Teori-teori Kepuasan Kerja Uraian Teoritis .1

25

2.2.3 Dimensi Kepuasan Kerja

Menurut Smith, Kendall, dan Hullin dalam As’ad, 2002:114 terdapat lima dimensi pada kepuasan kerja, yaitu: 1. Pimpinan yang adil, yakni sikap pimpinan yang tidak membedakan karyawan. Pimpinan yang mengerti kebutuhan karyawan dan mau menjalin hubungan baik, serta mampu menjadi contoh yang baik dalam hal disiplin. 2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu meliputi beban kerja secara keseluruhan, variasi tugas, maupun pekerjaan yang memungkinkan adanya interaksi sosial. 3. Gaji atau balas jasa yang diterima sesuai dengan beban kerja.Upah yang memuaskan akan mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. 4. Rekan kerja adalah dukungan teman dan sikap solidaritas untuk hal-hal positif terutama dalam hal menegakkan disiplin dan meningkatkan prodiktifitas kerja. 5. Kondisi kerja, meliputi kondisi peralatan kerja yang memenuhi standar keamanan dan lingkungan tempat kerja yang sehat agar mendukung pelaksanaan kerja.

2.2.4 Teori-teori Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja telah lama menarik perhatian banyak kalangan industri. Hal ini disebabkan karena kepuasan kerja telah menjadi faktor penentu kelangsungan hidup organisasi atau perusahaan. Suatu keadaan yang paradok dimana kepuasan kerja merupakan konsep yang terdapat sedikit teori. Diantaranya ahli psikologi Wexley dan Yukl yang menjelaskan ada tiga teori kepuasan kerja yang lazim dikenal yaitu: Universitas Sumatera Utara 26 1. Teori Kesenjangan Discrepancy Theory Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter yang mengatakan bahwa untuk mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirahasiakan. Locke juga menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada kesenjangan dengan apa yang menurut perasaannya yang diperoleh melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya, semakin jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wanous dan Lawler menemukan bahwa sikap karyawan terhadap pekerjaan tergantung bagaimana discrepancy itu dirasakan. 2. Teori Keadilan Equity Theory Prinsip dari teori ini adalah orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan equity atau tidak atas suatu situasi. Teori ini dikemukakan oleh Zalenznik yang kemudian dikembangkan oleh Adams. Perasaan equity dan in-equity atas suatu situasi, diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Keadilan merupakan suatu keadaan yang muncul dalam pikiran seseorang jika ia merasa bahwa anatara ratio usaha dan imbalan adalah seimbang. Universitas Sumatera Utara 27 Ada empat elemen penting dalam teori ini, yaitu: a. Orang person yaitu individu yang merasa diperlukan secara adil dan tidak adil. b. Perbandingan dengan orang lain comparation others yaitu setiao kelompok atau orang yang digunakan oleh orang person sebagai perbandingan ratio dari masukan dan perolehan. c. Masukan input yaitu karakteristik individu yang dibawa serta oleh orang person ke pekerjaan yang dapat dicari. Misalnya, ketrampilan, pengalaman belajar. d. Perolehan Outcomes yaitu apa yang diterima oleh orang person dari pekerjaan, seperti tunjangan, penghargaan, dan upah. 3. Teori Dua Faktor Herzberg Herzberg Two Factor Theory Prinsip dari teori ini adalah kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Artinya, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontiniyu. Diyakini bahwa faktor yang berhubungan dengan kinerja dapat dibagi dua, yaitu: a. Hygiene Factor yaitu meliputi status, hubungan antar manusia supervise, peraturan-peraturan perusahaan dan administrasi, jaminan dalam pekerjaan, kondisi kerja, gaji, dan kehidupan pribadi. b. Motivational Factor yaitu meliputi pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kesempatan promosi, kemajuan dalam jabatan, dan pengakuan. Jadi, apabila faktor hygiene tidak mencukupi, maka akan timbul ketidakpuasan, namun jika semua faktor hygiene mencakupi, maka akan Universitas Sumatera Utara 28 mendorong kepuasan kerja lebih tinggi, namun bila motivator tidak terpenuhi kepuasannya pada tingkat netral.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja