WACANA TENTANG BENCANA MERAPI DALAM ARTIKEL OPINI (Analisis Wacana Artikel Opini Bencana Alam Gunung Merapi Pada Surat Kabar Harian Kompas Periode Oktober – November 2010)

(1)

commit to user

WACANA TENTANG BENCANA MERAPI DALAM ARTIKEL OPINI (Analisis Wacana Artikel Opini Bencana Alam Gunung Merapi Pada Surat

Kabar Harian Kompas Periode Oktober – November 2010)

Disusun Oleh :

RIAN ERPATRIATMOKO D0206092

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Prodi Ilmu Komunikasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN

Disetujui untuk dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Hari :

Tanggal :

Dosen Pembimbing

Drs. Mursito BM, SU NIP. 19530727 198003 1 001


(3)

commit to user


(4)

commit to user

iv

KATA MUTIARA

Tak Ada Gading Yang Tak Retak. (Peribahasa Indonesia) No Rose Without Torn (English Proverb)


(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Ibu dan Bapak tercinta, terimakasih untuk segalanya.


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang tak terhingga tiada hentinya terucap kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmad dan karuniaNya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Peristiwa bencana alam meletusnya gunung Merapi tahun 2010 banyak dibicarakan di media dan menjadi topik utama di bebagai media massa. Tidak dapat dipungkiri peristiwa bencana alam tersebut merupakan bencana alam yang dasyat di Indonesia pada tahun 2010 dan menarik perhatian berbagai kalangan masyarakat. Berbagai sudut pandang dan pembahasan muncul mengenai peristiwa ini dalam bentuk artikel opini di surat kabar. Setiap penulis artikel opini yang berasal dari kalangan masyarakat dengan latar belakang yang berbeda-beda memiliki cara pandang yang berbeda dalam mengkonstruksi pesan maupun mengkritisi peristiwa bencana gunung merapi lewat tulisan yang dibuatnya. Setiap penulis artikel opini juga memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai dalam menyampaikan pesan komunikasinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui wacana tentang bencana gunung Merapi dalam artikel opini surat kabar Kompas terkait pengorganisasian, penggunaan, dan pemahaman pesan.

Dalam menyusun skripsi ini, Peneliti menyadari banyak pihak telah membantu, memberi dukungan baik moral maupun material. Untuk itu, Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta.


(7)

commit to user

vii

2. Dra. Prahastiwi Utari, M.si Ph.D selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS.

3. Drs. Mursito, SU selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dengan baik. Terima kasih atas semua waktu, saran dan masukannya.

4. Semua staf pengajar dan karyawan di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS. Terima kasih telah memberikan ilmu, semoga semua ilmu yang diberikan dapat bermanfaat untuk hal yang positif. Terima kasih atas segala bantuannya.

5. Teman-teman Markas (Fajri, Barlian, Rendra, Kukuh, Sidiq, Lukman, Wahyu, Subkhan, Yogi, Ikhsanudin, Daniel, Surya dan Naldi). Tuhan memberkati kita semua.

6. Seluruh teman seperjuangan Jurusan Ilmu Komunikasi 2006. Tuhan memberkati kita semua.

7. Temen-temen hidup dan sepermainan di Kidul Pasar, Laweyan. Tuhan memberkati kita semua.

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu, kritik dan saran selalu diharapkan untuk perbaikan ke depan. Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Surakarta, Mei 2011


(8)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN KATA MUTIARA...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR SKEMA...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

ABSTRAK...xiv

ABSTRACT...xv

Bab I PENDAHULUAN...1

A. LATAR BELAKANG...1

B. PERUMUSAN MASALAH...7

C. TUJUAN PENELITIAN...7

D. MANFAAT PENELITIAN...8

E. TINJAUAN PUSTAKA...8

1. Pers Sebagai Bentuk Komunikasi Massa...8

2. Artikel Opini...11


(9)

commit to user

ix

4. Wacana dan Analisis Wacana...19

F. DEFINISI KONSEPTUAL...23

1. Bencana Gunung Merapi 26 Oktober 2010...23

2. Artikel Halaman Opini...24

3. Surat Kabar...25

G. KERANGKA PEMIKIRAN...27

H. METODOLOGI...29

1. Jenis Penelitian...29

2. Metode Penelitian...30

3. Objek Penelitian...31

4. Sumber Data...32

5. Teknik Pengumpulan Data...32

6. Validitas...33

7. Teknik Analisis Data...33

Bab II GAMBARAN UMUM KOMPAS...39

A. SEJARAH DAN FALSAFAH...39

1. Sejarah Singkat...39

2. Falsafah...43

B. VISI, MISI, DAN KEBIJAKAN REDAKSIONAL...44

1. Visi...45

2. Misi...46

3. Kebijakan Redaksional...47


(10)

commit to user

x

Bab III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA...51

A. ANALISIS DATA ARTIKEL OPINI BENCANA MERAPI SURAT KABAR HARIAN KOMPAS...51

1. Judul Artikel Opini “Erupsi dan Kearifan Lokal”...52

2. Judul Artikel Opini “Ironi Merapi”...60

3. Judul Artikel Opini “Ada Cinta Dibalik Merapi”...67

4. Judul Artikel Opini “Sadar (Anggaran) Bencana”...73

5. Judul Artikel Opini “Letusan Pencerah Bangsa”...81

6. Judul Artikel Opini “Birokrasi Bencana”...88

7. Judul Artikel Opini “Gara-Gara Mbah Merapi”...95

8. Judul Artikel Opini “Gara-Gara Mbah Maridjan”...104

B. PENYAJIAN ANALISIS DATA DALAM TABEL...111

Bab IV PENUTUP...,...118

A. KESIMPULAN...118

B. SARAN...123

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 : Artikel Opini Surat Kabar Harian Kompas Yang Akan Diteliti...31 Tabel I.2 : Kerangka analisis teks model Van Dijk...34 Tabel II.1 : Rubrik dan Pembagian Halaman Surat Kabar Harian Kompas...50 Tabel III.1: Hasil Analisis Tematik Artikel Opini Kompas Oktober-November

2010...111 Tabel III.2 : Hasil Analisis Skematik Artikel Opini Kompas Oktober-November

2010...112 Tabel III.3 : Hasil Analisis Semantik Artikel Opini Kompas Oktober-November

2010...112 Tabel III.4 : Hasil Analisis Sintaksis Artikel Opini Kompas Oktober-November

2010...114 Tabel III.5 : Hasil Analisis Stilistik Artikel Opini Kompas Oktober-November

2010...115 Tabel III.6 : Hasil Analisis Retoris Artikel Opini Kompas Oktober-November


(12)

commit to user

xii

DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Kerangka Pemikiran Peneliti...27 Skema 2 : Struktur Organisasi Redaksi Kompas...49


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Artikel Opini “Erupsi Merapi dan Kearifan Lokal” 2. Artikel Opini “Ironi Merapi”

3. Artikel Opini “Ada Cinta di Balik Merapi” 4. Artikel Opini “Sadar (Anggaran) Bencana” 5. Artikel Opini “Letusan Pencerahan Bangsa” 6. Artikel Opini “Birokrasi Bencana”

7. Artikel Opini “Gara-gara Mbah Merapi” 8. Artikel Opini “Gara-gara Mbah Merapi”


(14)

commit to user

xiv

ABSTRAK

Rian Erpatriatmoko, D0206092, Analisis Wacana Artikel Opini Bencana Alam Gunung Merapi Pada Surat Kabar Harian Kompas Periode Oktober – November 2010, Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011.

Peristiwa bencana alam meletusnya gunung Merapi 26 Oktober 2010 banyak dibicarakan di media dan menjadi topik utama di bebagai media massa. Tidak dapat dipungkiri peristiwa bencana alam tersebut merupakan bencana alam yang dasyat di Indonesia pada tahun 2010 dan menarik perhatian berbagai kalangan masyarakat. Berbagai sudut pandang dan pembahasan muncul mengenai peristiwa ini dalam bentuk artikel opini di surat kabar. Setiap penulis artikel opini yang berasal dari kalangan masyarakat dengan latar belakang yang berbeda-beda memiliki cara pandang yang berbeda dalam mengkonstruksi pesan maupun mengkritisi peristiwa bencana gunung merapi lewat tulisan yang dibuatnya. Setiap penulis artikel opini juga memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai dalam menyampaikan pesan komunikasinya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui wacana dalam artikel opini surat kabar Kompas terkait bencana alam erupsi Gunung Merapi. Mengetahui bagaimana pesan diorganisir, dipahami, dan digunakan. Dengan menggunakan teknik analisis wacana, peneliti mencoba menganalisis permasalahan melalui teks artikel opini tersebut.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Wacana yang diperkenalkan oleh Teun A. Van Dijk. Van Dijk memandang bahwa pemakaian kalimat, kata, dan gaya bahasa tertentu sebagai bagian dari strategi komunikator yang memiliki kaitan yang erat dengan masalah politik kebahasaan. Pemakaian kalimat, kata, dan gaya bahasa tertentu bukan semata-mata dipandang sebagai cara berkomunikasi, tetapi harus dipandang sebagai politik berkomunikasi yakni suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, dan memperoleh legitimasi. Struktur wacana van Dijk adalah suatu cara yang efektif untuk melihat proses pemakaian bahasa dan persuasi yang dilakukan oleh komunikator dengan menggunakan kata-kata tertentu, gaya bahasa tertentu untuk menekankan sikap politik atau pendapat tertentu.

Dari hasil analisis, peneliti menyimpulkan bahwa para penulis artikel opini memiliki beranekaragam pemikiran dalam menyikapi peristiwa bencana Merapi. Keanekaragaman, terlihat dari cara pandang terhadap peristiwa tersebut yang dipandang baik secara negatif atau positif. Sisi negatif dapat dilihat dalam wacana seperti kelambanan penanganan pemerintah, ketidaksiapan perencanaan anggaran dari pemerintah, ironi yang terjadi dalam bencana Merapi, munculnya ketakutan kolektif, dan pemikiran irasional dari masyarakat. Wacana-wacana tersebut dimunculkan sebagai wujud kritik dari penulis artikel terhadap pihak-pihak yang terkait dengan peristiwa tersebut untuk berkaca dan instropeksi diri. Sedangkan pembahasan sisi positif yang muncul adalah mengenai bencana Merapi yang dapat memberi pelajaran bagi masyarakat dan menjadi pencerah bangsa.


