2.7. Produktivitas dan Daya Saing
Dalam menganalisis daya saing, menurut Coy 2006 perlu diperhatikan penentu daya saing paling penting. Produktivitas merupakan konsep penting
dalam mengukur daya saing internasional pada tingkat negara Porter, 2006. Produktivitas tinggi memungkinkan sebuah negara menopang upah yang tinggi,
nilai tukar yang kuat, dan tingkat pengembalian modal yang menarik. Tiap negara dapat meningkatkan kemakmuran jika mereka dapat meningkatkan produktivitas.
Lebih lanjut, Martin et al., 2008 mencantumkan 12 pilar untuk menganalisis daya saing suatu negaraekonomi. Kedua belas pilar tersebut digolongkan
kedalam tiga kelompok faktor. Kelompok pertama berupa persyaratan-persyaratan dasar seperti kelembagaan, infrastruktur, kondisi ekonomi makro dan tingkat
pendidikan, serta kesehatan masyarakat. Faktor-faktor ini dianggap sebagai motor utama penggerak proses pertumbuhan ekonomi. Secara empiris, faktor-faktor ini
sudah terbukti berkorelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kelompok kedua adalah faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi ekonomi atau
produktivitas seperti pendidikan dan pelatihan mutu sumberdaya manusia, kinerja pasar yang efisien, dan kesiapan teknologi pada level nasional maupun
perusahaan secara individu. Kelompok ketiga adalah faktor-faktor inovasi dan kecanggihan proses produksi didalam perusahaan yang secara bersama
menentukan tingkat inovasi suatu negara. Produktivitas, sebagai ukuran efisiensi produksi, mengacu pada
perbandingan output yang dihasilkan dalam suatu proses produksi terhadap jumlah penggunaan input. Peningkatan produktivitas dapat berasal dari adopsi
teknologi baru atau berasal dari efisiensi produksi. Secara empiris, menurut
Gopinath et al. 1997 TFP merupakan sumber pertumbuhan sektor pertanian di AS. Demikian juga pada komoditas perikanan yang produksinya meningkat
signifikan, seperti ikan Salmon, produktivitas merupakan sumber pertumbuhan Asche et al., 2007.
Produktivitas terkait dengan teknologi yang diusahakan dan berdasarkan tingkat teknologi, budidaya udang di tambak dikelompokan menjadi tiga tipe
usaha yakni ekstensitradisional tradisonal plus, semi-intensif, dan intensif. Perbedaan utama antara ketiganya terletak pada intensitas penggunaan input
utama seperti benur, pakan, penggunaan kincir untuk menambah oksigen O
2
, dan penggunaan pompa air untuk penggantian air. Akan tetapi, kelompok tersebut
akan berbeda jika menggunakan varietas berbeda, misalnya antara pemeliharaan udang windu dengan udang vaname. Perbedaan tersebut terutama disebabkan
udang windu hidup di dasar tambak, sedangkan udang vaname hidup di kolom air. Perubahan teknologi dari tradisional ke semi-intensif dan intensif melalui
peningkatan padat penebaran, peningkatan pemberian pakan, dan input lainnya dapat menghasilkan limbah lebih banyak. Apabila tidak tertangani dengan baik,
sisa pakan tersebut akan menghasilkan racun yang berpotensi menurunkan mutu air dan selanjutnya memudahkan terjadinya serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kegagalan panen. Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi tambak intensif makin berkurang, seiring tingginya risiko terjadinya serangan
penyakit. Leung dan Gunaratne 1996 membandingkan perbedaan produktivitas
budidaya udang windu ditujuh negara Asia Bangladesh, India, Indonesia, Malaysia, Philipina, Srilanka, dan Vietnam pada tiga tingkat teknologitipe usaha
budidaya berbeda: ekstensif, semi-intensif, dan intensif. Menggunakan perhitungan produktivitas secara parsial dan total TFP, Srilanka lebih produktif
pada ketiga tipe usaha dibandingkan negara lainnya. Philipina paling produktif pada tipe ekstensif diikuti Srilanka, Indonesia dan India. Produktivitas Indonesia
untuk semi-intensif berkisar di rata-rata dari negara yang diteliti. Indonesia bersama Kamboja dan Philipina termasuk yang kurang produktif untuk tipe
intensif. Kondisi di Indonesia serupa dengan Philipina yaitu ekstensif lebih produktif dibandingkan tipe intensif. Negara yang lebih berpengalaman seperti
Taiwan dan Thailand lebih produktif dibandingkan negara yang belum berpengalaman dalam budidaya udang seperti Myanmar dan Kamboja.
Martinez-Cordero dan Leung 2005 menghitung TFP menggunakan pendekatan Malmquist Index dan menghitung efisiensi teknis untuk tambak semi-
intensif di Meksiko periode 1994, 1996-1998, dan 2001-2003. Dengan menambahkan faktor lingkungan, hasil perhitungan yang diperoleh lebih rendah
dibandingkan perhitungan secara tradisional. Lebih jauh Gunaratne dan Leung 1996 menganalisis efisiensi teknis menggunakan fungsi produksi stochastic
frontier. Diantara faktor produksi seperti tenaga kerja, pakan, dan benur maka faktor yang lebih berpengaruh terhadap efisiensi adalah pakan. Pada tipe usaha
ekstensif, Bangladesh, Philipina, dan Indonesia lebih efisien dibandingkan Vietnam dan India. Thailand lebih superior dibandingkan dengan negara lainnya.
Luas lahan berkorelasi negatif pada efisensi untuk tipe ekstensif dan semi-intensif, sedangkan untuk intensif berkorelasi positif.
Tajerin 2007 menggunakan fungsi produksi stochastic frontier memperoleh efisiensi teknis udang Indonesia sekitar 56. Kumar dan Kumar
2003 efisiensi teknis budidaya udang di India rata-rata mencapai 69. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa masih terbuka peluang untuk meningkatkan
produksi. Pembudidaya berskala besar lebih efisien karena membutuhkan biaya investasi lebih besar. Sewa kurang efisien dibandingkan milik sendiri. Upaya
peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan meningkatkan pendidikan dan pengalaman pembudidaya udang. Selanjutnya, menurut Abubakar 2007 dummy
intensifikasi dan benur berpengaruh nyata terhadap produktivitas tambak di NTB. Akan tetapi, suatu hal yang tidak bisa diabaikan dalam budidaya udang dan
merupakan salah satu kendala terbesar adalah terjadinya serangan penyakit Devi dan Prasad, 2006.
Berdasarkan uraian di atas, produktivitas merupakan salah satu faktor penentu daya saing baik untuk tingkat negara, maupun di perusahaan. Peningkatan
produktivitas dapat berasal antara lain dari adopsi teknologi atau efisiensi usaha. Pada budidaya udang di tambak, pakan merupakan faktor paling berpengaruh
terhadap efisiensi. Adanya serangan penyakit juga merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam budidaya udang.
2.8. Mutu, Keamanan Hasil Produksi Perikanan, dan Daya Saing