19 BAB IV
KEHIDUPAN NELAYAN KEDONGANAN 4.1.
Nelayan Kedonganan 4.1.1. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan
masyarakat Kedonganan
terjadi melalui
perkawinan. Prinsip keturunan dan pewarisan mengikuti garis patrilinial, yaitu yang menentukan bahwa dalam hubungan kerabat dan pewarisan hak serta
kewajiban kekerabatan diperhitungkan melalui garis laki-laki. Perkawinan merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat Kedonganan,
karena melalui perkawinan barulah seseorang mendapat hak dan kewajiban sebagai warga komunitas serta warga kelompok kerabat. Perkawinan yang
dianggap ideal adalah perkawinan memad ik meminang. Inisiatif d an pelaksanaannya dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki. Adat menetap yang
lazim dilakukan adalah virilokal pasangan pengantin tinggal di rumah laki- laki.
Perkawinan sangat penting dalam kehidupan masyarakat Kedonganan. Hal tersebut bersangkutan pula dengan sistem pewarisan. Di dalam kehidupan
perkawinan, bila tidak mempunyai keturunan maka harta bersama akan jatuh ke tangan keluarga suami. Harta warisan dianggap mempunyai nilai religius magis.
Selain dapat memberikan suatu kesan secara nyata dan tidak nyata, dapat pula mempengaruhi baik buruknya hidup seseorang di dunia ini.
4.1.2. Sistem Kemasyarakatan
Di Kelurahan Kedonganan terdapat empat lembaga tradisional dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu desa dinas, desa adat, banjar dan seka.
Desa dinas bersifat administratif dan kedinasan yang dikepalai oleh
Lurah. Para warga komunitas desa dinas disatukan oleh adanya kesatuan
20 fungsi yang d ijalankan oleh Kelurahan seb agai kesatu an administratif.
Lurah dibantu oleh seorang Sekretaris dan beberapa Kepala Seksi dalam bidang masing-masing yang telah ditentukan untuk memudahkan menjalankan tugas
dalam Kelurahan. Pengangkatan pengurus kedinasan ini telah diatur dalam pemerintahan desa. Fungsi kedinasan untuk melakukan koordinasi terhadap
jalannya pemerintahan dan pembinaan kemasyarakatan, melakukan tugas di bidang pembangunan, melakukan upaya dalam rangka peningkatan partisipasi dan
swadaya gotong-royong masyarakat, melakukan kegiatan yang berguna untuk keamanan dan ketertiban serta melakukan fungsi lain yang dilimpahkan
pemerintah ke Kelurahan.
Desa adat secara formal dituangkan dalam pasal 1e Perda Bali No.6
tahun 1986, yang mengatakan bahwa desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di propinsi Tingkat I Bali yang memiliki satu kesatuan tradisional dan tata
krama pergaulan hidup masyarakat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri
serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Kekuasaan tertinggi pada desa adat terdapat pada rapat anggota dan dikepalai oleh seorang bendesa adat. Sebagai
bendesa adat hanya memiliki peran sebagai pemegang mandat dari krama warga desa adat di dalam melaksanakan berbagai tugas dan fu ngsi desa adat atau
mengorganisasikan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan eksistensi desa adat. Bendesa adat dibantu oleh pangliman, penyarikan, patengen,
kesinoman, pasayahan-pasayahan, kelian banjar. Masing-masing prajuru pengurus melaksanakan kewajiban sepert melaksanakan ayahan desa kerja
bakti, menyelenggarakan upacara dewa yajna ngodalin di pura milik desa, menyelenggarakan upacara bhuta yajna mecaru di desa setiap Tilem Kesanga,
melaksanakan upacara Mekiyis dan lain-lain. Selain itu mereka wajib tunduk dan mentaati peraturan yang berlaku bagi desa adat Kedonganan, baik secara tertulis
maupun secara tidak tertulis. Wajib menjaga keamanan bersama, menjaga
nama baik desa dan melaksanakan suka duka antara sesamanya.
Penggantian prajuru desa adat Kedonganan dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dengan panitia pelaksanaan berasal dari utusan masing-masing banjar.
21 Selanjutnya dipilih oleh masyarakat Kedonganan dengan suara terbanyak.
Setelah itu bendesa yang terpilih membentuk prajuru yang berasal dari masing-masing banjar. Syarat untuk menjadi bendesa adat Kedonganan adalah
usia ± 20 tahun dengan pendidikan minimal SMP dan yang paling penting tidak dikucilkan oleh banjar di mana ia berasal.
Desa adat Kedonganan juga memiliki awig-awig, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga untuk
mengatur stabilitas organisasinya. Awig-awig ini sebagai sarana pengikat warga masyarakat desa adat Kedonganan yang dimuat dan disyahkan oleh pejabat
berwenang. Sanksi yang ada, bilamana ada yang melanggar awig-awig ini berupa teguran oleh prajuru desa. Tuduhan atas seseorang yang bersalah didasarkan atas
Tri Premana, dan jika terbukti maka orang tersebut didenda. Besar kecilnya dijabarkan atas denda uang, ayahan kerja bakti, upacara dan banten, sapa
sumapa di desa dan banjar.
Banjar . Komunitas terkecil di Bali disebut banjar. Suatu banjar dikepalai
oleh seorang kelian banjar yang bertugas dalam bidang sosial dan kehidupan keagamaan suatu komunitas. Pusat kegiatan warga banjar adalah di bale
banjar di mana para warga banjar bertemu dan melakukan kegiatan pada hari- hari tertentu. Secara organisatoris kedudukan krama berada di bawah kelian,
namun segala keputusan diambil dalam rapat krama banjar dan dilaksanakan oleh kelian banjar. Kelian banjar dibantu oleh penyarikan, kesinoman dan lain-lain.
Anggota dari banjar adalah mereka yang sudah menikah mapakuren dan tidak lagi berstatus sebagai teruna. Kewajiban krama banjar adalah melaksanakan
upacara Dewa Yajna, Bhuta Yajna, Pitra Yajna, menyelenggarakan penguburan warga yang meninggal, membantu anggota kra ma yang
terkena musibah d an baha ya, menyelenggarakan tugas rutin banjar secara bergiliran, kerja bakti dan wajib bekerja untuk kepentingan krama banjar.
Fungsi banjar yang ada di desa adat Kedonganan adalah untuk mewujudkan hidup bergotong royong di kalangan warga krama banjar, baik dalam
keadaan suka maupun duka.
Seka adalah lembaga atau kelompok sosial yang lebih kecil dari
22 banjar. Seka di Kelurahan Kedonganan merupakan kesatuan dari beberapa
orang anggota banjar yang terhimpun atas dasar kepentingan yang sama dalam suatu hal, misalnya seka teruna teruni, seka pesantian, seka gong dan seka
kidung. Sifat seka-seka ini ada yang permanen dan ada pula yang sementara. Jumlah anggota dan prajuru seka ada yang besar dan ada yang kecil. Pada
prinsipnya seka yang ada dilandasi oleh prinsip gotong royong, musyawarah dan tujuan khusus. Kegiatan seka disamping untuk kepentingan anggotanya,
juga banyak membantu kegiatan banjar, bahkan untuk beberapa hal dimanfaatkan oleh banjar. Seka mempunyai anggota, struktur pimpinan,
hubungan berpola antar anggota, aturan serta fungsi tertentu dalam kaitannya dengan kelompok sosial dan kelompok kepentingan yang sama di lingkungan
banjar, desa adat dan desa dinas.
4.1.3. Sistem Kepercayaan