commit to user
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setahun setelah bom Bali 2002, terjadi pengeboman pertama hotel JW Marriott di Jakarta, kemudian pada tahun 2004 serangan bom menimpa Kantor
Kedutaan Australia yang juga berada di Jakarta. Sementara pada tahun 2005 terjadi tiga kali bom bunuh diri di Bali. Setelah cukup lama tidak terjadi aksi pengeboman
yang membuat pakar mulai yakin bahwa ancaman terorisme sudah sangat berkurang, terjadilah pengeboman di Hotel Ritz-Carlton dan di Hotel JW Marriott. Semua
kejadian tersebut tersebar dibeberapa titik saja di negara Indonesia yang luas. Hal tersebut menegaskan kekhawatiran dunia barat bahwa negara Indonesia menjadi
tempat berlindung para teroris. Selama beberapa dasawarsa, masyarakat Indonesia semakin terbuka
keislamannya. Jama’ah mesjid bertambah banyak dan busana Muslim menjadi semakin populer. Pada tahun 2000, semakin banyak pemerintah daerah yang mulai
memberlakukan peraturan yang diinspirasi oleh syariah atau hukum Islam dan dukungan untuk partai politik Islam terus meningkat. Makin lama, kelompok militan
Islam yang mendukung perjuangan dengan kekerasan untuk membentuk Indonesia sebagai republik Islam tampaknya telah menenggelamkan suara mayoritas Muslim
commit to user
xv Indonesia yang berpendapat bahwa keimanan mereka dapat hidup berdampingan
dengan mulus bersama kehidupan modern dan nilai-nilai demokrasi. Penyebaran Islam ke Indonesia berlangsung secara bertahap dan damai. Islam
turut berperan mempersatukan penduduk yang sebelumnya terpecah-pecah menjadi budaya kawasan tunggal. Pada saat VOC yang dikelola Belanda menguasai
perdagangan rempah-rempah pada abad ke-17, Islam telah menyebar ke hampir semua masyarakat pesisir Indonesia.
Meskipun demikian, ketika penataan kembali dunia pasca Perang Dunia II membuka jalan menuju kemerdekaan dari penjajahan Belanda, Presiden pertama
Indonesia Sukarno memilih untuk tidak menetapkan agama resmi negara. Menciptakan republik Islam, menurut Sukarno, dapat mengucilkan kalangan
minoritas non-Muslim. Presiden kedua Indonesia Soeharto mengambil alih kekuasaan pada 1966, ketika meletus kekerasan antikomunis yang menewaskan setengah juta
jiwa, dan untuk sementara waktu dia berhasil meredam kekejaman dan memupuk pertumbuhan ekonomi. Namun, rezim pemerintahannya sarat penindasan dan bergaya
militer. Pengunduran diri Soeharto pada 1998 dipicu oleh gerakan pro-demokrasi yang dipimpin mahasiswa, berkekuatan jutaan orang yang sebagian besar Muslim.
Namun, akhir rezim Suharto juga menegaskan perpecahan di dalam masyarakat Muslim, antara pihak yang mendukung perpaduan tradisional antara
Islam dengan kepercayaan setempat dan pihak yang berupaya “menyucikan” Islam dan mengikis nuansa regionalnya. Pertikaian ini berlanjut sampai sekarang,
commit to user
xvi dikobarkan antara lain oleh ide dan praktik yang berasal dari aliran Wahabi yang
ketat di Arab Saudi. Radikalisme belakangan ini menjadi gejala umum di dunia Islam, termasuk di
Indonesia. Gejala radikalisme di dunia Islam bukan fenomena yang datang tiba-tiba. Ia lahir dalam situasi politik, ekonomi, dan sosial-budaya yang oleh pendukung
gerakan Islam radikal dianggap sangat memojokkan umat Islam. Islam radikal, tampaknya, terus mencoba melawan. Perlawanan itu muncul
dalam bentuk melawan kembali kelompok yang mengancam keberadaan mereka atau identitas yang menjadi taruhan hidup. Mereka berjuang untuk menegakkan cita-cita
yang mencakup persoalan hidup secara umum, seperti keluarga atau institusi sosial lain. Mereka berjuang dengan kerangka nilai atau identitas tertentu yang diambil dari
warisan masa lalu maupun konstruksi baru. Dan, berjuang melawan musuh-musuh tertentu yang muncul dalam bentuk komunitas atau tata sosial keagamaan yang
dipandang menyimpang. Kini, gerakan radikal Islam telah terfragmentasi dalam beragam organisasi.
Namun, ada sejumlah benang merah yang bisa ditarik dari berbagai kelompok Islam radikal. Yaitu, keyakinan yang sangat kuat bahwa Islam adalah satu-satunya solusi
untuk menyelesaikan berbagai krisis di negeri ini, perjuangan yang tak kenal lelah menegakkan syariat Islam, resistensi terhadap kelompok yang berbeda pemahaman
dan keyakinan, serta penolakan dan kebencian yang nyaris tanpa cadangan terhadap segala sesuatu yang berbau Barat.
commit to user
xvii Pasca tragedi 11 September 2001, Islam moderat di Asia Tenggara menjadi
kebalikan atas Islam radikal. Banyak tokoh dari dalam dan luar negeri yang berharap agar Islam moderat tampil dan memberikan andil dalam meredam gejolak teror
berlabel agama. Kondisi semacam ini mendorong umat Islam di Asia Tenggara merespon
maraknya terorisme berlabel agama dengan menggelar konferensi yang bermaksud membalikkan berkembangnya pengaruh Islam radikal di kalangan umat Islam pada
umumnya, dan mencegah terbentuknya opini internasional yang mengidentikkan Islam dengan terorisme. “Deklarasi Jakarta 2001”, yang merupakan hasil Summit of
World Muslim Leaders, menyatakan bahwa Islam adalah agama moderat yang cinta damai, anti-kekerasan, dan tidak anti-kemajuan. Berikutnya adalah The Jakarta
International Islamic Conference JIIC yang dilaksanakan atas kerjasama NU- Muhammadiyah pada tanggal 13-15 Oktober 2003. Konferensi ini ingin mempertegas
peran Islam moderat Asia Tenggara yang direpresentasikan oleh NU dan Muhammadiyah dalam meredam gelombang radikalisme.
1
Saat ini, Islam di Indonesia terus berkembang dan sebagian terkotak-kotak sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Islam radikal menunjukkan eksistensi
dengan munculnya sejumlah organisasi massa kerap menggelar razia tempat-tempat maksiat semisal bar dan rumah penampungan tunsusila. Di sisi lain, Islam moderat
mendengungkan pentingnya hidup berdampingan dengan agama lain, bersikap
1
http:www.republika.co.idsuplemencetak_detail.asp?mid=5id=202816kat_id=105kat_id1=147 kat_id2=291
diakses pada 9 November 2009, pukul 19.30WIB.
commit to user
xviii terbuka dalam beragama dan tidak mementingkan sikap eksklusif satu agama atas
agama lainnya. Harus diakui bahwa media massa memegang peranan penting dalam
meningkatkan pemahaman bahwa umat Islam memang terbagi menjadi berbagai golongan. Namun, untuk itu diperlukan pula kesamapahaman makna perbedaan agar
tidak dijadikan jurang pemisah dan perlunya toleransi dari berbagai golongan umat Islam untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.
Umat masih berdebat tentang bagaimana Islam sesungguhnya. Tetapi bila kita mengamati foto-foto tentang praktik keagaamaan, serta keberagaman Islam yang ada
di Indonesia yang terdapat dalam majalah National Geographic Indonesia edisi Oktober 2009, tak dapat dipungkiri lagi bahwa Islam di Indonesia memang terbagi
dalam berbagai kelompok. Tapi perbedaan bukanlah sebuah alasan untuk berselisih. Dari berbagai cara yang digunakan dalam berkomunikasi, salah satu
mediumnya adalah fotografi. Fotografi adalah bahasa gambar yang merupakan hasil akhir dari komunikasi percetakan.
2
Sebagai salah satu media berkomunikasi, fotografi menyampaikan makna-makna serta pesan yang terekam dalam wujud bingkai foto.
Penemuan fotografi sendiri bukanlah sebuah sensasi sekejap, melainkan melalui proses yang panjang selama berabad-abad dan merupakan fenomena dimana
bidang fisika dan kimia yang dikaji oleh para ilmuwan dikombinasikan dengan pencetusan ide para seniman. Kelahiran fotografi dicanangkan pada tahun 1839 di
Perancis. Pada tahun tersebut, di negara Perancis dinyatakan bahwa fotografi adalah
2
Andreas Freininger, The Complete Photographer, Jakarta, Dahara Prize, 1985, hal 1
commit to user
xix sebuah terobosan teknologi.
