Kurangnya Koordinasi Aparat Terkait Untuk Melakukan Pelaporan dan Penggawasan Penerapan Prinsip

dia tidak mengetahui apakah pengisian formulir aplikasi tersebut terkait dengan penerapan Prinsip Know Your Customer atau tidak, yang terpenting data tersebut telah diisi dan perjanjian polis telah dilakukan. Perihal apakah data tersebut tersimpan pada dokumen pihak asuransi atau tidak hanya pihak agenlah yang mengetahuinya. 89

B. Kurangnya Koordinasi Aparat Terkait Untuk Melakukan Pelaporan dan Penggawasan Penerapan Prinsip

Know Your Customer pada Perusahaan Asuransi Belum adanya rezim anti-money laundering yang memadai telah mengakibatkan masuknya Indonesia ke dalam daftar negara yang tidak kooperatif dalam mencegah dan memberantas money laundering oleh Financial Action Task force FATF sejak Juni 2001. Langkah-langkah serius kemudian diambil oleh pemerintah yaitu diundangkannya Undang-Undang nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang secara tegas menyatakan bahwa pencucian uang merupakan suatu tindak pidana dan memerintahkan pendirian Pusat Pelaporan dan 89 Wawancara dengan nasabah PT. Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912, Asro Laila Julianti, pada hari Selasa 21 januari 2010, di rumah nasabah, Jalan Suluh No.22, medan. Universitas Sumatera Utara Analisis Transaksi Keuangan PPATK sebagai focal point untuk melaksanakan undang-undang tersebut. Adanya keinginan kuat dari pemerintah untuk sesegara mungkin dapat membangun satu rezim anti- money laundering yang efisien dan efektif di Indonesia karena adanya tekanan internasional dengan berbagai ancaman yang telah dan akan diterapkan serta dampak negatif dari ancaman tersebut. Sinyalemen tersebut tidaklah sepenuhnya benar apabila ditinjau dari sisi kepentingan nasional yang lebih besar, terutama dalam rangka penegakan hukum law enforcement di Indonesia. 90 Sistem penegakan hukum sekarang ini, rezim anti-money laundering hadir dengan paradigma baru. Awalnya orientasi tindak pidana pencucian uang pada umumnya adalah mengejar para pelaku pidana, sedangkan pada tindak pencucian uang lebih mengejar pada hasil tindak pidananya. 91 90 Yusuf saprudin.Op.Cit,Hal.74. 91 Adrian Sutedi. Op.Cit, Hal.191. Untuk efektivitasnya, Undang-Undang Pencucian Uang telah dilengkapi dengan ketentuan khusus, antara lain, pengecualian dari ketentuan rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan pada lembaga keuangan lainnya, azas pembuktian terbalik, serta penyitaan dan perampasan aset. Di samping itu, agar rezim anti-money laundering dapat terlaksana dengan efektif, koordinasi antara instansi terkait merupakan kunci pokok keberhasilan. Universitas Sumatera Utara Saat ini hingga lingkup nasional, PPATK telah melakukan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepahaman MoU dengan Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Bapepam, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepolisian Negara Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi dan lembaga penelitian di bidang kehutanan Center for International forestry Research CIFOR. 92 Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan merupakan lembaga pembinaan dan pengawasan dari pelaksanaan usaha perasuransian. Menurut Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Keputusan 2833LK2003 tentang Penandatanganan MoU dengan Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehutanan, Departemen Keuangan, serta departemen lainnya merupakan bentuk keseriusan PPATK dalam memberantas tindak pidana pencucian uang. Kerjasama tersebut meliputi pertukaran informasi, pertukaran prgawai, capacity building, dan hal-hal lain yang terkait dengan pelaksanaan rezim anti-money laundering. Dalam implementasinya telah terjadi pertukaran informasi antara intelijen keuangan dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan kepada PPATK. Namun, hal ini masih belum dilaksanakan dengan baik disebabkan kurangnya pemahaman antara tugas dan tanggungjawab dari masing-masing lembaga ini, baik itu Direktorat Jenderal Lembaga keuangan mapun PPATK. 