Berdasarkan rencana pada RP2K, pada tahun 2009 produksi udang ditargetkan 540 ribu ton dan lapangan pekerjaan ditargetkan tersedia bagi 985 ribu
orang. Luas lahan yang dibutuhkan yaitu 42 800 Ha untuk udang windu dan 113 500 Ha untuk udang vaname. Guna mencapai target tersebut, kebutuhan dana
pemerintah periode 2006-2009 sekitar satu trilyun rupiah. Dana tersebut dibutuhkan untuk rehabilitasi saluran irigasi, optimasi hatchery, laboratorium,
penyuluhan, pengembangan luas area budidaya, tenaga kerja pendamping teknologi, dan stimulus modal kerja. Pihak swasta diharapkan menyumbang dana
sebesar Rp4.19 trilyun DKP, 2005.
2.5. Kebijakan Pemerintah Terkait Peningkatan Mutu Udang
Kebijakan Pemerintah yang dituangkan dalam Permen dan Kepmen KP serta Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Buddiaya terkait upaya pengendalian
sistem jaminan mutu terpadu hasil perikanan budidaya yaitu: 1. Permen KP No.PER.01MEN.2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. 2. Permen KP No.PER.02MEN2007 tentang Monitoring Residu Obat, Bahan
Kimia, Bahan Biologi, dan Kontaminan pada Pembudidayaan Ikan. 3. Keputusan Menteri KP No.Kep.01MEN2007 tentang Persyaratan Jaminan
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi.
4. Keputusan Menteri KP No.02MeN2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik.
5. Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya Nomor 06DPBHK.150.154S4 VII2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Monitoring Residu Obat, Bahan
Kimia, Bahan Biologi, dan Kontaminan pada Pembudidayaan Ikan. 6. Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya Nomor 44DJ-PB2008 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi Cara Budidaya ikan yang Baik CBIB. CBIB merupakan salah satu persyaratan kelayakan dasar pada sistem jaminan
mutu proses pembudidayaan ikan. Pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan dalam rangka
meningkatkan mutu udang. Ditingkat pembudidaya, pemerintah melakukan diseminasi teknologi screening benur dan menyediakan induk Specific Pathogen
Free SPF dan Specific Pathogen Resistant SPR yang tahan terhadap penyakit. Selain itu, telah dilakukan pengawasan kepada pembudidaya tambak untuk
memilih pakan yang tidak mengandung antibiotik dan menghindari penggunaan pestisida berlebihan yang termasuk bagian dari penerapan CBIB. Perkembangan
CBIB atau GAP antara Indonesia dan Thailand disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Pembudidaya Udang yang Memperoleh Sertifikat CBIB di
Indonesia dan GAP di Thailand unit
Negara 2004
2005 2006
2007 2008
2009 2010
2011
Indonesia 11
33 40
96 134
204 298
376 Thailand
12.261 9.577
6.720 td
td td
td Td
sampai dengan Agustus 2011, Td: tidak tersedia data Sumber: Indonesia Ditjen Perikanan Budidaya
Upaya penerapan HACCPPMMT didorong dimulai dari tingkat perbenihan. Udang yang terkontaminasi antibiotika chloramphenicol diancam
dimusnahkan. Pelabelan organik mulai dilakukan sehingga produk perikanan menjadi ramah lingkungan. Hasil program monitoring residu ini memberi dampak
positif yaitu dengan dicabutnya CD 236EC2004 menjadi CD 660EC2008 yang berarti bahwa produk budidaya Indonesia dibebaskan dari tes logam berat dan
histamin di pelabuhan masuk luar negeri. Kegiatan lain berupa penerapan sertifikasi untuk pengolah, penerbitan
Standar Nasional Indonesia SNI, penerapan Program HACCPPMMT, pengembangan sentra pengolahan, peningkatan utilitas unit pengolahan ikan.
