1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Inti pokok pendidikan bagi siswa adalah belajar, menurut Syah 2007: 63 belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur
yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Itu berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya
sendiri. Kemudian di dalam proses belajar akan menghasilkan perubahan dan peningkatan kognitif, afektif dan psikomotorik untuk melaksanakan
perubahan tingkah laku. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan proses perubahan dan peningkatan kemampuan kognitif terhambat terdiri dari
faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi tingkat kecerdasan dan kemampuan awal siswa, sikap siswa, bakat, minat dan motivasi siswa
terhadap suatu pelajaran, aktivitas dan cara belajar. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan belajar, sarana prasarana pendukung, guru
dan metode mengajar yang diberikan. Dalam proses pembelajaran guru disarankan untuk memiliki
kepekaan untuk mengenali kecenderungan gaya belajar yang dimiliki siswa. Menurut DePorter dan Hernacki 2008: 110 gaya belajar adalah
2
kecenderungan seseorang dalam menerima, menyerap dan memproses informasi. Setiap siswa memiliki kecenderungan cara belajar yang berbeda-
beda, ada yang lebih senang belajar dengan melihat gambar-gambar, ada juga siswa yang lebih senang belajar dengan mendengarkan penjelasan dari
orang lain atau berdiskusi, bahkan ada pula yang senang belajar dengan melakukan aktivitas menggerakkan anggota tubuh atau memanipulasi suatu
objek dan praktik. Ketika guru mampu mengenali gaya belajar siswa, maka akan lebih mudah untuk mengarahkan siswa dalam belajar.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan potensi yang dimiliki siswa.
Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi serta mempunyai peran penting dalam
pengembangan daya pikir siswa. Berdasarkan Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi matematika disebutkan bahwa matematika
bertujuan agar siswa memiliki kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam KTSP 2006 sebagai berikut.
1 memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2 menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3
memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4 mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; 5 memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
3
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan penjelasan di atas, disebutkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah supaya siswa memiliki kemampuan untuk
mengkomunikasikan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Kemampuan tersebut yang diukur di
dalam penelitian ini. Kemampuan komunikasi sangat dibutuhkan sehingga siswa dapat mengaplikasikannya dalam proses pemecahan masalah. Selain
pemecahan masalah dan pemahaman tentang matematik, komunikasi matematis perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran matematika,
sebab melalui komunikasi siswa dapat mengorganisasikan berpikir matematisnya dan siswa dapat meng
’explore’ ide-ide matematik NCTM, 2000.
Kemampuan komunikasi matematis siswa di Indonesia masih rendah hal itu dapat dilihat dari Trends in International Mathematics and
Science Study TIMSS tahun 2011 bahwa Indonesia berada di posisi 38 dari 42 negara. Selain itu berdasarkan hasil survei tiga tahunan Program for
International Student Assessment PISA tahun 2012, Indonesia berada pada peringkat kedua terbawah atau 64 dari 65 negara yang mengikuti survei.
Indonesia mendapatkan skor 375 dalam bidang matematika, berbeda jauh dengan China yang menduduki peringkat pertama yakni 613. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari TIMSS dan PISA dapat diperoleh kesimpulan bahwa kualitas pendidikan matematika di Indonesia masih rendah. Oleh
karena itu dalam proses pembelajaran matematika, guru haruslah
4
memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar secara aktif. Aktif di sini bermakna siswa yang aktif dalam melakukan investigasi dan eksplorasi
terhadap konsep-konsep matematika sehingga siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang menarik, menyenangkan dan bermakna. Selain itu,
siswa dapat melihat dan mengalami sendiri kegunaan matematika dalam kehidupan nyata, serta memberikan kesempatan pada siswa agar dapat
mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah, penalaran, berkomunikasi dan lain-lain yang mengarah
pada berpikir kritis dan kreatif. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII
SMP N 1 Trangkil Kabupaten Pati, diperoleh keterangan bahwa kurangnya kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat ketika siswa
dihadapkan pada suatu soal cerita, siswa tidak terbiasa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal sebelum menyelesaikannya,
sehingga siswa sering salah dalam menafsirkan maksud dari soal tersebut. Selain itu, siswa juga masih kurang paham terhadap suatu konsep
matematika dan kurangnya ketepatan siswa dalam menyebutkan simbol atau notasi matematika. Hal itu dibuktikan dengan masih rendahnya hasil nilai
matematika pada ujian nasional siswa SMP N 1 Trangkil tahun 20122013 dengan nilai terendah adalah 1.25, nilai tertinggi adalah 10.00 dan rata-
ratanya adalah 5.01, hal itu berarti nilai matematika siswa sekolah tersebut termasuk pada klasifikasi nilai D yang mengakibatkan sekolah tersebut
berada pada peringkat 33 untuk tingkat kabupaten, peringkat 730 untuk
5
tingkat propinsi dan peringkat 12477 untuk tingkat nasional pada nilai matematika ujian nasional.
Kemampuan komunikasi matematis siswa dipengaruhi oeh beberapa hal, salah satu adalah penggunaan pendekatan pembelajaran.
Pendekatan belajar approach to learning dan strategi atau kiat melaksanakan pendekatan serta metode belajar termasuk faktor-faktor yang
turut menentukan tingkat efisiensi dan keberhasilan belajar siswa Syah, 2007: 133. Pendekatan saintifik scientific approach diyakini dapat
mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa dalam pendekatan atau kerja yang memenuhi kriteria ilmiah yang meliputi
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan.
Dalam pembelajaran guru juga bebas berkreativitas untuk mengolah kelas sebaik mungkin dengan menggunakan model-model
pembelajaran salah satunya Problem Based Learning PBL. Menurut Arends 2012: 396, “PBL helps students develop their thinking and
problem-solving skills, learn authentic adult roles, and become independent learners
”, artinya PBL membantu siswa mengembangkan pemikiran mereka dan kemampuan memecahkan masalah, belajar peran otentik orang dewasa,
dan menjadi pembelajar yang mandiri. Selain itu, PBL juga memungkinkan siswa untuk melakukan penyelidikan sendiri sebagai individu, dengan mitra
belajar, atau dalam kelompok-kelompok kecil Arends, 2010: 127.
6
Hasil penelitian Fachrurozi 2011: 76-89 terhadap siswa kelas IV SD dari 13 sekolah di Kecamatan Makmur Kabupaten Bireuen Propinsi
Aceh mengungkapkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa daripada pembelajaran
konvensional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka model PBL dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
materi bangun ruang. Pokok bahasan bangun ruang sisi datar merupakan salah satu
materi yang diajarkan pada siswa kelas VIII. Namun kemampuan matematis siswa SMP N 1 Trangkil masih rendah, hal itu ditunjukkan oleh daya serap
siswa pada ujian nasional tahun 20122013 pada materi bangun ruang terutama pada kemampuan memahami sifat dan unsur bangun ruang dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah yang hanya sebesar 48.46 untuk tingkat kota, 44.15 untuk tingkat propinsi dan 50.92 untuk tingkat
nasional. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian terkait materi bangun ruang sisi datar. Dalam hal itu, peneliti ingin melakukan penelitian terhadap
kemampuan matematis siswa terhadap materi luas dan volum bangun ruang sisi datar prisma. Berdasarkan uraian dan keadaan siswa SMP N 1 Trangkil
tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian dengan judul :
“Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis pada Model PBL dengan Pendekatan Saintifik Berdasarkan Gaya Belajar Siswa Kelas
VIII”.
7
1.2 Rumusan Masalah