54
membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut, dimana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga
kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil
yang terjadi pada tokoh tersebut. 3.
Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik tampan, dan kuat.
4. Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti
sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi penentu, dimana mereka menentukan arah media populer saat mereka berekspresi dan
mengemukakan pendapatnya.
C. Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia pada kasus Silet di RCTI
mengenai pemberitaan bencana gunung Merapi 7 November 2010
Program televisi, baik news, informasi, maupun hiburan seharusnya tidak memuat pemberitaan yang mengandung unsur mistis, sekalipun
masyarakat Indonesia kebanyakan masih percaya pada alam metafisika, kepercayaan, animisme, dan dinamisme. Komisi Penyiaran Indonesia KPI
bukan tanpa alasan menghentikan sementara program infotainment Silet di salah satu stasiun televisi swasta. Tayangan informasi, bukan hanya Silet,
telah membuat masyrakat di sekitar lereng Gunung Merapi panik akibat pemberitaan di dalamnya.
Seperti diketahui, Silet yang tayang pada 7 November 2010 lalu memberitakan pernyataan paranormal Joyo Boyo bahwa bencana letusan
55
Gunung Merapi akan lebih dahsyat. Melanjutkan aduan masyarakat dan LSM, KPI akhirnya memberikan surat teguran kepada program tersebut. Anggota
KPI Pusat, Ezki Suyanto, mengatakan tayangan apa pun dilarang menyeret bencana Merapi ke hal-hal mistis karena akan berpengaruh kepada aspek
sosiologis masyarakat di lereng Gunung Merapi. Ini kan bencana, kalau terjadi kepanikan kan kasihan masyarakat. Media, dalam kasus Silet, tidak berfungsi
memberikan pemahaman kepada masyarakat khalayak tentang kondisi yang realistis. Dengan mampu membaca keadaan yang realistis, masyarakat berlatih
untuk berpikir logis. Pengemasan program acara semenarik mungkin sebetulnya memang
ada di kewenangan tim produksi siaran itu sendiri. Tetapi masalalahnya, cara membumbui konten tersebut yang KPI anggap terlalu berlebihan. Kata
berlebihan ini sendiri memunyai makna abstrak, tidak jelas, dan ambiguitas. Absurditas kata tersebutlah yang barangkali bagi KPI akhirnya menjaring
program-program bandel. Alangkah bijak jika media turut berempati terhadap pemberitaan yang sangat sensitif dengan memilih narasumber yang kredibel,
kapabel, dan berimbang. Sebab, penonton sendiri sangat terganggu dengan pemberitaan tersebut. Bencana alam memosisikan manusia pada level tekanan
psikologi yang tinggi. Situasi yang luar biasa itu memicu kepanikan, kekalutan, rasa khawatir, dan rasa takut makin dominan. Faktor inilah salah
satu yang menjadi pertimbangangan utama KPI menindak tegas program- program siaran yang dinilai provokatif. Kendati demikian, KPI tidak
berpretensi pada salah satu program tertentu, apalagi yang tengah mengalami
56
kasus pencekalan. Tetapi aturan tersebut berlaku umum sesuai Undang- Undang Penyiaran No 32 Tahun 2008.
Selain pernyataan Joyo Boyo, dalam siaran Silet waktu itu pembawa acara Fenny Rose tak luput dari kritikan KPI. Fenny Rose dianggap semakin
menguatkan ramalan mistis Joyo Boyo dengan mengatakan bahwa Yogyakarta adalah kota malapetaka. Secara psikologis, pernyataan Fenny tersebut memicu
pikiran negatif semua masyarakat se-Indonesia. Betapa tidak, seusai pemberitaan itu, KPI mendapat laporan sekitar 550 warga di lereng Gunung
Merapi mengungsi dengan sangat panik. Media sedianya perlu banyak introspeksi diri apakah program yang
disajikan kepada khalayak sudah baik dan benar. Tujuan besar menciptakan situasi pertahanan dan keamanan yang kondusif adalah kewajiban bersama
elemen terkait. Efek Psikologis paling tidak itulah yang tergambar dalam kontroversi tayangan Silet pada 7 November 2010 lalu. Media mampu
menggerakkan massa melalui pola pikir ke arah yang mereka rencanakan. Media ikut berperan penting dalam merekonstruksi masyarakat.
