Daftar Acara Seremonial Budaya Pengging.

commit to user

4. Atraksi Wisata Minat Khusus Kawasan Wisata Pengging.

a. Daftar Acara Seremonial Budaya Pengging.

1 Pengging Fair. Acara Pengging Fair biasanya diadakan tiap 1 tahun sekali, setiap bulan Agustus. Biasanya acara ini dilaksanakan dalam rangka memeriahkan HUT RI yang jatuh pada tanggal 17 Agustus. Acarana ini biasanya dilakukan atas kerjasama masyarakat kecamatan Banyudono dilaksakan pada hari Sabtu dengan rute dari Kecamatan Bannyudono sampai pendopo Kapujanggan. Dalam acara Pengging Fair banyak kegiatan-kegiatan yang diadakan dalam mengisi acara tersebut. Adapun kegiatan dimulai dengan kegiatan yang bernuansakan social seperti : donor darah, pemeriksaan gratis. Puncak acara adalah satu hari satu malam yang diawali pawai karnaval pengging fair pada sore hari dan dilanjutkan dengan malam pentas seni di pendopo Kapujanggan. Pada acara malam pentas seni Pengging Fair banyak sekali pertunjukan yang disuguhkan, antara lain : Wayang kulit, Keroncong, Campursari, Dangdut, Pentas anak, Parade Band, Musik Tempo doeloe tembang kenangan. 2 Pawai Ta’aruf. Pawai Ta’aruf ini merupakan sebuah kegiatan karnafal anak-anak santri Play Group atau TKIT, SDIT dan TPA seKecamatan Banyudono dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengajak masyarakat muslim untuk berpuasa Ramadhan serta commit to user menyerukan kepada masyarakat Pengging dan sekitar akan pentingnya puasa Ramadhan. Rute dari pawai Ta ’aruf dari Kecamatan Banyudono sampai Pendopo Kapujanggan. 3 Padusan. Padusan merupakan sebuah acara tahunan yang digelar oleh pemerintah Kabupaten Boyolali dalam rangka menyongsong bulan Ramadhan. Pemerintah mengadakan acara padusan bertujuan untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam mensucikan dirinya guna menghadapi bulan Ramadhan. Acara padusan digelar di kawasan wisata Pengging. Untuk lebih menarik masyarakat yang datang pada acara padusan digelar pertunjukan dangdut. Tapi sayang dengan adanya Dangdutan masyarakat lupa dengan tujuan utama yaitu mensucikan raga dalam rangka memasuki bulan Ramadhan. Padusan mulai diadakan dan dijadikan pariwisata sejak pembangunan Pengging di serahkan kepada pemerintah Kabupaten Boyolali Abat ke 20. Padusan berasal dari kata “ adus “ mandi merupakan sebuah upacara tradisional penduduk daerah Surakarta dan sekitarnya, untuk mandi guna mensucikan diri sebelum melakukan ibadah puasa. Upacara ini cukup banyak mandapatkan perhatian yang besar dari penggunjung yang berasal dari luar daerah Boyolali antara lain dari Kartosuro, Surakarta, Klaten, Sukoharjo dan sekitarnya Disparbud Kabupaten Boyolali : Selayang Pandang. 1997 . commit to user Upacara Padusan Pengging dilaksanakan pada dua hari H-2 menjelang Bulan Suci Ramadhan untuk menyucikan diri dalam memasuki Bulan Puasa. Prosesi pelaksaan Padusan Pengging meliputi: 1. Kenduri yang di laksanakan pada H – 1 sebelum hari pelaksaan, di Umbul Ngabean oleh masyarakat Pengging yang melibatkan unsur Paguyuban Pakusuba dan Paguyuban Moyotirto beserta masyarakat sekitar. 2. Kirab budaya yang dilaksanakan pada hari pelaksanaan, melibatkan komponen dari Paguyupan Pakusuba dab Paguyuban Moyotirto, Muspida Boyolali dan Muspika Kecamatan Banyudono, kelompok kesenian local, serta Mbak dan Mas Boyolali. 3. Sungkeman siraman yang dilakukan oleh Mbak dan Mas Boyolali. Pemilihan Mbak dan Mas Boyolali di adakan sejak tahun 2004. 4. Pembukaan Padusan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali Disparbud Kab. Boyolali : Hasil Pendataan Sejarah Nilai Tradisional Kabupaten Boyolali. 2011 . 4 Sebaran Apem Kukus Keong Emas. Acara ini diselenggarakan pada bulan Sapar. Biasanya dilaksanakan di depan masjid Cipto Mulyo. Pada ritual ini panitia akan membagi-bagikan apem dengan cara dilempar atau disebar dari tumpeng apem raksasa. Sebaran Apem di Pengging mulai dilaksanakan kembali tahun 2000 sejak bapak Joko Sriyanto menjabat sebagai bupati Kabupaten Boyolali. Beliau memerintahkan kepada masyarakat sekitar agar tradisi sebaran Apem yang ada di Pengging di commit to user laksanakan kembali untuk mendatangkan wisatawan di kawasan wisata Pengging, maka sejak itulah dan sampai sekarang tradisi Sebaran Apem Kukus Keong Emas mulai dilaksanakan kembali. Saparan Pengging adalah tradisi berebut apem Kukus keong Mas yang berasal dari Kabupaten Boyolali. Perwujudannya berupa pembagian kue apem yang terbungkus janur yang di sanggarkan oleh doa yang di laksanakan oleh Kyai Ulama yang berlokasi di Astana Luhur R. Ng Yosodipuro pada bulan Jumat pertengahan Bulan Sapar dan kemudian dibagikan pada hari Jumat setelah Sholat Jumat. Pembuatan apem melibatkan semua masyarakat Kecamatan Banyudono, setiap desa yang berada di Kecamatan Banyudono akan memberiakan apem sebanyak 500 biji apem. Masyarakat sekitar mempercayai bahwa siapa yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan apem maka akan mendapatkah berkah. Prosesi acara sebaran Apem Keong Mas meliputi : 1. Satu hari sebelum pelaksaan tepatnya pada hari Kamis malam Jumat diadakan pembacaan doa dan Tahtil Apem Kukus Keong Emas yang di laksanakan di Masjid Cipto Mulyo yang dilakukan oleh Takmir Masjid Cipto Mulyo beserta Paguyuban Pakusubo. Moyotirto, Trah keturunan R.Ng. Yosodipuro dan sejumlah elamen masyarakat Pengging. 2. Prosesi selajutnya adalah penyanggaran Apem Kukus Keong Emas di makam R. Ng. Yosodipuro. 3. Kirab budaya dan Gunungan Apem Kukus Keong Emas dari Kecamatan Banyudono menuju ke Masjid Cipto Mulyo. commit to user 4. Serah terima Apem Kukus Keong Emas dari Trah Yosodipuro kepada Takmir Masjid Cipto Mulyo. 5. Doa oleh ketua Takmir Masjid Cipto Mulyo. 6. Penyebaran Apem Kukus Keong Emas yang dilakukan oleh Trah R. Ng. Yosodipuro. Muspida Kabupaten Boyolali kepada masyarakan Pengging. Makna dan nilai yang terkandung yaitu upacara tradisional Sebaran Apem Kukus Keong Emas adalah salah satu tradisi Keraton Surakarta pada zama dahulu, terjadinya tradisi tersebut sampai sekarang masih diperingati pada zaman pujangga Dalem Keraton Surakarta Hadiningkrat R. Ng. Yosodipuro di jaman sinuwun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono IV. R. Ng. Yosodipuro kecuali seorang Pujangga Keraton Surakarta, beliau juga seorang Ulama, maka sampai saat inipun beliau banyak mempunyai santri dan sering member ilmu – ilmu dan penyebaran agama islam. Ilmu tersebut diantaranya ilmu Tauhid kepada Allah SWT, kepercayaan yang dianut sebenarnya hanya datang dari Tuhan Cahaya Ilahi atau Nur Ilahi . Ilmu tersebut digambarkan dengan “janur” yang bermakna untuk mematapkan nasehat – nasehat dari R. Ng. Yosodipuro kepada murid – muridnya, kemudian murid – muridnya disarankan untuk membawa apem kukus dibungkus janur dengan di gambarkan “keong” yag bermakna keong itu kecil tetepi bisa mengalahka kancil pada dongeng si kancil. Cerita tersebut digaris bawahi bahwa kawulo alit di Surakarta Hadinngkrat selalu hidup rukun dan sejahtera dan selalu mengabdikan dirinya kepada Tuhan. Tradisi tersebut sudah berjalan sejak zaman Keraton Surakarta commit to user hadiningkrat di bawah pemerintahan ISKS Pakubuwono X yang sangat terkenal pada saat itu di tanah Jawa. Seperti ilmu oleh ISKS Pakubuwono X yang manjadi dasar pada zaman Senopati lalu disebut Pujangga Dalem Kyai Yosodipuro dilambangka dengan tembang Dandanggula. Dengan tenbang Dandaggula tersebut dengan tradisi budaya yang sangat kental didasari dengan cipta rasa budukarsa kalau benar – benar diyakini akan menjadi anugrah besar, namun bila disia – siakan akan menjadi mala petaka. Dengan begitu Sampeyan Dalem memerintahkan kepada Abdi Suranata mengadakan tradisi yang sudah dilaksanakan oleh nenek moyang dengan nama “Paringan Apem Kukus Keong Emas”. Setelah selesai pembuatan Apem Kukus Keong Emas dibawa ke Raja yang sangat disenangi pada saat itu dan suka pada Budaya serta orangnya sangat bijaksana. Dari tradisi berdoa Pakubuwono X juga sering mengumandangkan Gending – gending Yoso dalem para Noto di zaman Mataram yang isinya tentang doa dan ucapan syukur dan pelajaran ilmu agama islam yang terdiri dari dua arti yaitu : Santhi Suaran dan Raras Madya. Santhi Suaran berarti senanti atau doa. Raras Madya berarti Wucalan atau pelajaran, bahwa gendhing tersebut pada zaman Sultan Agung sering dikumandangkan hingga menjadi sebuah Candra Sengkala atau pertanda Rasas Anggana Wisiking Nabi atau disebut dengan tahun 1566. Dari tradisi tersebut apabila diketahui semua mempunyai makna : Manunggaling Kawula Gusthi atau bersatunya tanah Jawa dengan islam yang didalamnya banyak mengandung makna – makna kehidupan commit to user Disparbud Kab. Boyolali : Hasil Pendataan Sejarah Nilai Tradisional Kabupaten Boyolali 2011 . 5 Ritual Kungkum malam Jum’at Pahing. Ritual ini di laksanakan setiap malam Jum’at Pahing di Umbul Sungsang dan Umbul Pengging Tirto Marto. Banyak para wisatawan yang datang ke tempat ini dengan tujuan ngalap berkah mencari berkah. Ritual yang sering dilaksanakan adalah merendamkan diri di Umbul Sungsang dan Umbul Pengging dengan tidak memakai pakaian. Ritual kungkum mulai ada sejak Pengging dibangun pada abad ke 19, biasanya wisatawan melakukan ritual kungkum pada malam Jumat Pahing mempunyai niat atau kepercayaan masing – masing dengan tujuan dari wisatawan satu dengan yang lain berbeda agar senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Wisatawan yang melakukan ritual kungkum kebanyakan orang yang sudah tua baik pria maupun wanita baik dari kalangan pejabat, pedagang, pegawai, tetapi masih terdapat beberapa wisatawan yang muda yang melakukan ritual kungkum. Ritual kungkum biasanya dimulai pada pukul 22.00 berakhir setelah jam 24.00 sesuai dengan keinginan wisatawan. Masyarakat mempercayai apabila melakukan ritual kungkum selama 7 kali maka permintaannya akan terkabul. Tidak hanya dari luar daerah Kabupaten Boyolali saja yang melakukan ritual kungkum, tetapi masyarakat sekitar masih banyak yang yakin dan percaya terhadap tradisi ritual kungkum. commit to user 6 Sanggaran. Sanggaran yaitu meletakkan janur kuning di makam Yosodipura dengan tujuan untuk mengetahui nasib baik atau buruk dari oarng yang menyanggarkan. Didalam janur kuning yang sudah di sanggarkan akan terdapat tulisan arab yang dapat dibaca dan diterjemahkan maknanya oleh juru kunci. Di dalam janur tersebut berisi samar – samar tulisan arab. Sanggaran di mulai sejak sore hari dan dapat diambil kembali setelah pukul 24.00. Wisatawan yang ingin melakukan sanggaran harus mendaftar kepada juru kunci dan memohon apa keinginannya kemudian wisatawan akan diberi nomer urut sesuai dengan nomor yang tertera di janur kuning. Juru kunci akan menyanggarkan di dalam makam Raden Ngabei Yosodipuro setelah pukul 24.00 para juru kunci akan mendoakan, setelah didoakan janur dibagiakan kembali kepada wisatwan sesuai nomer urut dan didalam janur akan muncul samar – samar huruf arab yang dapat membaca dari huruf arab itu hanya juru kunci makam Yosodipuro. Di makam ini tidak dipungut retribusi tetapi masyarakat dapat sodakoh atau infak seiklasnya. Sanggaran mulai menjadi tradisi sejak Raden Ngabei akan wafat, beliau memberi amanat kepada masyarakat sekitar apabila kelak dikemudian hari anak cucuku sedang menghadapi permaslahan lahir dan batin diperintahkan untuk meletakkan atau menyanggarkan janur di makam Yosodipuro, maka di situ akan ada pertanda yang akan menyelesaikan permasalah tersebut. Maka sejak Raden Ngabei Yosodipuro wafat banyak yang berdatangan untuk berziarah pada setiap malam Jumat, dan banyak commit to user wisatawan dan masyarakat yag melakukan tradisi sanggaran pada malam Jumat Pahing karena pada hari Jumat Pahing merupakan kelahiran dari Raden Ngabei Yosodipuro Wawancara dengan bapak Sansoyo juru kunci makam Yoyodipuro pada tanggal 12 Juli 2012 .

b. Makna Mitos Tradisi dan Ritual di Kawasan Wisata Pengging.