggambarkan suatu paduan harmonis antara spiritualitas dan modernitas. Di dalamnya, dengan mudah kita jumpai pegawai administrasi, staf pengajar, siswa-siswi Muslim dan non-Muslim, para pendidik dan orang tua siswa. Mereka mencerminkan warga modern, terdidik dalam ilmu-ilmu sekular, namun memiliki kepedulian sejati atas nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan. Nilai-nilai inilah yang mereka usahakan untuk dikomunikasikan kepada para siswa dengan cara mereka sendiri. Mereka menawarkan pendidikan pada tingkat pertama yang membawa kemajuan bersama dalam bidang teknologi dengan pembentukan karakter dan ideal-ideal
152 Zakiyuddin Baidhawy 152 Zakiyuddin Baidhawy
Model Kajian Tasawuf
154 Zakiyuddin Baidhawy