73
Jika kita berkaca pada masa yang silam, berjuta-juta nyawa telah melayang dan banyak orang menderita akibat intoleransi yang terjadi di berbagai negara.
Samuel Huntington merupakan futurolog yang pertama kali mensinyalir bakal munculnya perbenturan antar masyarakat di masa depan yang akan banyak terjadi
dalam bentuk perbenturan peradaban “clash of civilisation.” Sentimen ideologis yang selama ini dominan dalam perang dingin, berubah dengan sentimen agama dan
budaya. Blok-blok dunia juga akan banyak ditentukan oleh kepemihakan terhadap agama dan kebudayaan. Kutipan pernyataan futurolog ini hanya untuk mengingatkan
bahwa kebudayaan tidak jarang membangun blok-blok yang dapat menimbulkan ketegangan dan bahkan peperangan. Masyarakat terutama yang mempunyai karakter
multietnik dan multiagama perlu senantiasa menggali wawasan kebangsaannya untuk menghindari ketegangan-ketegangan baru. Konflik horizontal antar kelompok
masyarakat tertentu di Indonesia Ambon, Kupang, Sambas, Palangkaraya, Sampit, Papua, Poso, Lombok, Tasikmalaya, Jakarta, Solo, Surabaya, dll seharusnya
menggugah bangsa ini untuk kembali merenungi pertanyaan-pertanyaan mendasar.
4.3.3. Konflik Yang Terjadi Pada Masyarakat
Masyarakat Bandar Selamat hidup rukun dan saling toleransi antar sesama masyarakat, dalam sebuah tatanan masyarakat yang heterogen, tetapi tidak dapat
dipungkiri akan terjadi suatu gesekan dan gejolak yang diakibatkan oleh perbedaan pendapat maupun faktor lainya meskipun gejolak tersebut tidak sampai merambah
pada konflik sosial terutama pada masyarakat Bandar Selamat yang didiami oleh beragam macam etnik. Masyarakat Bandar Selamat, yang kehidupannya rukun dan
Universitas Sumatera Utara
74
damai, juga sering mengalami gejolak dan gesekan dalam perjalanan mengarungi samudera kehidupan bermasyarakat. Gejolak tersebut terjadi baik yang diakibatkan
oleh permasalahan antar generasi muda yang berbeda etnik dan agama, masalah kecemburuan sosial antar etnik, masalah penyindiran agama, bahkan pernah terjadi
masalah sengketa tanah yang sampai hari ini permasalahan tersebut belum selesai tetapi masih diredam seperti yang diungkapkan pak Mukhtar sebagai berikut:
“Dulu pernah ada masalah antara Batak dan Melayu, dibalik permasalahan ini ada orang yang bikin fitnah
dari salah satu etnik yang ada di kelurahan ini, dasarnya orang ini tidak rukun dengan Melayu, Batak,
dan Jawa. Kebetulan orang tersebut bekerja sebagai pembantu sama orang Melayu, kemudian dia bikin
fitnah disana, dan alhamdulillah permasalahan tidak sempat menciptakan konflik sosial di antara
masyarakat, orang yang tadi rencana akan dibunuh oleh masyarakat, waktu itu masyarakat ribut. tapi saya
sempat atasi permasalahan. Saya undang yang bermasalah secara kekeluargaan untuk menyelesaikan
masalah tersebut.”
Gejolak yang terjadi seperti dijelaskana di atas, merupakan adanya rasa iri hati dari salah seorang masyarakat yang melihat betapa rukunnya orang Melayu dan
Batak tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, orang tersebut punya keinginan untuk menghancurkan persahabatan antara dua etnik itu. Permasalahan
mengenai apa yang membuat orang tersebut tidak senang dengan kerukunan antara kedua etnik itu, tidak diketahui lebih jelas oleh masyarakat setempat, berhubung
orang yang menyebarkan fitnah tadi sudah pindah tanpa ada kejelasan ke mana ia pindah.
Universitas Sumatera Utara
75
Fitnah seperti yang terjadi di atas sangat potensial dalam memicu konflik sosial antara masyarakat, sehingga perlu kewaspadaan dan kelapangan hati untuk
menerima setiap isu yang digemborkan oleh oknum-oknum yang menginginkan disintegrasi pada suatu masyarakat yang rukun. Dalam masyarakat multietnik,
bukanlah merupakan masalah yang baru jika dihadapkan dengan permasalahan- permasalahan yang krusial seperti di atas, hanya saja, bagaimana sikap kita untuk
menepis permasalahan tersebut. Inilah tantangan yang amat besar dalam menjaga keharmonisan masyarakat. Karena tidak dapat dipungkiri, bahwa tantangan tersebut
bisa saja datang dari luar bahkan juga dari dalam masyarakat itu sendiri. Modal utama dalam hidup bermasyarakat, terutama dalam masyarakat heterogen adalah jangan
cepat terpengaruh oleh isu-isu negatif yang datangnnya dari dalam maupun luar. Hal ini seperti yang diungkapkan pak Sarno sebagai berikut
“Untuk jauh dari konflik antar masyarakat yang berbeda suku dan agama, kita harus menghindari
perbuatan kayak menghina, mencela, buruk sangka, pandang enteng, mencemarkan nama baik. Karena hal-
hal tersebut yang memicu konflik sosial.”
Kelurahan Bandar Selamat, sering dihadang oleh badai disintegrasi, tetapi dengan semangat persatuan mereka mampu mengkonstruksi harmonisasi di tengah-
tengah lautan multikulturalisme. Gejolak yang terjadi di kelurahan ini bukan hanya permasalahan fitnah tapi juga sempat terjadi masalah prasangka sosial terhadap etnik
lain yang dikatakan pak Mukhtar sebagai berikut: “Dulu terjadi prasangka sosial terhadap etnik yang
ada disini yang dilakukan oleh warga Bandar Selamat, kalau saya tidak ada waktu itu, mungkin prasangkanya
tidak mereda. Hal tersebut terjadi karena pada waktu itu sempat ada gesekan antara anak-anak muda dari
Universitas Sumatera Utara
76
masing-masing etnik yang sering mabuk- mabukan.isunya orang batak tukang mabuk dan makan
orang. Tetapi kita bendung dan kita bina anak-anak tersebut tentang buruknya berprasangka apalagi
sampai berkelahi, Masing-masing tokoh saya undang agar memberi nasehat kepada masing-masing
kelompoknya.”
Hal serupa juga diungkapkan oleh pak Datuk Zul dan Rijal sebagai berikut:
“Kami dulu memang ada gejolak buruk sangka antar pemuda, tapi kami tidak berikan kesempatan warga
untuk terpengaruh, bahaya nanti bisa-bisa antar warga pulak nanti yang saling serang.”
Munculnya prasangka sosial ditengah masyarakat terutama dalam berinteraksi dengan masyarakat yang berbeda etnik ini disebabkan oleh banyak faktor yaitu antara
lain adanya persaingan antar kelompok, kurangnya pengalaman, adanya anggapan yang berlebihan dengan adanya ketegangan emosional dalam diri individu seperti
yang diungkapkan pak Mukhtar dan Datuk Zul mengenai anak-anak muda yang mabuk-mabukan tersebut.
Dengan adanya komunikasi yang baik maka akan terbina suatu pola interaksi yang kuat dimana diantara mereka akan terbentuk rasa saling memahami dan
mengerti terutama terhadap masyarakat dari etnik lain, sehingga timbulnya prasangka sosial diantara masyarakat Bandar Selamat dapat dikurangi.
4.3.4. Amalgasi Sebagai Upaya Pembauran Budaya