MODEL KAJIAN POLITIK

BAB 13 MODEL KAJIAN POLITIK

indakan-tindakan yang dilakukan oleh kaum Muslim selalu merupakan objek kajian dan berita baik bagi Studi Islam.

Para spesialis di bidang politik utamanya merasa tertarik untuk mengkaji perilaku-perilaku politik kaum Muslim. Hal ini ditun- jukkan oleh makin meningkatnya minat para mahasiswa dan pengkaji untuk mendaftarkan diri pada kuliah, maupun undang- an-undangan komunitas akademi, komunitas, media dan fo- rum-forum pemerintah. Subjek tentang Islam mulai dipandang sebagai bagian dari isu-isu suatu disiplin inti lebih dari sekadar pertunjukan sampingan dari disiplin kajian kawasan. Tuntutan ini mendorong melonjaknya penerbitan sejumlah buku dan ar- tikel yang bertujuan untuk memberikan pemahaman singkat tentang Islam (Geertz, 2003: 27).

Model Kajian Politik

Banyak mahasiswa dan pengkaji yang memilih mempelajari subjek-subjek tentang Islam sebelum tahun 2001 mengalami perasaan campur aduk dengan munculnya minat besar yang tiba-tiba ini. Secara alamiah, kita memiliki kesempatan me- ningkatkan kajian Islam yang lebih serius dan kita juga menyambut prospek kajian keislaman yang makin membaik. Di samping itu, hal ini selalu membuka bacaan-bacaan favorit yang direkomendasikan untuk dibaca. Beberapa di antaranya adalah karya Carl Ernst tentang praktik Islam kontemporer berjudul Following Muhammad (2003); tentang sejarah Islam karya Marshall Hodgson The Venture of Islam (1974), yang terdiri dari 3 jilid; karya Michael Sells tentang terjemahan Al-Qur’an yang menyampaikan tampilan teks yang menarik perhatian bagi Muslim, berjudul Approaching the Qur’an (1999); karya Mansoor Moaddel yang berkaitan dengan analisis sosial-ilmiah tentang Islam dalam Annual Review of Sociology (2002); dan karya Juan Cole tentang analisis mengenai peristiwa-peristiwa kini dalam weblog yang cukup impresif http://www.juancole.com.

Pada saat yang sama, kita mengalami kekecewaan ketika melihat karya berkualitas tinggi tentang Islam justru melorot dalam peringkat perjualan, kupasan media, dan pengaruh aka- demiknya di balik para penulisnya yang sensasional seperti Ste- ven Emerson, yang melihat potensi bagi terorisme tersembunyi di dalam setiap tampilan keimanan Islam; atau Bernard Lewis, yang karena penelitian-penelitiannya kurang orisinal sejak awal 1970-an, tidak mencegahnya dari daur ulang materi-materi yang sudah ketinggalan zaman yang dikemas dalam judul-judul baru setiap setahun atau dua tahun.

Barangkali yang paling perlu diwaspadai adalah temuan- temuan baru yang berhubungan dengan masalah-masalah pen-

248 Zakiyuddin Baidhawy 248 Zakiyuddin Baidhawy

Karena usaha-usaha mereka, Studi Islam dan kajian Timur Tengah memperoleh serangan dari para pemikir sayap kanan seperti Washington Institute for Near East Policy, yang telah menerbitkan karya Martin Kramer Ivory Towers on Sand: The Failure of Middle Eastern Studies in America (2001); dan Daniel Pipes’s Middle East Forum yang menjadi tuan rumah bagi website Campus Watch. Para sarjana Studi Islam mengungkapkan kemarahan dalam masalah ini, namun mereka juga merasakan bangga utamanya ketika Islam dipandang cukup penting, dan sejak kritik-kritik yang terlontar mengenai Islam hampir seluruhnya terbukti keliru sejauh ini. Tak seorang pun dari spesialis di bidang Timur Tengah atau Islam merasa kebakaran jenggot sebagai akibat kritikan-kritikan tersebut, dan bahkan pemerintahan federal memberikan dana bagi kajian-kajian ini dengan tujuan untuk meluruskan kesalahan-kesalahan politik yang meningkat. Salah satu titik fundamental dari kritik-kritik ini adalah bahwa kajian ilmiah Studi Islam di Amerika Serikat

Model Kajian Politik

Namun, beberapa kritik lainnya memang akurat: bahwa bidang kajian Studi Islam tidak membahayakan, tidak seberbahaya sebagaimana yang digaung-gaungkan oleh kelompok-kelompok garis keras. Bahkan, ada kesekapatan di bidang kajian ini bahwa ancaman fundamentalisme, mengutip pendapat ilmuwan politik John Mueller (2006), “terlampau dibesar-besarkan”.

