4.2.6 Analisa Beta Karoten
Analisa beta karoten dilakukan dengan metode spektrofotometri. Dimana beta karoten diukur pada panjang gelombang 446 nm. Hasil pengujian beta karoten edible film dari
ekstrak buah pepaya dengan campuran tepung tapioka, tepung terigu dan gliserin dengan perbandingan tepung tapioka : tepung terigu 7,5 g : 2,5 g dihasilkan sebesar
116,052 ppm dan untuk edible film dengan perbandingan tepung tapioka : tepung terigu 5 g : 5 g sebesar 176,721 ppm. Nilai beta karoten ini berasal dari salah satu
bahan pembuat edible film yaitu buah pepaya. Dimana kadar beta karoten dalam buah pepaya sebanyak 267 µg100 g atau setara dengan 267 ppm. Nilai beta karoten yang
dihasilkan pada edible film lebih kecil dibandingkan dengan nilai standar beta karoten dalam buah pepaya. Hal ini dikarenakan beta karoten pada edible film yang mulai
rusak akibat pemanasan pada saat pembuatan edible film. Dimana sifat beta karoten itu sendiri mudah rusak oleh suhu yang terlalu tinggi. Dengan adanya beta karoten inilah,
edible film menjadi berwarna sehingga memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan
sebagai pengemas makanan.
4.2.7 Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran
Kuat tarik dan persen kemuluran elongasi merupakan sifat mekanik yang berhubungan dengan sifat kimia film. Kuat tarik merupakan gaya maksimum yang
dapat ditahan oleh sebuah film hingga terputus. Parameter ini merupakan salah satu sifat mekanis yang penting dari edible film. Kuat tarik yang terlalu kecil
mengindikasikan bahwa film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan kemasan, karena karakter fisiknya kurang kuat dan mudah patah. Pengukuran kuat tarik edible
film dilakukan dengan menggunakan Tensile Streght and elongation terster
Jamaluddin, 2009.
Karakteristik mekanis edible film dari ekstrak buah pepaya dengan campuran tepung tapioka, tepung terigu dan gliserin meliputi ketebalan, kuat tarik dan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
kemuluran. Dimana dihasilkan ketebalan edible film dengan perbandingan tepung
tapioka : tepung terigu 7,5 g : 2,5 g sebesar 0,19 mm, kuat tarik 0,1442 KgFmm
2
dan kemuluran sebesar 48,82 dan untuk edible film dengan perbandingan tepung tapioka : tepung terigu 5 g : 5 g memiliki ketebalan sebesar 0,22 mm, kuat tarik
0,1181 KgFmm
2
dan kemuluran 38,62. Bila dibandingkan dengan penelitian Dwi Raafiah Ulpa 2011 yang membuat edible film tanpa penambahan tepung terigu
dengan kekuatan tarik sebesar 0,02 KgFmm
2
dan kemuluran sebesar 24, edible film ini jauh lebih baik.
Dari perbandingan hasil kuat tarik dan kemuluran dapat disimpulkan bahwa edible film
dari ekstrak buah pepaya dengan campuran tepung tapioka, tepung terigu dan gliserin dengan perbandingan tepung tapioka : tepung terigu 7,5 g : 2,5 g
memiliki karakteristik yang paling baik. Ini dikarenakan di dalam tepung terigu terdapat gluten, yang secara khas membedakan tepung tepung terigu dengan tepung-
tepung lainnya. Gluten adalah suatu senyawa pada tepung tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis. Dengan adanya senyawa ini di dalam tepung tepung terigu, edible
film yang dihasilkan semakin lebih elastis dan tidak mudah patah saat ditarik.
Hal ini juga terjadi karena dengan penambahan tepung terigu sebanyak 2,5 g, edible film berada pada titik jenuh sehingga molekul-molekul pemlastis hanya
terdispersi dan berinteraksi diantara struktur rantai polimer dan menyebabkan rantai- rantai polimer lebih sulit bergerak. Inilah yang menyebabkan kekuatan tarik
meningkat disamping karena adanya gaya intermolekuler antar rantai pati. Namun jika lebih banyak tepung terigu yang ditambahkan, titik jenuh telah terlewati sehingga
molekul-molekul pemlastis yang berlebih berada dalam fase tersendiri di luar fase polimer dan akan menurunkan gaya intermolekuler antar rantai polimer pada pati
sehingga edible film tersebut juga kurang baik karakteristiknya.
4.2.8 Analisa SEM