Analisis Saluran Tataniaga Sawi Putih (Kasus : Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

(1)

1. Podusen

No Nama

Umur (Tahun)

Pendidikan

(Tahun) Jumlah Tanggungan (Jiwa)

Lama Usaha (Tahun)

Luas Lahan (Ha)

1 Ratuah Girsang 46 12 4 10 0,24

2 Riandonan Purba 43 12 4 13 0,28

3 Trisa Purba 33 12 5 4 0,32

4 Gloria Damanik 51 15 6 12 0,16

5

Jadiaman

Damanik 32 12 4 5 0,2

6 Jimson Purba 37 12 1 8 0,28

7 Mateus saragih 55 18 2 15 0,28

8 Jenri Sinaga 41 18 3 11 0,28

9 Nobel Saragih 40 15 3 8 0,16

10 Parulian Saragih 52 15 4 15 0,2

11 Mida Simarmata 35 18 6 7 0,24

12 Samuel Pakpahan 37 18 4 7 0,24

13 Intan Purba 44 15 2 12 0,24


(2)

15 Maralen Sitorus 47 18 1 8 0,2

16 Amaria Sijabat 29 15 2 5 0,2

17 Jamanto Sinaga 39 18 5 8 0,2

18 Rasden Sinaga 49 18 1 8 0,24

19 Bento Purba 53 12 1 17 0,24

20 Alpian Lubis 28 18 2 4 0,28

21

Alpa Frans

Saragih 29 18 3 6 0,32

22 Maya Lingga 28 18 3 7 0,2

23 Dame Sipayung 39 15 1 14 0,2

24 Renta Purba 54 12 2 12 0,24

25 Bento Munthe 37 15 3 9 0,24

26

Januran

Simarmata 39 15 2 8 0,16

27 Amir Damanik 47 18 2 13 0,2

28 Hotman Purba 41 12 5 12 0,2

29 Arismen Damanik 55 15 4 16 0,28

30 Saut Sipayung 58 12 4 20 0,28


(3)

2. Pedagang Pengumpul

Total 1248 459 92 315 7,12

Rata-Rata 41,6 15,3 3,06 10,5 0,237

No Nama Umur Pendidikan Pengalaman

1 Simson Munthe 38 18 5

2

Uli Darson

saragih 42 18 8

3 Elkon Sinaga 48 18 7

4 Jennedi Purba 38 18 8

5 Lukman Sinaga 45 18 10

Total 211 90 38


(4)

3. Agen

No Nama Umur Pendidikan Pengalaman

1 Sahala Haloho 38 18 2

2 Anggiat Sinaga 42 15 3

3

Kasman

Damanik 44 18 2

4

Melanton

Saragih 46 18 4

Total 170 69 11

Rata-Rata 42,5 17,25 2,75


(5)

4.Pedagang Pengecer Desa

No Nama

Umur (Tahun)

Pendidikan (Tahun)

Pengalaman (Tahun)

1 Tuahman Saragih 44 15 8

2 Junita Purba 39 18 6

3 Rosmaida Saragih 35 18 4

4 Linda Turnip 38 18 4

Total 156 69


(6)

5. Pedagang Pengecer Siantar

No Nama

Umur (Tahun)

Pendidikan (Tahun)

Pengalaman (Tahun)

1 Manim Damanik 49 15 10

2 Sarmita Saragih 38 18 8

3

Sirmauli

Simanungkalit 44 15 14

4

Jhon Riahman

sitanggang 42 15 9

Total 173 63 41

Rata - Rata 43,25 15,7 10,25


(7)

Lampiran 2 Skala Usaha Lembaga Tataniaga Sawi Putih

1. Produsen

No Nama Tujuan Penjualan Volume Produksi/minggu (Kg)

1 Ratuah Girsang Pengumpul 1000

2 Riandonan Purba Pengumpul 800

3 Trisa Purba Pengumpul 1200

4 Gloria Damanik Pengumpul 1100

5

Jadiaman

Damanik Agen 300

6 Jimson Purba Agen 450

7 Mateus saragih Agen 550

8 Jenri Sinaga Pengecer 50

9 Nobel Saragih Pengecer 30


(8)

11 Mida Simarmata Pengumpul 1100

12 Samuel Pakpahan Pengumpul 2000

13 Intan Purba Pengecer 40

14 Samuel Pakpahan

Agen dan

Pengecer 280

15 Maralen Sitorus

Agen dan

Pengecer 253

16 Amaria Sijabat

Agen dan

Pengecer 225

17 Jamanto Sinaga Pengumpul 1100

18 Rasden Sinaga Pengumpul 1400

19 Bento Purba Pengumpul 1000

20 Alpian Lubis Pengumpul 1600

21

Alpa Frans

Saragih Agen 550

22 Maya Lingga Agen 500

23 Dame Sipayung Pengumpul 2200


(9)

24 Renta Purba Pengecer 40

25 Bento Munthe Agen 600

26

Januran

Simarmata Pengumpul 1500

27 Amir Damanik Agen 450

28 Hotman Purba Pengumpul 1200

29 Arismen Damanik Pengumpul 1500

30 Saut Sipayung Agen 400

Total 23808


(10)

2. Pedagang pengumpul

No Nama Tujuan Penjualan Volume Pembelian (Kg)

1

Simson Munthe

Pedagang Luar Daerah Bangka

Belitung 5000

2

Uli Darson

saragih Pedagang Luar Daerah Palembang 4000

3 Elkon Sinaga Pedagang Luar Daerah Lampung 4000

4

Jennedi

Purba Pedagang Luar Daerah Rantau Parapat 2000

5

Lukman

Sinaga Pedagang Luar Daerah Tanjung Balai 2400

Total 17400

Rata-Rata 3480

3. Agen


(11)

No Nama

Tujuan

Penjualan Volume Pembelian/Hari (Kg)

Volume Pembelian/Minggu (Kg)

1 Sahala Haloho Pengecer 200 1400

2 Anggiat Sinaga Pengecer 150 900

3

Kasman

Damanik Pengecer 230 1600

4

Melanton

Saragih Pengecer 180 1360

Total 760 5260


(12)

4. Pengecer Desa

No Nama Tujuan Penjualan

Volume Penjualan/Hari (Kg)

Volume Penjualan/Minggu (Kg)

1 Tuahman Saragih Konsumen 30 60

2 Junita Purba Konsumen 20 40

3 Rosmaida Saragih Konsumen 25 55

4 Linda Turnip Konsumen 35 70

Total 110 225

Rata-Rata 27.5 56.25


(13)

5. Pengecer Siantar

No Nama Tujuan Penjualan

Volume Penjualan/Hari (Kg)

Volume Penjualan/Minggu (Kg)

1 Manim Damanik Konsumen 30 150

2 Sarmita Saragih Konsumen 25 120

3

Sirmauli

Simanungkalit Konsumen 40 200

4

Jhon Riahman

sitanggang Konsumen 37 180

Total 132 650


(14)

Lampiran 3. Volume Pejualan dan Harga Jual Petani Kepada Lembaga Pemasaran

No Nama Tujuan Penjualan Volume Penjualan (Kg) Harga Jual

1 Ratuah Girsang Pengumpul 1000 1000

2 Riandonan Purba Pengumpul 800 1000

3 Trisa Purba Pengumpul 1200 1000

4 Gloria Damanik Pengumpul 1100 1000

5 Jadiaman Damanik Agen 300 1400

6 Jimson Purba Agen 450 1400

7 Mateus saragih Agen 550 1400

8 Jenri Sinaga Pengecer 50 1500

9 Nobel Saragih Pengecer 30 1400

10 Parulian Saragih Pengecer 30 1500

11 Mida Simarmata Pengumpul 1100 1000

12 Samuel Pakpahan Pengumpul 2000 1000


(15)

13 Intan Purba Pengecer 40 1400

14 Samuel Pakpahan Agen 250 1400

Pengecer 30 1500

15 Maralen Sitorus Agen 230 1400

Pengecer 25 1500

16 Amaria Sijabat Agen 200 1400

Pengecer 25 1400

17 Jamanto Sinaga Pengumpul 1100 1000

18 Rasden Sinaga Pengumpul 1400 1000

19 Bento Purba Pengumpul 1000 1000

20 Alpian Lubis Pengumpul 1600 1000

21 Alpa Frans Saragih Agen 550 1400

22 Maya Lingga Agen 500 1400

23 Dame Sipayung Pengumpul 2200 1000


(16)

25 Bento Munthe Agen 600 1400

26 Januran Simarmata Pengumpul 1500 1000

27 Amir Damanik Agen 450 1400

28 Hotman Purba Pengumpul 1200 1000

29 Arismen Damanik Pengumpul 1500 1000

30 Saut Sipayung Agen 400 1400

Total 23808 41100

Rata-Rata 793.6 1370


(17)

Volume Penjualan dan Harga Jual Petani Sampel Kepada Pedagang Pengumpul

No

Tujuan

Penjualan Volume Penjualan Harga Jual (Rp/Kg)

1 Pedagang Besar 1000 1000

2 Pedagang Besar 1500 1000

3 Pedagang Besar 1200 1000

4 Pedagang Besar 1100 1000

5 Pedagang Besar 1100 1000

6 Pedagang Besar 2000 1000

7 Pedagang Besar 1100 1000

8 Pedagang Besar 1400 1000

9 Pedagang Besar 1000 1000

10 Pedagang Besar 1600 1000

11 Pedagang Besar 2200 1000


(18)

13 Pedagang Besar 1200 1000

14 Pedagang Besar 1500 1000

Total 19400 14000

Rata-Rata 1385.71 1000


(19)

Volume Penjualan dan Harga Jual Petani Kepada Pedagang Pengecer Desa

No

Tujuan

Penjualan Volume Penjualan Harga Jual (Rp/Kg)

1 Pengecer Desa 30 1500

2 Pengecer Desa 30 1400

3 Pengecer Desa 50 1500

4 Pengecer Desa 40 1400

5 Pengecer Desa 40 1500

6 Pengecer Desa 30 1500

7 Pengecer Desa 25 1500

8 Pengecer Desa 25 1400

Total 270 11700


(20)

Volume Penjualan dan Harga Jual Petani Sampel Kepada Pedagang Pengumpul

No

Tujuan

Penjualan Volume Penjualan

Harga Jual (Rp/Kg)

1 Pedagang Besar 1000 1000

2 Pedagang Besar 1500 1000

3 Pedagang Besar 1200 1000

4 Pedagang Besar 1100 1000

5 Pedagang Besar 1100 1000

6 Pedagang Besar 2000 1000

7 Pedagang Besar 1100 1000

8 Pedagang Besar 1400 1000

9 Pedagang Besar 1000 1000

10 Pedagang Besar 1600 1000

11 Pedagang Besar 2200 1000


(21)

12 Pedagang Besar 1500 1000

13 Pedagang Besar 1200 1000

14 Pedagang Besar 1500 1000

Total 19400 14000

Rata-Rata 1385.71 1000

Volume Penjualan dan Harga Jual Petani Kepada Pedagang Pengecer Desa

No

Tujuan

Penjualan Volume Penjualan

Harga Jual (Rp/Kg)

1 Pengecer Desa 30 1500

2 Pengecer Desa 30 1400

3 Pengecer Desa 50 1500

4 Pengecer Desa 40 1400

5 Pengecer Desa 40 1500


(22)

7 Pengecer Desa 25 1500

8 Pengecer Desa 25 1400

Total 270 11700

Rata-Rata 33.75 1462.5


(23)

Volume Penjualan dan Harga Jual Petani Sampel Kepada Agen

No

Tujuan Penjualan

Volume

Penjualan Harga Jual (Rp/Kg)

1 Agen 300 1400

2 Agen 450 1400

3 Agen 550 1400

4 Agen 270 1400

5 Agen 240 1400

6 Agen 200 1400

7 Agen 550 1400

8 Agen 500 1400

9 Agen 600 1400

10 Agen 450 1400


(24)

Total 4510 15400

Rata-Rata 410 1400


(25)

Lampiran 4. Nilai Efisiensi Pada Setiap Saluran Tataniaga Sawi Putih

1. Metode Soekartawi

Uraian Saluran I Saluran II Saluran III Biaya Tataniaga 362,58 762,58 1911,42

Harga Konsumen 3000 3500 3800

Efisiensi 12,08 21,78 50,82

2. Metode Shepherd

Uraian Saluran 1 Saluran 2 saluran 3

Harga konsumen 3000 3500 3800

Biaya Tataniaga 362,58 762,58 1911,42

Efisiensi 7,27 3,58 0,98

3. Metode Acharya dan Aggarwal

Uraian Salur4an I Saluran II Saluran III

Harga produsen 1462,5 1400 1000

Biaya Tataniaga 362,58 762,58 1911,42

Margin Keuntungan 1967,27 2067,27 1218,43

Efisiensi 0,627 0,494 0,319

4. Metode Composite Index Method

Uraian Saluran I Saluran II Saluran III

Share Produsen 48,75 40 26,31

Biaya Tataniaga 362,58 762,58 1911,42


(26)

5. Metode Marketing Efficiency Index Method

Uraian Saluran I Saluran II Saluran 3 Margin Keuntungan 1967,27 2067,27 1218,43

Biaya Tataniaga 362,58 762,58 1911,42

Efisiensi 6,42 3,71 1,63


(27)

Lampiran 5. Biaya Petani Sawi Putih Per Volume Produksi

No Volume Produksi Biaya Produksi

1 1000 750000

2 800 600000

3 1200 800000

4 1100 780000

5 300 200000

6 450 275000

7 550 400000

8 50 50000

9 30 30000

10 30 30000

11 1100 780000

12 2000 1500000

13 40 40000

14 280 200000

15 253 190000

16 225 190000

17 1100 780000

18 1400 820000

19 1000 750000

20 1600 850000

21 550 400000

22 500 375000

23 2200 1550000


(28)

25 600 450000

26 1500 900000

27 450 275000

28 1200 800000

29 1500 900000

30 400 250000

Total 23808 15955000

Rata-Rata 793.6 531833.3

Biaya Produksi Rata-Rata/Kg : 531833,3/793,6 = Rp 670,15/Kg


(29)

Biaya Tataniaga Petani Kepada Pedagang Pengecer Desa (Rp/Kg)

No

Volume

Produksi/Minggu

Biaya

(Kg) Pengemasan(Rp)

Transportasi (Rp)

1 30 1500 4000

2 30 1500 4000

3 50 3000 6000

4 40 3000 5000

5 40 3000 5000

6 30 1500 4000

7 25 1500 3000

8 25 1500 3000

Total 270 16500 34000


(30)

Biaya Tataniaga Petani Kepada Agen

No

Volume

Produksi/Minggu Biaya

(Kg) Pengemasan (Kg)

Transportasi (Kg)

Operasional (Rp)

1 300 15000 20000 30000

2 450 22500 30000 45000

3 550 28500 40000 55000

4 270 13500 15000 27000

5 240 12000 13000 24000

6 200 10500 12000 20000

7 550 28500 40000 55000

8 500 25500 40000 50000

9 600 30000 50000 60000

10 450 22500 30000 45000

11 400 21000 35000 40000

Total 4510 229500 325000 451000

Biaya/ Kg 50.88 72.06 100


(31)

Lampiran 6. Biaya Pedagang Perantara Tataniaga Sawi Putih

1. Biaya Tataniaga Pedagang Pengecer Desa Kepada Konsumen

No

Volume

Penjualan/Minggu(kg)

Biaya Total

Pengemasan Transportasi (Rp)

1 60 6000 5000 11000

2 40 4000 2000 6000

3 55 5500 4000 9500

4 70 7000 6000 13000

Total 225 22500 17000 39500

Biaya/ Kg 100 75.55 175.55

2. Biaya Tataniaga Agen Kepada Pengecer Siantar

No

Volume

Penjualan/Minggu(Kg)

Biaya Total

Bongkar Muat Transportasi (Rp)

1 1400 140000 420000 560000

2 900 90000 270000 360000

3 1600 160000 480000 640000

4 1360 136000 408000 544000

Total 5260 526000 1578000 2104000


(32)

3. Biaya Tataniaga Pedagang Pengecer Siantar Kepada Konsumen

No

Volume

Penjualan/Minggu (Kg)

Biaya Total

Pengemasan Transportasi (Rp)

1 150 30000 15000 45000

2 120 24000 12000 36000

3 200 40000 22000 66000

4 180 36000 20000 56000

Total 650 130000 69000 199000

Biaya/Kg 200 106.15 306.15

4. Biaya Tataniaga Pedagang Pengumpul Kepada Pedagang Luar Daerah

No

Volume

Penjualan/Minggu(Kg)

Biaya (Rp) Total

Pengemasan Transportasi

Tenaga

Kerja (Rp)

1 5000 2500000 8500000 300000 11300000

2 4000 2000000 6000000 240000 8240000

3 4000 2000000 6000000 240000 8240000

4 2000 400000 2000000 120000 2520000

5 2500 500000 2500000 150000 3150000

Total 17500 7400000 25000000 1050000 33450000

Biaya/Kg 422.85 1428.57 60 1911.42


(33)

Lampiran 7. Fungsi-Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Lembaga Tataniaga

No Fungsi

Tataniaga

Petani Pedagang Pengumpul

Pedagan g Pengecer

Desa

Agen Pedagang Pengecer Siantar

1 Pembelian x    

2 Penjualan     

3 Transportasi     

4 Penyimpanan     

5 Sortasi     

6 Pengepakan    x 

7 Pembiayaan     

8 Penanggungan Resiko

    


(34)

Foto Bersama Pedagang Pengumpul

Foto Proses Pengemasan Pengiriman Luar Daerah


(35)

Foto Bersama Petani Sawi Putih


(36)

Foto Bersama Pedagang Pengecer

Foto Penjualan Sawi Putih pada tingkat Pedagang Pengecer


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Annindita, 2004. Struktur pasar, Tingkah Laku dan Penampilan Pasar. Modul Praktikum Tataniaga Hasil Pertanian.

Anonymous. 2009. Definisi dan Usaha Pertanian. http://pustaka.ut.ac.id. Diakses pada 8 September 2015.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2011. Produk Tanaman Hortikultura di Sumatera Utara. Medan.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara . 2015. Produksi Tanaman Sayuran di Sumatera Utara. Medan.

Cahyono, B. 2003. Teknik dan Strategi Budi Daya Sawi. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.

Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun. 2015. Produksi Tanaman Sayuran di Kabupaten Simalungun. Medan.

Glend. Waters. C. 1982. Lembaga, saluran dan fungsi- fungsi tataniaga pertanian,pemasarannya. Modul Praktikum Tataniaga Hasil Pertanian. Gultom, H. L. T. 1996. Tataniaga Pertanian. USU Press. Medan.

Hanafiah, A. M dan Saefuddin, A, M. 1986. Tataniaga Hasil Pertanian. UI Press Jakarta.

Hasan, I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Kotler, Philip. 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi Ketiga Belas. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Mubyarto, 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.


(38)

Rubatzky, VE., dan Yamaguchi, M. 1997. Sayuran Dunia 2. Penerbit ITB Bandung.

Rukmana, Rahmat. 2002. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius, Yogyakarta.

Sastrosupadi, A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.

Sihombing, L. 2005. Analisis Tataniaga Kentan di Provinsi Sumatera utara. Tesis. Medan.

Siregar, E. 2003. Analisis Sistem Pemasaran Salak di Kecamatan Padang Sidempuan Hutaimbaru. Skripsi. Medan.

Soekarwati. 2002. Prinsip Dasar Manajement Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian : Teori dan Aplikasinya. Edisi Revisi. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhamadiyah Malang.

Malang.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung

Sukirno, S. 2003. Pengantar Teori Mikroekonomi (Edisi Ketiga). Grafindo. Jakarta.

Thamizhselvan, K dan Murugan, SP. 2012. Marketing of Grapes in Theni District. Volume 2, Issue 9. International Journal of Marketing and Technology. Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman; Solusi Perbanyakan Tanaman Budi

Daya. Bumi Aksara, Jakarta.


(39)

22 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Metode penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan di Kecamatan Purba, Simalungun merupakan sentra produksi sayuran sawi terbesar di Kabupaten Simalungun. Berikut Tabel produksi tanaman sayuran dan jenis sayuran menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun 2014.