Buku-buku yang dibahas dalam bab ini berisi empat analisis mengenai masa depan Islam politik, dan keempat analisis itu tidak menemukan konsensus tentang masalah serupa. Semua dari empat buku ini dilahirkan oleh para spesialis bidang Islam politik. Keempat buku tersebut mempergunakan perspektif global dan sampai pada kesimpulan serupa, dengan berbagai bukti dan argumentasi: bahwa gerakan-gerakan Islam revolusioner sedang mengalami kemunduran.

A. Pendekatan Keamanan (Security) Karya yang paling menyentuh perspektif keamanan adalah buku

Ray Takeyh and Nikolas K. Gvosdev The Receding Shadow of the Prophet: The Rise and Fall of Radical Political Islam. Penulis buku ini tidak dapat dikatakan sebagai ekstremis anti-Amerika, karena mereka adalah partisipan aktif dalam dunia kebijakan keamanan Amerika dengan identitas sayap kanan mereka. Takeyh yang memiliki kepakaran tentang Iran dan Mesir, adalah

250 Zakiyuddin Baidhawy 250 Zakiyuddin Baidhawy

Takeyh dan Gvosdev memulai bukunya dengan sekilas pan- dang tentang kecenderungan pertengahan dekade 90-an, ketika gerakan-gerakan Islam bersenjata berjuang untuk kekuasaan di Aljazair, Bosnia, Chechnya, Mesir, dan Tajikistan, dan kemudian meluas. Sebaliknya, hanya beberapa tahun kemudian, tantang- an-tantangan revolusioner ini mengalami pasang surut. Dua penulis ini (2004: 1-2) menyampaikan pandangan mereka yang menyatakan bahwa Islam politik radikal di mana pun mengala- mi kemunduran sebagai ideologi yang memerintah. Bahkan ke- marahan serangan al-Qaedah, khususnya serangan mereka yang ditujukan langsung ke jantung Amerika, merupakan manifestasi dari keputusasaan para kaum fundamenatalis Islam karena keti- dakmampuan mereka untuk memperbesar kekuasaan di dunia Islam.

Kita bisa saja mengangkat isu tentang “ideologi yang meme- rintah”, di mana Islam merupakan dan masih terus memperluas diri ke berbagai negara sekuler yang terus menerus memasukkan simbol-simbol Islam ke dalam sistem pendidikan dan hukum, sebagaimana dikaji dalam studi kasus oleh Starret (1998), Nasr (2001) dan Lombardi (2006). Ungkapan “bayang-bayang Nabi” dalam sebuah judul buku boleh jadi dipandang tidak sensitif, karena Muslim cenderung menjauhi metafora “bayang-bayang” dan sedikit dari sahabat Nabi Muhammad saw. yang pernah

Model Kajian Politik

Namun demikian, Takeyh dan Gvosdev telah membuat pembedaan yang jelas antara gerakan-gerakan ketaatan dan kaum revolusioner Islam yang ingin mengambil alih Negara. Kaum revolusioner yang tampak memiliki momentumnya pada pertengahan 1990-an, gagal untuk mengambil alih wilayah penting mana pun antara tahun 1996 ketika Taliban menguasai banyak wilayah Afghanistan, dan tahun 2006 ketika Dewan Pengadilan Islam (Council of Islamic Courts) dalam waktu singkat mengambil alih banyak wilayah Somalia –baik dalam kasus mengalahkan dan mengkooptasi para pejabat lokal ketika Negara-bangsa mereka tidak berfungsi.