Sebaiknya para pekerja inftotainment agar mengedepankan data yang digali dari narasumber bernilai faktual, bukan bersifat opini atau rekayasa,
maka kehati-hatian saat wawancara mutlak diperlukan. Secara motif psikologi, tiap narasumber memiliki agenda tersembunyi saat berbicara kepada pers. Ada
yang karena ingin dipuji, ingin mendapat simpati, ingin menyerang pihak lain, atau ingin menyembunyikan sesuatu. Seharusnya narasumber, dalam hal ini
Joyo Boyo memberikan sebuah pernyataan netral. Artinya, apa pun jenis ramalan manusia bersifat unpredictable atau berpeluang fifty-fifty. Sementara
57
pers pada posisi itu bukan malah mengangkat sudut pemberitaan angle pada hal-hal yang berbau sensasional. Tapi, mengatakan bahwa maksud dari
tayangan tersebut sebagai upaya early warning system. Alam metafisika individu tak dapat dikendalikan, satu-satunya cara adalah memberikan
ketenangan kepada mereka. Lantas siapa yang berperan untuk mengambil alih kondisi kepanikan itu? Pemerintah dalam hal ini kementerian yang ditunjuk-
harus bersikap tanggap atas respons ketakutan warga lereng Merapi. Pemerintah kembali menetralisasi keadaan, misalnya, melalui Badan
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, supaya pemberitaan program yang bersangkutan tidak meresahkan
masyarakat. Meski dampak pemberitaan kepada masyarakat dalam pola hidup
tradisional lebih besar sisi negatif tetapi, ada sisi positifnya. Keuntungan bagi individu yang percaya teologisme ini akan mendorong ia jadi rajin beribadah.
Oleh karena itu yang perlu diperhatikan oleh para pekerja media khususnya infotainment agar lebih berhati-hati dlam pemuatan berita
mengenai bencana alam, yang harus dikaji kembali dalam hal ini adalah kembali kepada buku pedoman perilaku penyiaran P3 BAB XXIV
mengenai PELIPUTAN BENCANA ALAM, dalam meliput dan atau menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena musibah,
lembaga penyiaran wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut: a.
melakukan peliputan subyek yang tertimpa musibah harus mempertimbangkan proses pemulihan korban dan keluarganya;
58
b. tidak menambah penderitaan ataupun trauma orang dan atau keluarga
yang berada pada kondisi gawat darurat, korban kecelakaan atau korban kejahatan, atau yang sedang berduka dengan cara memaksa, menekan,
mengintimidasi korban dan atau keluarganya untuk diwawancarai dan atau diambil gambarnya; dan atau
c. menyiarkan gambar korban dan atau orang yang sedang dalam kondisi
menderita hanya dalam konteks yang dapat mendukung tayangan;
Komisi Penyiaran Indonesia telah melaksanakan tugas dengan sebenar-benarnya dalam mengawasi tayangan infotainment khususnya pada
Silet di RCTI. Contoh kasus tayangan yang disiarkan pada tanggal 7 November 2010 tersebut yaitu tentang bencana alam meletusnya gunung
merpai oleh infotaiment Silet, berita bencana akibat letusan Merapi diarahkan kesisi mistis dengan mewawancarai paranormal yang bernama Joyo Boyo.
