4.5 Analisis Data 4.5.1 Analisis Spasial dan Selang Kelas Kedalaman
Analisis data secara spasial dibagi berdasarkan lokasi penelitian untuk menggambarkan masing-masing daerah survei, baik itu untuk data oseanografi,
hidroakustik maupun sapuan trawl. Analisis data berikutnya adalah analisis berdasarkan selang kelas
kedalaman substrat untuk menganalisis lebih jauh penyebaran dari nilai hambur balik dasar perairan, dugaan densitas ikan demersal dihitung secara hidrokustik
maupun yang berasal dari sapuan trawl. Pembagian selang kelas kedalaman substrat dengan mempergunakan rumus Nasoetion dan Barizi, 1985 :
n log
3 ,
3 1
+ …………………………………………
18
dimana n harus lebih dari 250. Data yang dioleh sebanyak 259 sehingga dibuat 9 selang kelas kedalaman perairan yaitu :
1 29,50 m 2
29,60 m - 36,50 m 3
36,60 m - 43,50 m 4 43,60 m - 50,50 m
5 50,60 m - 57,50 m
6 57,60 m - 64,50 m
7 64,60 m - 71,50 m 8
71,60 m - 78,50 m 9
78,60 m
4.5.2 Analisis Komponen Utama AKU
Analisis komponen utama dipergunakan untuk melihat hubungan antara stasiun dengan parameter substrat yaitu komposisi partikel dan nilai hambur balik
dasar perairan. Semakin kecil jarak Euclidean antara dua individu maka semakin mirip karakteristiknya dan semakin jauh jarak Euclidean maka dua
individu semakin berbeda. Hubungan antara faktor abiotik dan ikan demersal juga dilakukan dengan
analisis komponen utama AKU Bengen, 2000. Analisis ini merupakan metode statistik diskriptif yang bertujuan untuk mempresentasikan dalam bentuk grafik,
informasi maksimum yang terdapat dalam dua matriks data. Matrik data yang dimaksud adalah stasiun pengamatan baris dan variabel ikan demersal secara
hidroakustik yaitu target strength TS dan densitas, jenis ikan dan kedalaman kolom.
Pada prinsipnya AKU menggunakan jarak Euclidean pada data. Semakin kecil jarak Euclidean antara dua individu maka semakin mirip karakteristiknya
dan semakin jauh jarak Euclidean maka dua individu semakin berbeda.
Pengelompokan stasiun yang terbentuk dari hasil AKU, selanjutnya dikonfirmasi oleh klasifkasi hierarki yang di wujudkan dalam dendogram hasil analisis
kelompok.
4.5.3 Analisis Kelompok
Dendogram diperoleh berdasarkan analisis kelompok cluster analysisyang juga berdasarkan jarak kemiripan Euclidean distance. Analisis kelompok ini
merupakan satu metode dalam analisis peubah ganda yang bertujuan untuk mengelompokkan
n
satuan pengamatan ke dalam
k
kelompok dengan
n k
berdasarkan
p
peubah, sehingga unit-unit pengamatan dalam suatu kelompok sifat-sifat yang lebih mirip dibandingkan dengan unit pengamatan lain yang
terdapat dalam kelompok yang berbeda. Pengelompokkan didasarkan pada konsep Euclidean
D
sebagai ukuran kemiripan antar unit pengamatan, dimana jika antar peubah memiliki satuan yang
sama dan tidak saling berkorelasi Ludwig and Reynolds, 1988. Metode pengelompokkan yang digunakan adalah metode
pengelompokkan hirarki yang bersifat agglomerative dengan mengasumsikan bahwa setiap objek merupakan satu kelompok sama dengan jumlah objek.
Setelah itu objek yang paling mirip digabungkan menjadi satu kelompok. Proses ini berlanjut sampai semua objek bergabung menjadi satu kelompok.
Selanjutnya matrik jarak kemiripan hasil pengkelompokandisajikan dalam bentuk dendrogram. Penentuan banyaknya kelompok yang terbentuk, kemudian
dilakukan pemotongan dan informasi awal mengenai data, sehingga menghasilkan kelompok data yang bermakna.
5. HASIL PENELITIAN
5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian
5.1.1 Batimetri Perairan
Hasil pemetaan batimetri dari data echogram di seluruh perairan Laut Jawa khususnya pada Laut Jawa bagian timur dan utara Jawa Tengah
menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki kedalaman yang relatif dangkal, yaitu berkisar antara 15 – 76 m, dengan rata-rata kedalaman 25,28 m. Selain
data echogram, juga dilakukan pemetaan batimetri menggunakan data kedalaman perairan yang diambil dari situs http:topex.ucsd.educgi-binget-
data.cgi untuk menggambarkan peta batimetri pada lokasi survei tahun 2002 maupun 2005. Hasil dari dua peta batimetri perairan Laut Jawa memberikan
informasi tidak jauh berbeda, yaitu kedalaman berkisar 40 m pada bagian tengah dan ke arah pantai semakin dangkal.
Batimetri di perairan Kepulauan Seribu menunjukkan kisaran dari 12 m hingga 86 m. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Kepulauan Seribu sangat
bervariasi . Perairan Pulau Belitung termasuk perairan Laut Jawa. Perairan Belitung
berhubungan langsung dengan Laut Cina Selatan, dan berada dekat dengan Pulau Bangka yang terletak di timur Sumatera Selatan. Peta batimetri hasil
pemetaan data topex memiliki kedalaman perairan yang lebih dangkal dibandingkan Laut Jawa bagian timur yaitu berkisar 20 m – 40 m.
Perairan Kalimantan Timur termasuk perairan Selat Makasar, yang dibatasi oleh dua pulau besar yaitu Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi.
ketersediaan air berasal dari Laut Sulawesi yang mengalir memasuki Selat Makasar menunju ke selatan. Pada bagian selatan bertemu dengan Laut Flores
yang ikut mempengaruhi kondisi oseanografi pada bagian selatan selat. Selat Makasar meskipun merupakan Paparan Sunda namun tidak seperti
daerah lain yang memiliki dasar perairan yang dangkal. Selat Makasar diindikasikan merupakan bagian dari Palung sulawesi, yang memiliki batimetri
yang cukup dalam. Hasil pemetaan data topex menunjukkan kedalaman perairan hingga kedalaman 2000 m pada lokasi tengah-tengah perairan.
Lampiran 4 menggambarkan batimetri di setiap lokasi survei.