menurut ketetapan Gubernur Propinsi Sumatera Utara tanggal 19 Mei 1951 No. 20IPSU jo. keputusan Panitia Penyelenggara
Pembentukan Propinsi Sumatera Utara tanggal 19 Agustus 1950 No. 4D yang diperbaiki dengan ketetapan Gubernur Propinsi
Sumatera Utara tanggal 31 Januari 1952 tidak bernomor;”
Dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Padang Sidimpuan sebagaimana yang disebutkan juga dalam Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 Pasal 2
ayat 1 dan anggota DPRD terdiri dari 27 orang [pasal 3 ayat 1]. UU tersebut dikeluarkan dikarenakan perkembangan ketatanegaraan pemerintahan Tapanuli
Selatan dan untuk melancarkan jalannya pemerintahan tersebut. Dan dengan dikeluarkannya UU tersebut, maka disepakati hari jadi Kabupaten Tapanuli Selatan
pada tahun 1950 jatuh pada tanggal 24 Nopember mengacu pada tanggal diundangkannya UU Darurat No. 7 Tahun 1956, dan kesemuanya itu dituangkan
dalam Perda. Kab. Tapanuli Selatan No. 8 Tahun 2008 tentang Hari Jati Kabupaten Tapanuli Selatan. Dan sesuai dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1948 yang
berlaku pada saat itu Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Bupati KDH Muhammad Nurdin Nasution yang
memimpin dari tahun 1956-1961.
3.3 Perkembangan Pemerintahan Dati II Kab. Tapanuli Selatan tahun 1957- 1974.
3.3.1 Pemberlakuan Undang-undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah di Dati II Kab. Tapanuli Selatan. Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1957, semua
pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya yang
Universitas Sumatera Utara
telah dibentuk berdasarkan UU No. 22 Tahun 1948, khususnya di Tapanuli Selatan diteruskan adanya dan tidak perlu dibentuk lagi, hanya perlu disesuaikan dengan
undang-undang yang baru ini yaitu Propinsi atau Daerah Istimewa setingkat Propinsi menjadi daerah swatantra tingkat I, kabupaten menjadi daerah swatantra tingkat II,
sedangkan kota besar dan kota kecil menjadi kotapraja. Penyebutan daerah swatantra tersebut mengacu pada UU No. 22 Tahun 1948
yang menyebutkan untuk daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri adalah “daerah otonom”, sedangkan UU No. 1 Tahun 1957 mempergunakan
nama “daerah swatantra” [pasal 1]. Alasannya karena istilah ini sudah dipakai dalam surat menyurat.
36
Susunan alat-alat perlengkapan serta wewenangnya, kecuali Kepala Daerah, bisa dikatakan hampir tidak ada bedanya dengan sebelumnya. Hanya kedudukan serta
tugas Kepala Daerah yang mengalami perbedaan. Kepala Daerah sejak saat itu benar- benar berkedudukan sebagai alat daerah saja secara terus-menerus. Perlu diketahui
bahwa sejak jaman tersebut telah diwujudkan DPRD yang benar-benar disusun berdasarkan pemilihan umum seperti dimaksud di dalam pasal 7 UU No. 19 Tahun
1956 tentang Pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan dalam UU No. 1 Tahun 1957 pasal 7 ayat 3 telah disebutkan bahwa masa jabatan anggota DPRD itu
adalah selama 4 tahun. Tetapi pemilihan umum untuk Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 23 UU No. 1 Tahun 1957, belum pernah dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya yang pernah diwujudkan selama berlakunya undang-undang
36
R. Joeniarto, op. cit., hal. 108.
Universitas Sumatera Utara
tersebut hanya pemilihan Kepala Daerah seperti yang dimaksud dalam pasal 24, yaitu pemilihan oleh DPRD dan Kepala Daerah dipilih untuk satu masa pemilihan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan masa jabatannya sama dengan anggota DPRD. Dalam hal ini Bupati KDH yang terpilih sejak tahun 1961-1969 di Tapanuli Selatan adalah
Muhammad Nurdin Nasution yang merupakan kepala daerah sebelumnya. Di dalam UU No. 22 Tahun 1948 ada disebutkan tentang Pemerintahan
Pamong Praja di mana masih digabungkan dengan Kepala DaerahKetua DPD. Sedangkan menurut UU No. 1 Tahun 1957 Kepala DaerahKetua DPD dipisahkan
dengan Kepala Pemerintah Pamong Praja. Sejak saat itu di daerah benar-benar ada dua macam pemerintah yang satu dengan lain terpisah, yaitu pemerintah daerah
swatantra yang satu dengan DPD dan Kepala Daerahnya dan di satu pihak pemerintah Pamong Praja dengan Kepala Pemerintahnya.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, yang menurut pasal 18-nya penyelenggaraan pemerintahan daerah harus mengingat sistem permusyawaratan
dalam pemerintahan negara, maka dengan sendirinya sistem pemerintahan daerah yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1957 yang merupakan pelaksanaan UUDS
menjadi tidak sesuai lagi. Selain dari itu, sejak berlakunya UU ini telah terjadi dualisme kepemimpinan pemerintahan di daerah.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut, maka dikeluarkanlah Pen. Pres No. 6 Tahun 1959 disempurnakan, yang berlaku sejak tanggal dikeluarkannya yaitu tanggal 7
Nopember 1959. Isi Pen. Pres. Ini mengatur bentuk dan susunan Pemerintah Daerah alat-alatnya dan mengatur juga tugas, kekuasaan dan kewajibannya. Kemudian
dikeluarkan lagi sebuah Pen. Pres yang khusus mengatur tentang susunan Dewan
Universitas Sumatera Utara
Perwakilan Rakyat Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Sekretariat Daerah, yaitu Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960 disempurnakan,
yang berlaku sejak tanggal dikeluarkannya yaitu tanggal 10 Februari 1961. Ada beberapa hal yang kemudian ditetapkan dalam kedua Pen. Pres tersebut,
seperti penetapan nama jabatan dan gelar Kepala Daerah, yaitu: a.
Jabatan dan pangkat Kepala Daerah tingkat I disebut “Kepala Daerah Tingkat I” dan memakai gelar “Gubernur”.
b. Jabatan dan pangkat Kepala Daerah tingkat II disebut “Kepala Daerah Tingkat
II” dan memakai gelar “Bupati”. c.
Jabatan dan pangkat Kepala Daerah Kotapraja tingkat II disebut “Kepala Daerah Kotapraja” dan memakai gelar “Walikota”. [pasal 14]
Gelar-gelar tersebut dipergunakan untuk membedakannya dengan gelar-gelar jabatan Kepala Pemerintahan Pamong Praja yang pada tingkat-tingkat tertentu
mempergunakan gelar yang sama sebelumnya. Masa jabatan Kepala Daerah sama dengan masa jabatan anggota DPRD, kemudian dalam menjalankan tugas di bidang
rumah tangga daerah dan pembantuan pemerintahan, kepala daerah dibantu oleh anggota-anggota Badan Pemerintah Harian BPH [pasal 16] dan juga penggantian
nama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong DPRD-GR.
Dengan dikeluarkannya kedua Pen. Pres tersebut maka sejak saat itu diadakan penggabungan dua macam pemerintahan daerah, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Nama pemerintahnya, seperti yang diatur dalam kedua Penetapan Presiden
tersebut, tidak lagi dinamakan “pemerintah daerah swatantra” tetapi cukup disebut “Pemerintah Daerah”, sedangkan daerahnya cukup disebut “Daerah”.
b. Di daerah hanya ada satu Kepala Daerah, yang berkedudukan sebagai alat
Pemerintah Pusat dan sebagai alat Pemerintah Daerah. Sebagai alat Pemerintah Pusat, Kepala Daerah bertugas menjalankan tugas Kepala
Pemerintah Pamong Praja yang setingkatbersangkutan. c.
Gelar Kepala Daerah dipergunakan gelar Kepala Pamong Praja yang setingkat.
d. Di daerah hanya ada satu Sekretariat Daerah yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris Daerah.
37
Pemberlakuan kedua Pen. Pres tersebut di Tapanuli Selatan sendiri tidak mengalami kendala yang berarti, sebagaimana seperti pemberlakuan UU sebelumnya.
Dibentuklah Sekretariat Daerah beserta Badan Pemerintah Harian sebagai pembantu kepala daerah dan penggantian nama DPRD menjadi DPRD-GR Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Gotong Royong. Kemuduan dari Pen. Pres tersebut beberapa hal yang perlu diubah seperti penggabungan pemerintahan Pamong Praja dengan Kepala
Daerah yang memegang penuh kedua kepemimpinan tersebut agar tidak ada lagi dualisme pemerintahan.
37
Ibid., hal. 130.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Pemberlakuan Undang-undang No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah di Dati II Kab. Tapanuli Selatan. Situasi pemerintahan pada masa awal orde baru memberikan warna yang
berbeda dalam penyelenggaraan serta perkembangan pokok-pokok sistem desentralisasi yang memiliki poin-poin penting seperti pemerintahan daerah. Hal ini
didukung dengan diberlakukannya Undang-undang No. 18 Tahun 1965 mengenai beberapa hal berikut:
1. Menetapkan bahwa seluruh wilayah Negara Republik Indonesia terbagi habis
dalam daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan tersusun tiga tingkatan yaitu:
a. Propinsi danatau kotaraya untuk menyebutkan Daerah tingkat I.
b. Kabupaten danatau kotamadya untuk menyebutkan Daerah tingkat II.
c. Kecamatan danatau kotapraja untuk menyebutkan Daerah tingkat III.
2. Tidak mengenal lagi status “Daerah Istimewa” seperti dalam peraturan
pemerintahan daerah sebelum-sebelumnya. 3.
Badan Pemerintah Harian BPH dibentuk sebagai pembantu Kepala Daerah tidak hanya dalam bidang otonomi tetapi Medebewind
38
Dari beberapa hal tersebut di atas merupakan beberapa peraturan baru yang terdapat dalam UU No. 18 Tahun 1965, yang lainnya hampir seluruhnya meneruskan
atau memindahkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pen. Pres No. 6 Tahun juga.
38
Medebewind Pembantuan adalah Penugasan Pemerintah pusat kepada daerah dan desa
dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta SDM dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
Universitas Sumatera Utara
1959 dan Pen. Pres No. 5 Tahun 1960. Seperti sebelumnya disebutkan bahwa UU No. 18 Tahun 1965 ini dibuat berdasarkan UUD 1945 yang menyatakan bahwa
pemerintahan daerah itu harus diatur dalam sebuah Undang-undang. Perkembangan penerapan UU No. 18 Tahun 1965 di lingkungan Pemerintah
Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan lebih dominan kepada sistem dekonsentrasi dari pada desentralisasi, di mana segala urusan berpusat kepada kepala Daerah yang
dibantu oleh Badan Pemerintah Harian BPH sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pada tahun 1969-1970, dengan adanya pembentukan DPRD-GR, maka
Bupati Tapanuli Selatan yang dipilih adalah Ahmad Negara Nasution, dan setelah Pemilu 1971 yang dilaksanakan berdasarkan Ketetapan MPRS No. XLIIMPRS1968
terbentuklah DPRD di mana Bupati yang terpilih setelah itu sampai tahun 1974 adalah M. Nurdin Nasution yang merupakan mantan kepala daerah yang sebelumnya.
3.4 Perkembangan Pemerintahan Dati II Kab. Tapanuli Selatan tahun 1974- 1999.