(15)

commit to user

xv

ABSTRACT

Rian Erpatriatmoko, D0206092, Discourse Analysis of Opinion Article About Merapi Mount Natural Disaster in Kompas Daily Newspaper Period October-November 2010, Communications Science Majors Faculty of Political and Social Science Sebelas Maret University.

The eruption of Merapi mount in October 26th 2010 had been discussed in many media and becomes the main topic in many mass media. Undeniable, this disaster is a big natural disaster in Indonesia in the year of 2010 and draws attention from various public circles. Various viewpoints and solution emerges about this disaster in the form of opinion article in newspaper. Every opinion article writer coming from public circle with different background has different approach in construction of message and also in criticizes the incident of Merapi mount disaster through the opinion article. Every opinion article writer also has specific purpose which will be reached in submitting their communications message.

This research intent to know discourses in opinion articles Kompas newspaper related to natural disaster of eruption Merapi mount. To look closely at how messages are organized, used and understood. By using discourse analysis technique, researcher tries to analyze the problems through the opinion article text.

Analysis that is used in this research is discourse analysis which introduces by Teun Van Dijk. Van Dijk sees that sentence usage, word, and certain language style as part of communicator strategy having tightly bearing with language politics problem. Sentence usage, word, and certain language style is not solely viewed as way to communicate, but viewed as politics way to communicate, that is a way to influence public opinion, creating support, and getting legitimation. Van Dijk discourse structure is an effective way to see linguistic usage process and persuation done by communicatorby using certain words, certain language style to emphasize political position or certain opinion.

From result of analysis, researcher concludes that the opinion article writers has many different idea about disaster of Merapi mount. The diversity seen from the way of approach to the disaster as either negatively or positively. Visible negativity side in the discourses like handling lethargy of government, un-readiness of budget planning from government, the irony that happened in disaster Merapi, collective fear appearance, and irrational idea from public. The discourses peeped out as presentation of criticism from the opinion article writer to the relevant parties to look in the mirror and correct theirselves. While Visible positivity side in the discourses is catastrophic of Merapi which can give lesson for the society and becomes admonition for the nation.


(16)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman modern ini, berbagai jenis media baik cetak maupun elektronik dapat dengan mudah diperoleh oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi. Sebuah media dapat dijangkau dengan harga yang murah dan mudah mencarinya. Saat ini media yang merupakan salah satu yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan murah untuk mendapatkan informasi adalah media cetak terutama surat kabar atau koran. Melalui surat kabar, masyarakat dapat dengan mudahnya memperoleh informasi yang bermanfaat dan informasi yang dibutuhkan. Sebagai contoh informasi yang terdapat dalam surat kabar secara umum adalah informasi pendidikan, informasi tentang politik, ekonomi serta sosial dan budaya, serta berbagai informasi lainnya.

Berakhirnya masa pemerintahan orde baru telah membuka lembaran baru perjalanan pers di Indonesia. Adanya jaminan kebebasan berpendapat di muka umum secara langsung ikut berpengaruh terhadap kebebasan pers. Akibatnya kalangan jurnalis semakin berani, kristis, dan kreatif dalam menyajikan informasi yang hendak ditampilkan.

Setiap media dalam memandang suatu peristiwa mempunyai peluang berbeda dalam mengkonstruksikannya. Sehingga boleh jadi satu peristiwa yang sama bisa berbeda dalam penyajiannya. Sesuai dengan sudut pandang mana memandangnya. Atau sangat mungkin dirasuki oleh ideologi dan kepentingan


(17)

commit to user

tertentu. Sehingga peristiwa satu bisa dinggap penting oleh media yang satu, tapi tidak bagi yang lain. Tergantung siapa yang terdapat dalam media tersebut dan kepentingan apa yang ingin dikedepankan.

Pada dasarnya isi media cetak khususnya surat kabar terbagi menjadi dua bagian yakni fakta dan opini. Fakta sering dipahami sebagai sesuatu yang ada dan benar-benar terjadi. Fakta merupakan hasil pengamatan, penjelasan teoritis, konseptualisasi atau investigasi jurnalistik. Fakta tidak ditemukan melainkan dibuat.1 Produk jurnalistik di media massa yang sepenuhnya berisi fakta adalah berita dan feature. Sedangkan yang dikategorikan tulisan opini antara lain tajuk rencana, artikel opini, kolom, surat pembaca, karikatur, dan pojok. Fakta dan opini secara teoritis dipisahkan secara tajam demi tujuan obyektifitas, bahwa fakta tidak bisa dicampuri oleh opini.

Opini merupakan pendapat, pandangan atau pemikiran lain dari masyarakat luas untuk menanggapi atau membahas suatu permasalahan yang dimuat dalam penerbitan pers.2 Dengan demikian opini selalu mengandung subjektifitas dari penulisnya. Tulisan opini dalam media cetak salah satunya berbentuk artikel opini. Meski memiliki sifat subjektif, bukan berarti artikel opini tidak menyajikan data dan fakta. Sebab beberapa fakta hanya dapat disajikan dalam bentuk berita dan ada pula yang lebih tepat disajikan sebagai sebuah artikel opini.

1

Mursito BM, Memahami Institusi Media: Sebuah Pengantar, Linda Pustaka dan SPIKOM,

Surakarta, 2006, hal.159 2


(18)

commit to user

Artikel opini biasanya berisi pendapat, tanggapan atau penjelasan mengenai isu-isu atau peristiwa yang sedang hangat dibicarakan. Oleh karena itu, penulis artikel biasanya mereka yang memiliki kemampuan atau keahlian di bidang tertentu. Meski demikian terkadang ada institusi pers yang mengontrak orang luar sebagai penulis artikel tetap di suatu kolom. Selain itu, awak media seperti wartawan dan redaktur juga dapat menulis artikel. Namun artikel yang ditulis harus mengatasnamakan pribadi bukan atas nama media yang bersangkutan.

Tulisan artikel opini dalam surat kabar merupakan suatu bagian yang penting karena memiliki audience yang cukup banyak. Artikel opini merupakan perwujudan dari institusi pers sebagai lembaga kontrol sosial. Opini dalam penerbitan pers dapat berasal dari masayarakat umum yang biasa disebut pendapat umum (public opinion) dan yang berasal dari penerbitan pers itu sendiri yang dinamakan pendapat redaksi (desk opinion).

Seperti halnya berita dan feature yang terbagi dalam beberapa jenis, artikel opini juga dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk yakni analisis berita, kolom, komentar, kritik dan review serta tajuk rencana. Setiap jenis artikel opini memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya. Selain itu, artikel opini juga dapat dibedakan menurut jenis dan tingkat kesulitannya yakni artikel praktis, artikel ringan, artikel halaman opini, dan artikel analisis ahli.3

Suatu peristiwa ditinjau dari berbagai segi dalam artikel opini, sehingga semakin jelas duduk perkaranya, semakin lengkap seluruh dimensinya, dan

3

Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia:Penulisan Berita dan Feature, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2006, hal.12


(19)

commit to user

semakin tercapai proporsinya. Pembahasan persoalan secara demikian menjadi kontribusi bagi proses perumusan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan oleh para pemegang tanggung jawab di pemerintah maupun di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, artikel opini menjadi saluran untuk menyampaikan aspirasi masyarakat, sebagai forum dialog dan mengkaji suatu persoalan dari berbagai sudut pandang.

Peristiwa mengenai bencana alam meletusnya gunung Merapi akhir-akhir ini banyak dibicarakan di media dan menjadi topik utama di bebagai media massa. Tidak dapat dipungkiri peristiwa bencana alam tersebut merupakan bencana alam yang dasyat di Indonesia pada tahun 2010 hingga dianggap sebagai bencana nasional yang menarik perhatian dari berbagai kalangan masyarakat.

Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif di Indonesia sampai saat ini. Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, gunung Merapi mengalami letusan pertama pada 1006. Rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek antara 2 – 5 tahun dan siklus menengah setiap 5 – 7 tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat setelah mengalami istirahat selama lebih dari 30 tahun yaitu pada masa awal terbentuknya gunung aktif. Memasuki abad ke-16, siklus terpanjang Merapi adalah 71 tahun, jeda letusan 1587-1658. Pusat Vulkanologi mencatat letusan besar Merapi terjadi pada 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930.4

Pada tanggal 26 Oktober 2010, gunung Merapi kembali megalami erupsi. Walaupun erupsi tersebut bukan yang terbesar, tetapi erupsi kali ini mengundang


(20)

commit to user

banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat mulai dari pemerintah hingga masyarakat umum. Banyak yang menjadi korban dalam bencana alam ini. Ratusan jiwa melayang akibat bencana ini dan terdapat ratusan ribu pengungsi tersebar di Magelang, Boyolali, Klaten, dan beberapa dearah lainnya. Peristiwa ini menyita banyak perhatian khalayak karena pemberitaan di media yang besar. Peristiwa ini menjadi topik utama di hampir di setiap media di Indonesia termasuk di media cetak baik berupa berita maupun artikel opini.

Berbagai sudut pandang dan pembahasan muncul mengenai peristiwa bencana Merapi di berbagai media massa, khususnya surat kabar dalam bentuk artikel opini. Setiap penulis artikel opini dalam surat kabar yang berasal dari kalangan masyarakat dengan latar belakang yang berbeda-beda memiliki cara pandang yang berbeda dalam mengkonstruksi pesan maupun mengkritisi peristiwa bencana gunung merapi lewat tulisan yang dibuatnya. Setiap penulis artikel opini juga memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai dalam menyampaikan pesan komunikasinya.

Untuk mendapatkan pemahaman akan maksud penyampaian tulisan tertentu dapat digunakan analisis wacana. Analisis wacana merupakan metode untuk mengkaji wacana yang terdapat pada pesan komunikasi. Isi pesan komunikasi yang dapat dikaji menggunakan metode ini sebagian diantaranya berupa analisis teks, termasuk dalam artikel opini. Dengan demikian penelitian tentang isi media pada dasarnya diperlukan untuk memahami makna yang terkandung di dalam sebuah pesan komunikasi.


(21)

commit to user

Penelitian ini mengambil obyek tentang artikel opini pada surat kabar Kompas selama Periode Oktober-November 2010 terkait dengan bencana alam Gunung Merapi. Dalam penelitian ini penulis berfokus pada analisis wacana teks media pada obyek yang diteliti. Pemilihan obyek penelitian yang berupa artikel opini yang ditulis oleh masyarakat umum disebabkan karena artikel opini dapat menjelaskan dan menerangkan secara terperinci terkait suatu peristiwa tertentu. Hal ini berbeda dengan berita yang hanya mengatakan apa yang terjadi. Dalam artikel opini disajikan logika, konsep atau teori yang mampu menunjukan sebab-akibat dan berbagai sudut pandang dari suatu peristiwa.