Tabel 3. Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun (Ton ) Tahun 2014

Produksi Sayuran dan Jenis Sayuran (Ton) Kecamatan

Kentang Kubis Wortel Terong Tomat Sawi Buncis Silimakuta 12776 25910 334 213 1168 1651 422 Pematang Silimakuta 2925 3145 213 876 196 1658 Purba 20935 32969 149 5373 9589 2939

Haranggaol Horison 15

Dolok Pardamean 222 256 128 672 249 196 Pematang Sidamanik 154 206 555

Girsang Bolon 137 58

Panei 43 221

Panombeian Panei 28 102

Raya 373 156 423 347

Dolok Silau 633 1864 46 248 496 734 75

Silau Kaheian 7 15

Raya kaheian 14

Gunung Malela 28

Gunung Maligas 85 118

Jumlah 37782 6451 539 1972 9753 13022 598 Sumber:Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun, 2015


(40)

Pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa produksi sayuran sawi terbesar pada tahun 2015 terdapat di Kecamatan Purba, yaitu sebesar 9.589 Ton. Produksi sawi di Kecamatan Purba terbesar dibandingkan Kecamatan lainya yang terdapat di Kabupaten Simalungun.

Pada daerah penelitian jenis sawi yang banyak ditanami petani adalah sawi putih. Sawi putih sangat mudah dijumpai di kecamatan purba. Pada Tabel 4 dapat dilihat produksi dan luas lahan sawi putih yang terdapat di daerah penelitian

Tabel 4. Produksi Tanaman Sawi Putih dan Luas Lahan Sawi Putih di Daerah Penelitian

No Desa/Nagori Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton)

1 Bunga Sampang 20 480

2 Urung Purba 10 136

3 Kinalang 15 360

Total 45 976

Sumber : Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan Purba, 2015

Pada Tabel 4, dapat dilihat tiga desa ini dijadikan daerah penelitian karena produksi sawi putih dan luas lahan yang sangat luas di Kecamatan Purba, contohnya yang terdapat di desa Bunga Sampang dimana luas lahan 20 Ha, dan produksi sebesar 480 Ton.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Penentuan sampel sawi putih dengan menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu snowball sampling. Nonprobability sampling adalah teknik


(41)

penentuan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiono, 2011).

Snowball sampling adalah metode dimulai dengan suatu kelompok kecil atau satu orang yang diminta untuk menunjuk responden/sampel berikutnya. Cara penentuan sampel ini dilakukan dari sampel yang kecil dan semakin lama semakin besar. Banyaknya sampel produsen sawi putih yang diambil adalah 30 sampel. Sampel pedagang di ambil 17 sampel pedagang, masing-masing akan diambil sampel sebagai berikut :

 Sampel pedagang pengumpul sebanyak 5 orang  Sampel agen sebanyak 4 orang

 Sampel pedagang pengecer desa sebanyak 4 orang  Sampel pedagang pengecer siantar 4 orang

Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Pedagang pengumpul di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun adalah pedagang yang telah mempunyai gudang tempat pengepakan sayuran. Dimana pedagang pengumpul langsung memanen hasil dari petani lalu dibawa ke tempat pengepakan sayur (packing house) yang ada di desa tersebut. Setelah itu sayuran akan disortir dan siap untuk di kemas ketempat pengemasan sayuran. Lalu akan dijual ke pedagang luar daerah dengan sistim kirim ke daerah yang ditujukan seperti Bangka Belitung, Palembang, Pekanbaru, Rantau Parapat, dan Tanjung Balai yang dilakukan 2-3 kali dalam seminggu.


(42)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petani dan pedagang pengumpul melalui pengamatan, wawancara, dan kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, dan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Satatistika (BPS) Sumatera Utara dan Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun serta instansi terkait lainnya.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah pertama digunakan metode analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis saluran pemasaran sawi putih mulai dari produsen sampai konsumen akhir, yaitu melalui survey langsung di lapangan.

Untuk identifikasi masalah kedua juga menggunakan metode analisis deskriptif dengan menganalisis fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam saluran tataniaga sawi putih.

Untuk identifikasi masalah ketiga dapat dilakukan dengan menggunakan model perhitungan sebagai berikut:

a. Menghitung Margin Tataniaga (Sudiyono, 2004)

Mji = Psi-Pbi atau Mji = bti + i

Keterangan :

Mji = Margin pada lembaga tataniaga tingkat ke –i (Rp/Kg) Psi = Harga jual pada pemasaran tingkat ke –i (Rp/Kg)


(43)

Pbi = Harga beli pada pemasaran tingkat ke –i (Rp/Kg) bti = Biaya pemasaran tingkat ke –i (Rp/Kg)

i = Keuntungan tataniaga tingkat ke – i (Rp/Kg)

b. Menghitung share margin setiap lembaga tataniaga (Gultom, 1996) Sm =

X 100 %

Keterangan :

Sm = Persentase Margin (Share margin) dihitung dalam persen (%) Pp = Harga yang diterima produsen dan pedagang (Rp)

Pk = Harga yang harus dibayar oleh konsumen akhir (Rp)

c. Menghitung nisbah margin keuntungan adalah sebagai berikut:

Keterangan :

I = Keuntungan Lembaga Pemasaran (Rp/Kg) Bti = Biaya Pemasaran (Rp/Kg)

Menurut Thamizhselvan dan Murugan (2012), untuk menghitung efisiensi tataniaga sawi putih pada masalah ke-4 dapat dianalisis dengan menggunakan empat metode. Maksud digunakannya empat metode ini adalah melihat efisiensi tataniaga secara menyeluruh jika dilihat dari komponen yang berbeda. Baik dilihat dari segi harga produsen maupun harga konsumen. Empat metode tersebut, yaitu:


(44)

1. Metode Shepherd

ME =

- 1

Keterangan :

ME = Efisiensi Tataniaga V = Harga Konsumen (Rp/kg) I = Biaya Tataniaga (Rp/kg)

Nilai ME yang tinggi menunjukkan tingkat efisiensi tataniaga yang tinggi dan sebaliknya, sehingga semakin besar harga yang dibayarkan oleh konsumen maka saluran tataniaga tersebut semakin efisien.

2. Metode Acharya dan Aggarwal

ME =

Keterangan :

ME = Efisiensi Tataniaga FP = Harga Produsen (Rp/kg) MC = Biaya Tataniaga (Rp/kg) MM = Margin Tataniaga (Rp/kg)

Nilai ME yang tinggi menunjukkan efisiensi tataniaga yang tinggi dan sebaliknya. Di dalam metode ini efisiensi tataniaga dilihat dari perbandingan harga yang diterima produsen dengan biaya tataniaga ditambah margin keuntungan. Sehingga


(45)

jika harga yang diterima produsen besar maka semakin efisien saluran tataniaga tersebut.

3. Composite Index Method

Pada metode ini digunakan tiga indikator yaitu share produsen, biaya tataniaga, dan marjin keuntungan. Ketiga indikator untuk setiap saluran tataniaga tersebut akan diberi skor. Misal untuk share produsen, semakin besar share produsen maka semakin baik suatu saluran tataniaga. Karena terdapat empat saluran tataniaga maka skor mulai 1,2,3,4 sehingga saluran dengan share produsen tertinggi diberi skor 1 dan saluran seterusnya dengan skor 2, 3, dan 4. Total nilai composite index method diperoleh dengan menjumlahkan nilai skor di setiap saluran kemudian dibagikan jumlah indikator yang digunakan. Indeks efisiensi tataniaga yang rendah menunjukkan saluran yang lebih efisien. Adapun rumusnya sebagai berikut:

MEI = Keterangan :

MEI = Indeks efisiensi tataniaga

Rj = Total skor indikator setiap saluran Nj = Jumlah indikator

4. Marketing Efficiency Index Method

Pada metode ini efisiensi tataniaga dihitung dengan rumus :

ME = 1


(46)

Efisiensi tataniaga yang tinggi ditunjukkan oleh nilai ME yang tinggi dan sebaliknya. Pada metode ini efisiensi tataniaga terjadi jika biaya tataniaga yang dikeluarkan lebih kecil dari marjin keuntungan lembaga tataniaga.

Menurut Soekartawi (2002), efisiensi tataniaga juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Ep =

x 100 %

Dimana: Jika nilai Ep semakin kecil, maka semakin tinggi pula tingkat efisiensi saluran tataniaga.

Maka pasar yang tidak efisien akan terjadi kalau: 1. Biaya tataniaga semakin besar, dan

2. Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisiensi tataniaga akan terjadi kalau:

1. Biaya tataniaga dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi.

2. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi.


(47)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami penelitian ini maka perlu dibuat defenisi dan batasan operasional.

3.5.1 Definisi

1. Petani dalam penelitian ini adalah petani sawi putih yang mempunyai usahatani dan menjualnya kepada pedagang.

2. Pedagang pengecer desa dalam penelitian ini adalah pedagang yang menjual langsung sawi putih di Kecamatan Purba.

3. Pedagang pengumpul dalam penelitian ini adalah pedagang yang langsung membeli sawi putih ke petani, dan menjual kepada pedagang luar daerah dengan sistim kirim.

4. Pedagang pengecer siantar adalah pedagang yang membeli sawi putih dari agen dan menjual langsung kepada konsumen yang ada di pasar parluasan dan pasar horas.

5. Agen adalah pedagang yang membeli sawi putih dari petani yang dilakukan setiap hari yang ditujukan kepada pengecer siantar.

6. Pedagang luar daerah dalam penelitian adalah pedagang yang membeli sawi putih dari pedagang pengumpul dengan proses pengiriman barang ke setiap daerah-daerah yang dituju.

7. Tataniaga adalah kegiatan ekonomi yang berfungsi menyampaikan barang dari produsen ke konsumen melalui perantara atau lembaga tataniaga. 8. Konsumen adalah orang yang membeli sawi putih dari pedagang


(48)

9. Saluran tataniaga adalah kumpulan lembaga-lembaga yang secara langsung atau tidak langsung terlibat di dalam kegiatan tataniaga barang/jasa yang saling mempengaruhi.

10.Fungsi tataniaga adalah aktivitas, usaha atau jasa-jasa yang dilaksanakan dalam proses penyebaran barang (pasca panen, penjualan, pembelian, transportasi)

11.Margin tataniaga adalah perbedaan antara jumlah yang dibayarkan oleh konsumen dan jumlah yang diterima oleh petani untuk produk pertaniannya, diukur dengan membandingkan harga mulai dari petani sampai konsumen yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

12. Price spread adalah semua ongkos yang dikeluarkan dalam kegiatan penyampaian barang dari produsen ke konsumen.

13.Share margin adalah salah satu indikator untuk mengetahui efisiensi pe masaran. Share margin diukur dengan membandingkan harga yang diterima petani dengan harga yang harus dibayarkan oleh konsumen dikalikan 100%, dinyatakan dalam persen.

14.Nisbah marjin keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan. 15.Efisiensi tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan

tiap-tiap unit produk denagn nilai produk yang dipasarkan dan dinyatakan dalam persen.


