demikian ruang udara tersebut menjadi bentuk wilayah Indonesia sebagai suatu kesatuan politik, yang berbentuk tiga dimensi.
15
15
Ibid. Hl 158
C. PENGERTIAN DAN BATAS-BATAS TERAPAN ZONA LARANGAN TERBANG
Berdasarkan prinsip hukum udara internasional, masalah penetapan zona larangan terbang merupakan upaya negara-negara untuk mempertahankan
kedaulatannya di ruang uadara. Sejak sebelum pecahnya Perang Dunia Pertama, sejalan dengan perkembangan teknologi penerbangan, negara-negara di dunia ini
berhadapan dengan kenyataan-kenyataan yang mendorong mereka untuk menetapkan zona larangan terbang. Pengalaman selama Perang Dunia Pertama
tersebut telah membuktikan kebenaran konsep bahwa kedaulatan negara kolong terhadap ruang udara nasional di atas teritorial negaranya perlu ditegaskan.
Keselamatan dan keamanan wilayah udara nasional sesuatu negara perlu dipertimbangkan dan diregaskan. Di sisi lain perlu diperketat sistem pengamanan
dan pengawasan kawasan udara. Padahal dari sudut pandang lain, negara-negara menyadari pula bahwa teknologi serta alat transportasi baru yang memanfaatkan
ruang udara sebagai sarana lalu lintasnya, sesungguhnya bersifat internasional dan mempinyai karakteristik khusus. Berbeda dengan alat pengangkut lain di darat
dan di laut, maka pengankutan melalui udara ini bersifat lintas batas geografis, di mana kemampuan melewati dan menembus batas-batas wilayah udara nasional
suatu negara dapat dikatakan dengan sangat indah.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya wilayah udara sesuatu negara adalah tertutup bagi aktivitas penerbangan negara lain. Oleh karena itu setiap penerbangan yang melintasi
wilayah udara suatu negara oleh negara pesawat asing negara lain tanpa izin negara kolong, merupakan pelanggaran wilayah udara. Begitu lepas landas,
pesawat terbang akan mempunyai kemampuan dan kecepatan dan kebebasan yang sangat luas, sehingga alat transportasi yang ditemukan oleh Wright bersaudara
pada awal abad kedua puluh tersebut mempunyai potensi penggunaan secara militer yang sangat luar biasa. Merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah
bahwa ruang udara sebagai sarana lalu lintas pesawat terbang merupakan pula media yang berpotensi untuk melancarkan serangan udara oleh pesawat musuh
negara kolong. Dengan demikian, sejalan dengan prinsip bahwa wilayah udara nasional
sesuatu negara tertutup bagi penerbangan asing, maka setiap warga negara yang memiliki kemampuan serta kekuasaan udara kemudian menetapkan bagian-bagian
wilayah udaranya yang tertentu dan khusus yang berdasarkan pertimbangan kemamanan dan pertahanan perlu dilindungi. Pada bagian wilayah udara tertentu
tersebutlah yang dinamakan Zona udara terlaran atau Zona larangan terbang, di mana dinyatakan secara tegas bahwa kawasan tersebut terlarang bagi penerbangan
asing. Kesadaran untuk menetapkan bahwa sesuatu negara kolong mempunyai kedaulatan yang penuh terhadap ruang udara di atasnya, adalah sebagai akibat
pesatnya kemajuan perkembangan teknologi transportasi udara. Kesadaran negara-negara telah mendahului suatu kaidah hukum internasional yang baru
belakangan muncul yakni pada Konvensi Paris 1919.
Universitas Sumatera Utara
Zona larangan terbang yang diciptakan oleh negara-negara maju untuk melindungi kawasan ruang udara dari penerbangan asing, mempunyai batas-batas
yang ditetapkan secara sepihak oleh negara pencipta tersebut. Menurut prinsip Hukum Udara Internasional, luas dan lokasi zona harus didasarkan pada prinsip
yang wajar, sehingga tidak menimbulkan konflik yang sesungguhnya pada navigasi udara.
Zona larangan terbang diatur dalam Konvensi Paris 1919 yang kemudian diperbaiki dengan Protokol Paris 1929. Pada pasal 3 Protokol Paris 1929 diatur
mengenai bentuk zona larangan terbang, yaitu terdiri dari dua bentuk : 1
Zona larangan terbang yang ditetapkan atas dasar alasan pertahanan dan keamanan atau militer. Zona dengan bentuk semacam ini bersifat permanen,
kecuali jika ada perubahan mengenai kepentingan militer atau pertahanan dan keamanan dari negara yang bersangkutan.
2 Zona larangan terbang yang dinyatakan untuk seluruh atau sebagian udara
nasional negara kolong tertutup sama sekali bagi pesawat asing, karena keadaan darurat. Zona dengan bentuk penutupan wilayah udara hanya akan
dilakukan sampai situasi dan kondisi pulih kembali. Dari kedua bentuk zona larangan terbang yang diatur di dalam Pasal 3 Konvensi
Paris 1919 tersebut, pembentukan zona larangan terbang harus memenuhi persyaratan secara internasional.
Persyaratan untuk zona larangan terbang bentuk 1 adalah bahwa larangan terhadap pesawat sipil asing juga berlaku bagi pesawat negara awak. Pada syarat
ini, prinsip atau asas tanpa perbedaan harus dipegang teguh karena zona yang
Universitas Sumatera Utara
ditetakan bersifat permanen dan bertujuan untuk melindungi pertahanan dan keamanan negara yang bersangkutan. Persyaratan lain dari zona bentuk pertama
ini adalah bahwa pengumuman mengenai penetapan zona harus dilakukan lebih dahulu untuk diketahui oleh negara-negara yang berkepentingan. Hal ini juga
termasuk ketetapan mengenai luas dan letak zona larangan tersebut. Persyaratan untuk zona larangan terbang bentu 2 yang menetapkan
penutupan seluruh atau sebagian wilayah negara kolong, disyaratkan bahwa penutupan harus berlaku dengan setara dan benar-benar bersifat sementara dan
berlaku untuk semua pesawat asing dengan prinsip tidak ada perbedaan. Penetapan syarat pada zona bentuk kedua ini juga diwajibkan untuk
memberitahukan kepada semua negara peserta atau anggota Konvensi atau Komisi Internasional untuk Navigasi Udara.
Ketentuan mengenai kedua persyaratan itu yang mewajibkan seluruh pesawat sipil asing maupun pesawat sipil nasional negara awak dilarang melintasi
zona larangan terbang yang telah ditetapkan, dirubah menjadi ketentuan bahwa pesawat sipil nasional negara kolong diizinkan terbang di zona larangan tersebut.
Hal ini diatur dalam Protokol Paris 1929 sebagai perbaikan dari Konvensi Paris 1919. Pada pasal 4 Konvensi Paris 1919 ini mewajibkan agar setiap pesawat yang
menyadari telah melanggar zona larangan terbang yang telah ditetapkan, harus segera memberitahukan kepada pangkalan udara negara kolong bahwa ia berada
dalam kesulitan dan terpaksa harus mendarat di lapangan terdekat di luar zona larangan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Seiring dengan kemajuan teknologi penerbangan dan semakin banyaknya negara-negara maju yang menyatakan kawasan ruang udaranya sebagai zona
udara terlarang, maka peraturan yang ditetapkan melalui Konvensi Paris 1919 dan Protokol Paris 1929 tidaklah dapat menampung semua kondisi di atas. Maka
Konvensi Paris 1919 dan Protokol Paris 1929 yang mempunyai kekuatan hukum sebagai kaidah Hukum Internasional digantikan oleh Konvensi Chicago 1944,
yaitu Konvensi mengenai Penerbangan sipil internasional. Kenyataan ini ditandai sebagai akibat dari perubahan dan perkembangan teknologi penerbangan
internasional sekitar Perang Dunia Kedua baik penerbangan sipil maupun penerbangan militer. Meskipun beberapa prinsip telah tetap berlaku tetapi bnayak
terdapat perubahan dan penciptaan kaidah hukum udara, yang baru sesuai dengan tuntutan dunia penerbangan internasional di akhir Perang Dunia Kedua.
Pasal 9 Konvensi Chicago 1944 yang mnegatur tentang area terlarang, merupakan modifikasi dari Protokol Paris 1929. Prinsip tidak ada perbedaan pada
Konvensi Chicago 1944 diteguhkan kembali dan ada keistimewaan bagi pesawat terbang sipil negara awak yang diterima pada Protokol Paris 1929 kini ditegakkan
kembali. Jadi, Konvensi Chicago kembali mutlak menetapkan bahwa tidak ada perbedaan lagi pesawat mana yang boleh memasuki kawasan zona larangan
terbang. Pada perkembangan selanjutnya mengenai penetapan zona larangan
terbang yang diatur dalam Konvensi Chicago adalah bahwa justeru negara awaklah yang memerintahkan kepada pesawat yang melanggar zona untuk
mendarat dan diperiksa. Hal ini berbeda dari ketentuan yang diatur dalam
Universitas Sumatera Utara
Konvensi Paris 1919 di mana ditentukan bahwa pesawat yang melanggar zona larangan diwajibkan untuk segera mendarat di lapangan udara terdekat di luar
zona, setelah pelaku pelanggaran zona melapor kepada pejabat penerbangan negara kolong. Ketentuan yang menetapkan bahwa negara awak yang
memerintahkan pelaku pelanggaran zona larangan untuk mendarat dan diperiksa, sangat memungkinkan mengingat kondisi semacam ini sebagai akibat dari
perkembangan teknologi penerbangan, termasuk peralatan pendeteksi yang dimiliki negara yang menetapkan zona laragan terbang tersebut.
D. SEJARAH MUNCULNYA PENERAPAN ZONA LARANGAN TERBANG