Adapun artikel opini media cetak yang dipilih untuk diteliti adalah artikel opini pada surat kabar harian Kompas. Dengan tagline "Amanat Hati Nurani Rakyat" serta padangan pokok atau visi "Menjadi institusi yang memberikan pencerahan bagi perkembangan masyarakat Indonesia yang demokratis dan bermartabat serta menjunjung tinggi asas dan nilai kemanusiaan", maka Kompas dianggap sebagai surat kabar nasional yang berkarakter humanis.

Manusia dan kemanusiaan, serta karena itu juga cobaan dan permasalahannya, aspirasi dan hasratnya, keagungan dan kehinaannya, adalah faktor yang ingin ditempatkan secara sentral dalam pandangan pokok Kompas. Karena itu, manusia dan kemanusiaan senantiasa menjadi nafas pemberitaan dan komentarnya.5 Ini terbukti pada bulan November 2010, Kompas merupakan surat kabar harian yang paling kerap mengangkat masalah bencana alam yang terjadi di Indonesia di banding surat kabar harian lainnya. Tercatat sebanyak 23 artikel

5

Jakob Oetama, Pers Indonesia: Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus, Kompas, Jakarta,


(22)

commit to user

opini tentang bencana alam, 8 diantaranya terkait bencana gunung Merapi, dimuat pada surat kabar Kompas dalam bulan November 2010, itu belum termasuk Tajuk Rencana dan Pojok.

Oleh karena karakter dan padangan pokok yang kuat tentang humanisme, Kompas dipilih menjadi media yang diteliti dalam penelitian ini karena humanisme sangat erat hubungannya dengan peristiwa bencana alam sehingga diharapkan mampu menjelaskan gambaran secara jelas mengenai pembahasan wacana bencana gunung Merapi.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana wacana bencana alam gunung Merapi dalam artikel opini surat kabar Kompas periode Oktober-November 2010 berkenaan dengan pengorganisasian, penggunaan, dan pemahaman pesan komunikasi?

C. Tujuan penelitian

Penelitian ini pada intinya berkenaan dengan wacana artikel opini tentang bencana alam gunung Merapi pada surat kabar harian Kompas periode Oktober-November 2010. Adapun tujuan pokok dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pesan-pesan komunikasi dalam wacana tentang bencana alam gunung Merapi yang terdapat pada artikel opini di surat kabar Kompas periode Oktober-November 2010 diorganisir, digunakan, dan dipahami.


(23)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah: 1. Teoritis

Untuk menambah dan memperluas pengetahuan dibidang jurnalis pada media cetak, khususnya dalam bidang analisis wacana artikel opini pada media cetak.

2. Praktis

Diharapkan dengan penelitian ini masyarakat lebih paham tentang wacana artikel opini tentang bencana alam gunung Merapi pada media cetak dan dapat mengerti informasi yang diperoleh dari media.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pers Sebagai Bentuk Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia yang lahir seiring dengan perkembangan teknologi, berupa peralatan mekanis untuk melipatgandakan pesan. Melalui bantuan media massa ini pesan-pesan komunikasi dapat tersampaikan secara cepat dan mampu menjangkau khalayak luas.

Kata “komunikasi massa” diadopsi dari istilah bahasa inggris “mass communication” atau komunikasi media massa (mass media communication), yang berarti komunikasi dengan menggunakan media massa atau “mass mediated”, komunikator tak dapat bertatap langsung dengan khalayak. Misalnya; penyiar radio atau televisi yang sedang siaran, tidak dapat menatap audiens dalam


(24)

commit to user

perbincangannya, sedangkan istilah “mass media” atau “media massa” adalah dari “media of mass communication” – media yang digunakan dalam komunikasi massa. Istilah lain yang paling banyak digunakan adalah pers.6

Charles Wright, seorang ahli komunikasi mencoba merumuskan mengenai ciri-ciri komunikasi massa:

1. Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim

2. Pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas

3. Komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisansi yang kompleks yang melibatkan biaya besar.7

Media massa elektronik dan cetak sebagai saluran penyampaian pesan-pesan komunikasi biasa disebut sebagai pers. Sementara dalam arti sempit, pers sering diidentikan dengan media massa cetak atau penerbitan. Pers atau media massa sering disebut lembaga sosial. Dalam UU No.40 Tahun 1999 tentang pers, istilah ini juga digunakan.

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik serta dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.8

Meskipun dalam pengertiannya pers disebut sebagai lembaga sosial tetapi kata “sosial” di sini tidak sama dengan pengertian sosial yang melekat pada

6

Mursito BM, Penulisan Jurnalistik: Konsep dan Teknik Penulisan Berita, SPIKOM, Surakarta,

1999, hal.18

7

Charles Wright dalam Mursito BM, ibid, 1999, hal.18 8


(25)

commit to user

yayasan sosial, misalnya yang berkonotasi nirlaba. Sebab pers juga memiliki aspek komersial yakni sebagai badan usaha. Layaknya suatu perusahaan, pers membutuhkan pembiayaan untuk dapat bertahan hidup. 9

Sebagai salah satu lembaga sosial pers atau media massa memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mempengaruhi massa. Kekuatan ini masuk melalui interaksi media dengan individu secara halus. Cara-cara penyampaiannya yang sangat halus ini seringkali luput dari kesadaran individu atau khalayaknya. Meski demikian sebagai wujud tanggung jawab terhadap masyarakat, media massa biasanya menempatkan diri pada posisi sebagai pengendali sekaligus melakukan kontrol sosial.10

Dalam Teori Pers Tanggungjawab Sosial, media harus melakukan fungsi yang esensial bagi masyarakat. Media harus menyediakan informasi, memberi tempat bagi keragaman informasi, kemandirian media secara maksimal, dan ada pedoman untuk pengendalian media.

Pada dasarnya fungsi pers dalam Teori Tanggungjawab Sosial terbagi menjadi 6 tugas yakni:

1. Melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi, dan perdebatan tentang masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.

2. Memberi penerangan kepada masyarakat sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri.

9

Mursito BM, Memahami Institusi Media: Sebuah Pengantar, Linda Pustaka dan SPIKOM,

Surakarta, 2006, hal.10

10

Asep Saeful Muhtadi, Jurnalisistik Pendekatan Teori dan Praktek, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999, hal.48


(26)

commit to user

3. Menjadi penjaga hak-hak orang perorang dengan bertindak sebagai anjing penjaga yang mengawasi pemerintah.

4. Melayani sistem ekonomi dengan mempertemukan pembeli dengan penjual barang atau jasa melalui medium periklanan.

5. Menyediakan Hiburan.

6. Mengusahakan sendiri biaya finansial sedemikian rupa sehingga bebas dari tekanan-tekanan orang-orang yang mempunyai kepentingan tertentu.11 Teori Tanggungjawab Sosial mempunyai asumsi utama yakni bahwa kebebasan, terkandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan, dan pers, yang telah menikmati kedudukan yang terhormat dalam pemerintahan harus bertanggungjawab kepada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam masyarakat. Asal saja pers tahu tanggungjawabnya dan menjadikan itu landasan operasional mereka, maka sistem pers akan memuaskan kebutuhan masyarakat.12

2. Artikel Opini

Penerbitan Pers khususnya surat kabar dan majalah, hampir semuanya menyediakan kolom atau rubrik untuk menampung pendapat atau pandangan (opini). Ini merupakan perwujudan dari institusi pers sebagai lembaga kontrol sosial. Pendapat umum (public opinion) adalah pendapat, pandangan atau

11

Theodore Peterson, Empat Teori Pers, PT. Intermasa, Jakarta, 1986, hal. 84 12Ibid


(27)

commit to user

pemikiran lain dari masyarakat luas, untuk menanggapi atau membahas suatu permasalahan yang dimuat dalam penerbitan pers.13

Opini oleh Totok Djuroto dimaksudkan sebagai sarana bagi masyarakat untuk menyampaikan ide, gagasan, kritik, dan saran kepada sistem kehidupan bermasyarakat yang merupakan kontrol bagi pelaksanaan pemerintah. Opini atau pendapat di dalamnya mengandung unsur ide, keyakinan, atau ideologi dan pemikiran. Semua pembentukan pendapat didasarkan pada pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain (secara langsung maupun tidak langsung diketahui oleh individu yang dikenal sebagai lingkup referensi) akhirnya pendapat dibentuk berdasarkan:

1. Kumpulan data dan fakta

2. Rekonstruksi dari keadaan (daya berfikir dan daya abstraksi individu)

3. Reaksi atau sikap individu sebagai komunikator maupun komunikan. Hal mana ditentukan lebih lanjut lagi untuk situasi komunikasi serta masing-masing situasi komunikan maupun komunikator sendiri.14

Artikel adalah opini masyarakat yang dituangkan dalam tulisan tentang berbagai soal, mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi bahkan olahraga. Bedanya dengan komentar, jika komentar tulisannya terfokus untuk menanggapi atau mengomentari nuansa/fenomena dari suatu permasalahan yang terjadi. Sedangkan artikel, penulisanya tidak sekedar mengomentari masalah,

13

Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal.67

14


(28)

commit to user

tetapi juga mengajukan pandangan, pendapat atau pemikiran lain, baik yang sudah banyak diketahui masyarakat maupun yang belum diketahui.15

Bagi surat kabar, artikel berfungsi sebagai penafsir dan penerjemah berita. Artikel berguna untuk menggabungkan atau menyatukan serpihan fakta-fakta dalam berita yang berserakan ke dalam suatu bangunan satu cerita yang utuh, jelas, tegas, dan enak dibaca. Sedangkan bagi penulis, artikel berfungsi sebagai:

a. Wahana diskusi dan sosialisasi gagasan kepada masyarakat luas. b. Sarana kontribusi pemikiran untuk memberikan solusi terhadap suatu

persoalan yang sedang dihadapi masyarakat atau bangsa.

c. Sarana proses aktualisasi sekaligus untuk menunjukkan eksistensi diri.16

Kata "artikel" (article) sendiri dipahami sebagai karangan atau tulisan tentang suatu masalah berikut pendapat penulisnya tentang masalah tersebut yang dimuat di media massa cetak.17 Menurut Asep Syamsul M. Romli, menulis (artikel) pada hakikatnya merupakan pengungkapan pendapat atau ide tentang sesuatu tema atau hal dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain menulis adalah aktivitas menuangkan pemikiran tentang suatu masalah dalam sebuah karya tulis.

