Tinjauan Umum tentang Alat Bukti

commit to user 18 Pengguna internet di Indonesia saat ini diperkirakan baru mencapai 15 juta orang. Mereka inilah “penduduk maya” atau netizen Indonesia. Jumlah ini masih sedikit dibandingkan dengan jumlah pengguna internet di negara lain yang jumlah penduduknya juga banyak. Namun jumlah yang sedikit ini memiliki keuntungan di mana kita dapat mulai menata aturan dunia cyber Indonesia ini dengan baik. Tidak ada alasan bahwa penataan tidak dapat dilakukan karena jumlah peduduknya sudah banyak, seperti yang kita alami di dunia nyata di Indonesia. Banyak yang mengatakan bahwa Singapura lebih mudah ditata karena jumlah penduduknya lebih sedikit. Internet telah membuat revolusi baru dalam dunia komputer dan dunia komunikasi yang tidak pernah diduga sebelumnya. Beberapa penemuan telegram, telepon, radio dan komputer merupakan rangkaian kerja ilmiah yang menuntun menuju terciptanya internet yang lebih terintegrasi dan lebih berkemampuan daripada alat-alat tersebut. Internet mempunyai kemampuan penyiaran ke seluruh dunia, memiliki mekanisme diseminasi informasi, dan sebagai media untuk berkolaborasi dan berinteraksi antara individu dengan komputernya tanpa dibatasi oleh kondisi geografis. Internet merupakan sebuah contoh paling sukses dari usaha investasi yang tak pernah henti dan komitmen untuk melakukan riset berikut pengembangan infrastruktur teknologi informasi. Dimulai dengan penelitian packet switching paket pensklaran, pemerintah, industri dan para civitas academica telah bekerja sama berupaya mengubah dan menciptakan teknologi baru yang menarik ini.

2. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti

Alat bukti adalah alat yang digunakan untuk dapat meyakinkan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan harus dapat membuktikan bahwa terdakwa benar-benar bersalah. Dalam Pasal 183 KUHAP dijelaskan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan commit to user 19 sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dari rumusan pasal diatas jelaslah bahwa keberadaan alat bukti mutlak harus ada dalam sebuah kasus pidana. Jika tidak ada alat bukti, maka hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang. Bahkan disebutkan dalam pasal diatas harus ada minimal dua alat bukti. Dalam teori pembuktian, KUHAP menggunakan sistem negatif Wettelijk yaitu hakim terikat pada alat bukti minimum ditambah keyakinan hakim. Alat bukti di sini terikat pada apa yang ditentukan oleh undang-undang. Istilah negatif Wettelijk adalah berdasarkan undang-undang sedang negatif artinya bahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuai dengan undang-undang, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman, sebelum ia yakin akan kesalahan terdakwa. Mengenai alat bukti yang sah disebutkan dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Benda sitaan adalah semua benda yang berada dalam penyitaan termasuk benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang dimaksudkan untuk kepentingan pembuktian. Barang bukti ialah benda sitaan yang dipakai dan digunakan sebagai alat bukti dalam penyidikan dan penuntutan. Sekiranya dalam suatu penyidikan kepentingan pembuktian atas benda sitaan harus dikembalikan dalam status semula sebagaimana sebelum disita, juga bila dalam penyidikan ternyata perkara dihentikan penyidikannya, maka benda sitaan yang tidak jadi dijadikan barang bukti harus dikembalikan dalam status semula. Proses penyitaannya dicabut dan benda sitaan dikembalikan kepada siapa barang tersebut dahulu disita. Demikian pula apabila benda sitaan tersebut dijadikan barang bukti di persidangan, akan tetapi menurut keyakinan hakim tidak termasuk dalam alat pembuktian Pasal 184 ayat 1 KUHAP, maka benda sitaan tersebut dalam putusan harus dikembalikan kepada terdakwa atau dari siapa benda itu disita. Pasal 39 ayat 1 KUHAP, yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda atau commit to user 20 tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana sebagai hasil dari tindak pidana; benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana untuk mempersiapkannya; benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; benda yang khusus dibuat dan diperuntukkan melakukan tindak pidana; benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Selanjutnya Pasal 39 ayat 2 KUHAP menyatakan bahwa benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit juga dapat disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat 1. Dalam hubungan pengertian barang bukti dikaitkan dengan alat bukti Pasal 184 ayat 1 KUHAP maka barang bukti adalah merupakan salah satu alat bukti yang digunakan untuk memperoleh keyakinan akan terjadinya sesuatu tindak pidana. Contoh rumah, tanah, mobil, pisau, senjata api dapat diklasifikasikan atau dimasukkan dalam alat bukti petunjuk. Adapun dokumen, surat-surat, kuitansi, BPKB, STNK, dan lainnya yang sejenis dapat diklasifikasi dan dimasukkan dalam alat bukti surat. Cyber Crime, khususnya kejahatan terhadap program komputer adalah jenis tindak pidana yang sulit dideteksi. Tidak seperti kejahatan konvensional biasa, korban kejahatan pada umumnya tidak menyadari bahwa ia telah menjadi korban. Walau mengetahui telah menjadi korban, umumnya tidak melaporkan karena beranggapan bahwa hukum yang ada belum dapat menjerat pelaku, kurangnya pengetahuan aparat hukum mengenai perkembangan teknologi sehingga kurang dapat mengantisipasi perkembangan kejahatan ini, juga karena menganggap pembuktian telah terjadi kejahatan di depan pengadilan sangatlah sulit. Untuk membuktikan, apakah benar terdakwa bersalah, atau untuk mencari kebenaran materiil, diperlukan suatu pemeriksaan di depan pengadilan. Hal ini sesuai tujuan hukum acara pidana berdasarkan pelaksanaan KUHAP bahwa: “Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran commit to user 21 selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan, apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu yang dapat dipersalahkan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE memungkinkan penahanan langsung apabila ada pihak yang merasa mengalami penghinaan atau pencemaran nama baik. Penahanan dimungkinkan tanpa ada proses pengadilan maupun pembuktian terlebih dahulu. Dalam UU ITE, seseorang bisa didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3, didakwa berupa hukuman penjara selama 6 tahun dan denda Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. Hari itu juga orang tersebut bisa langsung ditahan tanpa ada proses persidangan.

3. Tinjauan Umum tentang Cyber Crime

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

4 66 152

Tinjauan Hukum Mengenai Kekuatan Pembuktian Secara elektronik Dalam Perkara Cyber Crime Dihubungkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

1 10 29

DATA ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

2 21 96

Harmonisasi Hukum Pengaturan Cyber Crime Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

0 0 21

SINKRONISASI PENGATURAN TINDAK KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBER CRIME) ANTARA COUNCIL OF EUROPE CYBER CONVENTION DENGAN UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

0 1 13

TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

1 1 65

TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

2 8 65

CYBER CRIME DALAM BENTUK PHISING DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM.

0 1 104

CYBER CRIME

0 0 5

BAB II PENGATURAN PENGGUNAAN ALAT BUKTI BERUPA INFORMASI ELEKTRONIK SEBAGAI BUKTI DALAM TINDAK PIDANA KEJAHATAN MAYANTARA (CYBER CRIME) DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan

0 1 45