76
masing-masing etnik yang sering mabuk- mabukan.isunya orang batak tukang mabuk dan makan
orang. Tetapi kita bendung dan kita bina anak-anak tersebut tentang buruknya berprasangka apalagi
sampai berkelahi, Masing-masing tokoh saya undang agar memberi nasehat kepada masing-masing
kelompoknya.”
Hal serupa juga diungkapkan oleh pak Datuk Zul dan Rijal sebagai berikut:
“Kami dulu memang ada gejolak buruk sangka antar pemuda, tapi kami tidak berikan kesempatan warga
untuk terpengaruh, bahaya nanti bisa-bisa antar warga pulak nanti yang saling serang.”
Munculnya prasangka sosial ditengah masyarakat terutama dalam berinteraksi dengan masyarakat yang berbeda etnik ini disebabkan oleh banyak faktor yaitu antara
lain adanya persaingan antar kelompok, kurangnya pengalaman, adanya anggapan yang berlebihan dengan adanya ketegangan emosional dalam diri individu seperti
yang diungkapkan pak Mukhtar dan Datuk Zul mengenai anak-anak muda yang mabuk-mabukan tersebut.
Dengan adanya komunikasi yang baik maka akan terbina suatu pola interaksi yang kuat dimana diantara mereka akan terbentuk rasa saling memahami dan
mengerti terutama terhadap masyarakat dari etnik lain, sehingga timbulnya prasangka sosial diantara masyarakat Bandar Selamat dapat dikurangi.
4.3.4. Amalgasi Sebagai Upaya Pembauran Budaya
Perkawinan campur merupakan salah satu langkah progres dalam mengkonstruksi kehidupan yang harmonis, karena timbul rasa saling memiliki dan
menghormati budaya masing-masing diantara sepasang suami istri yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
77
etnik. Di Bandar Selamat terjadinya perkawinan campur, salah satunya karena faktor pembauran etnik pada suatu tempat yang memiliki berbagai macam etnik. Sehingga,
menimbulkan kecocokan antara satu sama lain. Dan, karena perasaan yang timbul dalam jiwa seseorang yang merasa bahwa dirinya sudah cukup matang dalam
mengarungi hidup berkeluarga. Mereka merasa bahwa jodoh tak memilih latar belakang apapun. Untuk permasalahan adat perkawinan pun dimusyawarahkan secara
kekeluargaan, apakah melaksanakan dengan adat A atau adat B. Perkawinan campuran antara perempuan dengan laki-laki yang berbeda etnik
sudah sering terjadi berdasarkan temuan lapangan dan penjelasan dari informan penelitian,hal ini diungkapkan ibu Erna sebagai berikut:
“kalau yah udah suka sama lawan jenis, apalagi kalau dilihat cantik atau ganteng pasti jarang nanya dia etnik
apa, kalaupun pasangannya dari etnik lain gak masalah yang penting suka sama suka...”
Hal senada juga diungkapkan ibu Wanti sebagai berikut: “perkawinan antar etnik itu biasa disini, suami saya
aja orang Batak, kan yang penting suka sama suka. Buktinya kami gak pernah ada masalah justru kami
bisa saling mengenal perbedaan satu sama lain..”
Berdasarkan data yang dikumpulkan penulis di lapangan, dalam masyarakat Bandar Selamat perkawinan campur antar etnik yang berbeda tersebut dapat
diklasifikasikan kedalam empat bentuk, yakni sebagai berikut: 1. Perkawinan campur antara Etnik Jawa dengan Etnis Mandailing
Perkawinan antara Etnis Mandailing dengan Etnis Jawa di Bandar Selamat sudah terjadi dalam waktu yang lama, orang Jawa yang menikah dengan orang
Universitas Sumatera Utara
78
Mandailing terdiri dari berbagai latar belakang seperti suka sama suka,religius,santun,lembut, dan lain-lain.
2. Perkawinan campur antara etnik Minang dengan Mandailing Etnik Minang yang menikah dengan Etnik Mandailing di Bandar Selamat
banyak juga terjadi. Perkawinan campur antar etnik ini melalui kesamaan daerah asal perantauan yang hampir berdekatan.
3. Perkawinan campur antara etnik Mandailing dengan Melayu Umumnya etnik Mandailing adalah pendatang di kota Medan dan etnik
Melayu sebagai penduduk asli yang telah lama terjalin hubungan sosial yang akrab dan merasa sebagai bagian dari keluarga.
4. Perkawinan campuran lainnya antara etnik-etnik yang ada Perkawinan campuran seperti ini tidak begitu terlihat di permukaan karena
etnik yang ada sangat minoritas dan orang-orangnya telah beradapatasi dengan budaya yang beragam.
4.4. Faktor-Faktor Keserasian Sosial Masyarakat Majemuk di Bandar Selamat 4.4.1. Forum-forum masyarakat sebagai komponen Modal Sosial
Modal sosial merupakan hasil dari hubungan sosial yang mampu menjembatani adanya kerja sama di dalam dan di antara kelompok-kelompok
individu. Modal sosial sebagai jembatan kerjasama tersebut mengacu pada aspek utama organisasi, seperti kepercayaan trust dan jejaring sosial networks, dalam
bentuk tindakan efisien yang terkoordinasi. Menilai Modal sosial dari sisi lain bahwa modal sosial dibentuk dan ditransmisikan melalui mekanisme kultural, seperti agama,
Universitas Sumatera Utara
79
tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan historis. Mekanisme kultural tersebut mampu membentuk nilai-nilai bersama dalam menghadapi masalah bersama dalam
komunitas. Namun demikian, sebagai modal utama terbentuknya modal sosial tersebut adalah kejujuran antar individu yang terus menerus sehingga menimbulkan
ikatan kepentingan dalam komunitas. Selanjutnya akan membentuk ikatan kelompok sosial berdasarkan norma-norma yang disepakati sebagai konsekuensi dari ikatan
tersebut. Penjelasan di atas, memberi gambaran mengenai pentingnya suatu modal
sosial dalam lingkungan masyarakat. Seperti halnya di Bandar Selamat, adanya suatu konstruksi modal sosial social capital yang mereka jadikan sebagai suatu desain
spesifik untuk melahirkan suatu konstruksi resolusi dari berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat multikultural misalnya, kepercayaan trust. Dalam masyarakat
Bandar Selamat tumbuh berkembang selama bertahun-tahun rasa percaya antar masyarakat yang dibangun dengan saling jujur antara satu sama lain. Kejujuran juga
merupakan modal sosial yang paling esensial dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga tercipta rasa saling percaya antara satu sama lain. Ketika suatu
rasa percaya kepada orang lain hilang di antara masyarakat, maka hal tersebut bukan hanya menimbulkan pikiran negatif terhadap orang lain melainkan, hal ini akan
menimbulkan gejolak yang merambah ke konflik sosial dan setiap individu mudah diombang-ambingkan oleh isu-isu yang dapat merusak integrasi suatu komunitas
yang beragam. Modal sosial yang dijadikan instrumen perekat pada masyarakat yang heterogen, bukan hanya pada rasa percaya antara sesama saja tetapi juga melalui
kegiatan seperti gotong royong yang terjalin dengan dengan baik di kelurahan ini.
Universitas Sumatera Utara
80
Pada masyarakat Bandar Selamat sendiri, praktek kerja sama atau yang dikenal dengan gotong royong masih kental pada masyarakat ini, misalnya dalam kegiatan
kerja bakti yang dilakukan di kantor lurah Bandar Selamat yang melibatkan semua unsur etnik dan agama. Bahkan hasil wawancara yang peneliti temukan di lapangan,
ada salah satu norma yang terbangun dalam masyarakat, ketika ada himbauan untuk kerja bakti lalu kemudian ada salah satu dari masyarakat yang tidak ikut maka akan
dikenakan sanksi Rp.1000, seperti yang dikatakan pak Datuk Zul sebagai berikut: “Ada norma yang kami jadikan pegangan dalam hal
gotong royong. Ketika orang tidak ikut kerja bakti misalnya di kantor lurah atau ditempat lainnya, mereka
akan kena denda sebesar Rp 1.000 tapi rasa yang sangat ditekankan di situ, misalnya saya tidak ikut
kerja bakti di denda Rp 1.000 itu tak seberapa jumlahnya, saya bisa mendapatkan lebih dari itu, tetapi
bagaimana dengan perasaan. Jadi, denda itu sebenarnya hanya peringanan atau teguran saja, tetapi
rasa itu yang agak berat karena nama-nama yang tidak ikut tersebut akan dibacakan di forum, kami punya
forum sendiri setiap hari sabtu minggu pertama. Kami mengadakan forum adat, dan akan dibacakan siapa-
siapa yang tidak hadir dalam acara kerja bakti tersebut.”
Kerja bakti antar etnik bukan hanya dilaksanakan di kantor lurah Bandar Selamat saja tetapi juga pada waktu pembangunan masjid semua etnik datang
membantu hingga berdirinya masjid Al-Hikmah, sebagaimana telah di jelaskan dalam wawancara Pak Sayuti pada wawancara sebelumnya. Jadi, kebiasaan masyarakat
untuk saling membantu sangat tertanam kuat dalam masing-masing individu. Mengenai jaringan sosial yang juga merupakan modal sosial yang cukup
produktif untuk membangun integrasi dalam masyarakt multietnik, seperti tampak pada adanya forum-forum masyarakat misalnya, majelis Ta’lim akbar yang bergulir
Universitas Sumatera Utara
81
di beberapa lingkungan, Tadarusa Ibu-ibu, PKK, dan Yasinan. Kegiatan tersebut juga melibatkan seluruh etnik kecuali Tadarusan dan Yasinan hanya dilaksanakan oleh
etnik-etnik yang beragama Islam saja. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat menciptakan komunikasi yang cukup baik di antara masyarakat ketika berkumpul di forum-forum
tersebut sebagaimana dijelaskan oleh pak Rijal sebagai berikut: “Ukhuwah antar etnik di sini sering terjadi dan itu
kami pelihara selama bertahun-tahun melalui forum- forum yang ada, sehingga sudah melekat dalam diri
kami ukhuwah tersebut.”
4.4.2. Masjid sebagai wadah Dalam Pendidikan Multikultural Kepada Masyarakat