Peningkatan jaminan mutu dan keamanan produk meliputi: i pemantapan sistem sertifikasi unit pengolahan, ii penguatan lembaga sertifikasi mutu produk
kapasitas laboratorium dan SDM, dan iii pengembangan manajemen certificate of origin dan sistem traceability ketertelusuran. Telah dilakukan juga saling
pengakuan MRA Mutual Recognition Agreement dengan mitra dagang untuk melancarkan ekspor, membantu panetrasi, dan mendapatkan akses pasar.
Terkait dengan SNI, sampai akhir 2009 SNI produk perikanan berjumlah 159 buah terdiri atas 17 SNI produk kering, 44 SNI produk beku, 2 dua produk
rebus, 2 dua SNI produk fermentasi, 11 SNI produk segar dan dingin, 5 lima SNI produk hidup, 1 satu SNI HACCP, 9 sembilan SNI produk kaleng, 7
tujuh SNI pengemasan ikan dengan sarana udara, 60 SNI metode pengujian, dan 1 satu SNI Petunjuk Pengambilan Contoh. Diharapkan SNI bidang pengolahan
dan pemasaran hasil perikanan dapat menjamin mutu dan keamanan produk hasil perikanan di pasar domestik dan internasional KKP, 2009b. Tabel 8 menyajikan
daftar fasilitas pendukung guna mendukung pengembangan industri udang di Indonesia.
Tabel 8. Fasilitas Pendukung untuk Pengembangan Industri Udang Indonesia
No. Fasilitas
Jumlah Unit
Keterangan
1 Hatchery swasta
265 Buah 2
Hatchery pemerintah 25 Buah
3 Pabrik Pakan
21 Buah Kapasitas produksi tahun 2002 sebanyak 450 140 ton
4 Laboratorium pemerintah
40 Buah 5
Sarana laboratorium swasta 83 Buah
6 Unit Pengolah ikan
443 Buah 7
Cold Storage 64 115
Ton kapasitas efektif 3 020 ton
hari
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan 2005
Jumlah unit pengolaheksportir produk perikanan Indonesia yang mempunyai approval number sebanyak 261 unit. Pemerintah Indonesia juga telah
mendapatkan hak kembali untuk mengajukan Approval Number Re-authorized for Approval Number baru bagi Unit Pengolahan ikan yang akan mengekspor ke
UE. Otoritas Kompeten Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil PerikananBKIPM HP telah mengusulkan Approval Number secara bertahap
untuk sekitar 24 UPI baik yang baru maupun re-listing. Tabel 9 menyajikan tindakan Pemerintah guna mengurangi hambatan-hambatan perdagangan.
Beberapa kebijakan antisipatif yang dilakukan pemerintah baik untuk menghadapi hambatan internal maupun hambatan yang berasal dari tarif dan non tarif .
Dari uraian di atas nampak bahwa kebijakan Pemerintah Indonesia sudah mengarah terhadap peningkatan produktivitas udang tambak dan upaya-upaya
memenuhi kebutuhan konsumen, namun hasilnya belum optimal. Menurut Kusnendar 2003 dalam Tajerin 2007, salah satu faktor yang menyebabkan
kekurangberhasilan program revitalisasi tambak adalah pendekatan yang
digunakan dalam implementasi kebijakan kurang bersifat holistik, kurang melibatkan semua stakeholders yang terkait dengan program tersebut.
Tabel 9. Kebijakan Antisipasif Pemerintah dalam Menghadapi Hambatan Perdagangan Internasional
No. Hambatan Perdagangan Kebijakan Antisipatif Pemerintah
1. Residu chloramphenicol
Penerapan HACCP 2.
Embargo udang Kebijakan pemilihan produk
3. Isu lingkungan dan pelabelan
Pelabelan organik 4.
Panetrasi pasar Perjanjian Pengakuan Mutu
5. Embargo kerang-kerangan
Program sanitasi 6.
Tarif bea masuk Fasilitas GSP
7. Sanksi sementara
Program pengendalian residu hormon dan antibiotik
Sumber: Aisya et al., 2005a
2.6. Konsep Daya Saing