(49)

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun. 2. Sampel penelitian adalah petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer

desa, agen, pedagang pengecer siantar, dan pedagang luar daerah. 3. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015.


(50)

33 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Letak dan Wilayah Kecamatan Purba

Wilayah Kecamatan Purba umumnya datar dan sebagian berbukit dan miring. Adapun kemiringan rata-rata 5% - 20 %. Tipe iklim di Kecamatan Purba termasuk tipe iklim hujan lebih sedikit dibandingkan dengan musim kering atau kemarau dengan suhu berkisar antara 190C - 230C.

Kecamatan Purba berbatasan dengan daerah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Dolok Silou.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dolok Pardamean. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Raya.

Sebelah Barat berbatasan Kecamatan Silimakuta.

Jenis tanah di Kecamatan Purba adalah tanah berlempung, berpasir dengan pH berkisar antara 4,6 – 6,5. Lahan di Kecamatan Purba umumnya digunakan untuk usahatani tanaman palawija, hortikultura, sayuran dan perkebunan yaitu : Padi Gogo, Jagung, Ubi Jalar, Kentang, Kopi, Tomat, Kubis/Kol, Sawi, Jeruk, Cabai.

4.1.2. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun tahun 2014

Untuk melihat distribusi penduduk menurut jenis mata pencaharian di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 5.


(51)

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun tahun 2014

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah KK(Jiwa) Persentase (%)

1 Petani 4.941 93,22

2 Pedagang Ternak 6 0,11 3 Pedagang Hasil Pertanian 114 2,15 4 Kios Saprodi 32 0,60 5 Pegawai Negeri Sipil 194 3,66

Jumlah 5.300 100

Sumber : Kantor Kecamatan Purba, 2015

Tabel 5 menunjukkan penduduk yang terdapat di Kecamatan Purba memiliki beragam mata pencaharian. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Purba berprofesi sebagai petani. Penduduk yang berprofesi sebagai petani berjumlah 4941 jiwa dengan persentase 93,22 %, sedangkan penduduk sebagai pegawai negeri sipil urutan kedua terbesar yaitu 194 jiwa dengan persentase sebesar 3,66 %. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian yang terdapat di Kecamatan Purba terbesar berprofesi sebagai petani.

4.1.3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun tahun 2014

Untuk melihat distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Purba dapat dilihat pada Tabel 6


(52)

Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun tahun 2014

Sumber : Kantor Kecamatan Purba, 2015

Tabel 6 menunjukkan tingkat pendidikan yang paling besar jumlahnya terdapat di desa Tigarunggu berjumlah 8084 jiwa, dimana pada tingkat SD yaitu sebanyak 879 jiwa, SLTP yaitu sebanyak 723 jiwa, SLTA yaitu sebanyak 986 jiwa, D1-D3 yaitu sebanyak 342 jiwa, S1 yaitu sebanyak 172 jiwa, dimana jumlah yang terbesar diantara desa lainnya yang terdapat di Kecamatan Purba.

4.1.4. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun Tahun 2014

Untuk melihat distribusi penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 7.

Nagori (Desa) Belum Sekolah SD (Jiwa) SLTP (Jiwa) SLTA (Jiwa) D 1- D3

S1 Jumlah

Tiga Runggu 982 879 723 986 342 172 8084

Nagori Tongah 390 289 301 372 116 149 1617

Urung Pane 306 445 321 350 123 138 1683

Purba Tongah 113 605 337 582 34 37 1708

Purba Dolok 227 428 344 535 888 18 1640

Pematang Purba 933 355 235 372 19 23 1913

Huta Raja 213 165 92 561 28 49 1108

Bunga Sampang 115 100 136 175 40 25 591

Purba Sipinggan 250 387 497 561 81 30 1806

Urung Purba 133 295 184 897 11 28 1548

Saribu jandi 326 370 359 374 10 19 1458

Bandar Sauhur 108 308 400 502 13 14 1345

Kinalang 187 731 500 875 123 29 2495

Tano Tinggir 218 295 198 219 102 126 1158


(53)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun Tahun 2014

No Nagori (Desa) 0-20 (Tahun) 21-30 (Tahun) 31-40 (Tahun) 41-50 (Tahun) 51-60 (Tahun) > 60 (Tahun)

1 Tiga Runggu 1265 721 658 512 236 149

2 Nagori Tongah 549 226 208 214 293 125

3 Urung Pane 455 289 207 271 301 160

4 Purba Tongah 605 217 315 288 110 168

5 Purba Dolok 563 240 248 300 200 89

6 Pematang Purba 1488 88 100 151 88 120

7 Huta Raja 530 215 242 80 29 12

8 Bunga Sampang 170 100 90 80 85 66

9 Purba Sipinggan 700 326 300 185 105 190

10 Urung Purba 615 250 267 325 75 16

11 Saribujandi 385 124 285 303 228 167

12 Bandar Sauhur 432 243 251 217 105 97

13 Kinalang 858 451 798 142 145 101

14 Tano Tinggir 358 224 185 153 114 74

Sumber : Kantor Kecamatan Purba, 2015

Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang terbesar terdapat pada kelompok umur 0-20 tahun sebanyak 1488 jiwa terdapat di desa pematang purba, sedangkan yang paling kecil terdapat di desa bunga sampang. Kelompok umur 20-

≥ 60 tahun jumlah terbesar terdapat pada desa tigarunggu.

4.1.5. Luas dan Kepemilikan Lahan Komoditi Hortikultura di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun Tahun 2014

Untuk melihat luas dan kepemilikan lahan komoditi hortikultura di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 8.


(54)

Tabel 8. Luas dan Kepemilikan Lahan Komoditi Hortikultura di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun Tahun 2014

No Jenis Komoditi Luas Lahan (Ha) KK (Jiwa) Produksi (Ton)

1 Petsai/Sawi 271 1153 6504

2 Cabai Merah 500 1142 3250

3 Cabai rawit 171 605 513

4 Kentang 363 909 4356

5 Kubis 688 1387 17200

6 Terong 86 295 4300

7 Tomat 319 946 9570

8 Jahe 133 191 1862

9 Kunyit 46 158 920

10 Jeruk Manis 757 374 9400

11 Jeruk Nipis 17 67 170

Sumber : Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Purba, 2015

Tabel 8 menunjukkan menurut luas dan kepemilikan lahan komoditi hortikultura yang terdapat di Kecamatan Purba, produksi sawi sebesar 6504 ton dengan luas lahan sebesar 271 ha. Sedangkan produksi terbesar adalah kubis 17200 ton.

4.2 Karakteristik Sampel 4.2.1 Produsen

Produsen dalam penelitian ini adalah petani yang memiliki usahatani sawi putih di kecamatan purba. Pelaku usahatani sawi putih yang terdapat di Kecamatan Purba adalah yang terbesar di Kabupaten Simalungun. Dalam penelitian ini terdapat petani sebagai pemilik lahan sendiri. Hasil panen sawi putih dijual kepada pedagang pengecer dan agen dan ada juga kepada pengumpul yang mengambil langsung ke lahan petani.

Adapun karakteristik produsen yaitu meliputi umur, pendidikan, jumlah tanggungan, lama usaha, dan luas lahan. Karakteristik sampel dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini :


(55)

Tabel 9. Karakteristik Produsen

No Uraian Satuan Rentang Rata - Rata

1 Umur Tahun 28 – 58 41,6

2 Pendidikan Tahun 12 – 18 15,3 3 Jumlah Tanggungan Jiwa 1 – 6 3,06 4 Lama Usaha Tahun 4 – 20 10,5 5 Luas Lahan Tahun 0,16 – 0,32 0,23 Sumber : Lampiran 1

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata – rata umur produsen sawi putih di Kecamatan Purba adalah 41 tahun dengan rata – rata pendidikan selama 15 tahun dan memiliki rata – rata jumlah tanggungan sebanyak 3 orang. Untuk rata – rata lama usaha tani sawi putih yaitu 10 tahun dengan rata - rata luas lahan 0,23 Ha. 4.2.2 Pedagang Perantara

1. Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul dalam penelitian ini adalah pedagang yang mengusahakan penjualan bagi pedagang lain. Pedagang pengumpul membeli sawi putih dari petani dan mengirim sawi putih tersebut ke luar daerah antara lain Bangka Belitung, Pekanbaru, Palembang, Rantauparapat, dan Tanjung Balai. Pengiriman dilakukan rata – rata 2-3 kali dalam seminggu, dan ini juga tergantung pemesanan atau permintaan dari pedagang luar daerah dengan hasil panen yang musiman.


(56)

Tabel 10. Karakteristik Pedagang Pengumpul

No Uraian Satuan Rentang Rata - Rata

1 Umur Tahun 38 – 45 42,2

2 Pendidikan Tahun 18 18

3 Pengalaman Tahun 5 - 10 7,6

Sumber : Lampiran 1

Pada Tabel 10 dapat dilihat secara keseluruhan rata – rata umur pedagang pengumpul adalah 42 tahun. Umur ini termasuk umur yang produktif pedagang pengumpul untuk meningkatkan usahanya. Pendidikan yang dimiliki pedagang pengumpul rata – rata 18 tahun. Pengalaman pedagang pengumpul rata – rata 7 tahun artinya pedagang pengumpul sudah berpengalaman dalam usahanya dan sudah dapat meningkatkan usahanya.

2. Pedagang Pengecer Desa

Pedagang pengecer desa adalah pedagang yang membeli sawi putih dari produsen. Penyebaran pedagang pengecer di Kecamatan Purba tersebar di pasar tigarunggu. Pedagang pengecer kemudian menjualnya langsung kepada konsumen dengan harga jual pedagang pengecer desa kepada konsumen Rp 3000/Kg.

Tabel 11. Karakteristik Pedagang Pengecer Desa

No Uraian Satuan Rentang Rata - Rata

1 Umur Tahun 35 - 44 39

2 Pendidikan Tahun 15 - 18 17,25

3 Pengalaman Tahun 4 - 8 5,5

Sumber : Lampiran 1


(57)

Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa dengan secara keseluruhan rata – rata umur pedagang pengecer desa 39 tahun. Umur ini adalah umur produktif yang sangat potensial untuk meningkatkan usahanya. Pedagang pengecer desa rata – rata pendidikan 17 tahun. Pengalaman pedagang pengecer desa merupakan pengalaman produktif untuk meningkatkan usahanya dengan lama pengalaman 5 tahun.

