Contoh-Contoh Kasus Hubungan Sebab Akibat (Kausalitas) Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek (Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe)

Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 tesebut, hakim dapat menyimpan dari ketentuan undang-undang, apabila undang-undang tersebut dalam prakteknya dipandang sudah beku. d. Aliran sosiologis, yang bermaksud memberikan objective grantion das Recht. Pemecahan antara pelaksanaan ketentuan undang-undang terhadap penegakan keadilan; antara ketentuan undang-undang terhadap kesadaran hukum masyarakat. Hakim harus selalu memperhatikan kesadaran hukum masyarakat. e. Aliran open systeem van het recht, dimana para hakim diberikan peranan yang semakin luas, yaitu bahwa hakim harus juga menemukan dan menciptakan hukum, selain dari tugas penerapan undang-undang. Kebutuhan akan peranan hakim memang diperlukan, karena pembuat undang-undang tidak akan mampu untuk dalam waktu yang relatif singkat, dapat merumuskan dalam perundang-undangan semua kebutuhan akan hukum dalam segala bidang kehidupan atau penghidupan masyarakat, apalagi dalam masyarakat yang sedang membangun dan berkembang.

B. Contoh-Contoh Kasus

1. Kasus yang disidangkan di pengadilan Nederland pada tahun 1939. Dalam kasus itu diceritakan bahwa : “Suami A, dituduh menganiaya istrinya, yaitu memukul kepalanya dengan selop yang kemudian meninggal dunia sehingga melakukan perbuatan pidana termaktub dalam Pasal 351 ayat 3 KUHP. Yang menjadi soal ialah apakah ada hubungan kausal antara pemukulan dengan selop dan matinya istri tersebut tadi. Setelah pengadilan memeriksa barang bukti selop dan melihat bahwa benda Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 tersebut adalah selop biasa saja, jadi misalnya bukan selop yang memakai hak tebal dan berlapis besi, memutuskan bahwa pemukulan dengan selop biasa, sekalipun dengan jarak dekat di bagian kepala, tidak mampu dan wajar untuk menyebabkan maut, sehingga perbuatan tersebut tidak adekuat kausal dengan akibat tadi, dan terdakwa harus dilepas dari tuntutan hukum. Karena pihak penuntut umum naik banding, maka perkara maju ke pengadilan tinggi. Di sini diadakan approach atau tanggapan lain. Bukan saja wujudnya selop dan cara memukulnya yang dimasukkan dalam pertimbangan tapi juga keadaan korban. Menurut keterangan keahlian dari dokter visum et repertum ternyata wanita tersbut mempunyai tulang kepala yang dinamakan “eierschedel”, tulang kepala telur, dan selop tersebut justru mengenai tempat di mana tulangnya sangat tipis. Mengingat kenyataan ini, maka menurut pengadilan tinggi si sitri adalah akibat pemukulan selop oleh terdakwa, sehingga Pasal 351 ayat 3 dapat dikenakan padanya”. 2. Putusan Raad Van Justitie Batavia 23 Juli 1973 Sebuah mobil menabrak pengendara sepeda motor. Pengendara sepeda motor tersebut terpental keatas rel dan seketika itu ia dilindas oleh kereta api. Terlindasnya pengendara sepeda motor oleh kereta api itu dipandang oleh pengadilan sebagai akibat langsung dan segera dari penabrakan sepeda motor oleh mobil. Maka matinya si korban dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahan terdakwa pengendara mobil. Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 3. Putusan Politierechter Bandung 5 April 1933 Seorang ayah yang membiarkan anaknya yang berumur 14 tahun mengendarai sepeda motornya. Anak tersebut menabrak orang. Di sini perbuatan ayah dapat disebut syarat voorwaarde dari tabrakan itu, akan tetapi tidak disebut sebagai sebab dari tabrakan itu, oleh karena antara perbuatan ayah dengan tabrakan itu tidak ada hubungan kausal yang langsung. 4. Putusan Politierechter Palembang 8 Nopember 1936. Diperkuat oleh Hooggerechtshof 2 Pebruari 1937 Perbuatan terdakwa yang tidak menarik seorang pengemudi mobil yang sembrono dari tempat kemudi stuur dan membiarkan pengemudi tersebut terus mengemudiyang kemudian menimbulkan kecelakaan. Perbuatan terdakwa yang membiarkan pengemudi terus mengemudi oleh pengadilan tidak dianggap sebagai sebab dari kecelakaan itu, karena tidak terdapa hubungan yang langsung. Perbuatan terdakwa membiarkan pengemudi terus mengemudi dipandang sebagai faktor syarat saja, dan bukan faktor penyebab. 5. Putusan Pengadilan Negeri Pontianak 7 Mei 1951, dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. . Terdakwa sebagai kerani bertanggung jawab atas tenggelamnya satu kapal yang disebabkan oleh terlalu berat muatannya dan yang mengakibatkan 7 orang meninggal dunia, oleh karena terdakwa sebagai orang yang mengatur pemasukan barang-barang angkutan dalam kapal in casu tidak mempedulikan peringatan- Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 peringatan dari berbagai pihak tentang terlalu beratnya muatan pada waktu kapal akan berangkat. Di dalam pertimbangan juga disebutkan bahwa perbuatan terdakwa, mempunyai hubungan erat dengan kecelakaan itu 6. Seorang majikan yang sangat membenci pekerjanya, tetapi tidak berani melepasnya. Namun menginginkan agar pekerjanya mati. Pada waktu hujan yang disertai petir ia menyuruh pekerjanya itu pergi kesuatu tempat dengan harapan agar orang itu disambar petir. Dan harapan itupun terkabul dan pekerjanya mati disambar petir. Perbuatan menyuruh orang lain pada umumnya tidak mempunyai kadar untuk kematian seseorang karena disambar petir. Penyambaran petir itu adalah hal yang ketepatan. Sehingga dalam pembuktiannya tidak ada hubungan kausal dan juga tidak ada pemidanaan. Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 BAB IV KASUS DAN ANALISIS

A. Posisi Kasus Perkara : Nomor : 83 Pid.B 2008 PN-Kaban Jahe