Materi Cahaya dalam Bahan Ajar Berbasis Experiential Learning

25 Karanganyar, didapatkan hasil belum maksimalnya indikator minds on siswa. Jadi, peningkatan minds-on siswa diukur melalui peningkatan skor indikator sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis experiential learning yang dapat diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Indikator minds on meliputi mendengarkan, mengajukan pertanyaan, menulis, mengamati dan mengemukakan pendapat, membuat kesimpulan, dan membuat keterkaitan dengan kehidupan nyata.

2.10 Materi Cahaya dalam Bahan Ajar Berbasis Experiential Learning

Materi cahaya merupakan materi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP Fisika kelas VIII semester genap dengan Standar Kompetensi adalah menerapkan konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari. Kompetensi Dasar adalah menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. Indikator- indikator pencapaian kompetensi, yaitu : 1 merancang dan melakukan percobaan untuk menunjukan sifat-sifat cahaya; 2 menjelaskan hukum pemantulan yang diperoleh melalui percobaan; dan 3 mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar, cekung dan cembung; dan 4 menjelaskan pemanfaatan cermin dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator-indikator pada materi cahaya tersebut, terdapat banyak konsep dari materi yang berkaitan dengan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Konsep yang terdapat dalam materi cahaya dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi pemahamannya. Pada materi cahaya soal-soal disajikan dalam bentuk persamaan. Siswa terbiasa 26 menghafalkan rumus tanpa mengetahui konsep-konsep dasarnya untuk memecahkan soal. Konsep pemantulan cahaya selain bersifat matematis, juga membutuhkan tingkat pemahaman konsep yang tinggi misalnya pada konsep pemantulan pada cermin. Pengembangan bahan ajar berbasis experiential learning diharapkan menjadi pilihan yang tepat sehingga dapat berfokus dalam meningkatakan pemahaman konsep dan minds on siswa. 2.11 Kerangka Berpikir David Kolb 1980 -an menekankan pada model pembelajaran yang holistik. Kreativitas pendidik di Indonesia Program Experiential Learning dikembangkan di sekolah-sekolah kejuruan, seperti bisnis, teknologi atau pendidikan. Ilmu yang didapatkan di kelas, tidak berfungsi secara sistematis di dunia nyata Model untuk menjembatani dua kebutuhan tersebut Penggunaan bahan ajar dan metode konvensional Mutu pendidikan menjadi rendah dan menurunnya prestasi Pembaharuan dalam proses pembelajaran : salah satunya pengembangan bahan ajar Model experiential learning Bahan ajar berbasis experiential learning Skema 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian 27 Experiential Learning Theory pertama kali dikembangkan oleh Kolb pada sekitar awal tahun 1980. Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman. Program experiential learning awalnya dikembangkan di sekolah-sekolah kejuruan, seperti bisnis, teknologi atau pendidikan. Model belajar formal yang dilakukan di dalam kelas, relatif tidak cukup memberikan bekal bagi siswa pada saat mereka harus bekerja. Ilmu yang didapatkan di dalam kelas, tidak berfungsi secara sistematis di dunia nyata. Oleh karena itu, diperlukan sebuah program untuk menjembatani dua kebutuhan tersebut yaitu model experiential learning. Pada satu sisi pengembangan bahan ajar merupakan salah satu cara meningkatkan kreativitas pendidik di Indonesia. Bukan hanya siswa yang dituntut untuk kreatif tetapi, pendidik harus mampu membuat bahan ajar yang kreatif, inovatif, dan variatif yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pendidik tidak boleh terpaku pada bahan ajar konvensional yang tersedia. Harus ada pembaharuan dalam proses pembelajaran salah satunya pengembangan bahan ajar. Berdasarkan pengalaman siswa diarahkan untuk menemukan sendiri konsepnya melalui aktivitas minds-on sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pengembangan bahan ajar berbasis experiential learning mampu menjadi salah satu solusi dari permasalahan tersebut.

BAB 3 METODE PENELITIAN