Sistem Mata Pencaharian Hidup Hidup Keseharian Nelayan

16 lainnya yang berkeinginan untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi, karena Kedonganan tak terlalu jauh letaknya dengan Universitas Udayana. Hal tersebut diharapkan dapat memacu pola pikir masyarakat agar d ap at mener im a ar ti pentingn ya p end id ikan dalam kehid upan mer eka.

3.3. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Masyarakat Kedonganan merupakan masyarakat yang heterogen dengan sistem mata pencaharian yang beraneka ragam pula. Mata pencaharian utama di Kelurahan Kedonganan adalah sebagai nelayan. Selain itu banyak pula bekerja dalam bidang perdagangan sebagai pengusaha kecil dan menengah, industri dan swasta. Hal itu disebabkan oleh semakin berkembangnya sektor pariwisata di Kedonganan, sehingga sarana dan prasarana yang mendukungnya dibutuhkan juga. Walaupun sebagian pekerjaan yang sudah disebutkan merupakan pekerjaan pokok, tapi tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat Kedonganan untuk memiliki pekerjaan atau penghasilan tambahan atau sampingan seperti menyewakan rumah, menyewakan kamar, menjadi pengrajin, atau pekerjaan lainnya.

3.4. Potensi Pariwisata

Pariwisata menjadi salah satu sektor andalan Indonesia untuk meningkatkan devisa negara karena Indonesia mempunyai banyak potensi alam dan potensi manusia yang merupakan modal dasar penunjang kepariwisataan. Oleh karena itu, pariwisata adalah sektor yang mampu menggalakkan ekonomi dan sektor-sektor terkait, yaitu sektor lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan nasional Geriya, 1995:43. Wilayah Kedonganan termasuk dalam wilayah Kecamatan Kuta yang merupakan pusat dari pariwisata Bali. Kedonganan merupakan daerah pantai yang potensial sebagai peningkatan hidup masyarakat setempat. Dalam rencana induk pariwisata Bali tahun 1990, wilayah Kedonganan telah ditetapkan sebagai wilayah wisata tourist resort. Sebelum berkembangnya kepariwisataan, pantai Kedonganan merupakan pantai nelayan yang kesehariannya lekat dengan kehidupan dan aktifitas nelayan. Kehidupan masyarakat Kedonganan pada awalnya selain sebagai nelayan, mereka bertani lahan kering atau tegalan karena daerah ini tanahnya kurang subur untuk 17 pertanian sawah. Perkembangan kepariwisataan di Kedonganan tidak bisa dipisahkan dari perkembangan kepariwisataan di daerah Jimbaran. Beroperasinya Hotel Four Seasons Jimbaran Bali pada tahun 1993 membuka peluang bagi masyarakat Jimbaran untuk ikut merasakan dampak positif pariwisata. Dengan banyaknya wisatawan yang datang ke pantai Jimbaran, beberapa penduduk Jimbaran mulai mendirikan warung-warung ikan bakar bagi wisatawan yang ingin menikmati makanan tradisional khas nelayan sambil menikmati pemandangan matahari terbenam. Warung-warung tersebut ramai didatangi tamu, sehingga ada sembilan warung ikan bakar yang beroperasi di pantai Jimbaran. Kesuksesan warung-warung ikan bakar di Jimbaran mendorong beberapa warga Kedonganan ikut mendirikan warung ikan bakar pula. Warung-warung makan tersebut akhirnya berkembang menjadi café seperti sekarang, dimana keberadaannya mengakibatkan pantai Kedonganan dan Jimbaran dikenal sebagai lokasi untuk aktivitas wisata kuliner. Pada awalnya, hanya ada lima café saja. Kemudian kesuksesan lima cafe tersebut mendorong semakin banyak warga Kedonganan yang