14
Kelapa dengan kadar fosfolipid yang tinggi tidak diinginkan karena berhubungan dengan warna produk olahan kelapa selama penyimpanan.
Semakin tinggi kadar fosfolipid, semakin cepat terjadi perubahan warna produk dari putih menjadi kuning. Kelapa parut kering memerlukan daging
kelapa yang mengandung kadar fosfolipid rendah. Prasetyanti 1991 dalam Rumokoi et al. 1994 menyatakan bahwa warna kuning atau coklat pada
kelapa parut kering dapat disebabkan oleh oksidasi terhadap fosfolipid. Tabel 4 menunjukkan kesesuaian beberapa jenis kelapa untuk diolah menjadi kopra,
minyak kelapa, kelapa parut kering dan konsentrat protein. Tabel 4. Produk-produk pangan menurut jenis kelapa
Jenis Produk Jenis Kelapa
1. Minyaksantan DTA, Dalam Palu , Genjah Salak, Khina-1, PB-
121 2. Kopra tidak rubbery DTA, Khina-3
3. Kelapa parut kering Khina-2 buah umur 12 bulan, Khina-3 buah umur 12 bulan, DTA buah umr 12 bulan,
Khina-1, PB-121 4. Konsentrat protein
DTA, GKN, Khina-2, PB-121 Sumber : Rumokoi, et al. 1994.
Bahan baku kelapa yang biasa digunakan untuk pembuatan VCO biasanya kelapa dalam seperti kelapa dalam Mapanget, DMT-3283, Tenga,
Bali, Suwarna, Palu, dan Riau. Kelapa-kelapa tersebut umumnya menghasilkan VCO dengan kualitas baik. Sebenarnya kelapa hibrida juga
dapat digunakan sebagai bahan baku VCO. Namun, kelapa hibrida adalah hasil mutasi genpersilangan yang membutuhkan kondisi tertentu dan
penggunaan pestisida dan pupuk kimia dalam pembudidayaannya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pada VCO yang dihasilkan terdapat residu
bahan kimia sehingga tidak benar-benar murni Sutarmi dan Rozaline, 2006.
C. Kondisi Perkelapaan Indonesia
Kelapa diusahakan di seluruh propinsi di Indonesia. Bentuk dan skala usaha taninya berbeda-beda, tergantung ketersediaan sumber daya dan
permintaan pasar. Selama lebih dari 25 tahun terakhir areal kelapa sudah berkembang lebih dari dua ratus persen. Di tahun 1969 luas areal kelapa hanya
sebesar 1.680.536 Ha. Namun pada tahun 1997 luasnya sudah menjadi
15
3.668.233 Ha sehingga Indonesia merupakan negara dengan areal kelapa terluas di dunia. Ditinjau dari produksinya, mulai Pelita I-V tampak terus
meningkat, kecuali pada Pelita III. Di Jawa dan Bali, produksi cukup tinggi pada Pelita I-III, tetapi tersaingi oleh Sumatera pada Pelita IV dan V. Ini
disebabkan antara lain di Sumatera digunakan kelapa hibrida dan pesatnya perluasan areal, terutama di lahan pasang surut Sukamto, 2001.
Di Indonesia tanaman kelapa diusahakan dalam tiga bentuk pengusahaan yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara dan
Perkebunan Besar Swasta. Lebih dari 90 lahan perkebunan kelapa di Indonesia adalah perkebunan rakyat. Hasil produksi kelapa sebagian besar
berasal dari perkebunan rakyat. Sejak tahun 2001 sampai tahun 2004, luas lahan perkebunan kelapa terus menurun, sedangkan hasil produksinya pada
periode tersebut terus meningkat. Tabel 5 dan Tabel 6 memperlihatkan perkembangan luas lahan dan produksi kelapa selama lima tahun terakhir
2001-2005 untuk tiap bentuk pengusahaan. Data tahun 2005 masih merupakan angka sementara yang telah dihimpun oleh Direktorat Jendral
Perkebunan. Tabel
5. Luas lahan perkebunan kelapa nasional menurut status
pengusahaan hektar Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 Perkebunan rakyat 3.818.946 3.806.032 3.785.343 3.759.736 3.786.063
Perkebunan negara 11.661
9.764 5.838
5.452 5.462
Perkebunan swasta 121.023
123.766 121.949
106.893 106
.
893 Total 3.951.630 3.939.562 3.913.130 3.872.081
3.898.418 Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan 2006
Tabel 6. Produksi perkebunan kelapa nasional menurut status pengusahaan ton kopra
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Perkebunan rakyat 3.068.727 3.010.894 3.136.360 3.191.126 3.176.575
Perkebunan negara 14.685
7.755 2.629
3.923 3.071
Perkebunan swasta 153.711
147.229 115.865
106.893 111.335 Total 3.237.123 3.165.878 3.254.854 3.301.942
3.290.981 Produktivitas TonHa
0,819 0,803
0,831 0,852
0,844 Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan 2006
Keterangan : Produktivitas total dihitung dengan cara membagi total produksi kelapa setara kopra ton dengan total luas areal kelapa hektar.
16
Sebagian besar usaha perkebunan kelapa masih dilakukan secara tradisional, umumnya pada lahan pekarangan atau kebun rumah. Dari tahun
2002 sampai tahun 2004, terjadi peningkatan produktivitas kopra. Walaupun demikian, kegiatan pemeliharaan dan pembaruan tanaman kelapa tetap perlu
dilakukan karena tanaman kelapa yang semakin tua akan mengalami penurunan produktivitas. Peremajaan kelapa sudah harus dimulai sejak
tanaman berumur 60 tahun Sukamto, 2001. Menurut Allorerung et al. 2005, produktivitas tanaman kelapa di Indonesia masih dapat ditingkatkan
menjadi 1,5 ton koprahektar. Sentra produksi kelapa Indonesia antara lain Propinsi Riau, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, serta Bali, NTB dan
NTT.
