Supply Chain Management TINJAUAN PUSTAKA A.

18 kecenderungan menurun. Impor DC baru terjadi sejak tahun 1997 hingga 2001 dengan laju kenaikan yang positif. Impor produk terbesar adalah berupa minyak kelapa CCO dengan volume bervariasi antara 5000-90.000 ton. Tabel 9 menunjukkan impor Indonesia untuk beberapa produk kelapa selama periode tahun 1993-2002. Tabel 9. Impor Indonesia untuk beberapa produk kelapa ton Tahun Kopra CCO DC Butir CF CCL AC 1993 0 33.500 82 - - 1994 5 46.000 40 - - 1995 1.911 26.000 48 - - 1996 3.124 43.600 625 - - 1997 0 20.000 30 157 - - 1998 25 5.000 94 - - 1999 90 90.000 31 31 - - 2000 2 60.000 128 20 128 - - 2001 27 35.000 67 7 67 - - 2002 1.657 18.000 - - Laju th -3,15 1,17 21,92 -19,44 32,23 - - Sumber : Allorerung et al. 2005

D. Supply Chain Management

Eltram 1991 mendefinisikan Supply Chain Management SCM sebagai pendekatan integratif dalam menangani masalah perencanaan dan pengawasan aliran material dari pemasok sampai ke pengguna akhir. Pendekatan ini ditujukan untuk pengelolaan dan pengawasan hubungan saluran distribusi secara kooperatif untuk kepentingan semua pihak yang terlibat, untuk mengefisienkan penggunaan sumberdaya dalam mencapai tujuan kepuasan konsumen rantai pasokan. Penggunaan istilah rantai dalam SCM benar-benar menunjukkan sebuah jaringan kerja perusahaan-perusahaan yang saling berinteraksi untuk mengantarkan produkjasa ke konsumen akhir, mengaitkan aliran dari bahan mentah sampai penyampaian akhir. Perspektif SCM mirip dengan saluran pemasaran yang teradministrasi atau terkontrak di mana pendekatan-pendekatan ini membutuhkan kerjasama sukarela ataupun kerjasama berdasarkan kontrak dari anggota-anggota saluran untuk mencapai tujuan umum. Pendekatan SCM berbeda dengan perspektif saluran pemasaran tradisional dalam 2 hal. 19 Pertama, SCM mempunyai tujuan yang lebih luas : mengelola inventory dan hubungan untuk mencapai pelayan konsumen tingkat tinggi daripada pencapaian tujuan-tujuan pemasaran spesifik. Kedua, pendekatan SCM mencoba untuk mengelola baik aktivitas hulu maupun aktivitas hilir dalam rantai persediaan. Saluran pemasaran cenderung untuk fokus pada aktivitas hilir Eltram, 1991. Manajemen rantai pasokan merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan. Merancang dan mengimplementasikan rantai pasokan yang optimal secara global cukup sulit karena kedinamisannya serta terjadinya konflik tujuan antar fasilitas dan partner Simchi-Levi et al., 2003. Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahaan dan organisasi yang berhubungan langsung dengan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pemasok atau pelanggannya dari point of origin hingga point of consumption . Anggota primer adalah semua unit bisnis strategik yang benar-benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar. Anggota sekunder adalah perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer. Melalui definisi anggota primer dan anggota sekunder diperolah pengertian bahwa the point of origin adalah titik dimana tidak ada pemasok primernya, sedangkan point of consumption adalah titik di mana tidak ada pelanggan utama Miranda dan Amin, 2005. Tujuan dari SCM adalah membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif ; minimasi biaya sistem total, dari transportasi dan distribusi sampai inventori bahan mentah, bahan dalam proses dan produk jadi. Penekanannya tidak hanya sebatas meminimalkan biaya transportasi atau mengurangi inventori, tetapi lebih kepada melakukan pendekatan sistem untuk SCM. SCM bergerak di sekitar integrasi pemasok, pabrik, gudang dan toko- 20 toko secara efisien, mencakup aktivitas-aktivitas perusahaan dari level strategis, taktis sampai operasional Simchi-Levi et al., 2003. Simchi-Levi et al. 2003 menyatakan bahwa strategi SC tradisonal umumnya dikategorikan sebagai sistem push atau pull. Dalam SC dengan sistem push, kebijakan produksi dan distribusi didasarkan pada peramalan jangka panjang. Biasanya, perusahaan mengambil dasar peramalan permintaan berupa data order yang diterima dari gudang-gudang ritel. Karenanya SC dengan sistem ini perlu waktu lebih lama untuk bereaksi terhadap perubahan pasar. Kondisi ini dapat mengarah kepada ketidakmampuan untuk menyesuaikan pola perubahan permintaan, keusangan inventori SC pada saat permintaan untuk produk tertentu hilang serta timbulnya efek bullwhip dimana variabilitas permintaan yang diterima dari ritel lebih besar dari variabilitas permintaan pelanggan sehingga terjadi kelebihan inventori akibat kebutuhan safety stock yang besar. Dalam SC dengan sistem pull, produksi dan distribusi digerakkan oleh permintaan sehingga sistem ini berkoordinasi sesuai dengan permintaan nyata dari pelanggan daripada ramalan permintaan. Dalam sistem pull murni, perusahaan tidak menyimpan inventori sama sekali dan hanya merespon permintaan spesifik. Hal ini dimungkinkan dengan mekanisme aliran informasi yang cepat untuk mentransfer informasi mengenai permintaan pelanggan kepada berbagai partisipan SC. Dalam rantai dengan dasar sistem pull , umumnya dilihat pengurangan inventori yang signifikan dalam sistem, peningkatan kemampuan untuk mengelola sumber daya, serta pengurangan biaya sistem saat dibandingkan dengan sistem push yang ekivalen. Di sisi lain, sistem pull seringkali sulit untuk diterapkan saat lead time sangat panjang sehingga tidak praktis untuk bereaksi atas informasi permintaan. Dalam sistem pull , seringkali sulit untuk memperoleh manfaat dari skala ekonomi dalam pabrikasi dan transportasi karena sistem tidak disiapkan untuk jangka panjang. Kelebihan dan kekurangan sistem pull maupun sistem push telah membawa perusahaan-perusahaan untuk mencari strategi SC baru yang mengambil keuntungan dari kedua sistem, yang umumnya berupa strategi push-pull . Dalam strategi ini, beberapa tahap SC, biasanya tahap awal, 21 dioperasikan secara push-based sementara tahap selanjutnya menggunakan strategi pull-based. Interface antara tahap push-based dan pull-based dikenal sebagai push-pull boundary. Postponement, atau penundaan diferensiasi dalam disain produk, adalah salah satu contoh strategi push-pull. Perusahaan mendesain produk dan proses produksi sehingga kebijakan mengenai produk spesifik yang diproduksi dapat ditunda selama mungkin. Proses pabrik dimulai dengan memproduksi produk generik yang kemudian didiferensiasikan menjadi produk akhir saat permintaan muncul.

E. Metode Penelitian