Secara definitif, artikel diartikan sebagai sebuah karangan faktual (nonfiksi) tentang suatu masalah secara lengkap, yang panjangnya tak tentu, untuk dimuat di surat kabar, majalah, buletin, dan sebagainya, dengan tujuan untuk

15

Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, Hal.70

16

Haris Sumadiria, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Simbiosa Rekatama Media, Bandung,

2004, hal.10-14 17

Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis: Untuk Pemula, Remaja Rosdakarya, Bandung,


(29)

commit to user

menyampaikan gagasan dan fakta guna meyakinkan, mendidik, menawarkan pemecahan suatu masalah, atau menghibur. 18

Secara umum, elemen-elemen atikel opini sebenarnya tidak berbeda dengan elemen dari jenis tulisan lain. Hanya saja, dalam penerapannya artikel opini memiliki beberapa kekhasan. Adapun beberapa elemen artikel opini dapat dijelaskan sebagai berikut:19

1) Tema dan Topik

Tema dan topik selalu ada dalam setiap tulisan, bahkan dalam setiap wacana. Tema berarti sesuatu yang diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Sedangkan topik berasal dari behasa Yunani, topoi, berarti tempat. Dalam perkembanganya, topik diartikan sebagai pokok pembicaraan. Sedangkan tema diartikan sebagai suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya.

Dalam artikel opini, istilah yang lazim digunakan adalah angle, atau sudut pandang. Para redaktur koran, khususnya desk article, akan selalu mempertanyakan apa angle-nya dalam setiap artikel yang diterimanya. Angle-lah yang membuat suatu artikel ditulis, yang membuat suatu artikel bisa dibedakan dari artikel yang lain dalam topik yang sama. Tanpa angle, boleh dikatakan tidak ada artikel.

2) Topic Sentence dan Paragraf

Ide pokok, sudut pandang, atau angle merupakan syarat mutlak bagi terciptanya artikel opini. Tetapi disamping itu, dalam setiap paragraf

18

Asep Syamsul M. Romli, Ibid, hal.46 19


(30)

commit to user

harus ada semacam proposisi yang dikenal sebagai topic sentence, yang diwujudkan dalam satu kalimat. Letaknya bisa di awal atau di akhir paragraf/alinia. Topic sentence ini umumnya diuraikan dalam satu paragraf. Namun bila tidak cukup, bisa menginjak paragraf berikutnya, dua paragraf misalnya.

3) Lead

Lead adalah paragraf pertama dari tulisan, apapun jenis tulisan itu. Umumnya dalam penulisan jurnalistik, pada format berita langsung (straight news) saja yang menganggap lead sebagai bagian yang penting dari seluruh bagian sebuah tulisan. Tetapi sebenarnya tulisan artikel opini pun memerlukan lead, dan memandang lead sebagai bagian yang penting.

Fungsi lead dalam artikel opini adalah sebagai etalase, "merayu" pembaca agar mau melanjutkan membaca tulisan berikutnya. Bila artikel tidak dapat membuat pembaca tertarik pada lead, boleh dikatakan tersebut telah gagal sebagai sebuah artikel opini.

4) Jembatan

Oleh karena sebuah tulisan merupakan sebuah ide yang utuh, maka antara topic sentence satu dengan lainnya, antara paragraf satu dengan lainnya harus "nyambung". Ada kohesi, kesatuan, dangan masing-masing paragraf dan topic sentence saling berhubungan dan mendukung.

Dalam menyambungkan paragraf satu dan lainnya itu, dibutuhkan "jembatan" untuk menghubungkan paragraf-paragraf tersebut. Ada banyak variasi cara menghunbungkan paragraf ini, tetapi cara sederhana ini bisa


(31)

commit to user

dipakai, yakni mengawali sebuah paragraf dengan menggunakan kata yang sama dengan kata terakhir paragraf sebelumnya.

5) Judul

Judul, meskipun kurang sentral, tetapi amat penting. Dengan membaca judul, pembaca diharapkan sudah tahu isi artikel apa yang hendak dibaca. Yang tampak pertama kali dalam sebuah tulisan adalah judul. Judul bisa dirumuskan dan diambilkan dari bagian yang paling menarik dari tulisan. Bisa pula diambil dari bagian yang mewakili tulisan. namun, sedapat mungkin, tidak keluar dari telling the story.

6) Anak Judul

Anak judul sering ada seringkali tidak ada dalam artikel opini. Dalam esai pendek atau kolom, anak judul sering tidak dijumpai. Anak judul biasanya dipergunakan apabila ada lompatan-lompatan yang sangat jauh pada masalah yang ditulis. Ada perbedaan yang tajam antara sub-topik satu dengan berikutnya.

7) Detail

Yang dimaksud detail disini adalah dalam hubungannya dengan fakta atau data yang dipakai dalam tulisan artikel opini. Ada data yang perlu diungkapkan secara detail, tetapi ada pula data yang tidak perlu ditulis secara detail. ni terganung dari sentralitas data dalam konteks tulisan.


(32)

commit to user 8) Ritme

Agar tidak membosankan, tulisan artikel opini diusahakan dibuat tidak monoton. Salah satu caranya adalah dengan menjaga ritme. Mirip dengan lagu. Jika ritme lagu dikendalikan tinggi rendahnya nada, maka ritme tulisan diatur oleh tanda baca. Sering pelan, dengan tempo lamban, tetapi juga cepat dengan break-break yang menghentak.

9) Gaya

Gaya atau style adalah unik, hanya dimiliki seseorang. Dengan adanya style ini membuat tulisan seseorang menjadi khas, berbeda dengan tulisan orang lain, dan membuat kita dikenal hanya melalui tulisan. Gaya atau style bersifat personal, mempribadi. isa dilihat dari berbagai ciri atau unsur, gabungan dari ritme, pilihan kata, logika, dan sesuatu yang khas pribadi, dengan penekanan pada unsur tertentu.

Asep Syamsul M. Romli menggambarkan struktur tulisan sebuah artikel opini pada umumnya sebagai berikut:

1. Judul (Head)

2. Nama Penulis (By Line)

3. Prolog, pembuka tulisan, atau intro

4. Bridge, pengail, atau jembatan antara intro dan pokok bahasan 5. Isi (Body), paparan masalah, biasanya berupa sub-subjudul 6. Penutup (Closing), bisa berupa kesimpulan atau ajakan 7. Keterangan atau identitas penulis


(33)

commit to user

Meskipun artikel opini termasuk dalam kelompok public opinion (opini publik), tetapi penulisnya tidak hanya terdiri dari orang-orang di luar penerbitan pers. Wartawan, redaksi bahkan pekerja pers lainnya yang mampu menulis artikel bisa membuatnya. Hanya saja dalam memberikan pendapat atau pemikiran lain, diatasnamakan dirinya sendiri. Itu sebabnya, nama penulisnya selalu ditulis lengkap, untuk mempertanggungjawabkan isi tulisannya.20

3. Bahasa dan Makna

Bahasa oleh Jalaludin Rakhmad didefinisikan melalui dua cara yakni fungsional dan formal. Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya yakni alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan (socially shared means for expressing ideas). Penekanan kata “socially shared” dikarenakan bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota kelompok-kelompok sosial. Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences that could be generated according to the rules of its grammar). Ini berarti setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberikan arti.21

Menurut Halliday (dalam Alex Sobur, 2009: 17), secara makro fungsi-fungsi bahasa dapat dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Fungsi ideasional: untuk membentuk, mempertahankan, dan memperjelas hubungan di antara anggota masyarakat.

20

Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal.71

21


(34)

commit to user

2. Fungsi interpersonal: untuk menyampaikan informasi diantara anggota masyarakat.

3. Fungsi tekstual: untuk menyediakan kerangka, pengorganisasian diskursus (wacana) yang relevan dengan situasi.

Fungsi tekstual dikatakan berkaitan dengan tugas bahasa untuk membentuk berbagai mata rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi (features of the situation) yang memungkinkan digunakannya bahasa oleh para pemakainya. Menurut Halliday, fungsi tekstual tampak pada struktur yang melibatkan tema, yaitu struktur tematik dan struktur informasi.22

Bahasa merupakan sistem lambang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala macam pemikiran. Bahasa manusia mempunyai kekuatan untuk menjelaskan. namun menurut Peursen hal ini tidak berarti pengetahuan dan makna dari apa yang terjadi telah diberikan sebelumnya. Hanya dengan menunjuk kepada kejadian, dan dalam berbagai perwujudan peristiwa itu, kata memperoleh maknanya. Makna ini belum ada sebelum kata digunakan -makna tersebut bukannya diberikan secara apriori- melainkan mendapatkan bentuk melalui penggunaan kata.23

4. Wacana dan Analisis Wacana

Menurut Webster (dalam Alex Sobur, 2009: 9-10) wacana merupakan terjemahan bahasa Inggris yakni discourse. Sementara kata discourse berasal dari bahasa Latin discursus yang berarti lari kian kemari, diturunkan dari dis-dari

22

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik,

dan Analisis Framing, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hal.18

23


(35)

commit to user

dalam arah yang berbeda dan currere-lari. Untuk selanjutnya oleh Webster kata tersebut dimaknai sebagai:

1. Komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan.

2. Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu obyek studi atau pokok telaah.

3. Risalah tulis; desertasi formal; kuliah; ceramah; khotbah

Dalam pengertian yang lebih sederhana, wacana berarti cara obyek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang menyebar luas. Sementara Alex Sobur menyimpulkan wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun non-segmental bahasa.24

Pawito menyatakan bahwa analisis wacana adalah suatu cara atau metode untuk mengkaji wacana (discourse) yang terdapat atau terkandung di dalam pesan-pesan komunikasi baik secara tekstual maupun konstektual.25

Analisis wacana berkenaan dengan isi pesan komunikasi, yang sebagian diantaranya berupa teks, seperti naskah pidato, transkip sidang atau perdebatan di forum sidang parlemen, artikel yang termuat di surat kabar, buku-buku dan iklan kampanye pemilihan umum. Analisis wacana memungkinkan kita melihat bagaimana pesan-pesan diorganisasikan, digunakan dan dipahami.26

24

Alex Sobur, ibid, hal.11 25

Pawito. Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2007, hal.170

26


(36)

commit to user

Mills membedakan pengertian wacana menjadi tiga macam yakni wacana dilihat dari level konseptual teoritis, konteks penggunaan dan metode penjelasan. Berdasarkan level konseptual teoritis wacana diartikan sebagai domain umum dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata. Sementara dalam konteks penggunaannya wacana berarti sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokan ke dalam kategori konseptual tertentu. Pengertian ini menekankan pada upaya untuk mengidentifikasi struktur tertentu dalam wacana, yaitu kelompok ujaran yang diatur dengan suatu cara tertentu, misalnya wacana imperialisme dan wacana feminimisme. Sedangkan dilihat dari metode penjelasannya wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.27

Analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Menurut Littlejohn analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana.28

Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari penelitian mengenai media. Pendekatan analisis wacana dapat digunakan untuk melihat bagaimana suatu pesan diorganisasikan, digunakan, dan dimengerti. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan littlejohn, yakni:

Discourse analysis enables us to look closely at how messages are organized, used and understood. The structure of discourse will change depending on what you want to accomplish. The process of discourse

27

Mills dalam Alex Sobur, Op Cit, hal.11 28


(37)

commit to user

analysis enables us to examine the various ways in which accomplishments are achieved through messages.29

Dari segi analisisnya, Syamsudin mengemukakan ciri dan sifat analisis wacana sebagai berikut:

1. Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat.

2. Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks dan situasi.

3. Analisis wacana merupakan pemehaman rangkaian tuturan melalui interpretasi semantik.

4. Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa.

5. Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional.30

Dalam penelitian Goldman dan Wiley tentang analisis wacana teks tertulis menerangkan bahwa, analisis wacana teks tertulis merupakan sebuah metode untuk mendeskripsikan gagasan dan hubungan antar gagasan di dalam teks. Metode ini bekerja meliputi bidang yang bervarisasi antara lain; gaya bicara, kebahasaan sebuah teks dan psikologi. Bidang-bidang tersebut menyediakan cara untuk mendeskripsikan dan menganalisis struktur dan isi gagasan sebuah teks dan hubungan antar gagasan. Hal yang penting dalam mendeskripsikan hubungan tersebut adalah mendefinisikan jenis teks yang hendak diteliti karena setiap jenis

29

Stephen Littlejohn, Theory of Human Communication, Sixth ed, Wadsworth Publishing

Company, Belmont LA, 1999, hal.83

30


(38)

commit to user

teks memiliki struktur yang berbeda. Sebagai contoh: cerita naratif berbeda dengan karangan persuasif, artikel berita berbeda dengan editorial, dan teks fiksi berbeda dangan non-fiksi. Perbedaan struktur juga menyatakan perbedaan hubungan antar gagasan dalam sebuah teks, khususnya pada tingkat global.31

Dalam penelitian ini analisis wacana digunakan untuk mendapatkan pemahaman akan maksud penyampaian tulisan dalam artikel opini terkait bencana alam gunung Merapi. Pengorganisasian, penggunaan, dan pemahaman pesan-pesan komunikasi yang berupa analisis teks media pada artikel opini surat kabar harian Kompas.

F. Definisi Konseptual

1. Bencana Gunung Merapi 26 Oktober 2010

Merapi adalah nama sebuah gunung berapi di provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta yang masih aktif hingga saat ini. Sejak tahun 1548, gunung ini meletus sebanyak 68 kali. Letaknya cukup dekat dengan Yogyakarta dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700m. Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa.

Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava. Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Tapi pada tahun 1930 letusan gunung merapi menghancurkan 13

31

Susan R. Goldman and Jennifer Wiley, Discourse Analysis: Written Text, University of Illinois at Chicago, 2011


(39)

commit to user

desa dan menewaskan 1400 orang. Pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwa manusia hingga yang terbaru adalah erupsi pada 26 Oktober 2010.

Pada bencana kali ini, status waspada Merapi dimulai tanggal 20 September 2010, status siaga tanggal 21 Oktober 2010, status awas pada tanggal 25 Oktober 2010, dan erupsi I dimulai pada tanggal 26 Oktober 2010. Menurut laporan BPPTKA, letusan terjadi sekitar pukul 17.02 WIB. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan diiringi keluarnya awan panas setinggi 1,5 meter yang mengarah ke Kaliadem, Kepuharjo. Letusan ini menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km.32 Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, sampai dengan tanggal 2 Desember 2010 jumlah korban meninggal bencana erupsi Gunung Merapi mencapai 277 orang. Selain korban meninggal juga terdapat ratusan ribu pengungsi yang tersebar di berbagai daerah di Magelang, Boyolali, Klaten, dan beberapa daerah lain.

Pembahasan masalah bencana gunung Merapi tidak hanya terbatas masalah lingkungan semata, malainkan mencakup kehidupan sosial, ekonomi, bahkan politik di pemerintahan. Berbagai wacana muncul dari berbagai sudut pandang yang secara tidak langsung memberikan gambaran dan pembahasan masalah terkait bencana gunung Merapi di media massa. Wacana tentang bencana gunung Merapi dalam penelitian ini mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa bencana Merapi dari berbagai sudut pandang yang ada.

32


(40)

commit to user

2. Artikel Halaman Opini

Artikel halaman opini lazim ditemukan pada halamn khusus opini bersama tulisan opini yang lain yakni tajuk rencana, karikatur, pojok, kolom, dan surat pembaca. Artikel opini mengupas suatu masalah secara serius dan tuntas dengan merujuk pada pendekatan analitis akademis. Sifatnya relatif berat. Karena itulah, artikel opini kerap ditulis oleh mereka yang memiliki latar belakang pendidikan, pengetahuan, keahlian, atau pengalaman memadai di bidangnya masing-masing.33

Melalui berbagai tulisan pada halaman opini, perbedaan pendapat masyarakat, aspirasi dan persoalan masyarakat diberi saluran untuk dinyatakan dan saling dikaji serta diuji. Melalui aneka macam karangan yang ditinjau dari berbagai segi dengan berbagai latar belakang, khalayak diajak belajar menghargai perbedaan dan mengembangkan perbedaan sebagai sumber konstruktif untuk memajukan kesejahteraan masyarakat.34

Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa halaman artikel opini memiliki fungsi yang penting sebagai sarana dialog dan penyalur aspirasi rakyat. Sementara penulis artikel biasanya orang-orang yang bukan dari pengelola penerbitan pers itu sendiri. Bisa berasal dari ilmuan, tokoh masyarakat, atau penulis yang kritis yang dapat memberikan pandangan mengenai suatu peristiwa ataupun memberi pendapat-pendapat. Dalam penelitian ini artikel yang dieliti adalah artikel opini pada halaman opini surat kabar harian Kompas. Artikel

33

Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia:Penulisan Berita dan Feature, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2006, hal.13

34


(41)

commit to user

halaman opini pada surat kabar Kompas cukup lengkap memuat artikel-artikel opin dari berbagai sudut pandang yang ada.

3. Surat Kabar

Surat kabar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita, dan sebagainya. Surat kabar atau yang sering disebut Koran merupakan salah satu bentuk media cetak selain majalah ataupun buletin.

Djujuk Juyoto memberikan pengertian surat kabar dalam 2 hal yaitu: 1. Suatu lembaran sekurang-kurangnya terbit seminggu sekali

mengutamakan pemberitaan (kabar) dalam isi.

2. Lembaran-lembaran yang berisi kabar, dicetak dan terbit secara rutin, tertentu dan periodik.35

Surat kabar merupakan salah satu bentuk penerbitan yang tergolong tua. Meski pada awalnya hanya berfungsi sebagai media informasi (to inform), dalam perkembangannya mencakup fungsi mendidik (to educate), menghibur (to entertain) dan mempengaruhi (to influence). Menurut Onong Uchjana, surat kabar memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

1. Publisitas, bahawa isi pesan harus bersifat umum dalam arti semua dapat membacanya

2. Periodesitas, bahwa surat kabar diterbitkan secara periodik dan teratur 3. Universalitas, keserempakan isi, beranekaragam dan dari seluruh dunia

35

Djujuk Juyoto, Jurnalistik Praktik Sarana Penggerak Lapangan Kerja Raksasa, Nurcahaya,


(42)

commit to user

4. Aktualitas, bahwa isi pesan harus sesuatu yang baru atau hangat

5. Kontinuitas, bahwa isi pesan harus berkesinamungan dan terus menerus selama masih menjadi perhatian khalayak luas.36

Sebuah surat kabar berbeda dari tipe publikasi lain karena kesegaranya, karakteristik headline-nya, dan keanekaragaman liputan yang menyangkut berbagai topik isu dan peristiwa. Ini terkait dengan kebutuhan pembaca akan sisi menarik informasi yang ingin dibacanya.37

Waktu terbit sebuah surat kabar bervariasi, ada surat kabar harian dan mingguan, ada surat kabar pagi atau surat kabar sore. Target distribusinya pun berbeda pula, ada yang menjangkau beberapa ratus penduduk sebuah kota kecil, ada yang memasok seluruh rakyat disebuah Negara atau bangsa, bahkan untuk seluruh orang di dunia sebagai “pasar” internasional.38 Surat kabar dalam penelitian ini merupakan surat kabar yang terbit dalam format harian yakni Kompas yang berskala nasional.

G. Kerangka Pemikiran

Untuk memahami kedudukan wacana artikel opini dalam penelitian ini, penulis menyusun kerangka pemikiran sebagai berikut:

36

Onong Uchjana Effendi, Dimensi-Dmensi Komunikasi, Penerbit Alumni, Bandung, 1981, hal.98-99

37

Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal.87 38

Septiawan Santana K, ibid, hal.86

Pengumpulan Artikel Opini Dari Surat Kabar


(43)

commit to user

Skema I.1 : Kerangka Pemikiran Peneliti

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini bermula dari pengumpulan artikel opini dari surat kabar, dalam hal ini adalah surat kabar harian Kompas. Selanjutnya, melakukan penyeleksian artikel yang terkumpul disesuaikan dengan isu yang hendak diteliti yaitu peristiwa bencana gunung Merapi 26 Oktober 2010. Proses seleksi dilakukan dengan cara membandingkan konten atau isi disetiap artikel.

Langkah selanjutnya adalah membaca keseluruhan artikel opini yang telah diseleksi hingga mendapatkan pemahaman akan artikel-artikel tersebut. Proses membaca keseluruhan artikel diikuti dengan pengkajian atau analisis dengan menggunakan analisis wacana. Analisis wacana yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model analisis wacana Teun Van Dijk. Dengan menggunakan metode analisis wacana, maka akan didapatkan pemahaman terhadap wacana-wacana yang muncul terkait bencana gunung Merapi pada artikel opini di surat kabar Kompas. Selain itu mengetahui pula bagaimana pesan diorganisir dan digunakan oleh para penulis artikel.

Membaca Keseluruhan Artikel Opini

Analisis Wacana Artikel Opini

Mengetahui Pengorganisasian, Penggunaan, dan Pemahaman Pesan Komunikasi


(44)

commit to user

H. Metodologi

1.Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Dapat dilakukan dengan menghimpun data sewajarnya, menggunakan cara kerja yang sistematis, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Seluruh kerja atau proses penelitian kualitatif berlangsung serempak, dilakukan dalam bentuk pengumpulan, pengolahan, dan penginterpretasian data yang bersifat kualitatif.

Deskriptif merupakan usaha untuk mengungkap suatu masalah, keadaan dan peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat mengungkap fakta. Peneliti bertindak sebagai pengamat yang mengamati seluruh gajala, membuat kategori perilaku dan mencatat informasi untuk didokumentasikan.

Cara lain dari metode diskriptif kualitatif ialah titik berat pada observasi dan suasana alamiah (natural setting). Peneliti yang bertindak sebagai pengamat. Peneliti hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatat dalam buku observasi. Suasana alamiah yang dimaksud adalah peneliti tidak berusaha memanipulasi variabel, dan kehadirannya juga jangan sampai menolak kenormalan.39

Tujuan penelitian kualitatif adalah bukan untuk selalu mencari sebab akibat sesuatu, tetapi lebih berupaya memahami situasi tertentu. Penelitian kualitatif juga mampu menangkap berbagai informasi dan lebih berharga dari pada sekedar menyatakan jumlah atau frekuensi dalam bentuk angka. Maka penelitian inipun hanya akan memaparkan wacana tekstual, tidak mencari

39

Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993,


(45)

commit to user

hubungan sebab akibat, tidak menguji hipotesis ataupun membuat prediksi-prediksi.

2.Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode analisis wacana. Metode ini merupakan salah satu alternatif analisis isi media selain analisis kuantitatif yang lebih dulu dikenal.

Menurut Scott Jacobs terdapat tiga jenis persoalan yang dapat dilacak menggunakan analisis wacana. Pertama masalah makna, yakni berkenaan dengan persoalan bagaimana orang memahami pesan-pesan ata informasi-informasi apa yang terkemas dalam suatu struktur pesan. Kedua masalah tindakan, yakni berkenaan dengan persoalan bagaimana cara yang digunakan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu dengan pesan-pesan yang disampaikan. Ketiga adalah koherensi, yakni berkenaan dengan persoalan bagaimana menyusun pola-pola perbincangan yang mudah diterima dan logis serta prinsip bagaimana yang dipakai dalam menjalin suatu pertanyaan lain.40

Penelitian ini selanjutnya akan merujuk pada jenis persoalan atau level yang pertama yakni bagaimana pesan-pesan mengenai bencana alam gunung Merapi dalam artikel opini surat kabar dipahami oleh khalayak pembacanya.

Pesan yang diproduksi seseorang tidak semata-mata melambangkan suatu keterangan tetapi untuk menyatakan tujuan. Dalam komunikasi cara menyampaikan maksud menjadi masalah utama bagi komunikator. Sementara

40

Pawito, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2007, hal.104


(46)

commit to user

masalah utama bagi penerima pesan yakni memahami secara penuh maksud dari pesan yang disampaikan. Penerima pesan dapat menginterpretasikan maksud hanya dengan membuat kesimpulan. Seseorang dapat mengerti satu sama lain hanya dari perspektif yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman.41

Selanjutnya pada penelitian ini penulis menggunakan model analisis wacana Teun Van Dijk karena memiliki struktur yang jelas dan lengkap untuk diaplikasikan dalam analisis sebuah teks media dibanding dengan model analisis yang lain. Dengan demikian diharapkan dapat membongkar struktur wacana artikel opini surat kabar Kompas tentang bencana Merapi secara gamblang.

3.Obyek Penelitian

Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah artikel opini bencana alam gunung Merapi pada surat kabar harian Kompas periode Oktober-November 2010. Pemilihan periode waktu obyek penelitian didasarkan pada gencarnya pemberitaan media masa khususnya surat kabar terkait masalah bencana gunung Merapi. Sebanyak 8 artikel opini terdapat di surat kabar Kompas periode Oktober-November 2010.

Tabel I.1

Artikel Opini Surat Kabar Harian Kompas Yang Akan Diteliti

Hari dan Tanggal Penulis Judul Artikel

Sabtu, 30 Oktober 2010 Sari Bahagiarti K Erupsi Merapi dan Kearifan Lokal Sabtu, 6 November 2010 FX Wikan Indrarto Ironi Merapi

Sabtu, 6 November 2010 Herry Tjahjono Ada Cinta di Balik Merapi Selasa, 16 November 2010 Yenny Sucipto Sadar (Anggaran) Bencana

41


(47)

commit to user

Selasa, 16 November 2010 Indra Tranggono Letusan Pencerahan Bangsa Kamis, 18 November 2010 Saiful Rohman Birokrasi Bencana

Jumat, 19 November 2010 Sindhunata Gara-gara Mbah Merapi Sabtu, 20 November 2010 Radhar Panca

Dahana

Gara-gara Mbah Maridjan

4.Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2007: 157) sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tidakan, selebihnya adalah dari tambahan seperti dokumen dan lain-lain.42 Sementara data dalam penelitian ini berupa teks yang menjadi obyek penelitian yakni artikel opini bencana alam Gunung Merapi pada surat kabar harian Kompas periode Oktober-November 2010. Selain itu untuk menunjang data utama, digunakan referensi baik dari buku maupun internet guna mendapatkan pemahaman terkait masalah bencana alam Gunung Merapi.

5.Teknik Pengumpulan Data

Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara mengambil sampel yang lebih bersifat selektif atau yang sering disebut dengan metode purposive sampling. Peneliti mendasarkan pada landasan teori yang digunakan, keingintahuan pribadi, karakteristik empiris yang dihadapi, dan sebagainya.43 Sumber data digunakan disini tidak sebagai yang mewakili populasinya, tetapi

42

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hal.157 43


(48)

commit to user

lebih cenderung mewakili informasinya.44 Data yang didapat kemudian dianalisis oleh penulis berdasarkan metode analisis wacana.

6.Validitas

Keabsahan (validitas) merupakan bentuk batasan yang berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang berukur benar-benar merupakan variabel yang ingin diukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data. Menurut Patton dalam HB Sutopo, terdapat empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu triangulasi data, triangulasi pengamat, triangulasi teori, triangulasi metode.45 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan triangulasi teori yakni penggunaan berbagai teori atau lebih dari satu teori yang berlainan. Terdapat berbagai teori tentang analisis wacana yang telah dijelaskan pada kajian pustaka untuk dipergunakan dalam menganalisis penelitian.

7.Analisis Data

Definisi analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data mengoganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting, dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Metode analisis kualitatif

44

Ibid, hal. 56

45


(49)

commit to user

merupakan sebuah usaha untuk mengambil kesimpulan berdasarkan pemikiran yang logis dari berbagai data yang diperoleh.46

Dalam penelitiannya, Linda M. Philips menjelaskan bahwa langkah yang ditempuh guna memahami suatu wacana adalah pertama, memahami data yang terkumpul. Dalam hal ini, dilakukan kegiatan membaca dan membaca ulang teks yang terkumpul serta mencari data yang berhubungan secara tekstual dengan obyek analisis. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi tema yang dapat menguak sebuah pembahasan terkait dengan teks yang dianalisis. Setelah itu dilakukan analisis teks yang lebih mendalam guna mendapatkan kesimpulan atas wacana-wacana yang muncul dari suatu teks.47

Selanjutnya, analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis wacana Teun Van Dijk. Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai struktur atau tingkatan yang saling mendukung dan berhubungan satu sama lain. Van Dijk membaginya dalam tiga tingkatan yaitu:

1. Struktur makro, merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan. 2. Superstuktur, merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan

kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun secara utuh.

46

Bogdan dan Biklen dalam Lexy J Moleong, ibid, hal.248 47

Linda M. Phillips, Critical Discourse Analysis: An example of the good mother in literacy-advice texts, 2007


(50)

commit to user

3. Struktur mikro, adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil suatu teks yakni, kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar.48

Struktur atau elemen wacana teks yang dikemukakan Van Dijk dapat digambar dalam kerangka tabel sebagai berikut:

Tabel I.2

Kerangka analisis teks model Van Dijk

Struktur Wacana Hal yang diamati Elemen

Struktur Makro Tematik

(Apa yang dikatakan)

Topik

Superstruktur Skematik

(Bagaimana pendapat disusun dan dirangkai)

Skema

Semantik

(Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita)

Latar, Detail, Maksud,

Sintaksis

(Bagaimana pendapat disampaikan)

Koherensi, Kata Ganti Stilistik

(Pilihan kata apa yang dipakai)

Leksikon Struktur Mikro

Retoris

(Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan)

Metafora

Sumber: diadopsi dari Eriyanto.2006

48


(51)

commit to user

Dalam pandangan Van Dijk segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut. Meskipun terdiri atas beberapa elemen tetapi kesemuanya merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan.49 Sementara itu, analisis teks dalam penelitian ini hanya menggunakan beberapa elemen dari sekian banyak elemen Van Dijk. Berikut penjelasan singkat terkait dengan elemen dalam penelitian ini:

a. Tematik

Tema merupakan gambaran umum dari suatu teks. Tema atau sering disebut dengan topik mampu menunjukkan inti dari suatu pesan yang disampaikan komunikator. Dengan demikian mengenai topik dapat diketahui masalah dan tindakan yang diambil komunikator untuk mengatasi permasalahan. Suatu topik biasanya terdiri atas subtopik yang berfungsi untuk mendukung, memperkuat, bahkan membentuk topik utama suatu teks.

b. Skematik

Skematik menggambarkan bentuk umum dari suatu teks yang berhubungan dengan kerangka suatu teks. Skema dalam suatu teks mungkin sengaja dihadirkan komunikator sebagai strategi penyamaian informasi untuk mendukung topik tertentu. Melalui hal tersebut komunikator dapat memberikan penekanan terhadap suatu informasi yang hendak disampaikan ke khalayak. Mesalnya menempatkan informasi yang cukup penting dibagian akhir sehingga tampak tidak menonjol di benak khalayak. Dengan kata lain superstruktur

49


(52)

commit to user

merupakan kerangka suatu teks seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.

c. Semantik

Semantik dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning) yakni makna yang muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan antar proposisi yang membangu makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Semantik tidak hanya mendefinisikan bagian yang penting dari struktur wacana melainkan menggiring ke arah sisi tertentu suatu peristiwa. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa elemen antara lain:

1) Latar

Elemen ini dihadirkan untuk menyediakan maksud hendak kemana suatu teks dibawa. Latar merupakan elemen wacana yang dapat digunakan sebagai pembenar gagasan dalam suatu teks.