3. Agen

Agen adalah orang yang menjadi perantara yang mengusahakan penjualan bagi pedagang lain. Agen menbeli sawi putih langsung kepada petani yang dilakukan setiap hari. Agen membeli sawi putih dari petani dan menjual langsung kepada pedagang pengecer di Siantar. Agen bisa juga datang dari siantar langsung ke daerah penelitian untuk membeli sawi putih. Adapun karakteristik agen dalam penelitian adalah umur, pendidikan, dan pengalaman.

Tabel 12. Karakteristik Agen

No Uraian Satuan Rentang Rata - Rata

1 Umur Tahun 38 - 46 42,5

2 Pendidikan Tahun 15 – 18 17,25

3 Pengalaman Tahun 2 – 4 2,75

Sumber : Lampiran 1

Pada Tabel 12 menunjukan bahwa dengan secara keseluruhan rata – rata umur pedagang pengecer desa 42 tahun. Umur ini adalah umur produktif yang sangat potensial untuk meningkatkan usahanya. Pedagang pengecer desa rata – rata pendidikan 17 tahun. Pengalaman pedagang pengecer desa merupakan


(58)

pengalaman produktif untuk meningkatkan usahanya dengan lama pengalaman 5 tahun.

4. Pedagang Pengecer Siantar

Pedagang pengecer siantar adalah pedagang yang membeli sawi putih melalui agen yang langsung menjual sawi putih kepada pedagang pengecer. Penyebaran pedagang pengecer siantar tersebar di Pasar Parluasan dan Pasar Horas yang ada di Siantar. Pengecer kemudian menjual langsung kepada konsumen. Harga jual pedagang pengecer siantar kepada konsumen Rp 3500/Kg. Adapun karakteristik pedagang pengecer siantar adalah :

Tabel 13. Karakteristik Pedagang Pengecer Siantar

No Uraian Satuan Rentang Rata - Rata

1 Umur Tahun 38 - 49 43,25

2 Pendidikan Tahun 15 – 18 17,25

3 Pengalaman Tahun 8 – 14 10,25

Sumber : Lampiran 1

Pada Tabel 13 menunjukan bahwa dengan secara keseluruhan rata – rata umur pedagang pengecer desa 43 tahun. Umur ini adalah umur produktif yang sangat potensial untuk meningkatkan usahanya. Pedagang pengecer desa rata – rata pendidikan 17 tahun. Pengalaman pedagang pengecer desa merupakan pengalaman produktif untuk meningkatkan usahanya dengan lama pengalaman 10 tahun.


(59)

42 5.1 Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga sawi putih di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Saluran tataniaga sawi putih diketahui memalui cara penelusuran yang dilakukan mulai dari produsen yaitu petani sawi putih dan menemukan beberapa saluran tataniaga. Petani menjual sawi putih kepada beberapa jenis pedagang seperti, pedagang pengumpul, pedagang pengecer desa, agen.

Petani yang menjual sawi putih kepada pedagang pengumpul kemudian menjual sawi putih tersebut kepada pedagang luar daerah seperti ke Bangka Belitung, Palembang, Pekanbaru, Rantau Parapat, dan Tanjung Balai. Proses penjualan pedagang pengumpul kepada pedagang luar daerah yaitu pengiriman barang hingga sampai ke daerah masing-masing dengan menggunakan ekspedisi.

Petani yang menjual sawi putih kepada pedagang pengecer desa jumlahnya cukup kecil. Biasanya pedagang pengecer menjual langsung kepada konsumen pada saat hari pekan saja yang dilakukan 1 kali dalam seminggu yang terdapat di pasar tigarunggu.

Petani yang menjual sawi putih kepada agen kemudian menjual sawi putih ke pedagang pengecer siantar yang menjual langsung kepada konsumen. Penjualan ini dilakukan setiap hari dan volume penjualan relatif kecil yang terdapat di pasar parluasan dan pasar horas.


(60)

Saluran Tataniaga di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun melibatkan beberapa pedagang yang membentuk saluran pemasaran yaitu :

Saluran I : Petani Pedagang Pengecer Desa Konsumen

Saluran II : Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Luar Daerah Konsumen

Saluran III : Petani Agen Pengecer Siantar Konsumen

III I II

Gambar 2. Skema Saluran Tataniaga Sawi Putih di Kecamatan Simalungun Pedagang

Pengumpul

Agen

Pedagang Pengecer

Desa

Pedagang Pengecer Siantar Pedagang

Luar Daerah

Petani

Konsumen


(61)

5.1.1 Saluran I

Gambar 3. Skema Saluran I Tataniaga sawi Putih

Saluran I dalam tataniaga sawi putih di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun yaitu petani menjual sawi putih kepada pedagang pengecer desa. Pedagang pengecer desa lalu menjual kepada konsumen.

Volume penjualan petani kepada pedagang pengecer cukup relatif kecil mulai dari 20-40 kg, Karena pedagang pengecer desa hanya menjual pada saat pekan saja yang dilakukan 2 kali dalam satu minggu. Petani menjual sawi putih langsung ke pekan dan pedagang pengecer langsung membeli kepada petani dan menjualnya kepada konsumen. Harga sawi putih yang diterima konsumen pada saluran ini, Rata-rata sebesar Rp 3000/Kg.

5.1.2 Saluran II

Gambar 4. Skema Saluran II Tataniaga Sawi Putih

Saluran II dalam tataniaga sawi putih di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun adalah petani yang menjual langsung kepada agen. Agen lalu mengangkut sawi putih dari petani yang menjualnya ke pedagang pengecer Siantar. Pedagang pengecer Siantar menjual langsung kepada konsumen yang dilakukan setiap hari.

Petani Pedagang Pengecer Desa Konsumen

Petani Agen Pengecer

Siantar


(62)

Volume Penjualan petani mulai dari 100 – 250 kg per hari kepada agen,agen langsung datang ke rumah petani. Pedagang pengecer Siantar membeli langsung kepada agen untuk menjual langsung kepada konsumen. Harga sawi putih yang dibeli konsumen pada saluran II Rp sebesar 3500 per kg.

5.1.3. Saluran III

Gambar 5. Skema Saluran III Tataniaga Sawi Putih

Pada saluran III ini Produsen menjual langsung sawi putih kepada pedagang pengumpul yang dilakukan sistim borong kepada petani sehingga petani tidak perlu melakukan biaya pengemasan barang. Pedagang pengumpul lalu menjual sawi putih ke pedagang luar daerah dengan sistim kirim yang dilakukan 2-3 kali dalam 1 minggu.

Tujuan pengiriman sawi putih kepada pedagang luar daerah adaalah Bangka Belitung, Lampung, Pekanbaru, Rantau Parapat, Tanjung Balai. Volume penjualan pedagang pengumpul mulai dari 1000- 5000 kg per minggu dengan kualitas barang kiriman. Harga konsumen luar daerah adalah Rp 5500 per kg. Dari penjelasan di setiap saluran tataniaga sawi putih di daerah penelitian masih sederhana hal ini dibuktikan belum adanya pandangan luas dari setiap lembaga pemasaran seperti pengembangan produk, Penilaian kebutuhan pasar, dan tidak ada harga yang stabil sehinggi tidak terlalu merugikan petani. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki petani tentang tataniaga yang baik sehingga dapat menguntungkan lembaga tataniaga.

Pedagang Pengumpul

Pedagang Luar Daerah

Konsumen Petani


(63)

5.2 Fungsi – Fungsi Tataniaga Lembaga Tataniaga

Dalam kegiatan tataniaga sawi putih, terdapat lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, agen, pedagang pengecer desa, pedagang pengecer siantar. Masing-masing lembaga tersebut melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang tujuan untuk memperlancar penyampaian sawi putih mulai dari petani sampai kepada konsumen, namun fungsi tataniaga yang dilakukan setiap lembaga tataniaga tidak sama. Semakin banyak fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga maka semakin besar pula biaya tataniaga yang dikeluarkandan sebaliknya.

Tabel 14. Fungsi- Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Lembaga Tataniaga

No Fungsi

Tataniaga

Petani Pedagang Pengumpul

Pedagang Pengecer

Desa

Agen Pedagang Pengecer Siantar

1 Pembelian x    

2 Penjualan     

3 Transportasi     

4 Penyimpanan     

5 Sortasi     

6 Pengepakan    x 

7 Pembiayaan     

8 Penanggungan Resiko

    

9 Informasi Pasar     


(64)

Keterangan :

x : Tidak melakukan fungsi tersebut

 : Melakukan fungsi tersebut 5.2.1 Produsen

Berdasarkan Tabel dapat dilihat bahwa produsen melakukan hampir semua fungsi tataniaga kecuali fungsi pembelian. Fungsi pembelian tidak dilakukan oleh produsen karena lahan usahanya adalah milik sendiri. Produsen sawi putih menjual ke beberapa pedagang yaitu pedagang pengumpul, agen, dan pengecer desa yang berbeda-beda volume penjualannya.

5.2.2 Pedagang Pengecer Desa

Pedagang pengecer desa melakukan semua fungsi tataniaga. Pada fungsi penanggungan resiko pengecer desa menanggung barang jika tidak terjual semua dan. Pedagang pengecer desa menjual sawi putih ke pasar yang berada di kecamatan purba dan yang menjual barang pada waktu hari pekan saja yaitu satu kali seminggu. Untuk biaya pengemasan pedagang pengecer hanya perlu kantong plastik dan tali untuk mengemas sawi putih kepada konsumen. Penjualan Pedagang pengecer desa ini sangat relatif rendah yaitu 20-50 kg per minggu yang dijual kepada konsumen.

5.2.3 Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul juga melakukan semua fungsi tataniaga. Mulai dari membeli sawi dari petani dengan sistim borong perbatang kepada petani. Petani tinggal terima bersih dan tidak perlu melakukan biaya pengemasan karena semua ditanggung oleh pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul membawa sawi putih tersebut ke gudang dan mengemas sawi untuk di tujukan kepada pedagang


(65)

luar daerah dengan sistim kirim. Pengiriman dilakukan 2-3 kali dalam satu minggu dengan menggunakan truk ekspedisi.