3
Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata telah dapat dibuat secara permanen.
Fotografi adalah seni mengamati keadaan dan efektivitas fotografi ditentukan oleh kuat dan intensnya pengamatan., Hanya pengamatan dan keutusan hasil
pengamatan yang kuat akan menghasilkan foto bermutu. Fotografi hanya tersaji pada selembar kertas, namun dengan keterbatasannya, apabila di olah dengan benar maka
sebuah foto akan memiliki kekuatan yang besar.
4
Istilah “photojourmalism” pertama kali diperkenalkan dalam dunia kampus Universitas Missouri oleh Prof. Clift Edom pada 19737., maka praktek jurnalisme
visual itu telah dikenalkan dengan sejumlah pendekatannya. Pada 1980 hingga 1908, pendekatan tradisi foto dokumenter sosial diperkenalkan Jacob Riis dan Lewis Hine
sebagai reporter “New York Sun”. Fotografi adalah bahasa gambar, berbeda dengan tulisan atau pesan yang
disampaikan dengan kata-kata, fotografi merupakan bentuk komunikasi yang dapat dipahami oleh seluruh dunia. Tujuan hakiki dari fotografi adalah komunikasi. Dalam
merekam suatu gambar dengan menggunakan kamera foto, tidak banyak orang yang melakukannya hanya untuk menyenangkan dirinya sendiri. Kebanyakan orang
memotret sesuatu agar karya fotonya dapat dilihat orang lain.
5
3
Arbain Rambey, Sejarah Fotografi dan Sejarah Teknologi, Kompas, 23 Juni 2003, hal 20
4
FOTOMEDIA, Fokus : Foto Jurnalistik, Agustus 2001, hal 23
5
Andreas Freininger, loc.cit
commit to user
xx Sebuah foto jurnalistik yang baik bisa menjelaskan elemen minimal berita,
yaitu: what, who, where, when, why, dan how 5W+1H, sedang untuk foto kadang ada tambahan unsur: komposisi, isi, konteks, kreativitas, dan jelas.
Henri Cartier-Bresson, salah satu pendiri agen foto terkemuka “Magnum” menjabarkan, “Foto jurnalistik adalah berkisah dengan sebuah gambar,
melaporkannya dengan sebuah kamera, merekamnya dalam waktu, yang seluruhnya berlangsung seketika saat suatu citra tersembul mengungkap sebuah cerita.”
Fotografi jurnalistik muncul dan berkembang di dunia sudah lama sekali, tetapi lain halnya dengan di Indonesia, foto pertama yang di buat oleh seorang warga
negara Indonesia terjadi pada detik-detik ketika bangsa ini berhasil melepaskan diri dari belenggu rantai penjajahan. Alex Mendur 1907-1984 yang bekerja sebagai
kepala foto kantor berita Jepang Domei, dan adiknya Frans Soemarto Mendur 1913- 1971, mengabadikan peristiwa pembacaan teks Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia dengan kamera Leica, dan pada saat itulah pada pukul 10 pagi tanggal 17 Agustus 1945 foto jurnalis Indonesia lahir.
Semua foto pada dasarnya adalah dokumentasi dan foto jurnalistik adalah bagian dari foto dokumentasi. Kartono Ryadi, Editor foto Kompas. Perbedaan foto
jurnalistik dengan foto dokumentasi terletak pada pilihan, membuat foto jurnalis berarti memilih foto mana yang cocok. contoh : di dalam peristiwa pernikahan,
dokumentasi berarti mengambil memfoto seluruh peristiwa dari mulai penerimaan tamu sampai selesai, tapi seorang wartawan foto hanya mengambil yang menarik,
commit to user
xxi apakah public figure atau saat pemotongan tumpeng saat tumpengnya jatuh, itu akan
jauh lebih menarik hal lain yang membedakan antara foto dokumentasi dengan foto jurnalis hanya terbatas pada apakah foto itu dipublikasikan atau tidak.