Apa pertimbangan-pertimbangan bagi kemunduran se- cara menyeluruh gerakan-gerakan fundamentalisme di banyak tempat? Takeyh dan Gvosdev kembali kepada studi kasus. Di Aljazair dan Mesir, pemberontakan kelompok sempalan Islam terjadi berada di bawah represi Negara yang kuat, dengan unsur- unsur perubahan penting dari ideologi revolusi ke pluralisme demokratis. Di Bosnia dan Kosovo, partai-partai Islam menu- runkan tuntutan dan aspirasi mereka akan Negara Islam de- ngan tujuan untuk menarik lapisan-lapisan masyarakat Muslim yang lebih besar. Di Tajikistan, kaum Islamis menandatangani sebuah pakta dengan Komunis dan masuk ke dalam sistem poli- tik sebagai partai oposisi. Di Chechnya, sebuah Republik Islam dihancurkan oleh invasi Rusia. Di Afghanistan, Iran dan Sudan, rezim Islam dipandang gagal oleh kebanyakan Muslim dunia karena problem salah kelola dan intoleransi. Di Iran, kegagal-

252 Zakiyuddin Baidhawy 252 Zakiyuddin Baidhawy

B. Pendekatan Demokrasi

Takeyh dan Gvosdev menawarkan penjelasan-penjelasan kasus spesifik untuk setiap negara dengan menambahkan se- dikit hipotesis analitik dalam bab simpulan yang pendek. Ber- beda dari dua penulis di atas, karya Graham Fuller sepenuhnya hampir berisi analisis. Fuller adalah seorang mantan analis dari badan CIA Amerika Serikat di mana ia membidangi masalah masyarakat Muslim dan meramal kondisi pada skala nasional. Sejak ia meninggalkan CIA sebelum berakhirnya Perang Dingin, ia merupakan penulis prolifik mengenai Timur Tengah dan ma- salah-masalah Islam dan sering menjadi kritikus atas kegagalan pemerintahan AS untuk memahami pandangan dunia Muslim. Pandangan dunia yang sering dikeluhkan oleh dunia justru karena ketidakseriusan untuk memahaminya sehingga seringka- li melahirkan ketidakadilan dalam memperlakukan Islam baik pada skala lokal maupun global. Pada saat yang sama dukungan Barat yang hipokrit bagi otokrasi di masyarakat-masyarakat Mus- lim yang bertanggung jawab telah melahirkan banyak konflik berbahaya. Fuller mengkaji masalah ini dengan perbandingan antara apa yang terjadi pada masa kini dan yang akan datang. Ia yakin bahwa kebangkitan kembali Islam akan bergandengan tangan dengan norma-norma Barat untuk menghadapi persoal- an-persoalan global abad 21, termasuk degradasi lingkungan, pertumbuhan dan distribusi ekonomi serta partisipasi demokra- si. Meskipun identitas keagamaan dan etnik masih tegak berdiri sebagai produk dari universalisme modernis lama, namun iden- titas ini merupakan cara yang signifikan untuk mengungkapkan

Model Kajian Politik

Jika Islamisme akan tetap dipandang penting dalam masyarakat Muslim untuk masa depan yang dapat diprediksi, bagi Fuller Islamisme tetap dilihat dari segi keberhasilannya. Menurutnya, dua identitas modern sedang bertarung demi masa depan Islam politik: yaitu identitas liberal-kosmopolitan yang berupaya mengkombinasikan keimanan dan warisan dengan institusi-institusi dan ideal-ideal global, dan identitas radikal-eksklusif yang selalu memandang sesuatu secara negatif dan tidak menyenangkan, hitam-putih (Fuller, 194). Secara umum, kekuatan-kekuatan global cenderung pada kaum liberal. Kegagalan hirarki keagamaan tradisional telah membawa pada pluralisme defacto dalam otoritas keislaman, yang oleh sebagian pemikir Muslim dimasukkan ke dalam teori-teori normatif mereka sekaligus. Pengaruh-pengaruh multikultural sedang menyebar dengan individualisasi agama yang menciptakan “pasar agama” di mana seseorang dapat memilih ajaran-ajaran yang menarik dan mengabaikan yang lain (Fuller, 174). Perdagangan dan migrasi global tidak terelakkan akan membutuhkan kompromi

254 Zakiyuddin Baidhawy 254 Zakiyuddin Baidhawy

Tidak semua masyarakat Muslim akan memperoleh keuntungan dari kekuatan-kekuatan global ini. Kaum liberal sepertinya kurang berhasil di negara-negara di mana kaum Islamis dilarang berpartisipasi secara politik; di mana Muslim dibelenggu dari perdagangan dan komunikasi dunia baik melalui embargo maupun oleh penguasa mereka sendiri; di mana batasan-batasan komunal Muslim bersebelahan dengan garis konflik etnik dan sektarian yang dapat dieksploitasi oleh para pengusaha keagamaan. Di wilayah-wilayah semacam ini yang diproteksi dari tanggung jawab pemerintahan, kaum Islamis tidak akan memiliki rangsangan sama sekali untuk mengembangkan program-program politik substantif yang melampaui frase seperti “Islam adalah solusi”. Dalam beberapa hal, kebijakan AS untuk mendukung sekutu mereka yang otoriter dalam perang global atas terorisme, justru telah memperkuat musuh-musuh mereka.

Karya Gilles Kepel The War for Muslim Minds mendekati beberapa isu serupa melalui kisah-kisah. Kepel, ketua kajian Timur Tengah pada Lembaga Ilmu Politik (Science Po) di Paris, memulai kisahnya dari Kesepakatan-kesepakatan Oslo yang mengulur waktu guna mencari solusi dua negara bagi Israel dan Palestina. Proses kesepakatan yang diselingi dengan provokasi dan permusuhan yang meningkat selama 2000-2001 ini berja- lin kelindan dengan kisah neo-konservatif dalam pemerintahan Bush di Washington dan koalisi jihad global di kalangan

Model Kajian Politik

255

kaum radikal Islamis yang gagal mengganti rezim di negara- negara mereka. Kepel adalah seorang pencerita yang ulung, sama dengan Philip Zelikow seorang sejarawan yang menjadi penulis utama Laporan Komisi 9/11 (2004), meskipun tidak sekelas dengan Lawrence Wright seorang reporter yang menulis buku tentang al-Qaedah the Looming Towers (2006). Namun, jika Zelokow dan Wright mengakhiri kisah-kisah mereka pada peristiwa September 2001, Kepel bercerita lebih jauh dari itu, hingga transformasi al-Qaedah dari pusat pelatihan ke jaringan virtual, suatu kebangkitan berskala kecil namun cukup memperlihatkan penentangan mereka atas monarki Saudi Arabia dan kegagalan AS menaklukan Irak. Kumpulan cerita ini menggambarkan perkembangan yang lebih menjanjikan seperti yang telah dicakup oleh Kepel dalam buku sebelumnya berjudul Jihad (2000) yang berkisah seputar ekspansi dan kemunduran Islamisme. Buku ini secara bebas merangkai kisah-kisah yang membawa pada kesimpulan umum bahwa kekerasan kaum Islamis merupakan pertanda akhir dari gerakan yang frustasi. Sebaliknya, buku The War for Muslim Minds mengkerangka perkembangan dalam masyarakat mayoritas Muslim sebagai “politik yang berakhir dengan kematian” dan menempatkan gelombang masa depan di Eropa: “Pertempuran yang paling penting selama dekade mendatang tidak ditemukan di Palestina atau Irak namun di komunitas-komunitas kaum beriman di wilayah-wilayah pinggiran London, Paris, dan kota-kota Eropa lainnya (Kepel, 8). Jika Islam Eropa dapat diintegrasikan ke dalam politik demokratis, generasi muda Muslim Eropa “dapat menjadi garda depan dekade mendatang” (p. 9), dan ideologi demokrasi mereka dapat diekspor ke dunia Muslim (p. 266). Jika Muslim Eropa terjebak di dalam ideologi kaku, agresif yang

