Menilai Mutu Terjemahan Penerjemahan

130 “What are you eating?” . Orang lain menjawab “Bread” , dan ia tidak pelu mengulang kata-kata I am eating bread, karena orang yang menjawab menganggap bahwa penanya sudah mengetahui apa isi kata yang tidak diucapkan itu.

f. Menilai Mutu Terjemahan

Menilai mutu terjemahan tentunya didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Nababan 1999: 83 menyatakan, menilai mutu terjemahan berarti mengkritik karya terjemahan. Untuk menjadi kritikus karya terjemahan, seseorang harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Schutle dalam Nababan, 1999: 83, kritikus karya terjemahan harus menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran dengan baik, mengetahui perbedaan persepsi linguistik bahasa sumber dan bahasa sasaran, dan akrab dengan konteks estetika dan budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran. Selain itu, dia pun harus memiliki pengetahuan yang memadai akan materi terjemahan yang dikritiknya. Pendapat ini sangat menekankan pada kualitas seseorang yang mengadakan atau melakukan kritik terhadap karya terjemahan. Selain ditinjau dari pelaku atau orang yang berhak menilai mutu terjemahan, penilaian terhadap sebuah karya terjemahan juga dapat ditinjau dari isi atau makna dan kewajaran penyampaian pesan dalam Bsa. Simatupang 2000: 131 mengungkapkan, penilaian terhadap sebuah terjemahan dapat ditujukan kepada: pertama, makna atau isi teks; dan kedua, kewajaran menurut bahasa sasaran. Selain itu, perlu juga diketahui bagaimana cara 131 melakukan penilaian terjemahan tersebut. Dalam penilaian isi teks, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah isi teks terjemahan akurat apa tidak. Sejauh mana makna yang terdapat di dalam teks sumber dapat dialihkan secara akurat ke dalam teks terjemahan. Pedoman dalam penilaian keakuratan makna atau isi teks adalah apakah ada data yang ditambah atau dikurangi. Sehubungan dengan kriteria penilaian mutu terjemahan di atas, Machali 2000: 115 menyatakan perlunya kriteria dasar yang menjadi pembatas antara terjemahan yang salah tidak berterima dan terjemahan yang berterima. Kriteria pertama adalah tidak boleh ada penyimpangan makna referensial yang menyangkut maksud penulis asli. Dan kriteria kedua adalah menyangkut segi-segi pemadanan linguistik, semantik, dan pragmatik, kewajaran pengungkapan dalam Bsa, peristilahan, dan ejaan. Tujuan menilai atau mengkritik mutu terjemahan adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan terjemahan. Terjemahan yang baik adalah pertanda bahwa penerjemah mempunyai kemampuan yang baik pula. Demikian sebaliknya, jika di dalam suatu karya terjemahan terdapat banyak kesalahan baik dari pengalihan pesan maupun pengungkapannya dalam bahasa sasaran, maka hal ini menandakan bahwa penerjemah mempunyai kemampuan yang tidak baik. Soemarno 1983: 5 menyatakan, suatu terjemahan dapat dikatakan baik apabila; 1 isi berita yang diterjemahkan itu setia pada naskah aslinya, 2 isi berita dari naskah asli itu diungkapkan dalam Bsa yang betul, dan 3 hasil pengungkapan isi berita dalam Bsa itu harus 132 tampak seperti aslinya. Kriteria-kriteria tersebut menekankan pada pentingnya makna atau isi yang diungkapkan secara wajar dalam Bsa. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menilai karya terjemahan diperlukan kriteria-kriteria khusus baik yang berhubungan dengan pelaku atau orang yang menilai karya terjemahan tersebut maupun isi atau makna dari terjemahan tersebut.

2. Pergeseran dalam Penerjemahan