ikut-kutan mendirikan café dan meninggalkan profesi sebagai nelayan yang sebelumnya mereka jalani. Suatu bentuk pekerjaan baru yang lebih menjanjikan. Faktor lain yang mendorong berdirinya café di sepanjang pantai Kedonganan adalah tidak terserapnya produksi ikan kelompok-kelompok nelayan Kedonganan yang berlimpah pada waktu itu. Pemindahan Tempat Pelelangan Ikan TPI ke Jembrana mengakibatkan nelayan Kedonganan harus mengalokasikan biaya dan waktu yang lebih banyak untuk membawa hasil tangkapan ke Jembrana. Selain itu adanya keluhan dari otoritas Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai terhadap pencemaran bau di sekitar perairan pantai Kedonganan dan limbah ikan yang dibuang oleh nelayan Kedonganan di tengah laut. Fakor-faktor tersebut menyebabkan nelayan Kedonganan beranggapan bahwa profesi nelayan tidak lagi menjanjikan sehingga mereka mulai beralih profesi. Salah satu peluang yang menjanjikan pada waktu itu adalah beralih profesi menjadi pengusaha café. Pada awal perkembangan, pendirian café di pantai Kedonganan tanpa koordinasi. Warga yang ingin mendirikan café dating ke pantai untuk mengkapling area pantai seluas yang diinginkan dan dibutuhkan. Ketika lahan pantai Kedonganan sudah mulai terbatas, warga yang ingin mendirikan café tetap memaksakan diri di area 18 yang sempit, yang mengakibatkan garis pantai Kedonganan didominasi oleh bangunan café tanpa perencanaan yang baik sehingga lingkungan Pantai Kedonganan menjadi tidak rapih dan terlihat kumuh. Di samping itu banyaknya jumlah café yang ada menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain berupa pencemaran sampah dan pencemaran bau yang bersumber dari limbah café yang dibuang langsung ke pantai ataupun ke laut sebagai akibat tidak adanya sistem pengolahan limbah. Hal tersebut tentunya berdampak tidak baik untuk perkembangan kepariwisataan, khususnya di Kedonganan. Untuk menatanya dibutuhkan suatu perencanaan dan pengelolaan yang didukung dan disetujui oleh seluruh warga masyarakat. Suatu penataan yang dilaksanakan dengan konsep berbasis masyarakat. 19 BAB IV KEHIDUPAN NELAYAN KEDONGANAN 4.1. Nelayan Kedonganan 4.1.1. Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan masyarakat Kedonganan terjadi melalui perkawinan. Prinsip keturunan dan pewarisan mengikuti garis patrilinial, yaitu yang menentukan bahwa dalam hubungan kerabat dan pewarisan hak serta kewajiban kekerabatan diperhitungkan melalui garis laki-laki. Perkawinan merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat Kedonganan, karena melalui perkawinan barulah seseorang mendapat hak dan kewajiban sebagai warga komunitas serta warga kelompok kerabat. Perkawinan yang dianggap ideal adalah perkawinan memad ik meminang. Inisiatif d an pelaksanaannya dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki. Adat menetap yang lazim dilakukan adalah virilokal pasangan pengantin tinggal di rumah laki- laki. Perkawinan sangat penting dalam kehidupan masyarakat Kedonganan. Hal tersebut bersangkutan pula dengan sistem pewarisan. Di dalam kehidupan perkawinan, bila tidak mempunyai keturunan maka harta bersama akan jatuh ke tangan keluarga suami. Harta warisan dianggap mempunyai nilai religius magis. Selain dapat memberikan suatu kesan secara nyata dan tidak nyata, dapat pula mempengaruhi baik buruknya hidup seseorang di dunia ini.