Secara tradisional, penggunaan produk kelapa adalah untuk konsumsi segar, dibuat kopra atau minyak kelapa. Namun seiring dengan
perkembangan pasar dan teknologi, permintaan berbagai produk turunan kelapa semakin meningkat seperti dalam bentuk desiccated coconut DC,
serat sabut, arang tempurung dan arang aktif. Dalam sepuluh tahun terakhir 1993-2002, penggunaan domestik kopra dan kelapa butiran masih meningkat
namun dengan laju pertumbuhan yang sangat kecil. Penggunaan DC meningkat dengan laju 2,19 per tahun. Sebaliknya penggunaan domestik
minyak kelapa cenderung berkurang. Tabel 7 menunjukan penggunaan domestik berbagai produk kelapa di Indonesia.
Tabel 7. Penggunaan domestik berbagai produk kelapa di Indonesia ribu ton Tahun Kopra
CCO DC Butir CF CCL AC 1993 1.039
454 0,0
11.947 0,0
0,0 0,0 1996 973
364 0,0
13.276 0,0
0,0 0,0
1999 1.212 231
0,0 14.935
0,0 0,1 0,0
2000 1.264 163
0,1 15.114
0,1 0,0 0,0
2001 1.276 334
0,1 15.160
0,1 0,0 0,0
2002 1.202 263
0,0 15.973
0,0 0,0 0,0
Laju th 2,7
-9,1 -
3,1 -
- -
Sumber : Allorerung et al. 2005 Keterangan :
CCO : Coconut Crude Oil DC :
Desiccated Coconut CF
: Coconut Fiber
CCL : Coconut Charcoal AC :
Activated Carbon
17
Penggunaan minyak kelapa di dalam negeri yang semakin berkurang diduga terkait dengan perubahan preferensi konsumen yang lebih
menyukai penggunaan minyak kelapa sawit karena harganya lebih murah. Produksi arang aktif, arang tempurung dan serat sabut selama ini lebih
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri. Pada tahun 2002 penggunaan domestik kopra mencapai 1,2 juta ton, sedangkan CCO sebesar
263 ribu ton. Penggunaan domestik kelapa pada tahun yang sama mencapai 15,9 juta ton. Penggunaan tepung kelapa dan serat sabut dalam negeri justru
berasal dari impor karena produksi dalam negeri seluruhnya diekspor. Selama periode tahun 1993-2002 ekspor berbagai produk kelapa
Indonesia cenderung meningkat kecuali kelapa butir dan serat sabut. Produk olahan CCO, DC, dan bungkil kopra adalah produk ekspor dominan. Tujuan
ekspor produk kelapa Indonesia selama ini meliputi banyak negara di Eropa, Amerika maupun Asia dan Pasifik. Perolehan ekspor produk kelapa Indonesia
masih lebih rendah dibandingkan dengan perolehan negara pesaing utama Philipina. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh faktor perbedaan kualitas
produk, tingginya biaya tranportasi serta kompleksitas prosedur ekspor Allorerung et al., 2005. Tabel 8 menunjukkan volume ekspor beberapa
produk kelapa Indonesia selama periode tahun 1993-2002. Tabel 8. Volume ekspor ekspor beberapa produk kelapa Indonesia ton
Tahun Kopra CCO DC
Butir CF
CCL AC
1993 8.744 258.400
19.596 19.522
88 12.362 7.163
1996 0 378.800
24.150 2.264
866 15.855
12.325 1999 42.169 349.600
23.533 38.136
59 17.742 11.283
2000 34.579 734.600 31.373
5.334 102
26.735 10.205 2001 23.884 395.100
34.820 507
191 23.452 12.104
2002 40.045 446.300 48.550
8.694 191
29.493 11.553 Laju
th 12,11 6,29 7,76 -11,34
-10,23 8,95 4,72 Sumber : Allorerung et al. 2005
Volume impor produk kelapa ke Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan volume ekspornya. Secara implisit berarti Indonesia
masih menjadi pengekspor neto produk-produk kelapa. Selama periode tahun 1993-2002, volume impor kopra dan kelapa butiran berfluktuasi dengan
18
kecenderungan menurun. Impor DC baru terjadi sejak tahun 1997 hingga 2001 dengan laju kenaikan yang positif. Impor produk terbesar adalah berupa
minyak kelapa CCO dengan volume bervariasi antara 5000-90.000 ton. Tabel 9 menunjukkan impor Indonesia untuk beberapa produk kelapa selama
periode tahun 1993-2002. Tabel 9. Impor Indonesia untuk beberapa produk kelapa ton
Tahun Kopra CCO DC Butir CF CCL
AC 1993 0
33.500 82
- -
1994 5 46.000
40 -
- 1995 1.911
26.000 48
- -
1996 3.124 43.600
625 -
- 1997 0
20.000 30
157 -
- 1998 25
5.000 94
- -
1999 90 90.000
31 31
- -
2000 2 60.000
128 20
128 -
- 2001 27
35.000 67
7 67
- -
2002 1.657 18.000
- -
Laju th -3,15 1,17 21,92 -19,44 32,23 - -
Sumber : Allorerung et al. 2005
D. Supply Chain Management