42 6.
Meningkatkan kinerja LPD Desa Adat Kedonganan sehingga mampu berperan sebagai pusat pertumbuhan perekonomian pedesaan, aktivitas
sosial dan lingkungan hidup. 7.
Meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki sense of belonging masyarakat terhadap LPD Desa Adat Kedonganan.
8. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para prajuru dan krama
Desa Adat Kedonganan mengenai LPD sehingga mampu berperan sebagai Badan Pengawas BP yang profesional.
Lembaga Perkreditan Desa LPD itu sendiri merupakan buah pikiran Gubernur Bali, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Gagasan mendirikan LPD diilhami
keberadan Lumbung Pitih Nagari LPN yang merupakan lembaga simpan pinjam untuk masyarakat adat yang sukses di Padang Sumatera Barat. Dengan
mengadopsi konsep sekaa dan desa adat yang telah tumbuh sejak lama di dalam masyarakat Bali, Gubernur Bali kemudian meluncurkan Lembaga Perkreditan
Desa LPD. Tujuan LPD yakni membantu desa adat dan krama desa adat dalam pembangunan adat, budaya dan agama. Keuntungan LPD direncanakan untuk
membangun kehidupan sosial-budaya masyarakat Bali, baik untuk pembangunan fisik maupun nonfisik.
5.3.2. Pelaksanaan
LPD Desa Adat Kedonganan diresmikan pada 9 September 1990, yaitu enam tahun setelah LPD resmi didirikan di Bali. Di awal pendiriannya, modal
LPD Kedonganan tidaklah begitu besar yaitu Rp 4,6 juta. Modal ini bersumber dari bantuan Pemerintah Daerah Pemda Tingkat I Bali senilai Rp. 2.000.000
serta bantuan Pemda Tingkat II Badung senilai Rp 2.600.000. Pada awal beroperasi, LPD Desa Adat Kedonganan belum memiliki kantor representatif.
Bendesa Adat Kedonganan kala itu, I Wayan Gandil meminjamkan wantilan Banjar Anyar Gede sebagai kantor LPD Kedonganan. Pada saat didirikan, LPD
Desa Adat Kedonganan dalam kondisi serba terbatas. Tidak hanya terbatas modal
43 tetapi juga dukungan krama karena ragu lembaga ini bisa eksis dan berlanjut.
Karena itu, peresmian LPD Kedonganan hanya dihadiri sebagian prajuru dan segelintir warga. Lambat laun, seiring bertumbuhnya kegiatan usaha LPD,
kepercayaan krama dan nasabah juga ikut tumbuh. LPD Kedonganan pun berkembang pesat. Akhirnya, pada tahun 1991, Desa Adat Kedonganan mampu
memberikan bantuan dana Rp 12.000.000 untuk membangun kantor LPD Desa Adat Kedonganan di lokasi kantor LPD saat ini. Gedung ini kemudian direnovasi
total pada tahun 2009 dan di-pelaspas serta diresmikan Bupati Badung, AA Gde Agung, S.H., pada 12 Januari 2010.
Demikianlah, sejak tahun 2007 Desa Adat Kedonganan yang didukung Pemkab Badung, dan secara internal didukung oleh LPD Desa Adat Kedonganan
dan BPT2K menata kawasan Pantai Kedonganan sebagai bagian palemahan desa. Penataan pantai Kedonganan pada dasarnya merupakan proses pengalokasian area
pantai Kedonganan ke dalam zona-zona tertentu, yaitu zona café, zona ekonomi, zona sosial-budaya dan keagamaan berdasarkan gambar rencana yang telah
disetujui. Penataan juga merupakan usaha untuk mengurangi jumlah café yang sudah berdiri sebelumnya dari sejumlah 67 menjadi 24 dimana kepemilikannya
diserahkan kepada seluruh warga Desa Adat Kedonganan yang tersebar di enam banjar sesuai Rekomendasi Bupati Badung. Keberadaan kafé-kafé ditata agar
mampu memaksimalkan potensi warga. Masing-masing banjar diberi hak mengelola empat kafe. Ini merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa Adat Kedonganan melalui usaha bersama dengan memanfaatkan palemahan desa di pesisir barat.
Sejak saat itulah, Pantai Kedonganan dikenal sebagai daerah wisata kuliner. Menu kuliner yang ditawarkan yakni ikan bakar, lobster, udang, kerang,
kepiting, cumi, serta menu pendukung seperti sambal ala Kedonganan, plecing kangkung, dan lainnya. Rasa dan aroma yang ditawarkan di cafe di kawasan
Pantai Kedonganan memiliki ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki daerah lain. Pantai Kedonganan kini telah berubah menjadi objek wisata yang sangat
menarik. Pemandangan lautnya tak kalah menawan dengan objek wisata pantai lainnya. Nama Kedonganan pun mulai disebut-sebut di dunia pariwisata.
44 Sejumlah situs internet menurunkan laporan mengenai suasana Pantai
Kedonganan sebagai alternatif objek wisata pantai maupun wisata kuliner di Bali. Berbagai biro perjalanan pun mulai memasarkan Pantai Kedonganan.
5.3.3. Pengawasan dan Evaluasi