256 Zakiyuddin Baidhawy 256 Zakiyuddin Baidhawy

Eurosentrisme biner semacam ini merupakan teka-teki, karena karya Kepel yang lain menunjukkan bahwa ia sangat sadar dengan gerakan reformis dan kosmopolitan di seluruh dunia Muslim. Juga tidak jelas apakah gerakan-gerakan Islam dipandang Kepel berpotensi untuk menjadi garda depan de- mokrasi, karena bab mengenai masalah ini bersifat sarkastik ter- hadap setiap kecenderungan pada Islam Eropa yang ia cakup: kaum integrasionis Islam yang beraliansi dengan sayap kanan pribumi, cabang-cabang Persaudaraan Muslim yang berusaha memperkuat penampilan iman mereka di ghetto Muslim Eropa, dan bahkan Islam Eropa modernis seperti Tariq Ramadhan, di- pandang secara berlebihan oleh Kepel merentang antara pembi- caraan hak-hak universalis dan prasangka-prasangka anti-persa- maan dari konstituen yang lebih konservatif. Kepel menawarkan bukti yang relatif sedikit dalam bukunya atas kesimpulan opti- mistiknya bahwa Muslim Eropa sedang menaklukan Islamisme global.

C. Pendekatan Globalisasi Bukti ini disediakan oleh Olivier Roy dalam buku Globalized

Islam. Ia mengajar pada akademi Paris elit, yakni The School for Advance Study in Social Science (EHESS), dan merupakan spesialis tentang Iran dan Asia Tengah pada the National Center for Scientific Research (CNRS), di mana ia menjalankan program tentang dunia Turki. Ia merupakan penulis terkenal karena karyanya The Failure of Political Islam (1992) yang berpendapat bahwa gerakan revolusioner Islamis sudah menurun pada akhir 1980an, yang menjadi landasan awal bagi gerakan yang disebut

Model Kajian Politik

Komunitas-komunitas Muslim di Eropa dan Amerika Utara yang jarang dibahas oleh Kepel, merupakan paling penting bagi masa depan Islam, menurut Roy, karena mereka membentuk pusat percontohan dalam globalisasi kehidupan Muslim, bukan karena mereka terpisah dan berbeda dari dunia Muslim. Misalnya, Roy mengemukakan bahwa Muslim di Barat mengalami proses intens rekonstruksi identitas, menciptakan subkultur, kelompok-kelompok non-etnik, dan solidaritas ke- agamaan yang menentang tradisi warisan para pendahulunya –seperti halnya migrasi di dalam masyarakat mayoritas Muslim yang memisahkan identitas dari wilayah, dengan jutaan pe- ngungsi Afghanistan di Iran, Palestina di Kuwait, para pekerja Muslim Afrika dan Asia di Gurun Persia, dsb. Muslim di Barat memegangi agama yang telah terprivatkan, karena mereka dapat memilih kredo dari sejumlah besar otoritas Islam termasuk yang mereka peroleh dari internet. Muslim di mana pun kini dapat memilih juru dai dan mufti dari pasar agama yang diintensifkan oleh media. Muslim di Barat dan dunia menanamkan kedirian yang terinvidualisasikan melalui penanda simbolik keimanan dan kebudayaan. Muslim di Barat sedang mengarah pada upaya untuk meredefinisi keimanan sebagai nilai-nilai (yang

258 Zakiyuddin Baidhawy 258 Zakiyuddin Baidhawy

Kecenderungan-kecenderungan pembaratan ini tidak mesti mencerabut Islam dari kehidupan kaum Muslim –dalam banyak hal keimanan dan identitas menjadi lebih penting bagi individu modern, individu refleksif– dan mereka tidak mesti mengarah pada liberalisme atau toleransi multikulturalisme. Namun, neo-fundamentalisme pada umumnya anti-kekerasan, menurut Roy, dan tidak menunjukkan ancaman yang sama seperti yang ditunjukkan oleh kaum revolusioner Islamis. Bin Laden telah memanggil jihad dan ia telah gagal (Roy, 325). Persepktif ini meskipun tersebar luas di bidang Studi Islam, namun baru mulai digunakan di luar bidang itu sendiri dan jarang digunakan pada seluruh bidang akademik.[]

Model Kajian Politik

260 Zakiyuddin Baidhawy

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52