92 Ibid. Universitas Sumatera Utara Pedoman Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah pada Lembaga Keuangan Non bank dalam Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 disebutkan bahwa: 93 1 Pembentukan unit kerja khusus atau petugas khusus yang bertanggungjawab atas pelaksanaan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Keputusan Menteri Keuangan tentang penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non Bank ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau setara dengan itu. 2 Dalam hal penetapan pembentukan unit kerja khusus atau penunjukan petugas khusus yang bertanggungjawab atas pelaksanaan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau setara dengan itu belum dapat dilakukan, pembentukan unit kerja khusus atau penunjukan petugas khusus tersebut ditetapkan dengan pernyataan tertulis dari direksi atau pengurus. Pemeriksaan terhadap Perusahaan Asuransi mengenai penerapan Prinsip Know Your Customer dilakukan oleh unit kerja khusus yang dibentuk dengan Rapat Umum Pemegang Saham atau setara dengan itu. Dalam perusahaan asuransi sendiri unit ini dikenal dengan sebutan Bagian Pelaksana Internal Auditor selanjutnya disingkat BPIA. BPIA berkedudukan di kantor wilayah dan bertugas untuk melakukan analisis terhadap setiap transaksi yang mencurigakan pada perusahaan asuransi. BPIA berkoordinasi dengan Departemen Pertanggungan kemudian melaporkannya kepada Departemen Manajemen Resiko. Hasil analisis tersebut oleh Departemen Manajemen Resiko akan dilaporkan pada Direksi, kemudian Direksi akan melaporkan hal tersebut kepada PPATK. 93 Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Keputusan 2833LK2003 tentang Pedoman Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah pada Lembaga Keuangan Non bank, hal.4. Universitas Sumatera Utara Menurut April Siregar, koordinasi antara BPIA dan Departemen Pertanggungan kurang terlalu baik, masih sering terjadi saling lempar tanggungjawab dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya masing-masing. Selain hal tersebut batas waktu pelaporan oleh BPIA dan Departemen Pertanggungan kepada Departemen Manajemen Resiko dianggap cukup singkat yaitu 7 tujuh hari untuk transaksi tunai dan 1 hari kerja untuk transaksi mencurigakan sehingga setiap departemen kurang bisa berkoordinasi untuk melakukan analisis terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut. 94 Penyampaian oleh Direksi kepada PPATK dinilai sudah cukup kondusif. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan PPATK mencatat adanya 21.652 transaksi mencurigakan sepanjang 1 Januari sampai 30 November 2009. Data tersebut dilaporkan oleh 296 penyedia jasa keuangan PJK,dimana salah satunya perusahaan asuransi telah melaporkan sekitar 2.030 transaksi yang mencurigakan kepada PPATK. 95 Dugaan pelanggaran kepatuhan penerapan Prinsip Know Your Customer pada Perusahaan Asuransi akan diperiksa oleh Direktur Jenderal Keuangan melalui BPIA dan jika terbukti benar, maka Direktur Jenderal Keuangan akan memberlakukan sanksi administratif kepada Perusahaan Asuransi tersebut sesuai 94 Wawancara dengan Asisten Kepala Wilayah PT. Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912, April Siregar,SH.MBA, pada Hari Jum’at 15 januari 2010, di Kantor PT. Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912,Jalan Iskandarmuda, Medan. 95 http:m.detik.com. PPATK cata 21.652 Transaksi mencurigakan sepanjang 2009. Diakses Tanggal 16 Februari 2010. Universitas Sumatera Utara dengan Keputusan DJLK Nomor Kep-2833LK2003 tentang Petunjuk Penyusunan pedoman pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Setiap 6 enam bulan sekali pemeriksa Perusahaan Asuransi baik itu oleh BPIA maupun pemeriksa lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Keuangan harus melaporkan. hasil pelaksanaan pemeriksaan kepada Direktur jenderal Lembaga Keuangan paling lambat 1 satu bulan sesudah pelaksanaan pemeriksaan dilakukan. Kendala yang dihadapi oleh PPATK sebagai lembaga yang bertugas untuk mencegah dan memberantas praktik money laundering di Indonesia dapat dimaklumi, karena modus yang digunakan cukup canggih sehingga sulit untuk pelacakan harta kekayaan karena biasanya tidak meninggalkan jejak, selain itu koordinasi antar lembaga yang kurang penanganan money laundering cukup sulit untuk dilakukan. Dalam misinya sebagai institusi yang bertugas bertugas mencegah dan memberantas money laundering, kendala yang dihadapi PPATK, antara lain: 96 96 http:www.ppatk.go.id. Rublik Tanya-jawab , Hal.5. Secara umum, belum terdapatnya persepsi