5.2.4 Agen

Agen melakukan semua fungsi pemasaran kecuali fungsi pengepakan. Agen tidak melakukan fungsi pengepakan karena semua sudah dilakukan oleh petani sawi yang menjual kepada agen. Agen biasanya pedagang yang ada di daerah tersebut dan ada juga agen langsung datang dari siantar membeli barang kepada petani yang menjual langsung barangnya di pinggir jalan dan agen langsung membelinya. Pembelian agen dari petani ini dilakukan setiap hari dan agen menjual kepada pedagang pengecer siantar yang menjualnya kepada konsumen. 5.2.5 Pedagang Pengecer Siantar

Pada fungsi tataniaga sawi putih pedagang pengecer siantar melakukan semua fungsi mulai dari fungsi pembelian sampai informasi pasar. Pedagang pengecer siantar melakukan pembelian dari agen yang menjual langsung ke Siantar. Pedagang pengecer Siantar mengecerkan barangnya langsung di pasar parluasan dan pasar horas yang ada di Siantar. Pembelian sawi putih dilakukan setiap hari dalam seminggu, didalam menjual sawi putih ke pasar, pedagang pengecer hampir setiap minggu ada 2-5 kg sawi yang rusak dan tidak layak jual, sehingga mereka melakukan fungsi penyimpanan setiap hari dan penanggungan resiko jika menjual kembali barang tersebut. Untuk fungsi pengemasan kepada konsumen mereka hanya perlu kantong plastik dan tali untuk konsumen yang membeli sawi putih.


(66)

5.3 Price Spread dan Share Margin

Marjin tataniaga yang dikelompokkan menurut jenis biaya yang sama disebut juga price spread atau absolut margin. Jika angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga beli konsumen, maka diperoleh share margin (Gultom, 1996). Untuk melakukan price spread dan share margin setiap lembaga tataniaga maka perlu dihitung biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga. Di dalam saluran I, II, III, terdapat fungsi pembiayaan yaitu pembiayaan produksi, pengemasan, transportasi, Tenaga kerja, dan bongkar muat. Pengemasan pada masing-masing saluran berbeda-beda pada setiap saluran tataniaga. Pada saluran III petani tidak melakukan biaya pengemasan karena mereka langsung menjual sawi putih kepada pedagang pengumpul dengan sistim borong per batang. Untuk biaya transportasi pedagang pengumpul yang tebesar karena menjual barang ke pedagang luar daerah dengan biaya transportasi per kg berbeda-beda setiap daerah yang di tujukan.


(67)

5.3.1 Saluran I

Tabel 15. Price Spread dan Share margin Lembaga Tataniaga Pada Saluran I (Produsen – Pedagang Pengecer Desa – Konsumen)

No Uraian

Price Spread

(Rp/Kg) Share Margin (%) 1 Produsen

a. Harga Jual 1462,5 48,75

b. Biaya

- Produksi 670,15 22,33

- Pengemasan 61,11 2,03

- Transportasi 125,92 4,19

Total Biaya 857,18 28,57

c. Margin Keuntungan 605,32 20,12

d. Nisbah Marjin

Keuntungan 3,23

2 Pengecer Desa

a. Harga beli 1462,5

b. Harga Jual 3000

c. Biaya

- Pengemasan 100 3,33

- Transportasi 75,55 2,51

Total biaya 175,55 5,85

d. Margin Keuntungan 1361,95 45,39

e. Nisbah Margin

keuntungan 7,76

3 Konsumen 3000 100

Harga Beli

Sumber : Lampiran 3,5,6 diolah

Pada saluran I, Harga 1 sawi putih yang diterima produsen yaitu Rp 1462,5/ Kg, Sedangkan untuk konsumun mereka membeli sawi putih Rp 3000/ Kg.

Dari tabel dapat diketahui biaya produksi yang dilakukan petani adalah sebesar yang dikeluarkan yaitu Rp 670,15/ Kg (22,33%). Kemudian biaya pengemasan Rp 61,11/Kg (61,11%), dan transportasi sebesar Rp 125,92/Kg (4,19%). Marjin keuntungan produsen adalah Rp 605,32/Kg (20,12%). Nisbah margin keuntungan


(68)

yang didapat Rp 3,23/Kg artinya keuntungan yang dimiliki produsen 3,23, kali lipat lebih besar dibandingkan biaya tataniaganya.

Harga jual pedagang pengecer desa yaitu Rp 3000/Kg kepada konsumen dengan biaya pengemasan Rp 100/Kg (3,33%), Biaya transportasi Rp 75,55/Kg (2,51%), Margin keuntungan Rp 1361,95/Kg (46,39%). Nisbah margin keuntungan Rp 7,76/Kg artinya keuntungan yang dimiliki pedagang pengecer desa 7,76 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan biaya tataniaganya.

Pada saluran I ini Share produsen sebesar 48,75% itu berarti 48,75 % dari yang dibayarkan konsumen diterima oleh produsen.


(69)

Saluran II

Tabel 16. Price Spread dan Share Margin Tataniaga Pada Saluran II (Produsen – Agen – Pedagang Pengecer Siantar – Konsumen)

No Uraian

Price Spread

(Rp/Kg) Share Margin % 1 Produsen

a. Harga Jual 1400 40

b. Biaya

-Produksi 670,15 19,14

- Pengemasan 61,11 1,74

-Transportasi 125,92 3,59

Total Biaya 857,18 24,49

c. Margin Keuntungan 542,82 15,5

d. Nisbah Marjin Keuntungan 2,9 2 Agen

a. Harga Beli 1400

b. Harga Jual 2200

c. Biaya

- Bongkar Muat 100 2,85

- Transportasi 300 8,57

Total Biaya 400 11,42

d. Margin Keuntungan 400 11,42

e. Nisbah Margin Keuntungan 1

3 Pengecer Siantar

a. Harga Beli 2200

b. Harga Jual 3500

c. Biaya

- Pengemasan 100 2,85

- Transportasi 75,55 2,15

Total Biaya 175,55 5,01

d. Margin Keuntungan 1124,45 32,12

e. Nisbah Margin Keuntungan 6,4 4 Konsumen

Harga Beli 3500 100


(70)

Pada saluran II rata-rata yang diterima produsen adalah Rp 1400/Kg sedangkan untuk konsumen akhir adalah Rp 3500/Kg.

Pada tabel dapat dilihat biaya produksi yang dilakukan petani adalah sebesar yang dikeluarkan yaitu Rp 670,15/Kg (19,14%). Kemudian biaya pengemasan Rp 61,11/Kg (1,74%), dan transportasi sebesar Rp 125,92/Kg (3,59%). Marjin keuntungan produsen adalah Rp 542,82/Kg (15,5%). Nisbah margin keuntungan yang didapat Rp 2,9/Kg artinya keuntungan yang dimiliki produsen 2,9 kali lipat lebih besar dibandingkan biaya tataniaganya.

Harga jual agen yaitu Rp 2200/Kg kepada pedagang pengecer siantar dengan biaya bongkar muat Rp 100/Kg (2,85%), Biaya transportasi Rp 300/Kg (8,75%), Margin keuntungan Rp 400/Kg (11,42%). Nisbah margin keuntungan Rp 1 /Kg artinya keuntungan yang dimiliki pedagang pengecer desa 1 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan biaya tataniaganya.

Harga jual Pedagang pengecer siantar yaitu Rp 3500/Kg kepada konsumen dengan biaya pengemasan Rp 100/Kg (2,85%), Biaya transportasi Rp 75,55/Kg (2,15%), Margin keuntungan Rp 1124,45/Kg (32,12%). Nisbah margin keuntungan Rp 6,4 /Kg artinya keuntungan yang dimiliki pedagang pengecer desa 6,4 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan biaya tataniaganya.

Pada saluran II ini Share produsen sebesar 40% itu berarti 40 % dari yang dibayarkan konsumen diterima oleh produsen.


(71)

Saluran III

Tabel 17. Price Spread dan Share Margin Lembaga Tataniaga Saluran III (Produsen – Pedagang Pengumpul – Pedagang Luar Daerah – Konsumen)

No Uraian Price Spread Share Margin %

1 Produsen

a. Harga Jual 1000 26,31

b. Biaya

- Produksi 670,15 17,63

Total Biaya 670,15 17,63

c. Margin Keuntungan 329,85 8,68

d. Nisbah margin Keuntungan 0,49 2 Pedagang Pengumpul

a. Harga Beli 1000

b. Harga Jual 3800

c. Biaya

- Pengemasan 442,85 11,65

-Transportasi 1428,57 37,59

- Tenaga Kerja 60 1,57

Total Biaya 1911,42 50,3

d. Margin Keuntungan 888,58 23,38

e. Nisbah Margin Keuntungan 0,46 3 Pedagang Luar Daerah

Harga Beli Pedagang Luar Daerah 3800 100 Harga Jual Pedagang Luar Daerah 4500

4 Harga Beli Konsumen 5500 Sumber : Lampiran 3,5,6 diolah

Pada saluran III ini petani menjual sawi putih kepada pedagang pengumpul dengan sistim borong per batang sebesar Rp 1000/Kg,sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pengemasan semua sudah ditanggung oleh pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang melakukan pengemasan dan biaya tenaga


(72)

kerja serta transportasi barang kepada pedagang luar daerah dimana biaya transportasi berbeda-beda sesuai jarak daerah yang ditujukan. Proses penjualan ke pedagang luar daerah dengan cara pengiriman barang menggunakan truk ekspedisi yang dilakukan 2-3 kali dalam 1 minggu.

Pada saluran III ini dapat dilihat petani hanya melakukan biaya produksi saja kepada pedagang pengumpul Rp 670,15/Kg (17,63%), Margin Keuntungan Rp 329,85/Kg (8,68%), Nisbah margin keuntungan sebesar Rp 0,49/Kg artinya keuntungan yang dimiliki produsen hanya 0,49 kali lipat lebih besar dari besar biaya tataniaganya.

Harga jual pedagang pengumpul kepada pedagang luar daerah yaitu Rp 3800/Kg dengan biaya pengemasan Rp 442,85/Kg (11,65%), Biaya transportasi Rp 1428,57/Kg (37,59%), Tenaga kerja Rp 60/Kg (1,57%), Margin keuntungan Rp 888,58/Kg (38,38%). Nisbah margin keuntungan Rp 0,46 /Kg artinya keuntungan yang dimiliki pedagang pengumpul 0,46 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan biaya tataniaganya.

Pada saluran III ini Share produsen sebesar 26,31% itu berarti 26,31 % dari yang dibayarkan konsumen diterima oleh produsen.

5.4 Efisiensi Tataniaga

Efisiensi tataniaga perlu diketahui untuk mengidentifikasi apakah saluran tataniaga suatu produk sudah tergolong efisien atau tidak. Untuk menghitung efisiensi saluran tataniaga sawi putih di Kecamatan Purba, Kabupaten simalungun dapat menggunakan empat metode. Empat metode tersebut bertujuan agar dapat


(73)

mengidentifikasi efisiensi tataniaga secara menyeluruh jika dilihat dari setiap metode komponen berbeda.

5.4.1 Metode Shepherd

Pada metode ini efisiensi tataniaga di tinjau dari perbandingan yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga kemudian dikurang satu. Saluran tataniaga dengan nilai efisiensi tertinggi merupakan saluran tataniaga yang paling efisien dan sebaliknya. Tabel 18.Efisiensi Saluran Tataniaga dengan Menggunakan Metode

Shepherd

Uraian Saluran 1 Saluran 2 saluran 3

Harga konsumen 3000 3500 3800

Biaya Tataniaga 362,58 762,58 1911,42

Efisiensi 7,27 3,58 0,98

Sumber : Lampiran 4 diolah

Dapat dilihat bahwa nilai efisiensi tertinggi diperoleh pada saluran I yaitu 7,27 ini berarti pada saluran I dengan biaya tataniaga terendah sebesar 362,58/kg, merupakan saluran yang paling efisien. Kemudian saluran II dengan nilai efisiensi 3,58 dan saluran III dengan nilai efisiensi 0,98.

5.4.2 Metode Acharya dan Aggarwal

Nilai efisiensi pada metode ini diperoleh dari perbandingan harga yang diterima oleh produsen dengan biaya tataniaga ditambah marjin keuntungan tiap lembaga tataniaga. Saluran dengan nilai efisiensi tertinggi merupakan saluran tataniaga yang paling efisien.

Tabel 19. Efisiensi Saluran Tataniaga dengan Metode Acharya dan Aggarwal Uraian Saluran I Saluran II Saluran III

Harga produsen 1462,5 1400 1000

Biaya Tataniaga 362,58 762,58 1911,42 Margin

Keuntungan 1967,27 2067,27 1218,43

Efisiensi 0,627 0,494 0,319


(74)

Dalam metode ini dapat diketahui bahwa nilai efisiensi terendah terdapat pada saluran III, saluran II, dan saluran I. Saluran I nilai efisiensi terbesar yaitu 0,627, artinya bahwa saluran I saluran yang paling efisien dibandingkaan saluran yang lain. Hal ini disebabkan karena pada saluran satu, produsen langsung menjual baarang mereka kepada pedagang pengecer desa, dan menjualnya kepada konsumen, sehingga harga yang diterima konsumen terendah sebesar Rp 3000/Kg dibandingkan saluran lainnya.

5.4.3 Composite Index Method

Metode ini melihat dari tiga indikator yaitu share produsen, biaya tataniaga dan marjin tataniaga lembaga tataniaga.

Tabel 20. Indikator dalam Composite Index Method Uraian Saluran I Saluran II Saluran III

Share Produsen 48,75 40 26,31

Biaya Tataniaga 362,58 762,58 1911,42 Margin

Keuntungan 1967,27 2067,27 1218,43

Sumber : Lampiran 4 diolah

Setelah dikelompokkan berdasarkan indikator maka setiap saluran akan diberi skor 1-3 kemudian akan ditotalkan dan dibagi dengan jumlah indikator yang digunakan. Untuk nilai share produsen diberi 1-3 mulai dari yang paling rendah sampai yang tertinggi karena semakin rendah, biaya tataniaga dan marjin keuntungan maka semakin baik suatu tataniaga. Saluran dengan nilai index yang paling rendah merupakan saluran paling efisien.


(75)

Tabel 21. Efisiensi Saluran Tataniaga dengan Composite Index Method

Berdasarkan Composite Index Method dapat dilihat bahwa nilai index yang terendah sampai tertinggi berturut-turut yaitu saluran I sebasar 1,3, saluran II sebesar 1,67, dan saluran III sebesar 3. Berarti bahwa saluran I merupakan saluran yang paling efisien diantara dua saluran lainnya. Pada saluran I terlihat bahwa share produsen sebesar 48,75%, ini menunjukkan bahwa semua harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir diterima oleh produsen saja, dan merupakan share produsen tertinggi diantara dua saluran lainnya.

5.4.4 Marketing Efficiency Index Method

Metode ini efisiensi tataniaga ditunjukkan dari perbandingan biaya tataniaga yang dikeluarkan lembaga tataniaga dengan marjin keuntungan yang mereka peroleh di tambah satu. Nilai efisiensi yang tinggi menunjukkan saluran tataniaga yang efisien.

Tabel 22. Efisiensi Saluran Tataniaga dengan Marketing Efficiency Index Method

Uraian Saluran I Saluran II Saluran 3 Margin

Keuntungan 1967,27 2067,27 1218,43

Biaya Tataniaga 362,58 762,58 1911,42

Efisiensi 6,42 3,71 1,63

Sumber : Lampiran 4 diolah

Saluran Indikator Composite

Index Rj/Nj

Final Ranking

I1 I2 I3

Saluran I 1 1 2 1,3 1

Saluran II 2 2 1 1,67 2


(76)

Dari Tabel menunjukkan bahwa nilai efisiensi saluran III merupakan yang terendah 1,63, kemudian saluran II sebesar 3,71, dan saluran I sebesar 6,42. Saluran I merupakan saluran yang paling tinggi nilai efisiensi sebesar 6,42.

5.4.5 Metode Soekartawi

Pada metode ini efisiensi tataniaga dilihat dari persentase perbandingan biaya tataniaga dengan nilai produk yang dipasarkan atau harga konsumen. Adapun perhitungan efisiensi saluran tataniaga sawi putih dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 23. Efisiensi Saluran Tataniaga dengan Metode Soekartawi Uraian Saluran I Saluran II Saluran III

Biaya Tataniaga 362,58 762,58 1911,42

Harga Konsumen 3000 3500 3800

Efisiensi 12,08 21,78 50,82

Sumber : Lampiran 4 diolah

Pada metode ini semakin kecil nilai efisiensi maka semakin tinggi tingkat efisiensi saluran tataniaga. Berdasarkan tabel bahwa nilai efisiensi yang terkecil diperoleh saluran I sebesar 12,08 % iini menunjukkan bahwa saluran I merupakan saluran yang paling efisien diantara saluran yang lain. Ini ditunjukkan pada biaya tataniaga yang dikeluarkan merupakan yang paling rendah diantara yang lain, Karena saluran I saluran terpendek yaitu produsen menjual sawi putih kepada pedagang pengecer desa dan menjualnya kepada konsumen.

5.4.6 Efisiensi Tataniaga Semua Metode

Pada hasil tabel sebelumnya sudah diketahui bahwa digunakan lima metode untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu saluran tataniaga, dari kelima metode tersebut terdapat perbedaan tingkat efisiensi untuk tiga saluran tataniaga sawi putih di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun.


(77)

Tabel 24. Urutan Efisiensi dengan Kelima Metode Saluran

Tataniaga

Metode Perhitungan Efisiensi Metode Shepherd Acharya dan Aggarwal Composite Index Method Marketing Efficiency Index Method Metode Soekartawi

Saluran I 1 1 1 1 1

Saluran II 2 2 2 2 2

Saluran III 3 3 3 3 3

Ketiga saluran tataniaga diurutkan dari 1-3 yaitu dari saluran yang paling efisien sampai saluran dengan urutan efisiensi yang terendah, dapat dilihat dari Tabel 21, semua metode perhitungan efisiensi menyatakan bahwa saluran III berada pada urutan ketiga dan merupakan saluran dengan tingkat efisiensi terendah. Hal ini disebabkan saluran III pedagang pengumpul mengirim sawi putih ke luar daerah yang memerlukan biaya yang sangat besar yaitu 1911,42/kg.

Dari semua metode perhitungan efisiensi yang digunakan menyatakan bahwa saluran I merupakan saluran yang paling efisien atau pada urutan 1. Hal ini disebabkan karena pada saluran I adalah saluran terpendek sehingga biaya tataniaga yang dikeluarkan merupakan yang terendah 362,58/kg, dan margin pemasaran pada saluran I Rp 1537,5/Kg, pada saluran II sebesar Rp 2100/Kg, dan pada saluran III sebesar Rp 4500/Kg, sehingga pada saluran I dikatakan paling efisien.

Menurut Siti Nurulita Fatimah (2011) tentang Analisis Pemasaran Kentang di Kabupaten Wonosobo, sistem pemasaran dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan biaya yang


(78)

wajar serta mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen. Untuk mengetahui efisiensi pemasaran kentang secara ekonomis adalah melihat margin dan bagian yang diterima petani pada setiap saluran. Suatu saluran dianggap efisien secara ekonomis apabila masing-masing saluran mempunyai nilai margin pemasaran yang rendah dan nilai share produsen yang tinggi.


(79)

62 6.1 Kesimpulan

1. Terdapat 3 saluran tataniaga sawi putih di Kecamatan Purba yaitu : a. Saluran I (Petani – Pedagang - Pengecer Desa – Konsumen)

b. Saluran II (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Luar Daerah – Konsumen)

c. Saluran III (Petani – Agen – Pengecer Siantar – Konsumen)

2. Masing – masing lembaga tataniaga pada setiap saluran melakukan fungsi tataniaga yang berbeda-beda

a. Petani melakukan fungsi penjualan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, pembiayaan, standarisasi, penanggungan resiko, dan informasi pasar.

b. Pedagang pengecer desa dan pedagang pengecer siantar melakukan fungsi pembelian, penjualan, transportasi, penyimpanan, pembiayaan, standarisasi, penanggungan resiko

c. Pedagang pengumpul melakukan fungsi pembelian, penjualan, transportasi, penyimpanan, pembiayaan, standarisasi, penanggungan resiko.

d. Agen melakukan fungsi pembelian, penjualan, transportasi, penyimpanan, pembiayaan, standarisasi, penanggungan resiko.

3. Margin pemasaran pada saluran I Rp 1537,5/Kg, pada saluran II sebesar Rp 2100/Kg, dan pada saluran III sebesar Rp 4500/Kg.


(80)

4. Dari metode Perhitungan efisiensi tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga yang paling efisien adalah saluran I kemudian saluran II, dan saluran III.

6.2 Saran

1. Kepada Petani

Sebaiknya membentuk suatu kelompok maupun organisasi contohnya KUD yang benar-benar melaksanakan sebagai tempat untuk memasarkan hasil usaha tani mereka.

2. Kepada Pedagang Pengumpul

Sebaiknya dapat disetarakan harga yang pantas di peroleh petani agar tidak terjadi kesenjangan harga yang begitu besar antara pedagang dan petani. 3. Kepada pemerintah

Supaya dapat menentukan harga pasar yang stabil agar petani tidak mengalami kerugian, beralih profesi lain, dan membentuk badaan usaha yang bersifat membantu petani dalam tataniaga sawi putih dengan sistim tataniaga yang menguntungkan petani sawi putih.

4. Kepada Peneliti Selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya yang melanjutkan penelitian mengenai tataniaga sawi putih agar dapat membantu petani dalam menambah hasil pendapatannya.


(81)

8 2.1 Tinjauan Pustaka

Sawi adalah sayuran terpenting dalam spesies ini. Tanaman ini dikenal sebagai petsai (bahasa Mandarin, yang berarti sayuran putih), dan di AS dikenal sebagai rapa atau kubis rapa. Sayuran ini sangat penting di Cina dan Korea, dan belakangan ini hanya kalah penting oleh Radish dan kubis di Jepang. Sawi putih diyakini berasal dari Cina dan mungkin berevolusi melalui persilangan alami dengan Pakchoi yang tidak membentuk kepala dan atau turnip, yang keduanya telah ditanam selama lebih dari 1600 tahun (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Sawi putih (Brassica Rapa), dikenal sebagai sayuran olahan dalam masakan Tionghoa karena itu disebut juga sawi cina. Sebutan lainnya adalah petsai. Disebut sawi putih karena daunnya yang cenderung kuning pucat dan tangkai daunnya putih. Sawi putih dapat dilihat penggunaannya pada asinan (diawetkan dalam cairan gula dan garam), dalam cap cai, atau pada sup bening. Sawi putih beraroma khas namun netral. Tanaman sawi berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah di sekitar permukaan tanah. Perakaran yang sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi putih tidak memiliki akar tunggang. Perakaran tanaman sawi putih ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur, dan tanah yang mudah menyerap air dan kedalaman tanah cukup dalam (Cahyono, 2003).


(82)

Sawi dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah, akan tetapi umumnya sawi diusahakan di dataran rendah, yaitu di pekarangan, di ladang atau di sawah (Anonimous, 2009)

Sebagaimana telah diketahui, bahwa harga produk hortikultura, baik sayuran, buah-buahan, maupun tanaman hias sangat ditentukan oleh mutunya. Penilaian terhadap mutu sesungguhnya sangat bersifat kualitatif dan sulit untuk dikuantifikasi. Pada sayuran, mutu ditentukan oleh kesegaran, warna daun, dan ada/tidaknya lubang-lubang bekas serangan hama (Zulkarnain, 2009).

Kerugian yang ditimbulkan oleh gangguan hama penyakit sangat besar nilainya. Terkadang karena serangannya hebat, sehingga terjadi kegagalan panen. Oleh sebab itu, pengendalian terhadap hama penyakit pada tanaman sawi putih sangat penting (Pracaya, 1997).

Namun, dengan meningkatnya penggunaan senyawa-senyawa kimia, baik sebagai pestisida maupun sebagai pupuk, telah membangkitkan kekhawatiran sejumlah pihak akan keamanan konsumsi produk-produk hortikultura. Hal ini sangat nyata pada produk sayuran, karena umumnya sayuran dikonsumsi dalam bentuk segar. Produk sayuran merupakan komoditas yang sensitif dan mudah rusak dengan resiko kerusakan yang tinggi, maka diperlukan penanganan khusus dan cepat terhadap produk-produk yang sudah dipanen agar kualitasnya tetap tinggi. Sejalan dengan itu, pengawasan mutu dalam setiap tahapan penanganan pasca panen (pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan) perlu dilakukan dengan ketat (Zulkarnain, 2009).


(83)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Tataniaga

Tataniaga adalah suatu sistem yang meliputi cara, model strategi penyampaian barang dan jasa dari sektor produsen ke konsumen. Rangkaian proses penyampaian ini banyak variasinya yang mempengaruhi keadaan sosial budaya dalam perekonomian masyarakat (Kotler, 2009).

Apabila suatu negara akan melakukan perdagangan dalam negara lain (ekspor dan impor) maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya adalah harga dari barang yang akan diperdagangkan karena harga akan menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan diperdagangkan. Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan

harga barang yang merupakan suatu hipotesa yang menerangkan “Makin rendah

harga suatu barang, makin banyak permintaan terhadap barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang makin rendah permintaan terhadap barang tersebut (cateris paribus)” (Sukirno, 2003).

Daniel (2002) menyatakan pemasaran merupakan hal-hal yang sangat penting setelah selesainya produksi pertanian. Kondisi pemasaran menimbulkan suatu siklus atau lingkaran pasar suatu komoditas. Bila pemasarannya tidak lancar dan tidak memberikan harga yang layak bagi petani maka kondisi ini akan mempengaruhi motivasi petani akibatnya penawaran berkurang. Kurangnya penawaran akan menaikkan harga. Setelah harga naik, motivasi petani akan bangkit lagi. Hasilnya penawaran meningkat, menyebabkan harga akan jatuh kembali (cateris paribus).


(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Saluran Tataniaga Sawi Putih Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepada orangtua tercinta Bapak Sariman Damanik dan Ibu Romasni Saragih dan adik-adik tersayang Rani Damanik, dan Lura Damanik, yang telah mendoakan , memberikan kasih sayang, motivasi dan dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. M. Jufri, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan segala ilmu pengetahuan untuk membimbing, memberikan masukan dan arahan, serta bantuan dalam menyusun skripsi.

3. Ibu Dr. Salmiah, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU dan Bapak Dr. Ir. Satya Negara Lubis, M.Ec selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU.

4. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan serta staf pengajar dan pegawai Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian USU.


(2)

5. Kepada petani yang ada di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

6. Bapak Simson Munthe dan para pedagang pengumpul, agen, pedagang pengecer sawi putih yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberi petunjuk untuk penulis dalam melakukan penlitian.

7. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Agribisnis Fakultas Pertanian USU stambuk 2011 yang banyak membantu penulis dalam masa perkuliahan dan penyusunan skripsi.

Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak di atas. Semoga Tuhn yang membalas dengan sesuatu yang lebih baik lagi. Amin.

Akhir Kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2015


(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Tinjauan Pustaka ... 8

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Tataniaga ... 10

2.2.2 Saluran Tataniaga ... 11

2.2.3 Lembaga dan Fungsi Tataniaga ... 13

2.2.4 Biaya Tataniaga ... 15

2.2.5 Efisiensi Tataniaga ... 16

2.3 Penelitian Terdahulu ... 16

2.4 Kerangka Pemikiran ... 18

2.5 Hipotesis Penelitian ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ... 22

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 23

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 24

3.4 Metode Analisis Data ... 25

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 29

3.5.1 Definisi ... 29

3.5.2 Batasan Operasional ... 31

BAB IV DESKRIPTIF DAERAH PENELITIAN ... 32


(4)

4.1.1 Letak dan Wilayah Kecamatan Purba ... 32

4.1.2 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian ... 32

4.1.3 Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 33

4.1.4 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 34

4.1.5 Luas dan Kepemilikan Lahan Komoditi Hortikultura ... 35

4.2 Karakteristik Sampel 4.2.1 Produsen ... 36

4.2.2 Pedagang Perantara ... 37

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

5.1 Saluran Tataniaga ... 41

5.1.1 Saluran I ... 43

5.1.2 Saluran II ... 43

5.1.3 Saluran III ... 44

5.2 Fungsi-Fungsi Tataniaga Lembaga Tataniaga ... 45

5.2.1 Produsen ... 46

5.2.2 Pedagang Pengecer Desa ... 46

5.2.3 Pedagang Pengumpul ... 46

5.2.4 Agen ... 47

5.2.5 Pedagang Pengecer Siantar ... 47

5.3 Price Spread dan Share Margin ... 48

5.3.1 Saluran I ... 49

5.3.2 Saluran II ... 51

5.3.3 Saluran III ... 53

5.4 Efisiensi Tataniaga ... 54

5.4.1 Metode Shepherd ... 55

5.4.2 Metode Acharya dan Aggarwal ... 55

5.4.3 Composite Index Method ... 56

5.4.4 Marketing Efficiency Index Method ... 57

5.4.5 Metode Soekartawi ... 57

5.4.6 Efisiensi Tataniaga Semua Metode ... 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Luas Panen, Produksi, dan Rata-Rata Produksi Sayuran Menurut Jenis Tanaman 2014

3 2 Produksi Tanaman Sayuran Menurut Kecamatan dan

Jenis Sayuran di Kab. Simalungun 2014

3 3 Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut

Kecamatan di Kab. Simalungun (Ton) 2014

22 4 Produksi Tanaman Sawi Putih dan Luas Lahan Sawi

Putih di Daerah Penelitian

23 5 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di

Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun

33 6 Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di

Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun Tahun 2014

34 7 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di

Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun Tahun 2014

35 8 Luas Lahan dan Kepemilikan Lahan Komoditi

Hortikultura di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun Tahun 2014

36

9 Kakakteristik Produsen 37

10 Karakteristik Pedagang Pengumpul 38

11 Karakteristik Pengecer Desa 38

12 13

Karakteristik Agen

Karakteristik Pedagang Pengecer Siantar

39 40 14 Fungsi-Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Lembaga

Tataniaga

45 15 Price spread dan share margin Lembaga Tataniaga Pada

Saluran I (Produsen – Pedagang Pengecer Desa – Konsumen)

49

16 Price spread dan share margin Lembaga Tataniaga Pada Saluran II (Produsen – Agen – Pedagang Pengecer Siantar – Konsumen)

51

17 Price spread dan share margin Lembaga Tataniaga Pada Saluran III (Produsen – Pedagang Pengumpul – Pedagang Luar Daerah – Konsumen)

53

18 Efisensi Saluran Tataniaga dengan Menggunakan Metode Shepherd

55 19 Efisiensi Saluran Tataniaga dengan Metode Acharya dan

Aggarwal

55

20 Indikator dalam Composite Index Method 56

21 Efisiensi Saluran Tataniaga dengan Composite Index Method

56 22 Efisiensi Tataniaga dengan Marketing Efficiency Index

Method

57 23 Efisiensi Saluran Tataniaga dengan Metode Soekartawi 57


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 Skema Kerangka Pemikiran 20

2 Skema Saluran Tataniaga Sawi Putih di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun

42

3 Skema Saluran I Tataniaga Kepiting 43

4 Skema Saluran IITataniaga Sawi Putih 43