Pemerintahan Dati II Kab. Tapanuli Selatan yang telah berjalan begitu panjang mulai dari pemerintahan tradisional, masuknya pengaruh asing, masa setelah kemerdekaan
dan sampai ditetapkannya daerah tersebut sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya, selama itu pasti ada hal-hal yang mempengaruhi
perkembangannya. Yang bisa dikatakan sebagai hal-hal yang bisa dipertimbangkan sebagai fakor penyebab perkembangan pemerintahan Tapanuli Selatan tersebut
hingga bagaimana adanya sekarang.
4.1 Faktor Politik
Pergerakan politik di Tapanuli Selatan yang diawali pada tahun 1933 untuk mementang pemerintahan Kolonial Belanda menjadi salah satu bukti bagaimana
masyakat Tapanuli Selatan sangat peduli terhadap perjalanan sistem pemerintahan di Tapanuli Selatan pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
47
Yang kemudian segala perjuangan tersebut berakhir manis dengan dibacakannya Proklamasi 17
Agustus 1945. Proklamasi merupakan momentum yang sangat berarti bagi pembangunan sistem pemerintahan nasional Indonesia terutama dalam bidang hukum
mempunyai dua makna, pertama, detik penjebolan tertib hukum kolonial, dan kedua
sekaligus detik pembangunan tertib hukum nasional Indonesia.
48
Untuk menyempurnakan negara dan tata hukumnya, sehari sesudah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945 dilaksanakan sidang oleh Panitia
47
Lance Cstles, op. cit., hal. 173.
48
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXMPRS1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan RI.
Universitas Sumatera Utara
Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI. Dalam sidang ini oleh PPKI berhasil disahkan dan ditetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Naskah
resmi Undang-undang Dasar ini, beserta Penjelasannya, kemudian dimuat dalam Berita Republik Indonesia, tanggal terbit 15 Februari 1946 Tahun II No. 7. Pada saat
itu struktur dan sistem ketatanegaraan RI masih sederhana bahkan banyak yang belum terbentuk kecuali Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam konteks pemerintahan, yang menjadi masalah adalah bagaimana skema pemerintahan yang hendak dibangun. Khususnya berkait dengan pemerintahan di
daerah. Untuk masalah ini dapat dilihat dalam rumusan pasal 18 UUD 1945, berikut penjelasannya. Dikatakan bahwa: “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan
kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”. Bagian penjelasan menegaskan:
I. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia
tidak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat “staat” juga. Daerah Indonesia akan di bagi dalam daerah propinsi dan
daerah propinsi akan di bagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah yang bersifat otonom streek dan locale rechtsgemeenschappen
atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-undang. Di daerah-daerah yang
bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah, oleh karena
Universitas Sumatera Utara
di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
II. Dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250
“zelfbesturende landschappen” seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya.
Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik
Indonesia menghormati kedudukan Daerah-daerah Istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah itu akan
mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut. Dari ketentuan pasal 18 UUD 1945 tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemerintah pusat mengakui keberadaan pemerintahan daerah sepanjang dalam
konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak dikenal adanya negara dalam negara – atau bentuk federalisme.
2. Status daerah tidak sama, tergantung pada sejarah masing-masing, namun
secara umum dibedakan antara daerah otonom biasa dan daerah istimewa. Masing-masing daerah dibagi menjadi: a daerah propinsi, dan b pembagian
daerah propinsi menjadi daerah yang lebih kecil yang bersifat otonom – streek dan locale rechtsgemeenschappen; serta c satuan wilayah terkecil
zelfbesturende landschappen dan Volksgemeen-schappen, seperti desa, dusun,
Universitas Sumatera Utara
marga, dll. Pembagian daerah ini merupakan bagian awal dari proses penataan struktur pemerintahan nasional, sampai ke tingkat desa.
49
Dari pasal 18 UUD 1945 tersebut dapat dilihat dasar hukum tentang bagaimana pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia. Dalam perkembangannya
pun pasal tersebut menjadi landasan utama bagaimana pembentukan pemerintahan daerah di Indonesia. Dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut telah
memberikan pengaruh yang besar dalam perjalanan pemerintahan Dati II Tapanuli Selatan pada khususnya dan pemerintahan daerah di Indonesia pada umumnya.
Perubahan sistem politik di Indonesia yang terus ditandai dengan perubahan tatanan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku telah berdampak besar pada
masyarakatnya baik yang berada pada sekitar pemerintah pusat sampai yang ada di pemerintahan daerah.
Di Tapanuli Selatan sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 1999 telah terjadi sekitar 16 kali perubahan sistem pemerintahan yang diakibatkan gejolak politik yang
ada dari pemerintahan pusat yang ditandai dengan 16 periode pergantian Bupati KDH di Pemerintahan Dati II Kab. Tapanuli Selatan. Gejolak politik sebenarnya tidak
hanya terjadi dari pemerintahan pusat saja, di dalam pemerintahan Tapanuli Selatan sendiri tentu terjadi banyak permesalahan politik yang telah memberikan perubahan
sampai Tapanuli Selatan seperti saat ini. Hal tersebut bisa dilihat pada tahun 1954, di mana pada saat itu terjadi perubahan kursi kepemimpinan Bupati KDH sebanyak tiga
kali dalam satu tahun dengan dua kandidat Bupati KDH yaitu Abdul Azis Lubis dan
49
I. Widarta, Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Pondok Edukasi, Panggungharjo Sewon Bantul, 2005, hal. 15-16.
Universitas Sumatera Utara
Wahid R.
50
Ini bisa disebabkan karena adanya perebutan kekuasaan politik pada masa itu yang mana pada tahun tersebut sistem pemerintahannya bisa berjalan lambat
karena sibuk dalam mengurusi perubahan kekuasaan tersebut yang berdampak pada perkembangan pemerintahan Tapanuli Selatan sendiri.
4.2 Faktor Sosial