Prediksi-prediksi tentang kondisi Merapi yang berlebihanpun diuraikan olehnya, lebih lagi hal ini diungkapkan kembali oleh Feni Rose yang
membacakan narasi sebagai berikut: Puncak letusan Merapi kabarnya akan terjadi hari ini Minggu hingga
esok hari pada bulan baru yang jatuh pada tanggal 8 November 2010, ahli lapan selalu mencatat hampir semua letusan dan guncangan gempa muncul
pada bulan baru. Lantas apa yang akan terjadi dengan Yogyakarta, kota budaya yang elok akan tergolek lemah tak berdaya? Benarkah Jogja yang
dalam banyak lagu digambarkan begitu indah akan berubah penuh malapetaka?. Akibatnya, Dadang rahmat Hidayat selaku ketua Komisi
Penyiaran Indonesia menjelaskan, dalam penayangan tersebut KPI menerima
59
1.128 keluhan dalam kurun waktu dua hari semenjak acara ditayangkan, karena mayoritas masyarakat setempat sangat yakin dengan apa yang
diucapkan oleh Joyo Boyo adahal benar, dan ini merupakan kejawen orang jawa setempat percaya dengan sesepuh. Bahkan, lantaran isi tayangan Silet itu
550 orang berpindah dari Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, ke Nanggulan. Kesalahan utama, menyampaikan informasi yang tampaknya tak benar dan
ada dampak ketakutan di masyarakat Yogyakarta. Dalam perkara ini tentu KPI menyikapi tayangan infotainment Silet
yang dinilai provokatif dan berlebiahan, KPI menindak tayangan infotainment Silet melalui prosedural yang tertera dalam undang-undang penyiaran P3SPS
yaitu dengan menghentikan sementara tayangan infotainment Silet, serta melalui tahapan-tahapan hukum siaran sesuai apa yang telah dilanggar oleh
infotainment Silet. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah: 1.
KPI telah mengeluarkan surat teguran kepada infotainmet Silet, bahwa Silet harus memohon permintaan maaf kepada masyarakat sekitar
bencana merapi yang di tayangkan pada siaran iklan di RCTI, namun hal tersebut diabaikan oleh infotainment Silet, akan tetapi program
infotainment Silet yang dilarang tayang untuk sementara waktu oleh KPI pada senin 15 November 2010 telah tayang kembali. Dalam hal ini KPI
tentu merasa tidak dihargai oleh pihak infotainment Silet atas sanksi yang telah diberikan, maka KPI menindak lanjutinya.
2. Karena hal pertama tidak dilaksanakan Silet, maka izin siarannya dicabut
oleh KPI berupa penghentian sementara siaran, sampai dicabutnya status bahaya menjadi status aman dari Badan Geologi Bencana Merapi.
60
3. Pihak tergugat tidak boleh membuat acara dengan format yanag sama atau
sejenis selama penghentian sementara. Maka Silet mengganti program acara menjadi Intens.
Apabila ketentuan kedua dan ketiga tidak dipenuhi oleh pihak tergugat infotainment Silet maka KPI akan langsung menindak lanjuti izin siaran
tayangan infotainment Silet untuk ditutup sepenunhnya. Sampai akhirnya Silet memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh
KPI untuk menghentikan sementara siarannya selama kurang lebih tiga setengah bulan. Pada tanggal 25 Februari 2011 Silet dapat kembali hadir di
televisi setiap hari pukul 17.30 tetapi hanya berdurasi 30 mentit saja karena telah mendapatkan izin siaran dan Silet telah mengikuti ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan oleh lembaga Independen Komisi Penyiaran Indonesia KPI.
Kekhasan Silet juga terlihat dari mottonya yaitu Mengangkat hal yang dianggap tabu menjadi layak dan pantas untuk diperbincangkan”. Bahkan
presenter utamaSilet yaitu Fenny Rose berhasil tiga kali menjadi presenter infotainment favorit dalam ajang penghargaan Panasonic Award di Indoensia
serta yang terbaru penghargaan yang diterima yaitu terpilihnya kembali Fenny Rose menjadi presenter infotainment terfavorit dalam ajang yang sama pada
tahun 2007. Kemunculan infotainment Silet dilayar kaca RCTI sebagai pelopor
tayangan infotainment yang berbau investigasi ikut menambah deretan jenis hiburan di televisi. Sebagai pelopor tayangani infotainment investigasi Silet
sudah mendapat kepercayaan dari khalayak ini terbukti dengan terpilihnya
61
infotainment Silet sebagai tayangan infotainment terbaik tahun 2007 mengalahkan acara infotainment lainnya. Karena itu infotainment Silet juga
turut andil dengan bermunculannya acara infotainmnet yang memiliki format sama dengan tayangan Silet tersebut. Infotaiment boleh saja berada dalam
kebebasan pers atau pers bebas, akan tetapi kebebasan tersebut harus ada batasan berupa kode etik dan nilai-nilai moral yang sesuai dengan kelayakan
uji siaran.
62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan