Ajaran Sebab Akibat dengan Delik Omisi Pengertian Kesengajaan dolus

Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 1. terwujudnya tingkah laku; 2. terwujudnya akibat akibat konstitutif atau constitutief gervolg; 3. ada hubungan kausal causal verband antara terwujudnya tingkah laku dengan akibat konstitutif.

5. Ajaran Sebab Akibat dengan Delik Omisi

Dilihat dari macam unsur tingkah lakunya, tindak pidana dibedakan anatara tindak pidana aktif atau tindak pidana positif tindak pidana comissi dan tindak pidana pasif atau tindak pidana negatif tindak pidana omisi. Tindak pidana omisi adalah tindak pidana yang terwujudnya oleh sebab perbuatan pasif atau tidak berbuat aktif, tidak berbuat mana melanggar suatu kewajiban hukum rechtsplicht untuk berbuat sesuatu. Van Hamel mengatakan, bahwa seseorang yang tidak berbuat dapat dianggap sebagai sebab dari suatu akibat, jika memang ia mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat. Istilah kewajiban hukum ditafsirkan sebagai kewajiban yang bersumber kepada hukum dan yang timbul karena jabatan, pekerjaan dan juga keputusan-keputusan yang menjadi kesadaran dalam masyarakat 9 1 Merusak hak subjektif seseorang menurut undang-undang. . Perbuatan yang bertentangan dengan hukum ditafsirkan sebagai : 2 Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku menurut undang-undang. 3 Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang. 9 E.Y. Kanter dan S. R. Sianturi, op. cit, h.132. Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 4 Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat.

6. Pengertian Kesalahan schuld

Mengenai pengertian kesalahan dalam hukum pidana, telah banyak diteorikan orang. Mereka telah mambahas pengertian kesalahan dengan berbagai cara dan menempatkan kesalahan sebagai salah satu unsur dari tindak pidana Simon tetapi ada juga yang menempatkannya sebagai unsur pertanggungan jawab pidana Roeslan Saleh, Moeljatno 10 10 Ibid, h. 160 . Tentang “kesalahan” ini, terutama dalam hubungannya dengan pemidanaan sangat penting, karena telah umum dianut suatu adigum yang semula berasal dari pasal 44 KUHP yang berbunyi : “Tidak ada pemidanaan tanpa adanya kesalahan”. Dalam bahasa asing disebut : “Geen straf zonder schuld” Belanda, atau An act does not constitue itself guilt unless the mind is guilty Inggris. Beberapa pembahasa para sarjana pada garis besarnya adalah sebagai berikut :

a. Pendapat Simon

Simon secara panjang lebar membahas pengertian kesalahan. Beliau berpendapat bahwa, sudah sekian banyak pembahasan tentang hal ini, tetapi sampai kini, tentang isi dari pengertian kesalahan itu masih tetap berbeda dan tidak pasti. Dikatakan selanjutnya bahwa sebagai dasar dari dari pertanggungan- jawab adalah kesalahan yang terdapat pada jiwa pelaku dan hubungannya kesalahan itu dengan kelakuannya yang dapat dipidana, dan berdasarkan Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 kejiwaannya itu pelaku dapat dicela karena kelakuan itu. Sehubungan dengan uraian tersebut beliau mengatakan bahwa untuk mengatakan adanya kesalahan pada pelaku, harus dicapai dan ditentukan terlebih dahulu beberapa hal yang menyangkut pelaku yaitu : 1 Kemampuan bertanggung jawab toerekenings-Vatbaarheid 2 Hubungan kejiwaan Pcichologische betrekking antara pelaku, kelakuan dan akibat yang ditimbulkan termasuk kelakuan yang tidak bertentangan dengan hukum dalam kehidupan sehari-hari 3 Dolus atau culpa Menurut beliau kesalahan adalah merupakan unsur subjektif dari tindak pidana.

b. Pendapat Noyon

Noyon mengatakan bahwa untuk masalah, “kesalahan” sebaiknya dibahas mengenai, hal yang berhubungan dengan penerapan toepassing hukum positif. Bukan tentang hakekat yang sebenarnya dari kesalahan itu. Diakuinya adanya ketidak pastian tentang sejauh mana ciri-ciri dari kesalahan berlaku dalam hukum positif. Dikemukakan bahwa umumnya ciri-ciri dari kesalahan yang berhubungan dengan hukum positif adalah : 1 Bahwa pelaku mengetahui atau harus dapat mengetahui hakekat dari kelakuannya dan keadaan yang bersamaan dengan kelakuan itu. sepanjang keadaan-keadaan itu ada hubungannya. Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 2 Bahwa pelaku mengetahui atau patut harus menduga bahwa kelakuannya itu bertentangan dengan hukum onrechtmatig. 3 Bahwa kelakuan itu dilakukan, bukan karena pengaruh dari sesuatu keadaan jiwa yang tidak normal Pasal 44 KUHP. 4 Bahwa kelakuan itu dilakukan, bukan karena pengaruh dari sesuatu keadaan daruratterpaksa. Atau dengan perkataan lain, ada terdapat kesalahan pada pelaku, jika 4 ciri-ciri tersebut ada padanya. Tetapi diutarakan juga bahwa tidak selamanya kesalahan itu dalam arti selengkapnya, harus menjadi unsur dari suatu tindak pidana.

c. Pendapat Pompe

Pompe dalam pembahasannya mengenai kesalahan, mengatakan bahwa dilihat dari kehendak, kesalahan itu merupakan bagian dari kehendak pelaku, sedangkan sifat melawan hukum weder-rechttelijkheid, merupakan bagian dari luar padanya. Artinya, kesalahan merupakan bagian kelakuan yang bertentangan dengan hukum yang seharusnya dapat dihindari vermijdbare wederrechtelijke gedraging, yaitu penggangguan ketertiban hukum yang seharusnya dapat dihindarkan. Sedangkan sifat melawan hukum, merupakan kelakuan yang bertentangan dengan hukum, untuk kelakuan mana yang dicela. Sejalan dengan kelanjutan pembahasan Pompe, Schreuder mengatakan bahwa untuk pengertian kesalahan menurut hukum pidana, menuntut adanya 3 ciri-ciri atau unsur-unsur yaitu : 1 Kelakuan yang bersifat melawan hukum. Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 2 Dolus atau culpa. 3 Kemampuan bertanggung jawa pelaku. Jika ketiga unsur ini terdapat barulah dapat mengatakan adanya “kesalahan- pidana”. Jadi bukan sekedar norma-norma hukum yang dilanggar, seperti misalnya yang terdapat dalam hukum perdata, yang untuk itu terdapat kesalahan yurudis yuridise-schuld. Kerena untuk pelanggaran hukum perdata, ia tidak akan dicela sesuai dengan pengertian yang terdapat dalam norma hukum pidana. Dalam penentuan kesalahan pidana, tidak dipersoalkan tentang norma- norma kesusialaan ethische normen. Walaupun pembuat undang-undang harus menghormati norma kesusilaan, tetapi ia berhak membuat peraturan yang wajib ditaati oleh setiap orang, walaupun akan bertentangan dengan kata hatinya. Misalnya peraturan-peraturan yang mewajibkan para tuna susila untuk melakukan operasinya di tempat-tempat yang telah ditentukan; kewajiban masuk ABRI; kewajiban melakukan perintah dinas dan lain sebagainya.

d. Pendapat Roeslan Saleh

Roeslan saleh yang berkesesuaian pendapatnya dengan Moeljatno mengatakan antara lain : “Perbuatan pidana dan pertanggungan jawab dalam pidana tidaklah hanya sekedar berhubungan dengan soal “strafbaar feit” belaka. Perbuatan pidana dan pertanggungan jawab pidana merupakan dua pengertian dasar hukum pidana 11 11 Roeslan Saleh, , Perbuatan Pidana dan Pertanggungan Jawab Pidana, Penerbit Aksara Baru, Jakarta, 1981, h. 115. . Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 Dilihat dari segi masyarakat, menunjukkan pandangan yang normatif mengenai kesalahan. Seperti diketahui mengenai kesalahan ini dulu orang berpandangan psychologisch. Demikian misalnya pandangan dari pembentuk Wvs. Tetapi kemudian pandangan ini ditinggalkan orang dan kemudian orang berpandangan normatif. Ada atau tidaknya kesalahan tidaklah ditentukan bagaimana dalam keadaan senyatanya batin dari pada terdakwa, tetapi bergantung pada bagaimanakah penilaian hukum mengenai keadaan batinnya itu, apakah dinilai ada ataukah tidak ada kesalahannya. Kemudian dapat disimpulkan bahwa kesalahan itu mempunyai unsur-unsur yaitu : 1 Kemampuan bertanggung jawab. 2 Kesengajaan atau kealpaan sebagai bentuk kesalahan, dan sebagai penilai dari hubungan batin dengan perbuatan pelaku. 3 Tidak adanya alasan pemaaf.

7. Pengertian Kesengajaan dolus

Kesengajaan dolus adalah merupakan bagian dari kesalahan schuld. Kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap siatu tindakan terlarangkeharusan dibandingkan dengan culpa. Karenanya ancaman pada suatu delik jauh lebih berat, apabila dilakukan dengan sengaja, dibandingkan dengan apabila dilakukan dengan kealpaan. Bahkan ada beberapa tindakan tertentu, jika dilakukan dengan kealpaan, tidak merupakan suatu tindak pidana, yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, ia merupakan suatu kejahatan Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 seperti misalnya penggelapan Pasal 372 KUHP, merusak barang-barang Pasal 406 dan lain sebagainya. F. METODE PENELITAN Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian dilakukan dengan mempelajari berbagai literature dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data skunder. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan Library Research. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. G. SISTEMATIKA PENULISAN Gambaran isi dari tulisan ini diuraikan secara sitematis dalam bentuk tahapan-tahapan atan bab-bab yang masalahnya diuraikan secara tersendiri, tetapi antara satu dengan lainnya mempunyai keterkaitan komprehensif. Berdasarkan sistematika penulisan yang baku, penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 lima bab, yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisi latar belakang pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,metode penulisan, dan gambaran isi. Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 BAB II : AJARAN SEBAB AKIBAT DALAM UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Didalam bab ini dijelaskan tentang ajaran kausalitas hubungan sebab akibat dalam perundang-undangan undangan. BAB III : AJARAN SEBAB AKIBAT DALAM PRAKTEK HUKUM PIDANA Di dalam bab ini dijelaskan peranan dan penerapan ajaran kausalitas dalam praktek hukum pidana. BAB IV : ANALISA KASUS Didalam bab ini dijelaskan mengenai kasus analisa kasus yang termasuk dalam tindak pidana yang dihubungkan dengan ajaran kausalitas sebab akibat.

BAB V : PENUTUP Bab terakhir ini akan memberikan kesimpulan dari seluruh analisis

dan pembahasan dan saran yang dapat diberikan oleh penulis. Abdul ajak Manik : Hubungan Sebab Akibat Kausalitas Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam Praktek Studi kasus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe, 2008. USU Repository © 2009 BAB II AJARAN SEBAB AKIBAT DALAM UNDANG-UNDANG

A. Ajaran Sebab Akibat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia

Pengertian perbuatan dalam kehidupan sehari-hari yang hanya mencakup gerak-gerik yang kita lakukan, perbuatan dalam pengertian hukum pidana memiliki arti yang lebih luas dan sekaligus lebih sempit. Dikatakan lebih luas karena dilihat dari perspektif hukum pidana, syarat yang dibutuhkan bagi terjadinya perbuatan dalam hukum pidana tidak hanya terbatas pada gerak-gerik tubuh sebagaimana dipahami dalam pengertian perbuatan sehari-hari melainkan juga meliputi perbuatan aktif komisi dan perbuatan pasif omisi. Dikatakan lebih sempit karena “tidak semua tindakan kelakuan memiliki makna dalam hukum pidana”. Bagi Hukum pidana, perbuatan dinilai memiliki makna manakala perbuatan tersebut memenuhi unsur adanya kelakuan dan akibat yang timbul dari kelakuan. Ahli hukum pidana mengartikan kelakuan sebagai gerakan tubuh yang dikehendaki. Lebih lanjut pandangan ini menyatakan, perbuatan memiliki dua aspek, aspek publik dan aspek privat. Aspek publik meliputi perbuatan yang mengandung gerakan tubuh bodily movement. Sedangkan aspek privat meliputi mental yang terkandung dalam perbuatan. Dalam menentukan hubungan kausal antara perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Hukum pidana menggunakan ukuran atau kriteria tertentu untuk menentukan hubungan kausal antara perbuatan akibat yang ditimbulkan.