Kehadiran foto dalam media massa cetak memiliki suara tersendiri dalam mengkonstruksikan sebuah peristiwa. Bahasa foto merupakan bahasa visual yang
lebih mudah dipahami oleh semua orang yang bisa melihat dibandingkan dengan bahasa verbal. Pers di Indonesia terutama media cetak yang dulunya sarat dengan
tulisan kini berubah menjadi dominasi gambar foto. Hal ini terjadi karena positioning, kompetisi dan tuntutan pasar mengharuskan media cetak tampil lewat
komunikasi yang lebih memikat.
6
Dalam edisi Oktober majalah National Geographic Indonesia terdapat esai foto mengenai gambaran umat Islam di Indonesia karya fotografer James Natchwey.
Foto-foto tersebut menampilkan aktifitas pemeluk agama Islam di Indoensia dari berbagai sisi kehidupan, baik saat beribadah maupun berbaur dengan masyarakat
umum. Sebagai contoh adalah foto Romaeni binti Hasan Basri yang mulai
mengenakan cadar pada semester terakhir ketika kuliah di Institut Kesenian Jakarta. Teman-temannya menggodanya. Tetapi, mereka menjadi terbiasa. Foto tersebut
menggambarkan kehidupan Romaeni yang menggunakan cadar saat beraktifitas bersama teman-temannya dari berbagai latarbelakang dan pemahaman tentang
agama.
6
Majalah Cakram, Fotografi Jurnalistik, 2002, hal.52
commit to user
xxii Selain itu juga terdapat foto seorang anggota Front Pembela Islam FPI yang
mengenakan penutup kepala dengan tulisan semboyan ”Hidup terhormat atau mati syahid” dengan huruf merah. Setiap tahun, mereka berpatroli di daerah permukiman
di Jakarta sebelum dan selama bulan suci Ramadan, mengintimidasi tempat maksiat, seperti pemilik bar dan para tunasusila.
Lewat majalah ini juga definisi foto jurnalistik pun menjadi lebih melebar dan meluas karena foto-foto yang terpilih tidak sekadar menyajikan sebuah peristiwa
penting dan kuat unsur dokumentasinya, tapi juga kuat dari segi unsur estetikanya. Contoh mudah adalah dengan melihat sampul depan dari majalah ini yang
menunjukkan kaum wanita di komunitas An-Nadzir saat memulai salat dalam rangka peryaan hari raya Kurban. Mukena seorang anak yang berwarna putih dengan
motifwarna-warni terlihat lebih menonjol dengan latar belakang mukena sejumlah perempuan dewasa yang berwarna hitam pekat.
Diharapkan analisis dengan menggunakan teori semiotika pada skripsi ini dapat mengungkapkan Islam di Indoensia dari sejumlah sisi, dari foto-foto yang
terdapat dalam majalah National Geographic Indonesia edisi Oktober 2009 yang berisi esai foto jurnalistik berjudul “Moderat dan Radikal dalam Satu Tempat,
bernama Indonesia” Faktor utama kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana suatu pesan dapat
diketahui pemaknaannya secara denotatif dan konotatif. Artinya bahwa makna yang terkandung pada foto-foto jurnalistik dalam majalah National Geographic Indonesia
commit to user
xxiii edisi Oktober 2009 dalam artikel berjudul “Moderat dan Radikal dalam Satu Tempat,
bernama Indonesia” dapat diketahui pemaknaannya secara tersirat dan tersurat. Berangkat dari berbagai uraian diatas, penulis tertarik dengan asumsi bahwa
tidak semua pesan yang disampaikan melalui esai foto jurnalistik berjudul “Moderat dan Radikal dalam Satu Tempat, bernama Indonesia” dalam majalah National
Geographic Indonesia edisi Oktober 2009 dapat dengan mudah dipahami, maka peneliti akan mencoba meneliti sekaligus mengintepretasikan makna dalam foto
jurnalistik tersebut agar dapat membuka tabir mengenai simbol-simbol Islam yang kerap kali dipakai oleh masyarakat. Sebagai salah satu penelitian komunikasi,
penelitian ini setidaknya bisa memberikan makna yang lebih bisa dipahami dalam pertukaran simbol Islam yang dipakai oleh media massa, seperti cadar atau polisi
syariah. Fotojurnalistik merupakan bagian dari sebuah media, kajian tentang foto jurnalistik tentu membantu ilmu komunikasi dalam membuka pesan atau makna yang
ditampilkan fotojurnalistik sebagai bentuk berita yang dikonsumsi masyarakat luas.
B. Perumusan Masalah