BAB III MEKANISME PEMBAYARAN DALAM PERDAGANGAN
D. Pengertian Mekanisme Pembayaran
1. Pembayaran Betaling
104
Salah satu syarat atau alasan untuk timbulnya kewajiban melakukan pembayaran disebabkan adanya perjanjian, yang mana
harus didahului oleh tindakan hukum yang menimbulkan hubungan hukum, apakah itu hubungan hukum jual-beli, utang-piutang, dsb.
Karena secara yuridis, setiap pembayaran didahului dengan penetapan utang. Maka, pembayaran utang pada dasarnya adalah perwujudan dari
Sesuai dengan maksud undang-undang, pengertian “pembayaran betaling” dalam hal ini harus dipahami secara luas. Tidak boleh diartikan
dalam ruang lingkup yang sempit, seperti yang selalu diartikan orang yakni hanya terbatas pada masalah yang berkaitan dengan pelunasan utang
semata-mata. Ditinjau dari segi yuridis teknis, tidak selamanya harus berbentuk sejumlah uang atau barang tertentu, bisa saja dengan
pemenuhan jasa atau pembayaran dengan bentuk tak berwujud immaterial. Pembayaran prestasi dapat dilakukan dengan melakukan
sesuatu te doen, misalnya seorang guru privat yang telah memberikan pelajaran, termasuk dalam arti pembayaran.
a. Pembayaran tak beralasan tanpa utang
104
M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Penerbit Alumni, 1986, hal.107
Universitas Sumatera Utara
utang prestasi. Dengan pembayaran prestasi, perjanjian hapus dengan sendirinya.
b. Pembayaran sebagai tindakan nyata Apakah pembayaran merupakan tindakan hukum atau tidak? Hal
ini perlu diketahui sehubungan dengan cara formalitas pembayaran. Jika pembayaran merupakan tindakan hukum rechtshandeling, untuk
sahnya pembayaran harus ditempuh melalui cara-cara yang telah ditentukan undang-undang.
Melihat ketentuan undang-undang, pada umumnya pembayaran tidak berdasarkan formalitas tertentu, tetapi pembayaran adalah
merupakan tindakan nyata feitelijke handeling, bukan tindakan hukum. Oleh karena itu, pembayaran dapat dilakukan tanpa ikatan
formalitas atau bisa dilakukan dengan bebas. Asal sudah dimengerti bahwa pembayaran yang dilakukan seseorang itu dimaksudkan untuk
memenuhi prestasi perjanjian, sudah cukup bagi hukum. Sekalipun pada umumnya pembayaran merupakan tindakan nyata, namun dalam
praktik, terhadap hal-hal tertentu dalam pembayaran, tindakan nyata bertemu dengan tindakan hukum.
c. Siapa yang harus membayar Yang terutama melakukan pembayaran ialah orang yang
berkepentingan sendiri. Karena itu, yang paling tepat melakukan pembayaran ialah debitur. Itulah sebabnya, Pasal 1382 KUHPer telah
menempatkan debitur pada urutan pertama sebagai orang yang harus
Universitas Sumatera Utara
melakukan pembayaran. Maka, berdasarkan pasal tersebut, telah ditentukan orang-orang yang dapat melakukan pembayaran:
- debitur sendiri sebagai orang yang berkepentingan langsung
- penjamin borgtochter
- orang ketiga yang bertindak atas nama debitur
Dari ketentuan Pasal 1382 KUHPer, pembayaran dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang sama sekali tidak berkepentingan dalam perjanjian,
tetapi bisa saja hanya bersifat memberi bantuan karena debitur sakit atau bertindak secara sukarela membayar utang temannya.
Sesuai dengan Pasal 1383 KUHPer, jika objek prestasi perjanjian bertujuan untuk melakukan sesuatu te doen, pembayarannya hanya
dapat dilakukan oleh debitur sendiri in person. Pihak ketiga tidak dapat melakukan pembayarannya, kecuali pihak kreditur lebih dulu
telah menyetujuinya. Jadi, khusus mengenai prestasi melakukan sesuatu, baik hal itu merupakan ketentuan yang tegas disebut dalam
perjanjian maupun dilihat dari sifat dan maksud perjanjian, pembayaran prestasinya hanya boleh dilakukan debitur in person.
Pihak ketiga tidak boleh melakukannya. Perjanjian dengan objek prestasi melakukan sesuatu berbeda
dengan perjanjian untuk memberi sesuatu, yang mana dalam perjanjian ini tidak mempunyai aturan yang membatasi pelaksanaan pembayaran.
Pembayaran prestasi boleh dilakukan debitur atau siapa saja di luar debitur.
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah disinggung di atas, untuk menentukan apakah pelunasan pembayaran prestasi harus dilakukan in person oleh debitur
dapat dilihat dari: -
ketentuan isi perjanjian, secara tegas ada disebut bahwa prestasi hanya boleh dilakukan debitur in person.
- sifat atau tujuan perjanjian yang menghendaki pelaksanaan prestasi
harus dilakukan in person oleh debitur sendiri. Oleh karena itu, pembayaran prestasi yang harus dilakukan in person
oleh debitur, bukan hanya semata-mata dalam perjanjian untuk melakukan sesuatu saja, akan tetapi bisa juga berlaku dalam perjanjian
yang objek prestasi untuk memberi sesuatu te geven. d.
Kepada siapa pembayaran dilakukan Untuk sahnya pembayaran, harus diberikan kepada orang yang
berhak menerimanya. Pasal 1385 ayat 1 KUHPer telah menentukan orang-orang yang berhak menerima pembayaran:
- kepada kreditur itu sendiri in person
- kepada seseorang yang telah diberi kuasa oleh kreditur menerima
pembayaran -
kepada seseorang yang telah ditunjuk hakim berhak menerima pembayaran
- ataupun orang-orang yang berhak menurut ketentuan undang-undang
Sedangkan pada ayat 2 ditentukan bahwa pembayaran tetap dianggap sah sekalipun diserahkan kepada orang ketiga yang tidak berwenang
menerimanya, jika pembayaran itu kemudian:
Universitas Sumatera Utara
- disetujui oleh kreditur
- atau dengan pembayaran itu, kreditur benar-benar tertolong atau
mendapat manfaat Akan tetapi, dalam Pasal 1387 KUHPer, pembayaran kepada
seseorang yang tidak berwenang menerimanya Onbevoegd: -
pembayaran demikian dianggap tidak berharga atau tidak sah, sehingga pembayaran dapat dibatalkan
- pembayaran bisa dianggap sah dan berharga jika debitur dapat
membuktikan bahwa pembayaran terhadap yang tidak berwenang tadi benar-benar telah menolong dan membawa manfaat bagi
kreditur. Akan tetapi, kalau ini tidak bisa dibuktikannya, pembayaran dianggap
tidak sah dan debitur wajib membayar sekali lagi untuk kedua kalinya. Seperti yang ditulis Asser
105
Pembayaran kepada seorang yang telah mendapat kuasa menerima pembayaran adalah pembayaran yang sah, karena orang yang demikian
oleh hukum dianggap berhak menerima pembayaran. Misalnya, dalam akte perjanjian, ada penunjukan hak notaris menerima pembayaran,
demikian juga makelar atau agen dagang. Oleh karena itu, dapat : qui paye mal, paye deux fois.
Pembayaran kedua kalinya ini menyampingkan prinsip “onverschuldige betaling” pembayaran tanpa utangpembayaran yang
tidak diwajibkan, karena pembayaran pertama dianggap belum menghapuskan utang prestasi.
105
Mr.C.Asser’s Verbintenissenrecht, de verbintenis in het algemeen, hal.298, dalam M.Yahya Harahap, Ibid., hal.114-115
Universitas Sumatera Utara
dikatakan: pembayaran dapat diterima oleh setiap orang yang mewakili kreditur atas dasar mereka menerima pembayaran untuk dan atas nama
kreditur. Sebab dengan adanya kuasa menerima pembayaran, berarti si kuasa telah mendapat legitimasi dari kreditur, sehingga penerimaan
yang dilakukan si kuasa tidak berbeda dengan diri kreditur itu sendiri. Pembayaran kepada seorang yang ditunjuk hakim atau oleh
ketentuan undang-undang bisa terjadi apabila berdasar ketetapan pengadilan memberi machtiging atau kuasa kepada seseorang untuk
menerima pembayaran. Adapun orang-orang yang berhak menerima pembayaran berdasar penunjukan undang-undang ialah mereka yang
oleh undang-undang diberi kuasa atau berkedudukan sebagai kuasa mengurus kepentingan orang yang berada di bawah kuasa mereka.
Misalnya, orang tua menjadi wali pengampu terhadap anak mereka yang di bawah umur dan kurator menjadi wakil dari orang yang berada
di bawah kuratele, demikian juga pimpinan badan-badan hukum PT, CV, dan Firma dengan sendirinya menjadi wakil atas badan-badan
hukum tersebut. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, pembayaran terhadap yang
bukan krediturbukan wakilnya adalah tidak berharga. Ini terkandung dalam Pasal 1385 ayat 2 KUHPer yang berarti setiap pembayaran
yang bukan diserahkan kepada krediturwakilnya mengakibatkan pembayaran belum terjadi dan kreditur tetap dapat menuntut
pembayaran. Pembayaran kepada yang bukan krediturbukan wakilnya bisa dianggap sah apabila pembayaran dilakukan dengan itikad baik
Universitas Sumatera Utara
terhadap orang yang memegang surat utang yang hendak dibayar. Jadi, bagi debitur yang beritikad baik diberi perlindungan oleh Pasal 1386
KUHPer agar debitur tidak dibebani dua kali membayar atas satu utang. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1977 KUHPer yang
menyatakan pemegang barang bergerak merupakan titel yang sempurna atau bezit als volkomen title, artinya: siapa pemegang barang
bergerak harus dianggap sebagai pemilik yang sempurna. Tujuan Pasal 1977 KUHPer inipun bermaksud melindungi pembeli yang beritikad
baik. Setiap penjual barang bergerak harus dianggap sebagai pemilik yang sah. Karena itu, pembeli yang beritikad baik harus dilindungi,
walaupun nanti ternyata barang itu bukan milik penjual, tetapi milik orang lain. Jika pembayaran kepada pihak ketiga yang tidak berhak
menerima pembayaran dan pihak ketiga juga tidak ada memegang surat utang, maka Pasal 1386 KUHPer tidak dapat digunakan oleh
debitur untuk membenarkan tindakan pembayaran dimaksud dan debitur tetap wajib menyelesaikan pembayaran kepada kreditur.
2. Alat Pembayar voorwerp der betaling Barang atau benda apa yang jadi alat pembayar? Jawabannya adalah
apa yang menjadi utang, itulah yang harus dibayarkan. Misalnya, kalau utangnya sebuah gelas, alat pembayarannya ialah sebuah gelas juga.
Barang atau benda yang menjadi utang itulah yang wajib menjadi alat pembayarannya. Akibat dari ketentuan ini, kreditur maupun debitur tidak
boleh memaksakan atau menikmati maupun mengurangi prestasi lain selain daripada yang diperjanjikan. Berarti kreditur tidak bisa meminta
Universitas Sumatera Utara
prestasi yang lebih selain daripada apa yang menjadi utang. Sebaliknya, debitur tidak boleh memaksa kreditur menerima pembayaran di luar
prestasi yang diperjanjikan atau menukarnya dengan prestasi lain, sekalipun dengan jumlah dan harga yang lebih mahal. Ini merupakan
ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 1389 KUHPer yang berbunyi: Tiada seorang berpiutang dapat dipaksa menerima sebagai pembayaran
suatu barang lain dari pada barang yang terutang, meskipun barang yang ditawarkan itu sama, bahkan lebih harganya tidak seorang kreditur dapat
dipaksa menerima pembayaran selain daripada yang diperjanjikan dan debitur tidak boleh mengganti barang yang harus dibayarkan dengan
barang lain ataupun yang sejenis, sekalipun jumlah dan harganya lebih besar. Jadi, debitur dan kreditur hanya membayarkan barang yang
diperjanjikan, tidak boleh memaksa pihak lain untuk menyerahkan atau menerima di luar prestasi yang disetujui semula. Oleh karena itu, para
pihak terikat pada ketentuan Pasal 1338 KUHPer, kecuali ada kerelaan bagi para pihak untuk menggantinya. Hal ini diperbolehkan oleh Pasal
1338 ayat 2 KUHPer. a.
Pembayaran harus sekaligus Sesuai dengan ketentuan Pasal 1390 KUHPer yang berbunyi: Tiada
seorang berutang dapat memaksa orang yang mengutangkan padanya menerima pembayaran utangnya sebagian demi sebagian, meskipun
utang itu dapat dibagi-bagi Pembayaran harus ditunaikan keseluruhan sekaligus, tidak boleh dicicil atau sebagian-sebagian sekalipun barang
yang menjadi utang dapat dibagi-bagi.
Universitas Sumatera Utara
b. Tak seorang debitur dapat memaksa kreditur untuk menerima pembayaran prestasi secara cicil atau sebagian-sebagian, walaupun
objek prestasi dapat dibagi-bagi. Prestasi harus dilunaskan secara utuh dan bulat, kecuali seperti apa yang disebut Pasal 1398 KUHPer;
apabila sifat tagihan terdiri dari beberapa utang yang masing-masing berdiri sendiri, dapat dibayar sesuai dengan jumlah besarnya masing-
masing utang. Dalam hal ini, kreditur tidak bisa menuntut pembayaran secara keseluruhan sekaligus serta tak boleh mengalihkan pembayaran
yang satu untuk utang yang lain. c.
Pembayaran utang spesifik Berdasarkan Pasal 1391 KUHPer, debitur telah dianggap melunasi
pembayaran atas prestasi barang khususspecies, apabila debitur telah menyerahkan barang dalam keadaan apa adanya, seperti dalam
keadaaan waktu barang itu dulu diterimanya. d.
Pembayaran utang generik Pembayaran utang generik diatur dalam Pasal 1392 KUHPer. Jika
objek prestasi bersifat generik serta hanya jenisnya saja yang ditentukan, maka guna melunasi pembayaran, debitur:
- tidak wajib menyerahkan jenis ‘terbaik’
- tidak boleh menyerahkan jenis yang ‘terburuk’
- harus menyerahkan kualitas ‘pertengahan’
Jadi, kalau hanya jenis saja yang ditentukan tanpa menyebut kualitasmutu, yang harus diserahkan debitur ialah kualitas
pertengahan. Akan tetapi sebaliknya, jika dalam perjanjian telah
Universitas Sumatera Utara
ditentukan kualitas, maka yang harus diserahkan ialah jenis yang sesuai dengan kualitas.
e. Pembayaran utang berupa uang
Pemenuhan prestasi dilakukan dengan membayarkan sejumlah uang. Untuk pembayaran sejumlah uang, harus secara tegas disebut dalam
perjanjian bahwa pelunasan pembayaran harus berupa sejumlah uang. Di sini, yang dimaksud dengan uang atau yang menjadi perkiraan
uang ialah nilai kesatuan nominal yang lahir dari uang itu. Jadi, yang diperhitungkan ialah nilai intrinsiknilai sebenarnya yang tertulis pada
uang yang bersangkutan atau bisa juga nilai kurs atau nilai tukarnya dengan uang asing sesuai dengan lalu lintas dunia moneter. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan uang, bukan hanya uang dalam negeri, tapi boleh juga uang luar negeri, asal saja dapat ditukar dengan
suatu barang. Karena uang apapun bentuk dan namanya merupakan alat yang sah untuk membayar utang uang.
Terutama dalam lalu lintas dunia usaha sekarang, pembayaran utang uang telah mengalami perubahan yang cepat dan banyak sekali
dilakukan dalam bentuk yang malah bukan berwujud uang, tapi dengan perintah-perintah dan surat-surat berharga, seperti perintah pengalihan
rekening bank dengan cek, giro bilyet, dan sebagainya. Ini semua sudah dianggap sebagai alat pembayar utang uang yang sah dan
berharga. Kecuali dalam perjanjian terdapat klausul yang menetapkan pembayaran harus dilakukan dengan mata uang tertentu. Jika terdapat
klausul dalam perjanjian, pembayaran hanya boleh dilakukan sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan ketentuan syarat tersebut, kreditur berhak menolak alat atau uang pembayar lain. Akan tetapi, kalau tidak ada klausul, pembayaran
dapat dilakukan dengan alat pembayar yang dianggap sah. Dalam praktik sehari-hari lebih banyak dilakukan dengan surat-surat berharga
berupa cek, giro bilyet atau dengan transfer rekening bank. 3. Tempat Pembayaran
Pada umumnya tergantung pada kepentingan yang ditentukan para pihak dalam perjanjian. Oleh karena itu, kreditur tak dapat menolak
pembayaran yang diberikan pada suatu tempat, kecuali jika telah lebih dulu ditentukan suatu tempat tertentu. Namun demikian, sesuai dengan
ketentuan Pasal 1393 KUHPer: a.
pembayaran sesuai dengan perjanjian, dilakukan di tempat yang telah ditentukan;
b. jika tempat pembayaran tidak ditentukan, pembayaran harus dilakukan
di tempat barangobjek prestasi itu berada pada waktu perjanjian dibuat;
c. tempat tinggal penjual;
d. tempat tinggal pembeli;
atau dapat juga dilihat sebagai berikut: a.
pembayaran barang generik harus dilakukan di tempat tinggal pembeli. b.
pembayaran barang-barang tertentu dilakukan di tempat dimana barang tertentu tadi terletak ataupun di tempat penjual. Ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1429 KUHPer yang menentukan penyerahan atas barang-barang tertentu harus dilakukan di tempat mana barang tertentu
Universitas Sumatera Utara
terletak ataupun di tempat kediaman penjual. Ketentuan Pasal 1514 KUHPer yang menentukan pembayaran harus dilakukan di tempat
penyerahan barang bertujuan agar pembayaran dan penyerahan barang yang dibeli terjadi bersamaan dalam momen peristiwa yang sama,
sehingga pembayaran dan penyerahan barang terjadi serentak pada tempat dan saat yang sama.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1339 KUHPer, persetujuan harus dilakukan menurut kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang serta
sifat dan maksud yang dikehendaki persetujuan. Jadi, persetujuan tidak harus mengikat sesuai dengan hal yang tegas disebut, tetapi juga
menurut sifat, kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang serta maksud tujuan yang dikehendaki perjanjian, sebagaimana telah ditegaskan lagi
dalam Pasal 1347 KUHPer bahwa segala kebiasaan yang mengikat dalam lalu lintas pergaulan secara diam-diam mengikat para pihak.
Harus pula diperhatikan ketentuan Pasal 1393 ayat 2 KUHPer: penyelesaian pembayaran di luar ketentuan yang tersebut di atas,
pembayaran dilakukan di tempat tinggal kreditur, apabila kreditur dan debitur bertempat tinggal dalam satu kotakabupaten. Jika tidak,
pembayaran dilakukan di tempat tinggal debitur. Andaikata tempat tinggal semula debitur dan kreditur pada waktu perjanjian dibuat
berada dalam satu kotakabupaten, hanya pindah rumah tempat tinggal saja dan masih tetap dalam kotakabupaten yang sama, pembayaran
harus dilakukan di tempat kreditur.
Universitas Sumatera Utara
Kekecualian mengenai tempat pembayaran terdapat pada wesel, cek, dan sebagainya. Pada surat-surat berharga ini telah ditentukan
suatu syarat bahwa tempat pembayaran harus dengan tegas ditentukan. Tanpa menyebut tempat pembayaran, maka surat berharga yang
bersangkutan tidak mempunyai harga, karena tidak diketahui dimana surat-surat tadi harus dibayar.
4. Saat Pembayaran Mengenai waktu pembayaran tidak ada diatur dalam Buku III KUH
Perdata. Oleh karena itu, umumnya orang berpendapat: - saatwaktu pembayaran didasarkan pada ketentuan persetujuan
- atau dilihat dari keadaan dan sifat prestasi perjanjian - bisa juga didasarkan pada kebiasaan
Namun, dapat disimpulkan bahwa saat pembayaran yang tepat adalah pada saat prestasi sudah bisa ditagih pemenuhannya. Rumusan ini mirip dengan
ketentuan yang disebut pada Pasal 1514 KUHPer yang berbunyi: jika pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan tentang itu, si pembeli harus
membayar di tempat dan pada waktu di mana penyerahan harus dilakukan jika pada jual-beli tidak ditentukan saat dan tempat pembayaran, pembeli
harus membayar pada saat penyerahan barang yang dibeli. 5. Ongkos Pembayaran
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1395 KUHPer, biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayaran dipikul oleh si
berutang. Pemesanan barang sampai pada saat penyerahan, biaya atau ongkosnya harus dipikul oleh debitur. Akan tetapi sesuai pula dengan
Universitas Sumatera Utara
ketentuan Pasal 1476 KUHPer, biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si pembeli, jika tidak telah
diperjanjikan sebaliknya. Namun harus diingat, kedua pasal tersebut bukan merupakan hukum yang memaksa dwingendrecht, tetapi merupakan
aturan tambahanpelengkap aanvullendrecht yang dapat dikesampingkan dengan persetujuan para pihak. Mereka bebas mengatur pembebanan
perongkosan pelaksanaan pembayaran sesuai dengan kehendak kedua belah pihak.
6. Bukti Pembayaran Debitur yang telah melakukan pembayaran, biasanya sedapat mungkin
harus dapat membuktikan tentang pelunasan pembayaran, terutama apabila terjadi perselisihan antara dia dengan kreditur di kemudian hari. Karena
itu, debitur selalu mengharapkan dari kreditur adanya tanda penerimaan pembayaran dengan jalan meminta tanda lunas. Kalau bertitik tolak dari
ketentuan undang-undang, boleh dikatakan tidak ada yang mengatur tentang bukti pembayaran. Tidak ada ketentuan cara-cara dan bentuk tanda
pelunasan, sehingga timbul anggapan bahwa kreditur tidak wajib memberi tanda bukti pembayaran atau kwitansi tanda penerimaan.
Namun di balik pendapat di atas, ada juga yang menganut, sekalipun undang-undang tidak ada mengatur tanda penerimaan pembayaran, oleh
karenanya seolah-olah tidak ada kewajiban bagi kreditur untuk mengeluarkannya, akan tetapi ditinjau dari segi dasar kebiasaan, kreditur
telah dibebani dengan kewajiban tersebut. Dasar kebiasaan ini telah merupakan ketentuan hukum yang mengikat sesuai dengan Pasal 1339
Universitas Sumatera Utara
KUHPer yakni kebiasaan dianggap mengikat bagi para pihak dalam perjanjian. Demikian juga Pasal 1338 ayat 3 KUHPer, persetujuan harus
dilakukan dengan itikad baik. Kalau ketentuan-ketentuan di atas kita hubungkan dengan kenyataan yang terdapat dalam lalu lintas pergaulan
masyarakat, jelas telah terdapat kebiasaan yang telah menjadi norma hukum yang mewajibkan kreditur untuk memberi tanda bukti pembayaran.
Biasanya tanda bukti pembayaran lunas ditandatangani kreditur. Tanda bukti tadi berisi keterangan pembayaran lunas atas jumlah sebesar yang
diperjanjikan atau barangkali sudah cukup dengan kwitansi tanda terima yang ditulis dan ditandatangani sendiri oleh kreditur. Yang paling
sempurna, disamping pemberian tanda pembayaran lunas tadi, juga disertai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1439 KUHPer, yaitu
sekaligus mengembalikan surat-surat utangnya sendiri kepada pihak debitur. Malah dengan pengembalian surat-surat utang kepada debitur,
sudah cukup sempurna membuktikan lunasnya pembayaran utang. Kita tidak menyangkal kebenaran yang disebut Pasal 1394 KUHPer bahwa
hukum menganggap anggapan hukum atau wetelijke vermoeden yang menetapkan lunas pembayaran apabila debitur dapat menunjukkan tiga
helai tanda pembayaran terakhir berturut-turut. Akan tetapi, akan tetap lebih sempurna jika kreditur memberi tanda bukti pembayaran untuk
menjaga kemungkinan perselisihan. Dengan demikian, dari uraian di atas dapat diartikan bahwa
mekanisme pembayaran adalah merupakan suatu proses tahapan dalam melakukan pembayaran atas transaksi perdagangan yang dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
para pihak sesuai dengan ketentuan-ketentuan syarat-syarat yang telah disepakati bersama.
E. Metode Pembayaran dalam Perdagangan