22 banjar. Seka di Kelurahan Kedonganan merupakan kesatuan dari beberapa
orang anggota banjar yang terhimpun atas dasar kepentingan yang sama dalam suatu hal, misalnya seka teruna teruni, seka pesantian, seka gong dan seka
kidung. Sifat seka-seka ini ada yang permanen dan ada pula yang sementara. Jumlah anggota dan prajuru seka ada yang besar dan ada yang kecil. Pada
prinsipnya seka yang ada dilandasi oleh prinsip gotong royong, musyawarah dan tujuan khusus. Kegiatan seka disamping untuk kepentingan anggotanya,
juga banyak membantu kegiatan banjar, bahkan untuk beberapa hal dimanfaatkan oleh banjar. Seka mempunyai anggota, struktur pimpinan,
hubungan berpola antar anggota, aturan serta fungsi tertentu dalam kaitannya dengan kelompok sosial dan kelompok kepentingan yang sama di lingkungan
banjar, desa adat dan desa dinas.
4.1.3. Sistem Kepercayaan
Di Kelurahan Kedonganan ada beberapa agama yang dianut, yaitu Hindu, Islam, Kristen Protestan, Katholik dan Buddha. Aktivitas hidup
keagamaan orang Kedonganan yang mayoritas beragama Hindu dapat dikatakan sangat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dalam praktek keagamaan yang bukan
hanya dilakukan pada hari-hari yang dipandang suci agama Hindu saja, tetapi juga pada hampir setiap kegiatan lainnya.
Orang Kedonganan percaya bahwa segala aktivitas keagamaan, tradisi dan adat istiadat yang dilakukan adalah untuk keselarasan, keserasian dan
keteraturan dalam hidup di dunia dan akhirat. Segala aktivitas keagamaan ini walau dianggap menyita waktu, tenaga dan juga biaya,bahkan terkesan boros,
namun mereka percaya bahwa hal itulah tanda bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu masyarakat Kedonganan percaya adanya
leluhur Betara-Betari yang turut mempengaruhi dalam kehidupan mereka. Masyarakat Kedonganan percaya pula adanya makhluk-makhluk halus, pitara
roh manusia yang sudah disucikan, tonya memedi, gamang wong sarnar, kala roh jahat yang sering mengganggu, dan Banaspati perwujudan Dewi Durga dalam
wajah yang menyeramkan. Masyarakat Kedonganan juga percaya adanya alam
23 yang tidak nampak Niskala, percaya dengan tempat yang dianggap angker.
Mereka juga percaya dengan adanya benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib.
4.1.4. Sistem Peralatan dan Teknologi
Hingga saat ini, usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan Kedonganan dapat dikatakan masih menggunakan teknologi tradisional, seperti
jukung, jaring, dayung, dan motor tempel. Alat penangkapan ikan tersebut dikatakan tradisional apabila dibandingkan dengan peralatan yang lebih modern,
seperti alat pukat harimau dan perahu besar yang memiliki wilayah tangkapan yang lebih jauh off-shore fishing dan kapasitas untuk memperoleh ikan yang lebih
banyak. Beberapa tahun yang lalu peralatan modern telah dikenalkan pula oleh
Dinas Perikanan
dan Kelautan
Republik Indonesia,
selain untuk
memperkenalkan alat penangkapan ikan modern, peralatan ini dianggap dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan dengan hasil tangkapan yang lebih
banyak. Penggunaan peralatan modern tersebut diharapkan dapat mengubah pola penangkapan ikan yang sebelumnya tergantung pada musim menjadi tidak
tergantung lagi pada musim. Namun hal tersebut ternyata tidak berlangsung lama, karena selain adanya kesenjangan yang sangat besar antara nelayan
dengan peralatan modern dengan nelayan tradisional, hal lainnya adalah kelurahan Kedonganan merupakan salah satu daerah kawasan pariwisata di kabupaten
Badung Selatan yang dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai. Aktivitas nelayan Kedonganan berupa pendaratan basil tangkapan dialihkan ke Kabupaten Jembrana, karena
hal itu dianggap dapat mempengaruhi kebersihan dan keindahan wisata alam di Kedonganan. Hal itulah yang menyebabkan nelayan Kedonganan memilih kembali
dengan peralatan tradisional mereka. Ada berbagai macam tipe perahu yang digunakan nelayan yang disesuaikan
dengan kapasitas masing-masing, seperti berikut :
24 1. Kolor Selerek
Tipe ini umumnya digunakan untuk mencari ikan dengan menggunakan jaring selerek. Bagian-bagian dalam sebuah perahu selerek adalah kemudi, hang tempat
layar, sangan belakang hang dua, blandangan bambu, mesin disel penggerak perahu, kotak tempat es dan tempat ikan. Pada setiap perahu selerek selalu terdapat
sebuah tiang khusus. Di puncak tiang ini terdapat sebuah kursi sebagai tempat duduk pemilik atau nelayan buruh yang telah dipercaya ketika mencari ikan.
Perahu selerek dibuat dari kayu jati. Perahu selerek yang terkenal berasal dari pulau Madura. Ukuran panjang 9 m, lebar 2,75 m, dalam 1 m. Perahu ini dapat
ditumpangi 15 sampai 20 orang dan dapat memuat ikan sekitar 20 ton. Penggerak perahu adalah mesin disel berkekuatan 22 Pk yang dapat melaju dengan cepat
dan menarik perahu lain yang bermuatan banyak. Jaring selerek terbuat dari nilon berukuran panjang sekitar 270 m dan lebar
60 m. Jaring ini berbentuk segi empat tanpa potongan dengan letak kantong di bagian tepi. Jaring terbagi menjadi bagian kepala, perut dan sayap yang terdiri dari
7 lembaran. Pada bagian kepala, perut dan sayap selalu dirangkaikan satu dengan lain secara vertikal. Pemberat jaring terbuat dari timah hitam, sedangkan
pelampung jaring terbuat dari plastik. Jaring ini digunakan untuk menangkap ikan dengan kedalaman air 100 m dari permukaan laut.
2. Sekoci Ukuran perahu sekoci panjang 6,5 m, lebar 1,5 m dan dalam 0.75 m. Perahu ini
dapat ditumpangi 2-3 orang dan dapat memuat satu ton ikan. Penggerak perahu adalah mesin disel berkekuatan 22 Pk. Perahu semacam ini jarang kita lihat
sehari-hari di pantai Kedonganan karena perahu ini berlayar hingga beberapa hari. Pada perahu ini ada rumah kecil untuk berteduh. Bagian perahu lainnya
adalah sangan tiang belakang, blandong bambu, mesin disel dan kotak tempat ikan.
Peralatan pada perahu sekoci adalah jaring gondrong dan jaring arus. Kedua jaring ini ditarik oleh tenaga manusia. Jaring ini terbuat dari benang nilon
dengan pemberat timah dan pelampung plastik. Ukuran jaring ini panjang sekitar
25 100 m dan lebar 5-6 m. Mata jaring pinggir 2.5 inci dengan mata tengah sekitar 2
inci. Kedalaman air yang digunakan untuk jenis jaring ini 60 meter.
3.
Ju ku ng Perahu jukung ini merupakan perahu kecil, berukuran panjang 6 m, lebar
0,6 m dan dalam sekitar 0,4 m. Jukung dapat ditumpangi dua orang dan memuat ikan sekitar 2 kwintal. Alat penggerak perahu berupa mesin tempel dengan
ukuran 7 Pk. Selain itu menggunakan alat penggerak lain yaitu dayung dan layar. Alat transportasi jukung biasanya dibuat sendiri di Kedonganan oleh
sejumlah tukang kayu dan buruh yang memiliki keterampilan teknis untuk itu. Jaring untuk menangkap ikan dalam jukung adalah jaring yang disesuaikan
dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Jukung dapat beroperasi hingga 10 km dari pantai.
4.
Jaring Jaring berbentuk anyaman dari benang nilon. Berbentuk kerucut merapat,
sedangkan ujung lainnya melebar. Lebar jaring 3 m dan garis tengah sekitar 10 m, dengan lubang jaring sekitar 2,5 cm. Harga bervariasi tergantung kwalitas.
Untuk penangkapan ikan jenis jaring disesuaikan oleh jenis ikan yang akan ditangkap. Seperti, jaring 3 inci yang memiliki lebar 5 m, dan ikan yang
ditangkap adalah ikan kembung, tongkol, tengiri dan mantik. Jaring ciker digunakan untuk menangkap ikan seperti jenis layur. Pengetahuan untuk
memperbaiki jaring diperoleh secara turun-menurun di lingkungan keluarga nelayan. Cara penggunaan jaring adalah ujung jaring dipegang kernudian
dilempar ke air. Penebaran jaring harus searah dengan arus laut. Setelah agak lama maka jaring diangkat ke permukaan air dan diambil ikannya. Hal ini
dilakukan berulang kali dan berpindah-pindah ke tempat yang dianggap ada ikannya.
26 5. Pancing
Pancing yang digunakan para nelayan adalah pancing rawe dan pancing tank. Ukuran kedua pancing ini berbeda tergantung dari jenis ikan yang akan
ditangkap. Panjang tali ring mencapai kurang lebih 100 meter. Pada umumnya nelayan Kedonganan pergi ke laut ketika air pasang sehingga jukung dapat
berlayar ke tengah lautan. Begitu pula saat jukung datang atau merapat ke pantai. Umumnya kegiatan nelayan setiap harinya dilakukan sebanyak 2 kali yakni
pukul 02.00 dini hari dan siang hari pukul 11.00 WITA. Secara turun temurun mereka mengenal bahwa dalam sehari terjadi 2 kali air pasang surut. Proses
terjadinya air pasang dan air surut ini tidak terjadi secara serentak tetapi secara pelan-pelan hingga mencapai titik tertinggi titik pasang dan terendah pada waktu air
surut, hal ini terjadi setiap 6 jam sekali. Pada waktu surut, air laut menjadi mundur ke arah laut sekitar 50 sampai 100 m. Sebaliknya ketika air laut mulai pasang maka
maju ke arah pantai sekitar 100 sampai 150 m. Perbedaan pasang surut ini tidak berpengaruh terhadap tempat parkir jukung karena letaknya lebih dari 200 meter
dari titik terdekat ketika air laut pasang. Para nelayan Kedonganan mengenal pula beberapa tanda alam yang
menunjukkan tempat berkumpulnya ikan, yaitu ketika tampak adanya gelombang berbuih putih di permukaan laut. Selain itu melihat banyaknya burung-burung
yang menyelam atau menyambar di permukaan laut. Gejala alam yang lain adanya awan gelap di sebelah Tenggara atau Barat Daya yang menandakan akan terjadi
angin besar diikuti oleh gelombang yang besar pula. Adanya gelombang besar didahului adanya buih yang muncul di permukaan laut. Berhembusnya angin
Tenggara ini biasanya muncul pada musim kemarau dan musin hujan disertai hembusan angin Barat.
Berkaitan dengan musim, para nelayan membedakan adanya arus laut yang searah dan arus laut yang berlawanan arah bolak-balik. Selama musim
penghujan sekitar bulan November-April, menurut para nelayan di perairan Selat Bali bergerak arus laut yang searah, yaitu ke Utara. Sebaliknya, selama musim
kemarau di perairan ini bergerak arus bolak-balik, yaitu ke Utara dan ke Selatan. Adanya angin kencang tidak hanya bertiup pada musim penghujan saja
27 melainkan juga pada musin kemarau. Musim kemarau di Kedonganan berlangsung
sekitar pada bulan Mei hingga bulan Oktober. Selama musim kemarau ini angin berasal dari arah Timur, Timur Laut dan Tenggara. Oleh para nelayan disebut
angin Timur yang bertiup kencang namun tidak begitu membahayakan. Kadang-kadang pada musim kemarau diselingi oleh tiupan angin Utara yang mengakibatkan
gelombang besar di perairan Selat Bali.
4.2. Hidup Keseharian Nelayan