4.1.2. Sistem Kemasyarakatan

Di Kelurahan Kedonganan terdapat empat lembaga tradisional dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu desa dinas, desa adat, banjar dan seka. Desa dinas bersifat administratif dan kedinasan yang dikepalai oleh Lurah. Para warga komunitas desa dinas disatukan oleh adanya kesatuan 20 fungsi yang d ijalankan oleh Kelurahan seb agai kesatu an administratif. Lurah dibantu oleh seorang Sekretaris dan beberapa Kepala Seksi dalam bidang masing-masing yang telah ditentukan untuk memudahkan menjalankan tugas dalam Kelurahan. Pengangkatan pengurus kedinasan ini telah diatur dalam pemerintahan desa. Fungsi kedinasan untuk melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintahan dan pembinaan kemasyarakatan, melakukan tugas di bidang pembangunan, melakukan upaya dalam rangka peningkatan partisipasi dan swadaya gotong-royong masyarakat, melakukan kegiatan yang berguna untuk keamanan dan ketertiban serta melakukan fungsi lain yang dilimpahkan pemerintah ke Kelurahan. Desa adat secara formal dituangkan dalam pasal 1e Perda Bali No.6 tahun 1986, yang mengatakan bahwa desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di propinsi Tingkat I Bali yang memiliki satu kesatuan tradisional dan tata krama pergaulan hidup masyarakat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Kekuasaan tertinggi pada desa adat terdapat pada rapat anggota dan dikepalai oleh seorang bendesa adat. Sebagai bendesa adat hanya memiliki peran sebagai pemegang mandat dari krama warga desa adat di dalam melaksanakan berbagai tugas dan fu ngsi desa adat atau mengorganisasikan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan eksistensi desa adat. Bendesa adat dibantu oleh pangliman, penyarikan, patengen, kesinoman, pasayahan-pasayahan, kelian banjar. Masing-masing prajuru pengurus melaksanakan kewajiban sepert melaksanakan ayahan desa kerja bakti, menyelenggarakan upacara dewa yajna ngodalin di pura milik desa, menyelenggarakan upacara bhuta yajna mecaru di desa setiap Tilem Kesanga, melaksanakan upacara Mekiyis dan lain-lain. Selain itu mereka wajib tunduk dan mentaati peraturan yang berlaku bagi desa adat Kedonganan, baik secara tertulis maupun secara tidak tertulis. Wajib menjaga keamanan bersama, menjaga nama baik desa dan melaksanakan suka duka antara sesamanya. Penggantian prajuru desa adat Kedonganan dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dengan panitia pelaksanaan berasal dari utusan masing-masing banjar. 21 Selanjutnya dipilih oleh masyarakat Kedonganan dengan suara terbanyak. Setelah itu bendesa yang terpilih membentuk prajuru yang berasal dari masing-masing banjar. Syarat untuk menjadi bendesa adat Kedonganan adalah usia ± 20 tahun dengan pendidikan minimal SMP dan yang paling penting tidak dikucilkan oleh banjar di mana ia berasal. Desa adat Kedonganan juga memiliki awig-awig, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga untuk mengatur stabilitas organisasinya. Awig-awig ini sebagai sarana pengikat warga masyarakat desa adat Kedonganan yang dimuat dan disyahkan oleh pejabat berwenang. Sanksi yang ada, bilamana ada yang melanggar awig-awig ini berupa teguran oleh prajuru desa. Tuduhan atas seseorang yang bersalah didasarkan atas Tri Premana, dan jika terbukti maka orang tersebut didenda. Besar kecilnya dijabarkan atas denda uang, ayahan kerja bakti, upacara dan banten, sapa sumapa di desa dan banjar. Banjar . Komunitas terkecil di Bali disebut banjar. Suatu banjar dikepalai oleh seorang kelian banjar yang bertugas dalam bidang sosial dan kehidupan keagamaan suatu komunitas. Pusat kegiatan warga banjar adalah di bale banjar di mana para warga banjar bertemu dan melakukan kegiatan pada hari- hari tertentu. Secara organisatoris kedudukan krama berada di bawah kelian, namun segala keputusan diambil dalam rapat krama banjar dan dilaksanakan oleh kelian banjar. Kelian banjar dibantu oleh penyarikan, kesinoman dan lain-lain. Anggota dari banjar adalah mereka yang sudah menikah mapakuren dan tidak lagi berstatus sebagai teruna. Kewajiban krama banjar adalah melaksanakan upacara Dewa Yajna, Bhuta Yajna, Pitra Yajna, menyelenggarakan penguburan warga yang meninggal, membantu anggota kra ma yang terkena musibah d an baha ya, menyelenggarakan tugas rutin banjar secara bergiliran, kerja bakti dan wajib bekerja untuk kepentingan krama banjar. Fungsi banjar yang ada di desa adat Kedonganan adalah untuk mewujudkan hidup bergotong royong di kalangan warga krama banjar, baik dalam keadaan suka maupun duka. Seka adalah lembaga atau kelompok sosial yang lebih kecil dari 22 banjar. Seka di Kelurahan Kedonganan merupakan kesatuan dari beberapa orang anggota banjar yang terhimpun atas dasar kepentingan yang sama dalam suatu hal, misalnya seka teruna teruni, seka pesantian, seka gong dan seka kidung. Sifat seka-seka ini ada yang permanen dan ada pula yang sementara. Jumlah anggota dan prajuru seka ada yang besar dan ada yang kecil. Pada prinsipnya seka yang ada dilandasi oleh prinsip gotong royong, musyawarah dan tujuan khusus. Kegiatan seka disamping untuk kepentingan anggotanya, juga banyak membantu kegiatan banjar, bahkan untuk beberapa hal dimanfaatkan oleh banjar. Seka mempunyai anggota, struktur pimpinan, hubungan berpola antar anggota, aturan serta fungsi tertentu dalam kaitannya dengan kelompok sosial dan kelompok kepentingan yang sama di lingkungan banjar, desa adat dan desa dinas.

4.1.3. Sistem Kepercayaan

Di Kelurahan Kedonganan ada beberapa agama yang dianut, yaitu Hindu, Islam, Kristen Protestan, Katholik dan Buddha. Aktivitas hidup keagamaan orang Kedonganan yang mayoritas beragama Hindu dapat dikatakan sangat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dalam praktek keagamaan yang bukan hanya dilakukan pada hari-hari yang dipandang suci agama Hindu saja, tetapi juga pada hampir setiap kegiatan lainnya. Orang Kedonganan percaya bahwa segala aktivitas keagamaan, tradisi dan adat istiadat yang dilakukan adalah untuk keselarasan, keserasian dan keteraturan dalam hidup di dunia dan akhirat. Segala aktivitas keagamaan ini walau dianggap menyita waktu, tenaga dan juga biaya,bahkan terkesan boros, namun mereka percaya bahwa hal itulah tanda bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu masyarakat Kedonganan percaya adanya leluhur Betara-Betari yang turut mempengaruhi dalam kehidupan mereka. Masyarakat Kedonganan percaya pula adanya makhluk-makhluk halus, pitara roh manusia yang sudah disucikan, tonya memedi, gamang wong sarnar, kala roh jahat yang sering mengganggu, dan Banaspati perwujudan Dewi Durga dalam wajah yang menyeramkan. Masyarakat Kedonganan juga percaya adanya alam 23 yang tidak nampak Niskala, percaya dengan tempat yang dianggap angker. Mereka juga percaya dengan adanya benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib.

4.1.4. Sistem Peralatan dan Teknologi

Hingga saat ini, usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan Kedonganan dapat dikatakan masih menggunakan teknologi tradisional, seperti jukung, jaring, dayung, dan motor tempel. Alat penangkapan ikan tersebut dikatakan tradisional apabila dibandingkan dengan peralatan yang lebih modern, seperti alat pukat harimau dan perahu besar yang memiliki wilayah tangkapan yang lebih jauh off-shore fishing dan kapasitas untuk memperoleh ikan yang lebih banyak. Beberapa tahun yang lalu peralatan modern telah dikenalkan pula oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia, selain untuk memperkenalkan alat penangkapan ikan modern, peralatan ini dianggap dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan dengan hasil tangkapan yang lebih banyak. Penggunaan peralatan modern tersebut diharapkan dapat mengubah pola penangkapan ikan yang sebelumnya tergantung pada musim menjadi tidak tergantung lagi pada musim. Namun hal tersebut ternyata tidak berlangsung lama, karena selain adanya kesenjangan yang sangat besar antara nelayan dengan peralatan modern dengan nelayan tradisional, hal lainnya adalah kelurahan Kedonganan merupakan salah satu daerah kawasan pariwisata di kabupaten Badung Selatan yang dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai. Aktivitas nelayan Kedonganan berupa pendaratan basil tangkapan dialihkan ke Kabupaten Jembrana, karena hal itu dianggap dapat mempengaruhi kebersihan dan keindahan wisata alam di Kedonganan. Hal itulah yang menyebabkan nelayan Kedonganan memilih kembali dengan peralatan tradisional mereka. Ada berbagai macam tipe perahu yang digunakan nelayan yang disesuaikan dengan kapasitas masing-masing, seperti berikut : 24 1. Kolor Selerek Tipe ini