yang sama dari masing-masing pihak yang terlibat dalam pencegahan dan pemberantasan money laundering sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing. Idealnya, dalam melawan tindak pidana yang terorganisir diperlukan penanganan yang terorganisir pula baik dalam skala nasional maupun internasional. Universitas Sumatera Utara Untuk hal tersebut, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang telah mengamanatkan PPATK sebagai institusi sentral focal point dalam membangun rezim anti-money laundering di Indonesia dengan maksud untuk mengharmonisasikan penanganan tindak pidana money laundering melalui kerjasama dan koordinasi secara efektif dan efisien. Langkah-langkah strategis dalam memperkuat rezim anti-money laundering di Indonesia bertujuan membantu menciptakan stabilitas sistem keuangan dan sekaligus menurunkan angka kriminalitas. Untuk itu ada 4 empat pilar yang telah ditetapkan sebagai acuan dalam memperkuat rezim anti-money laundering . Keempat pilar yang dimaksud yaitu: 97 a. perundang-undangan dan hubungan masyarakat b. teknologi sistem informasi dan sumber daya manusia c. analisis dan kepatuhan d. kerjasama domestik dan internasional Penguatan pilar pertama, dimaksudkan agar tersedianya kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan yang kuat yaitu yang dapat menciptakan ketegasan dan kejelasan tentang rezim anti-money laundering sehingga memperoleh penegak penegakannya. 97 Zulkarnaen Sitompul, Makalah Penerapan UUTPPU:Peran PPATK. Disampaikan pada acara video conference nasional mengenai Undang-Undang Anti-Money Laundering dan kenali nasabah anda serta transaksi keuangan mencurigakan oleh PPATK dan bank Indonesia bekerjasama dengan UI, USU, UNDIP, UNAIR dan ELIPS Bandung di Gedung Pasca Sarjana Fakultas Hukum UI, jakarta 2004.. Universitas Sumatera Utara Pilar kedua , bertujuan untuk menyediakan sarana informasi dan komunikasi global yang terintegrasi dan terjamin keamanannya, serta menciptakan sumber daya manusia yang tangguh, terampil, dan memiliki moral yang tinggi yang pada gilirannya dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan rezim anti-money laundering . Pilar ketiga , bertujuan untuk membangun suatu kondisi yang dapat mendorong Penyedia Jasa keuangan dan instansi lain, memahami peranan dan kewajibannya dalam rezim anti-money laundering, khususnya dalam kewajiban pelaksanaan penerapan Prinsip Know Your Customer dan menyampaikan laporan keuangan mencurigakan sebagai sumber data analisis oleh PPATK. Dari hasil analisis tersebut laporan-laporan tersebut diharapkan mampu menghasilkan suatu kesimpulan yang memiliki kualitas sehingga dapat membantu penegak hukum secara optimal dalam penegakan hukumnya. Pilar keempat , ditujukan untuk mempererat kerja sama antar instansi domestik dan internasional sehingga akan dapat diciptakan kerjasama dengan sesame FIU untuk dapat mempercepat terjadinya tukar-menukar informasi tanpa perlu mengorbankan aspek kerahasiaan. Secara khusus, dapat diperinci sebagai berikut: 98 98 http:www.ppatk.go.id. Rublik Tanya-jawab , Hal.6. Universitas Sumatera Utara a. Penyedia Jasa Keuangan masih belum optimal dalam penerapan Prinsip Know Your Customer dan menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan, hal ini bila dilihat dari jumlah Penyedia Jasa Keuangan yang menyampaikan laporan dibandingkan jumlah Penyedia Jasa Keuangan secara keseluruhan, hingga akhir tahun baru 34 Bank Umum yang telah menyampaikan laporan dari total 139 Bank Umum, sedangkan 261 Perusahaan Asuransi, 178 Perusahaan Efek, 10 Reksa Dana, 18 Bank Koutodian, 393 Dana pension, 814 Pedagang Valuta Asing dan usaha pengiriman uang belum menyampaikan laporan transaksi mencurigakan ke PPATK. b. Belum sepenuhnya memperoleh dukungan pemerintah terkait dengan anggaran dan belum disahkannya peraturan di bidang kepegawaian. Ketersediaan anggaran dan peraturan di bidang kepegawaian menjadi syarat bagi terciptanya sumber daya manusia yang tangguh, terampil dan memiliki moral yang tinggi. Langkah ini pada gilirannya akan mengefektifkan dan mengefisienkan rezim anti-money laundering. Disamping itu dengan ketersediaan dana yang memadai dapat dipakai untuk membangun sistem teknologi informasi yang handal guna pencegahan money laundering. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN