Furuno Model FE 680 merupakan alat yang dilengkapi dengan dua macam transducer yaitu transducer keramik 200 KHz dengan lebar beam 12 derajat dan
transducer keramik 50 KHz dengan lebar beam 21-42 derajat, umumnya untuk operasi di perairan dangkal seperti Laut Jawa digunakan transducer dengan
frekuensi 200 KHz untuk mendapatkan ketelitian yang optimum. Alat ini memberikan informasi mengenai kedalaman perairan dengan memancarkan
daya sebesar 500 watt. Data dicetak pada kertas pencatat hingga kedalam 80 meter Silitonga, et al 1990.
Alat seismik pantul dangkal dapat merekam hingga kedalaman 100 meter dari dasar perairan dengan cara memancarkan energi gelombang akustik
tersebut yang terjadi pada bidang batas reflector antara dua lapisan sedimen yang memiliki karakteristik yang berbeda, dan mencerminkan pola-pola reflector
tertentu. Pola-pola ini memberikan informasi tentang sebaran seismik fasies, struktur geologi, rembesan gas, dan sebagainya.
Peralatan seismik pantul dangkal dioperasikan dengan dua buah sumber seismic spark array EG dan G267 dengan elektroda, uniboom dan air gun.
Spark array dibentangkan sepanjang 25 meter dibelakang buritan kapal dan berjarak 4 meter terhadap streamer menggunakan energi 600 – 800 Joule. Air
gun menggunakan tekanan 1500 - 1.750 PSI, dengan sistem perekaman dilakukan secara analog
.
Klasifikasi tipe substrat dasar perairan biasanya dianalisis dari echogram bila menggunakan peralatan yang masih analog, namun dengan menggunakan
alat yang lebih canggih yang bersifat digital, klasifikasi dari tipe substrat dasar perairan dapat menggunakan program pengolahan data yang dapat
menunjukkan kedalaman dan dengan signal strength relative dari dasar perairan
yang dapat diindikasikan dengan perbedaan warna.
2.6 Deteksi Ikan dengan Metode Hidroakustik
Penelitian akustik umumnya digunakan untuk melakukan eksplorasi ikan pelagis seperti yang dilakukan oleh Nugroho 2003 di Perairan Laut Jawa
dengan kedalaman dua sampai lima meter diatas dasar perairan pada bulan Oktober 1993, Desember 1993 dan Februari 1994 dengan menggunakan
peralatan hidroakustik dual beam frekuensi 120 KHz menunjukkan kepadatan relatif berada pada batas 100 –150 mv
2
. Melihat penyebaran pada malam
hari terlihat ikan cenderung terpencar pada berbagai lapisan perairan kedalaman
dari 20 – 60 meter, dengan peluang keberadaan siang dan malam relatif sama Nugroho, 2003.
Penelitian hidroakustik juga pernah dilakukan di perairan Selat Sunda menggunakan Dual Beam sistem frekuensi 38 KHz Pujiyati, 1996 maupun split
beam system EY-500 dan EK-500 Pasaribu et al, 2000, dari dua penelitian ini menunjukkan bahwa ikan umumnya berukuran kecil dan penyebarannya
berubah pada musim yang berbeda. Penelitian akustik untuk eksplorasi ikan demersal pernah dilakukan oleh
Dickie et al 1984 untuk melihat hasil deteksi ikan demersal dengan metode akustik dual beam system dengan transduser frekuensi 50 KHz baik di
laboratorium maupun di lapangan dengan menggunakan trawl, menunjukkan hasil yang signifikan untuk target yang sama, baik dalam perkiraan rata panjang
ikan, rata densitas dan rata-rata dalam jumlah ikan untuk setiap penarikan towing.
Pengamatan Engas and Ona 1990 untuk melihat distribusi ikan cod, haddock dan saithe dengan menggunakan Simrad FS 3300 menunjukkan bahwa
penyebaran ikan-ikan demersal ini baik siang maupun malam tidak berbeda nyata, dimana ikan-ikan ini banyak terdapat di kolom perairan bawah dekat dasar
perairan dan pada lapisan lebih atas jumlahnya akan lebih sedikit. Manik 2006 melakukan penelitian untuk mengobservasi habitat ikan
demersal dengan menggunakan echosounder frekuensi 38 kHz di perairan selatan Jawa yang menunjukkan nilai scattering volume SV berkisar -60,00
sampai -30,00 dB. Eksplorasi ikan demersal dengan menggunakan metode hidroakustik
dapat dikombinasikan dengan alat tangkap trawl. Siwabessy 2001 telah melakukan penelitian pada beberapa lokasi penelitian yang berbeda dan
menunjukkan bahwa estimasi ikan demersal dengan menggunakan hidroakustik pada frekuensi 38 KHz signifikan dengan hasil tangkapan trawl. Data hasil
tangkapan yang diperoleh dari pengoperasian alat tangkap trawl ini sebagai data verifikasi bagi data hidroakustik. Kombinasi dari dua alat ini pada kolum perairan
dapat dibagi menjadi 1 hanya peralatan hidroakustik 2 peralatan hidroakustik dan trawl untuk deteksi ikan pelagis 3 peralatan hidroakustik dan trawl untuk
ikan demersal 4 hanya peralatan trawl 5 tidak dilakukan sampling. Gambar 7 menggambarkan kombinasi pengoperasional trawl dan hidroakustik.
19
.
Gambar 7. Pengambilan data dengan menggunakan kombinasi peralatan hidroakustik dan trawl. Sumber : http:\cg.ensmp.fr
˜
bezcatefaindext
2.7 Kondisi Umum di Daerah Penelitian