umumnya digunakan untuk mencari ikan dengan menggunakan jaring selerek. Bagian-bagian dalam sebuah perahu selerek adalah kemudi, hang tempat layar, sangan belakang hang dua, blandangan bambu, mesin disel penggerak perahu, kotak tempat es dan tempat ikan. Pada setiap perahu selerek selalu terdapat sebuah tiang khusus. Di puncak tiang ini terdapat sebuah kursi sebagai tempat duduk pemilik atau nelayan buruh yang telah dipercaya ketika mencari ikan. Perahu selerek dibuat dari kayu jati. Perahu selerek yang terkenal berasal dari pulau Madura. Ukuran panjang 9 m, lebar 2,75 m, dalam 1 m. Perahu ini dapat ditumpangi 15 sampai 20 orang dan dapat memuat ikan sekitar 20 ton. Penggerak perahu adalah mesin disel berkekuatan 22 Pk yang dapat melaju dengan cepat dan menarik perahu lain yang bermuatan banyak. Jaring selerek terbuat dari nilon berukuran panjang sekitar 270 m dan lebar 60 m. Jaring ini berbentuk segi empat tanpa potongan dengan letak kantong di bagian tepi. Jaring terbagi menjadi bagian kepala, perut dan sayap yang terdiri dari 7 lembaran. Pada bagian kepala, perut dan sayap selalu dirangkaikan satu dengan lain secara vertikal. Pemberat jaring terbuat dari timah hitam, sedangkan pelampung jaring terbuat dari plastik. Jaring ini digunakan untuk menangkap ikan dengan kedalaman air 100 m dari permukaan laut. 2. Sekoci Ukuran perahu sekoci panjang 6,5 m, lebar 1,5 m dan dalam 0.75 m. Perahu ini dapat ditumpangi 2-3 orang dan dapat memuat satu ton ikan. Penggerak perahu adalah mesin disel berkekuatan 22 Pk. Perahu semacam ini jarang kita lihat sehari-hari di pantai Kedonganan karena perahu ini berlayar hingga beberapa hari. Pada perahu ini ada rumah kecil untuk berteduh. Bagian perahu lainnya adalah sangan tiang belakang, blandong bambu, mesin disel dan kotak tempat ikan. Peralatan pada perahu sekoci adalah jaring gondrong dan jaring arus. Kedua jaring ini ditarik oleh tenaga manusia. Jaring ini terbuat dari benang nilon dengan pemberat timah dan pelampung plastik. Ukuran jaring ini panjang sekitar 25 100 m dan lebar 5-6 m. Mata jaring pinggir 2.5 inci dengan mata tengah sekitar 2 inci. Kedalaman air yang digunakan untuk jenis jaring ini 60 meter. 3. Ju ku ng Perahu jukung ini merupakan perahu kecil, berukuran panjang 6 m, lebar 0,6 m dan dalam sekitar 0,4 m. Jukung dapat ditumpangi dua orang dan memuat ikan sekitar 2 kwintal. Alat penggerak perahu berupa mesin tempel dengan ukuran 7 Pk. Selain itu menggunakan alat penggerak lain yaitu dayung dan layar. Alat transportasi jukung biasanya dibuat sendiri di Kedonganan oleh sejumlah tukang kayu dan buruh yang memiliki keterampilan teknis untuk itu. Jaring untuk menangkap ikan dalam jukung adalah jaring yang disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Jukung dapat beroperasi hingga 10 km dari pantai. 4. Jaring Jaring berbentuk anyaman dari benang nilon. Berbentuk kerucut merapat, sedangkan ujung lainnya melebar. Lebar jaring 3 m dan garis tengah sekitar 10 m, dengan lubang jaring sekitar 2,5 cm. Harga bervariasi tergantung kwalitas. Untuk penangkapan ikan jenis jaring disesuaikan oleh jenis ikan yang akan ditangkap. Seperti, jaring 3 inci yang memiliki lebar 5 m, dan ikan yang ditangkap adalah ikan kembung, tongkol, tengiri dan mantik. Jaring ciker digunakan untuk menangkap ikan seperti jenis layur. Pengetahuan untuk memperbaiki jaring diperoleh secara turun-menurun di lingkungan keluarga nelayan. Cara penggunaan jaring adalah ujung jaring dipegang kernudian dilempar ke air. Penebaran jaring harus searah dengan arus laut. Setelah agak lama maka jaring diangkat ke permukaan air dan diambil ikannya. Hal ini dilakukan berulang kali dan berpindah-pindah ke tempat yang dianggap ada ikannya. 26 5. Pancing Pancing yang digunakan para nelayan adalah pancing rawe dan pancing tank. Ukuran kedua pancing ini berbeda tergantung dari jenis ikan yang akan ditangkap. Panjang tali ring mencapai kurang lebih 100 meter. Pada umumnya nelayan Kedonganan pergi ke laut ketika air pasang sehingga jukung dapat berlayar ke tengah lautan. Begitu pula saat jukung datang atau merapat ke pantai. Umumnya kegiatan nelayan setiap harinya dilakukan sebanyak 2 kali yakni pukul 02.00 dini hari dan siang hari pukul 11.00 WITA. Secara turun temurun mereka mengenal bahwa dalam sehari terjadi 2 kali air pasang surut. Proses terjadinya air pasang dan air surut ini tidak terjadi secara serentak tetapi secara pelan-pelan hingga mencapai titik tertinggi titik pasang dan terendah pada waktu air surut, hal ini terjadi setiap 6 jam sekali. Pada waktu surut, air laut menjadi mundur ke arah laut sekitar 50 sampai 100 m. Sebaliknya ketika air laut mulai pasang maka maju ke arah pantai sekitar 100 sampai 150 m. Perbedaan pasang surut ini tidak berpengaruh terhadap tempat parkir jukung karena letaknya lebih dari 200 meter dari titik terdekat ketika air laut pasang. Para nelayan Kedonganan mengenal pula beberapa tanda alam yang menunjukkan tempat berkumpulnya ikan, yaitu ketika tampak adanya gelombang berbuih putih di permukaan laut. Selain itu melihat banyaknya burung-burung yang menyelam atau menyambar di permukaan laut. Gejala alam yang lain adanya awan gelap di sebelah Tenggara atau Barat Daya yang menandakan akan terjadi angin besar diikuti oleh gelombang yang besar pula. Adanya gelombang besar didahului adanya buih yang muncul di permukaan laut. Berhembusnya angin Tenggara ini biasanya muncul pada musim kemarau dan musin hujan disertai hembusan angin Barat. Berkaitan dengan musim, para nelayan membedakan adanya arus laut yang searah dan arus laut yang berlawanan arah bolak-balik. Selama musim penghujan sekitar bulan November-April, menurut para nelayan di perairan Selat Bali bergerak arus laut yang searah, yaitu ke Utara. Sebaliknya, selama musim kemarau di perairan ini bergerak arus bolak-balik, yaitu ke Utara dan ke Selatan. Adanya angin kencang tidak hanya bertiup pada musim penghujan saja 27 melainkan juga pada musin kemarau. Musim kemarau di Kedonganan berlangsung sekitar pada bulan Mei hingga bulan Oktober. Selama musim kemarau ini angin berasal dari arah Timur, Timur Laut dan Tenggara. Oleh para nelayan disebut angin Timur yang bertiup kencang namun tidak begitu membahayakan. Kadang-kadang pada musim kemarau diselingi oleh tiupan angin Utara yang mengakibatkan gelombang besar di perairan Selat Bali.

4.2. Hidup Keseharian Nelayan

Nelayan dapat didefinsikan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikanbinatang air lainnyatanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat- alat perlengkapan ke dalam perahukapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Sedangkan masyarakat nelayan adalah kelompok atau sekelompok orang yang bekerja sebagai nelayan, nelayan kecil, pembudi daya ikan kecil yang bertempat tinggal di sekitar kawasan nelayan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No. 15PermenM2006. Nelayan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu nelayan pemilik tradisional, nelayan pemilik semi-modern, dan nelayan buruh. Tiga kategori nelayan ini memiliki ciri-ciri kehidupan sehari-hari yang berbeda antara satu dengan lainnya. Sebagai contoh, nelayan bernama Wayan bukan nama asli. Sebagai nelayan pemilik tradisional, pak Wayan memiliki enam jukung lengkap dengan jaring dan mesin tempel 5 PK, serta mempu nyai lima orang nelayan bu ru h untu k mengoperasikannya jukungnya tadi. Kegiatan kenelayanan dimulai pada pukul 02.00 dini hari. Para nelayan ini menyiapkan barang-barang yang akan dibawa untuk melaut, misalnya jaring yang disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap, mesin tempel, lampu penerangan dan botol yang berguna sebagai tanda dan menghindari tabrakan antar jukung, serta bekal mereka melaut. Pada musim ikan, pak Wayan melaut sampai dengan 2-3 kali dalam sehari. Sedangkan bila tidak musim ikan hanya melaut sekali saja. Hasil tangkapan ikan dijual ke pengambek. Dalam hal ini para istri nelayan sangat berperan dalam menjual hasil tangkapan ikan dari suami mereka. Pada pukul 12.00-13.00 siang 28 hari, pak Wayan mendaratkan jukung yang telah dipakai dan menyimpan mesin tempel yang telah digunakan. Ada kalanya ia merawat dan memperbaiki mesin yang rusak. Sebagai nelayan pemilik tradisional, ia bertugas membagi uang hasil tangkapan kepada buruh-buruhnya itu. Setelah semua pekerjaan selesai, para nelayan kembali ke rumah masing-masing. Lain lagi dari penuturan Pak Sacit, seorang nelayan tradisional dari daerah Muncar. Menurut keterangannya, pada saat musim barat nelayan yang berasal dari luar daerah Bali akan pulang kampung dikarenakan pendapatan ikan sedikit. Perahunya tetap ditaruh di pantai Kedonganan, tapi nelayannya saja yang kembali ke kampung. Perahu rata-rata milik sendiri yang langsung dibawa dari kampung, namun ada juga beberapa nelayan Bali, khususnya dari Kedonganan yang mempunyai perahu sendiri. Biasanya yang dahulunya nelayan asli Kedonganan melaut sendiri, namun sekarang perahunya sudah disewakan kepada nelayan dari luar yang hasilnya dibagi menjadi dua 50-50. Ada juga beberapa nelayan melaut sendiri tanpa teman untuk melaut, jadi hasilnya bisa dinikmati sendiri. Nelayan mulai melaut mulai pukul 15.00 atau 16.00 dan kembali ke darat keesokan harinya kurang lebih jam 06.00 atau jam 07.00. Penghasilan paling sedikit pada musim barat kadang-kadang mendapatkan sampai 5 ekor ikan saja, kadang tidak mendapatkan sama sekali. Hasil ikan paling banyak bisa mencapai 1-2 ton, kalau ikan yang di dapat melebihi 2 ton biasanya membuang jaring ke laut. Untuk mendapatkan ikan sebanyak itu perahu yang digunakan adalah perahu yang berukuran sedang. Harga untuk ikan tongkol paling murah mencapai 5-6 ribukg, sedangkan jika musim barat mencapai 9-10 ribukg. Sedangkan ikan lemuru ikan kucing berkisar 10 ribukg. Nelayan yang akan menangkap ikan-ikan besar seperti tongkol akan membuat rumpung di tengah laut, jadi nelayan akan kembali ke darat hanya seminggu sekali. Penangkapan ikan di laut disesuaikan dengan ukuran ikan dan dengan ukuran jaring dan kapal, jika kapal besar bisa menampung ikan lebih dari 2 ton. Nelayan yang ada di Kedonganan kebanyakan orang Bugis, ada juga orang dari Madura dan Jawa. Untuk ikan layur kuning harganya berkisar 40 ribukg, sedangkan lemuru hitam dan putih sekitar 30 ribukg. 29 Menurut pak Sacit, fasilitas kenelayanan di Kedonganan cukup baik. Nelayan yang ingin berisitirahat disediakan tempat istirahat bangunan persegi panjang atau yang disebut bangsal yang berlokasi tepat di pinggir pantai. Selain untuk tempat istirahat, tempat ini juga sebagai tempat untuk memperbaiki jaring- jaring yang rusak dan sebagai tempat menaruh jaring-jaring nelayan selama tidak melaut. Bangsal ini tidak di kenakan biaya melainkan diperuntukan secara gratis. Jaring-jaring yang dipakai bisanya di beli di pabrik, tidak membuatnya sendiri. Pengeluaran para nelayan kurang lebih sekitar 50-60 ribuhari untuk kebutuhan sehari-hari. Harga mesin perahu, perahu, dan jaring sampai 100 juta per satu perahu, itupun disesuaikan dengan daya mesin perahu, ada yang berukuran 15 dan 30 PH. Untuk pemesanan perahu biasanya antara 1-2 minggu, dan langsung dikirim dari Cilacap dan diangkut ke Bali menggunakan sebuah truk, yang di dalamnya berisi sampai 6 buah perahu. Pengasilan untuk nelayan kalau dipukul rata 7 jutabln jika perahu milik berdua, sedangkan perahu milik sendiri bisa mencapai 15 jutabln. Untuk orang yang bertugas menampung ikan disebut pengembak, selanjutnya ikan akan dikirim ke daerah Benoa. Setiap nelayan mempunyai bos, apabila nelayan ini kehabisan modal jadi nelayan ini akan meminjam modal kepada pengembak, selanjutnya setelah nelayan ini panen akan diserahkan langsung kepada pengembak. Untuk sekali melaut, nelayan membutuhkan dana disesuaikan dengan besar daya mesin, untuk mesin yang berukuran 30 PH dibutuhkan dana sebesar 200-300 ribu sedangkan mesin yang berukuran 15 PH sebesar 100-200 ribu. Bapak Nyoman bukan nama asli merupakan salah seorang nelayan semi- modern. Dia berasal dari Kedonganan dan dibesarkan dalam keluarga nelayan dan memiliki sembilan jukung yang pengoperasiannya dipercayakan kepada nelayan buruh. Aktivitas mulai pada dini hari. Pak Nyoman menemui buruh jukungnya dan membantu menyiapkan perlengkapan yang akan segera di bawa melaut. Sekitar pukul 04.00 pagi, dia mengawasi penurunan ikan yang ditangkap oleh kapal-kapal selerek, seperti tuna, lobster, cumi-cumi ukuran besar dan ikan lainnya yang akan dibeli oleh KUD setempat. Hasil tangkapan itu didistribusikan ke sejumlah hotel, restoran dan cafe yang ada di 30 Kedonganan. Setelah kegiatan di KUD selesai, kemudian pak Nyoman pergi mengawasi hasil tangkapan para buruhnya. Hasil tangkapan ikan dihitung dan kemudian dijual ke pasar oleh istrinya. Pada musim ikan, kegiatan di pantai biasanya selesai pukul 13.00. Setelah itu baru para nelayan bisa beristirahat. Pak Abdul bukan nama asli sebagai nelayan buruh yang berasal dari Muncar, Jawa Timur, tinggal di sebuah kamar sewa beserta istri dan anaknya. Seperti nelayan buruh lainnya, pak Abdul sudah mulai beraktivitas sekitar pukul 02.00 pagi. Dia bekerja pada salah seorang pemilik jukung, pak Made bukan nama asli. Kemudian dia menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa melaut, antara lain; lampu, jaring, bahan bakar mesin tempel, makanan dan minuman yang telah disediakan oleh istri nelayan pemlik. Setelah itu pergi melaut dan kembali sekitar pukul 09.00 pagi. Kemudian ikan hasil tangkapannya dibersihkan dari jaring, ditempatkan dalam wadah plastik ukuran besar, kemudian ikan itu dijual oleh istrinya Setelah pak Abdul mendaratkan jukungya, segala peralatan dari nelayan pemilik yang dibawa tadi dibersihkan dan dikembalikan ke tempat semula bersama mesin tempel yang telah digunakan. Setelah itu dia pulang ke rumah untuk membersihkan diri dan beristirahat.

4.3. Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Tangkapan Ikan