Model yang digunakan yaitu:
TFP = a + β
1
D1 + β
2
SR + β
3
D2 + β
4
D3+ β
5
D4 + β
6
D5 + β
7
Didik + β
8
Luas + β
9
D6 + e .............................................................................. . 107 Keterangan:
D1 : Dummy penggunaan benur, bernilai 1 untuk penggunaan benur bersertifikat,
dan 0 untuk tidak bersertifikat SR
: Tingkat kelangsungan hidup D2
: Dummy kelembagaan, bernilai 1 untuk pembudidaya yang melakukan kerjasama, dan 0 untuk lainnya
D3 : Dummy lokasi, bernilai 1 untuk tambak yang berlokasi di Jawa Timur, dan 0
untuk daerah lainnya D4
: Dummy sistem budidaya, bernilai 1 untuk tambak yang dikelola secara intensif, dan 0 untuk lainnya ekstensif dan semi-intensif
D5 : Dummy serangan penyakit, bernilai 1 untuk tambak yang terkena serangan
penyakit yang menurunkan produksi lebih dari 20, dan 0 untuk lainnya Didik
: Tingkat pendidikan tahun Luas
: Luas area yang diusahakan ha D6
: Dummy sistem usaha organik, bernilai 1 untuk sistem usaha organik dan 0 untuk lainnya
‘
e : Peubah pengganggu
Dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian asumsi dasar Ordinary Least Square OLS untuk persyaratan Best Linier Under Estimate BLUE
meliputi uji multikolinearitas, autokolerasi, dan heteroskedasitas.
4.3. Definisi Operasional
1. Daya saing: kemampuan mempertahankan pangsa pasar. Dikatakan
memiliki daya saing atau keunggulan kompetitif jika keberlanjutan pangsa suatu negara lebih besar dibandingkan pesaing. Sebuah industri kehilangan
daya saing jika terjadi penurunan pangsa pasar Markusen, 1992 dalam Coy 2006. Walaupun perubahan pangsa ekspor tidak menggambarkan secara
keseluruhan daya saing, paling tidak, pangsa pasar merupakan ukuran yang menggambarkan daya saing suatu negara di pasar internasional. Unit
analisa pada studi ini adalah daya saing pada tingkat produk.
2. Produktivitas: Total Factor Productivity TFP mengacu pada
perbandingan agregat output terhadap agregat input. Pendekatan penghitungan TFP dianggap lebih baik dari penghitungan secara parsial.
3. Mutu: diproxy dari rasio harga relatif. Negara yang mempunyai harga
lebih tinggi, diasumsikan mempunyai mutu lebih baik. Negara yang mempunyai keragaman produk lebih tinggi juga dianggap mempunyai
mutu lebih baik. Peningkatan mutu produk perikanan budidaya lebih diarahkan untuk memberikan jaminan kemanan pangan food safety mulai
bahan baku hingga produk akhir tambak yang bebas dari bahan cemaran sesuai persyaratan pasar. Oleh karena itu dalam mutu juga termasuk
mengenai keamanan hasil produk perikanan termasuk persyaratan- persyaratan yang diterapkan oleh negara importir.
4. Udang: mengacu pada data dari UNComtrade merupakan produk dengan
kode:
Kode HS Keterangan
030613 : Shrimps and prawns, frozen, in shell or not, including boiled
in shell udang beku 030623
: Shrimps and prawns, not frozen, in shell or not, including boiled in shell udang segar
160520 : Shrimps and prawns, prepared or preserved udang olahan
5. Petambak yang melakukan kerjasama: kerjasama dalam arti luas
yaitupetambak yang melakukan kerjasama dalam penjualan hasil budidayanya sebagai konsekuensi dari hal-hal antara lain: petambak
tersebut mendapatkan pinjaman modal oleh pedagang pengumpulpenyedia sarana input seperti perusahaan pakan, merupakan anak perusahaan, atau
sebagai bagian dari perusahaan terintegrasi.
V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008
Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan
menggunakan indeks RCA dan model CMSA sebagai berikut.
5.1. Analisis Keunggulan Komparatif
Analisis keunggulan komparatif menggunakan indeks RCA dibandingkan antara periode tahun 1989-2003 dengan periode 2004-2008,
untuk mengetahui perubahan daya saing setelah pergantian varietas udang yang dibudidayakan dari sebelumnya mayoritas memelihara udang windu menjadi
udang vaname. Tahun 2004 dipilih sebagai tahun pemisahdasar, karena sejak tahun tersebut data produksi udang vaname mulai disajikan pada buku Statistik
Perikanan Budidaya, walaupun introduksi udang vaname itu sendiri sudah dimulai sejak tahun 2000-2001. Penggantian udang vaname disebabkan
pengembangan udang windu terkendala serangan penyakit. Hasil perhitungan RCA untuk Indonesia dan Thailand dalam mengekspor tiga produk udang
segar, beku, dan olahan ke tiga pasar utama Jepang, AS, dan EU-27 disajikan pada Tabel 18.
Berdasarkan data pada Tabel 18, pada dua periode yang diteliti, Indonesia dan Thailand mempunyai keunggulan komparatif dalam mengekspor
tiga jenis produk udang ekspor ke tiga pasar utama yang diindikasikan dengan nilai indeks RCA lebih dari satu, kecuali ekspor udang segar Indonesia ke
Jepang pada periode 2004-2008 yang nilainya kurang dari satu. Selanjutnya, Tabel 18 juga menunjukkan bahwa keunggulan komparatif Indonesia dan