2) Detil

Elemen ini berhubungan erat dengan kontrol informasi yang dilakukan komunikator. Informasi yang sekiranya menguntungkan komunikator ditampilkan secara berlebihan. Sementara sedikit menyajikan paparan suatu peristiwa jika sekiranya hal tersebut merugikan kepentingan komunikator. 3) Maksud

Elemen ini melihat apakah teks disampaikan secara eksplisit atau tidak, apakah fakta disampaikan secara telanjang atau tidak. Informasi yang menguntungkan disampaikan secara langsung, sebaliknya yang merugikan disampaikan tersamar atau implisit.


(53)

commit to user d. Sintaksis

Sintaksis adalah elemen analisis, secara umum digunakan dalam menampilkan diri secara positif dengan menggunakan kalimat. Sintaksis terdiri dari koherensi dan kata ganti. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sedangkan kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.

e. Stilistik

Secara singkat style dapat diartikan sebagai gaya bahasa. Pemakaian gaya bahasa melalui pemilihan kata-kata atau frase yang digunakan mampu menunjukkan sikap dan ideologi tertentu dari komunikatornya

f. Retoris

Retoris mempunyai fungsi persuasive dan berhubungan dengan bagaimana pesan tersebut disampaikan kepada khalayak. Oleh karena itu, untuk menarik perhatian khalayak, penyampaiannya biasa dengan melakukan penekanan tertentu pada suatu teks.


(54)

commit to user

BAB II

GAMBARAN UMUM KOMPAS

A.SEJARAH DAN FALSAFAH

Harian Kompas adalah nama surat kabar Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta. Kompas adalah bagian dari Kelompok Kompas Gramedia. Untuk memudahkan akses bagi pembaca di seluruh dunia, Kompas juga menerbitkan edisi bernama Kompas Cyber Media, berisi berita-berita yang diperbarui secara aktual. Berikut ini gambaran umum Surat Kabar Kompas:

1. Sejarah Singkat

Kompas terbit pertama kali pada tanggal 28 Juni 1965 di Jakarta. Para pendiri Kompas adalah PK.Ojong, Jacoeb Oetama dan beberapa jurnalis lain mantan pekerja majalah Intisari. Sebelum menempati kantor di percetakan PT.Kinta, awak redaksi dan wartawan Kompas melakukan aktivitas jurnalistiknya di rumah Jacoeb Oetama.

Kemunculan Kompas tidak lepas dari konstelasi politik waktu itu, dimana Soekarno sedang gencar-gencarnya melaksanakan Politik Demokrasi Terpimpin. Salah satu kebijakan Soekarno saat itu adalah monopoli partai dalam kehidupan sosial politik masyarakat termasuk dalam dunia pers. Dengan Peraturan Presiden no 6 tahun 1964, pers diharuskan menginduk pada salah satu partai politik.

Perang dingin antara Komunis dengan Angkatan Darat juga mendorong kelahiran Kompas. Menyadari bahaya Komunis, Letnan Jendral Ahmad Yani selaku Menteri Panglima Angkatan Darat mengungkapkan gagasan kepada Frans


(55)

commit to user

Seda selaku Menteri Perkebunan untuk menerbitkan Koran yang berani melawan Komunis. Frans Seda kemudian menghubungi I.J Kasimo dari (Parkindo) dan dua orang pengelola Intisari yakni P.K Ojong dan Jacoeb Oetama.

Mereka itu--yang satu berlatar belakang budaya Jawa dan memiliki latar belakang pendidikan humaniora yang kuat, yang satu lagi berlatar belakang Tionghoa-Sumatera Barat dan memiliki latar belakang pendidikan hukum yang tegas--lantas menggodok terbitnya sebuah surat kabar harian. PK Ojong dan Jakob Oetama, itulah dua perintis dan pendiri harian Kompas, sebuah surat kabar nasional dalam arti hadir di semua provinsi dan isinya mencoba mencakup peristiwa yang berskala nasional.

Pada awalnya koran yang akan terbit diberi nama Bentara Rakyat. Namun atas pertimbangan politis bahwa kata “rakyat”sudah dimanipulasi oleh gerakan Komunis dan seakan-akan menjadi istilah milik Komunis, maka atas usulan dari Soekarno diberi nama Kompas. Menurut Soekarno, nama Bentara Rakyat meski berarti pengawal rakyat, namun hal itu dirasa kurang jelas untuk menjelaskan visi dan misi para perintisnya. Sementara kata “Kompas” lebih jelas tujuannya yakni sebagai penunjuk arah. Bentara Rakyat kemudian diabadikan sebagai nama yayasan yang menaungi Kompas.

Pengurus yayasan Bentara Rakyat adalah : I.J. Kasimo (Ketua), Frans Seda (Wakil Ketua), F.C. Palaunsuka (Penulis I), Jakob Oetama (Penulis II), dan Auwjong Peng Koen (bendahara).

Di tengah media massa kala itu yang cenderung pro- komunis, Kompas lahir dan melawan arus dari kebanyakan. Selain diplesetkan sebagai Kompt Pas


(56)

commit to user

Morgen atau Kompas yang datang keesokan hari, karena sering terlambat terbit. Kompas juga dituduh sebagai corong umat katolik (yang memunculkan ejekan Kompas adalah singkatan dari Komando Pastur).

Pada tanggal 28 Juni 1965 terbit Kompas nomor percobaan yang pertama. Setelah tiga hari berturut-turut berlabel percobaan, barulah Kompas yang sesungguhnya beredar. Kompas pada edisi perdana terbit dengan menurunkan berita utama tentang KAA (Konferensi Asia Afrika) yang ditunda selama 4 bulan. Secara keseluruhan terbitan perdana Kompas terdiri dari 11 berita luar negeri dan 7 berita dalam negeri.Edisi perkenalan di kanan bawah juga menyertakan tagline: “Mari ikat hati mulai hari ini dengan Mang Usil”.

Tahun 1985, sesuai dengan aturan bahwa yayasan tidak bisa lagi menjadi penerbit, nama Yayasan Bentara Rakyat diganti menjadi PT Kompas Media Nusantara.

Sejak tanggal 13 Maret 1990 Kompas terbit 16 halaman, jumlah halaman maksimum yang diijinkan pemerintah. Sejak 17 September 1978, selain edisi harian, Kompas juga menerbitkan edisi Minggu. Sejak 22 September 1993, tiga kali dalam seminggu Kompas menambah halamannya menjadi 20. Tiga tahun kemudian, tepatnya 8 April 1996, Kompas terbit 24 halaman.

Tahun 2007 Kompas rata-rata terbit 500.000 eksemplar per hari, yang pada penerbitan dalam rangka ulang tahun ke-40 tampil dengan wajah baru: lebih kecil, lebih compact, berwarna-warni, dengan penekanan pada jurnalisme visual tanpa meninggalkan jati diri Kompas. Desain ulang ini hasil konsultasi dengan seorang pakar desain, Mario Garcia, dari Amerika Serikat.


(57)

commit to user

Kalau pada awal kelahirannya hanya diawaki 15 wartawan, pada usia lepas 42 tahun ini Kompas memiliki 958 karyawan, 257 di antaranya wartawan. Jumlah itu merupakan sebagian dari sekitar 11.000 karyawan unit usaha dan kelompok usaha yang tergabung dalam Kompas Gramedia.

Sampai saat ini Kompas pernah dua kali dilarang terbit. Pertama, tanggal 2-5 Oktober 1965, ketika Kompas diminta untuk tidak terbit dulu sampai keadaan memungkinkan. Itu terjadi ketika beberapa hari setelah pemberontakan G30S tahun 1965, militer langsung memberedel koran-koran yang dinilai kiri seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, Warta Bhakti, dan Suluh Indonesia. Yang boleh terbit hanya media militer seperti harian Angkatan Bersenjata, Berita Yudha, Kantor Pusat Pemberitaan Angkatan Bersenjata, dan LKBN Antara. Kompas terbit kembali tanggal 6 Oktober 1965.

Pelarangan terbit kedua terjadi pada 21 Januari-5 Februari 1978. Kompas yang dinilai meliput secara intensif gerakan mahasiswa 1977-1978 ditutup bersama Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore. Pada waktu bersamaan dilarang terbit juga sedikitnya tujuh penerbitan pers mahasiswa di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, dan Palembang.

Saat ini, dalam kaitan perluasan terbitan edisi Kompas, di empat daerah (Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat) diterbitkan tambahan 8 halaman. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan informasi dan selaras dengan otonomi daerah. Terbit juga dua halaman tambahan edisi Sumatera Selatan dan Sumatera Utara, menggantikan dua halaman rubrik Metropolitan edisi nasional.


(1)

wujud kritik dari penulis artikel terhadap pihak-pihak yang terkait dengan peristiwa tersebut untuk berkaca dan instropeksi diri. Sedangkan pembahasan sisi positif yang muncul adalah mengenai bencana Merapi yang dapat memberi pelajaran bagi masyarakat dan menjadi pencerah bangsa. Dengan memunculkan sisi positif penulis artikel bermaksud agar masyarakat dapat mengambil pelajaran yang bermanfaat terkait dengan peristiwa tersebut. 2. Dari hasil analisis skematik, para penulis artikel berbeda-beda dalam

menempatkan gagasan utama (tema). Artikel pertama, gagasan utama mengenai tema kearifan lokal yang digunakan untuk menandai aktivitas gunung Merapi ditempatkan di akhir tulisan. Hal ini dimaksudkan penulis untuk menciptakan sebuah klimaks dari fakta-fakta tentang Merapi dan masyarakat dengan kearifan lokal yang ditampilkan di awal tulisan. Artikel

kedua, gagasan utamanya ditempatkan di awal tulisan, dimaksudkan penulis

agar yang menjadi bahasan utama yaitu mengenai ironi yang terjadi pada peristiwa bencana Merapi dapat langsung dimengeti oleh khalayak pembaca. Artikel ketiga, gagasan utama ditempatkan di akhir tulisan. Penempatan ini erat hubungannya dengan upaya penulis untuk memberi sebuah kesimpulan tentang kisah yang dipaparkan di awal mengenai kesetiaan para petugas pengamatan gunung Merapi yang dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat. Artikel keempat, gagasan utamanya ditempatkan di akhir tulisan. Gagasan utama tentang pentingnya anggaran bencana diletakkan di akhir tulisan dengan maksud agar menjadi klimaks dari fakta-fakta yang ditampilkan


(2)

commit to user

pentingnya anggaran. Artikel kelima, gagasan utama tentang pelajaran berharga dalam peristiwa bencana Merapi ditempatkan di tengah tulisan sebagai cara penulis untuk menjadikan gagasan utama tersebut sebagai penghubung antara fakta yang ditampilkan di awal tulisan dengan fakta di akhir tulisan. Artikel keenam, gagasan utamanya juga ditempatkan di awal tulisan, sebagai penegasan awal dari penulis berhubungan dengan birokrasi pemerintah yang dinilai lamban dalam menangani bencana Merapi. Artikel

ketujuh, gagasan utamanya ditempatkan di tengah tulisan sebagai cara penulis

untuk menjadikan gagasan utama tersebut sebagai penghubung antara fakta yang ditampilkan di awal tulisan dengan fakta di akhir tulisan. Artikel

kedelapan, gagasan utamanya ditempatkan di akhir tulisan. Gagasan utama

tentang pemikiran irasional dari masyarakat diletakkan di akhir tulisan dimaksudkan agar menjadi kesimpulan dari fakta-fakta tentang kehidupan masyarakat yang telah disajikan sebelumnya.

3. Dari hasil analisis semantik, latar yang digunakan oleh para penulis artikel opini sangat mendukung tema yang diangkat. Latar yang dipakai menerangkan bahwa para penulis memberi perhatian lebih terhadap peristiwa bencana Merapi. Dalam kontruksi lanjutan, para penulis artikel membahas tentang aspek-aspek positif maupun negatif dalam konteks peristiwa tersebut. Sementara dari hasil analisis detail dan maksud, para penulis artikel baik secara implisit dan eksplisit menjabarkan tentang informasi-informasi yang memposisikan gunung Merapi sebagai bagian dari alam yang memiliki


(3)

hunbungan erat dengan manusia. Dalam elemen ini juga menjabarkan tentang manusia dan kemanusiaan dalam konteks perilaku dan hubungan dengan alam. 4. Dari hasil analisis sintaksis, para penulis menggunakan koherensi pengingkaran, kausalitas, sebab akibat, pembanding, pembeda, dan penjelas. Sedangkan dalam penggunaan kata ganti, para penulis artikel menggunakan kata ganti untuk menggantikan beberapa kata yang digunakan untuk menunjuk pihak-pihak yang terkait dengan peristiwa bencana Merapi.

5. Dari hasil analisis stilistik, penggunaan leksikon atau pilihan kata yang diambil oleh penulis artikel untuk mempertegas gagasan, pendapat, maupun kritik yang ingin disampaikan. Untuk mempertegas hal tersebut para penulis artikel opini menggunakan kata-kata yang menarik, provokatif dan hiperbolik. Kata-kata tersebut menggambarkan pihak-pihak yang terkait dengan peristiwa bencana Merapi baik secara positif maupun negatif.

6. Dari hasil analisis retoris, kiasan-kiasan yang digunakan para penulis banyak yang bersifat negatif untuk memberi kritikan terhadap pihak-pihak yang berhubungan dengan bencana Merapi yang dianggap kurang. Namun tidak semua kiasan yang digunakan bersifat negatif, adapula yang berisi harapan-harapan serta nilai pembelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut.

Berbagai sisi baik positif maupun negatif dimunculkan pada wacana terkait peristiwa bencana alam gunung Merapi. Sisi negatif seperti kelambanan penanganan pemerintah, ketidaksiapan perencanaan anggaran dari pemerintah, ironi yang terjadi, munculnya ketakutan kolektif, dan pemikiran irasional tekait


(4)

commit to user

pihak-pihak yang terkait tersebut untuk menjadi bahan berkaca dan instropeksi diri. Pembahasan sisi positif yang muncul adalah mengenai bencana Merapi yang dapat memberi pelajaran bagi masyarakat dan menjadi pencerah bangsa. Pada keseluruhan artikel opini terlihat adanya bentuk desakan kepada semua pihak untuk ambil bagian dalam permasalahan ini. Dan pada akhirnya wacana terkait peristiwa gunung Merapi dalam artikel opini tersebut mampu memberikan gambaran sebagai suatu permasalahan yang penting untuk segera mendapatkan tanggapan dan solusi secara tepat dan nyata. Dengan adanya berbagai sudut yang diambil dan berbeda-beda pada masing-masing penulis artikel, seluruh wacana tersebut telah mewakili sebagian besar aspirasi masyarakat terkait peristiwa bencana gunung Merapi.

Sementara itu dari sisi media penyampai pesan, sisi humanisme yang diusung Kompas tercemin dalam artikel-artikel opini yang dimuatnya terkait peristiwa bencana Merapi dengan permasalahan sosial yang muncul menyangkut hak asasi manusia. Dalam hal ini adalah orang-orang yang menjadi korban dari peristiwa tersebut. Surat kabar harian Kompas pun juga telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya dengan baik. Hal ini terlihat dari pemuatan artikel opini yang lebih beragam dengan kualitas dan kuantitas yang baik pula. Melalui artikel opini yang dibuat oleh masyarakat yang dimuat di surat kabar Kompas, Kompas telah melaksanakan fungsi pers tanggungjawab sosial antara lain; menyediakan informasi, diskusi, dan perdebatan masalah-masalah yang terjadi di kalangan masyarakat, memberi penerangan kepada masyarakat, dan menjadi penjaga


(5)

hak-hak orang perorang dengan bertindak sebagai anjing penjaga yang mengawasi pemerintah.

Penelitian ini hanyalah penafsiran atas teks artikel opini yang dimuat di surat kabar Kompas. Sehingga banyak memasukan unsur subyektifitas dari peneliti. Orang lain atau peneliti lain dimungkinkan memiliki penafsiran dan cara pandang yang berbeda dalam menilai dan memandang wacana ini.

B. Saran

Mengkaji isi pesan media menggunakan analisis wacana merupakan salah satu cara untuk mengungkapkan makna tersembunyi yang hendak disampaikan media, sehingga dalam suatu penelitian wacana sebisa mungkin memberikan manfaat yang baik kepada peneliti maupun pihak lain. Oleh karena itu penulis berkeinginan untuk memberikan sumbang saran berkaitan dengan penelitian ini :

1. Penelitian ini merupakan intepretasi peneliti terhadap produksi teks artikel opini yang ditulis oleh masyarakat dalam surat kabar harian Kompas. Orang lain mungkin mempunyai penafsiran dan intepretasi yang berbeda dalam memahami teks artikel opini. Maka diharapkan, bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa, dapat mengambangkan penelitian ini dengan menggunakan metode Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) untuk melihat penekanan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna.


(6)

commit to user

mengenai analisis wacana dan sejenisnya dirasa masih kurang dalam diskusi-diskusi di Jurusan Ilmu Komunikasi. Untuk itu kepada seluruh akademisi di Jurusan Ilmu Komunikasi, khususnya di FISIP UNS, untuk lebih memperbanyak kegiatan diskusi untuk melakukan pembahasan terkait dengan kajian analisis wacana. Kegiatan ini bisa diadakan dalam lingkup kecil seperti diskusi terbatas maupun dalam skala besar seperti seminar dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten.


Dokumen yang terkait

PENDAHULUAN PEMBERITAAN PENGUNGSI MERAPI PASCA LETUSAN MERAPI ( Analisis Framing Headline tentang Pemberitaan Pengungsi Merapi pada Surat Kabar HARIAN JOGJA selama November 2010).

1 5 34

PENUTUP PEMBERITAAN PENGUNGSI MERAPI PASCA LETUSAN MERAPI ( Analisis Framing Headline tentang Pemberitaan Pengungsi Merapi pada Surat Kabar HARIAN JOGJA selama November 2010).

0 2 47

TEKNIK FOTO JURNALISTIK BENCANA ALAM MELETUSNYA GUNUNG MERAPI DI YOGYAKARTA TEKNIK FOTO JURNALISTIK BENCANA ALAM MELETUSNYA GUNUNG MERAPI DI YOGYAKARTA DALAM SURAT KABAR HARIAN LOKAL (Analisis Isi Kuantitatif Foto Jurnalistik Pada Peristiwa Meletusnya Gu

0 5 15

BAB 1 TEKNIK FOTO JURNALISTIK BENCANA ALAM MELETUSNYA GUNUNG MERAPI DI YOGYAKARTA DALAM SURAT KABAR HARIAN LOKAL (Analisis Isi Kuantitatif Foto Jurnalistik Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Surat Kabar Harian Ked

0 4 34

MEDIA CE MEDIA CETAK DAN PEMBERITAAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI (Analisis Wacana Pemberitaan Letusan Gunung Berapi Pada Headline Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Periode 27 Oktober 2010 sampai 26 November 2010).

0 2 16

PENDAHULUAN MEDIA CETAK DAN PEMBERITAAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI (Analisis Wacana Pemberitaan Letusan Gunung Berapi Pada Headline Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Periode 27 Oktober 2010 sampai 26 November 2010).

0 3 43

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN MEDIA CETAK DAN PEMBERITAAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI (Analisis Wacana Pemberitaan Letusan Gunung Berapi Pada Headline Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Periode 27 Oktober 2010 sampai 26 November 2010).

0 2 8

KESIMPULAN DAN SARAN MEDIA CETAK DAN PEMBERITAAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI (Analisis Wacana Pemberitaan Letusan Gunung Berapi Pada Headline Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Periode 27 Oktober 2010 sampai 26 November 2010).

0 2 9

ANALISIS MAKNA REFERENSIAL PADA KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI DI HARIAN SURAT KABAR KOMPAS Analisis Makna Referensial Pada Karikatur Dalam Rubrik Opini Di Harian Surat Kabar Kompas Edisi Agustus-Oktober 2014.

0 3 11

ANALISIS MAKNA REFERENSIAL PADA KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI DI HARIAN SURAT KABAR KOMPAS Analisis Makna Referensial Pada Karikatur Dalam Rubrik Opini Di Harian Surat Kabar Kompas Edisi Agustus-Oktober 2014.

0 5 16