Kejahatan Money Laundering pada Perusahaan Asuransi

12. Terpidana yang tidak mampu membayar pidana denda, diganti dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun Pasal 11. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa aturan khusus yang menyimpang dari aturan-aturan umum, baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata. Tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana yang masih baru dikenal memerlukan sosialisasi agar pemahaman dan kesatuan pendapat sehingga dalam penanganannya tidak ada perbedaan penafsiran.

D. Kejahatan Money Laundering pada Perusahaan Asuransi

Kejahatan di bidang asuransi terbilang kejahatan yang rumit. Lazimnya dilakukan oleh mereka yang mengerti seluk beluk bisnis perasuransian, yang bisa dilakukan oleh orang dalam persahaan maupum orang luar atau tertanggung. Terkadang juga diinisiasi oleh perantara yakni agen atau broker asuransi. Kejahatan ini dapat dilakukan paling tidak karena beberapa faktor. Pertama, adanya faktor baik sekedar mencari uang, mengatasi kerugian menjalankan bisnis, desakan ekonomi atau kebutuhan sehari-hari, atau bermotif kejahatan murni. Kedua, adanya kesempatan dan peluang. Misalnya kondisi polis yang terlalu umum sehingga celah yang bisa diterobos oleh tertanggung, atau sebaliknya perusahaan mengakali tertanggung. Universitas Sumatera Utara Ketiga, lemahnya pengawasan dari regulator dan otoritas asuransi. Akibatnya lemahnya pengawasan membuat perusahaan asuransi kerap melakukan Korupsi Kolusi dan Nepotisme KKN dengan tertanggungnya untuk mengakali terjadinya suatu klaim. Keempat , sebab-sebab di luar kendali perusahaan maupun tertanggungnya sendiri. Misalnya pihak yang mengaku sebagai agen asuransi tertentu dan menjual polis tertentu, namun ternyata polis yang di jual adalah fiktif. Menurut Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia, Hot Bonar Sinaga, kejahatan asuransi memiliki beberapa modus yang secara teknis memungkinkan terciptanya kejahatan tersebut. Seperti melakukan mispresentation, dimana sang tertanggung menyampaikan fakta yang tidak benar termasuk diantaranya bukti palsu. Terkadang pelaku melakukan kejahatan asuransi dengan menyembunyikan fakta material, prilaku ini biasa dikenal dalam asuransi sebagai non disclosure. Bahkan tertanggung bisa saja menciptakan kerugian yang disengaja misalnya membakar rumah atau menabrakkan mobil sendiri. Jenis kejahatan asuransi ini biasanya dilakukan oleh para tertanggung, moral hazard inilah yang di kenal dengan penipuan klaim frudulent claim. Perusahaan asuransi juga kerap melakukan rekayasa keuangan financial engeneering seperti mengecilkan jumlah cadangan agar perusahaan bisa mencetak laba. Cara yang biasa disebut under reserve ini sering ditempuh oleh perusahaan asuransi jiwa. Cara lain ditempuh perusahaan dengan menyajikan laporan keuangan kepada Direktorat Asuransi Dirjen Lembaga Keuangan Departemen Keuangan. Bahkan puncak kejahatan asuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi adalah perusahaan Universitas Sumatera Utara seolah-olah telah membayar klaim namun sebenarnya klaim tersebut belum diterima tertanggung. 44 Dalam hukum terdapat suatu azas penting yang dikenal dengan lex specialis derogat legi generalis . Secara sederhana hal ini berarti aturan yang bersifat khusus mengenyampingkan aturan yang bersifat umum. Kejahatan di dalam asuransi dapat digolongkan ke dalam dua bagian, antara lain tindak pidana dalam usaha perasuransian dan tindak pidana asuransi yang ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. 45 Aturan hukum yang mengandung lex specialis derogat legi generalis, berlaku bukan hanya menyikapi perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam aturan pidana yang terdapat dalam KUHP, tetapi juga bahkan terutama terhadap aturan pidana yang terdapat dalam undang-undang yang di atur di luar KUHP. Bahkan sepanjang di atu sebaliknya, azas ini juga berlaku terhadap sesama Hal ini di atur dalam Pasal 63 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP tang berbunyi: “Jika bagi sesuatu perbuatan yang terancam oleh ketentuan pidana umum pada ketentuan pidana yang istimewa, maka ketentuan pidana istimewa itu saja yangakan diberlakukan.” 44 Fahmi Aulia,Op.Cit. hal.50 45 Chirul Huda dan Lukman Hakim, Tindak Pidana Dalam Bisnis Asuransi. Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, hal.35 Universitas Sumatera Utara undang-undang di luar KUHP. Hal ini didasrkan pada ketentuan Pasal 103 KUHP yang menentukan: “ketentuan dari delapan bab yang pertama dari Buku ini berlaku juga terhadap perbuatan yang dapat dihukum menurut peraturan perundang- undangan lain, kecuali kalau undang-undang Wet tindakan Umum Pemerintahan Algemene Maatregelen van Bestuur atau Ordonansi menentukan peraturan lain.” Sepanjang sutu peraturan perundang-undangan memuat aturan pidana yang khusus, maka mengenai hal yang sama yang secara umum diatur dalam KUHP atau Undang-Undang di luar KUHP yang memiliki sifat lebih umum, menjadi tidak abah atau valid lagi, termasuk salah satunya tindak pidana pada asuransi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Undang-undang ini selain memuat kebijakan sosial berkenaan dengan usaha perasuransian, juga memuat kebijakan kriminal mengenai tindak pidana asuransi. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian ini adalah undang-undang administratif administratief wet, sehingga penggunaan hukum pidana dalam hal ini mestinya semata-mata untuk mengamankan norma- norma administratif tersebut. Ketika rumusan tindak pidana ditujukan untuk mengamankan ketentuan administratif yang berisi larangan, maka ketentuan afministratif tersebut menjadi inti dari tindak pidana. Dengan demikian pada dasarnya rumusan perbuatannya terdapat dalam ketentuan administratif tetapi ancaman pidananya terdapat dalam ketentuan pidana. Universitas Sumatera Utara Ketentuan pidana dalam undang-undang tersebut bukan hanya berisi tindak pidana administratif, tetapi juga tindak pidana lain yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan ketentuan administratif tesebut. Dengan demikian dari perumusan pidananya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian bukan saja berisi norma pidana administratif tetapi juga sebagai hukum pidana khusus. Dalam hal ini Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian mengecualikan ketentuan-ketentuan pidana yang umum yang terdapat dalam KUHP. Selain kejahatan yang tersebut di atas, kejahatan lain yang cukup menyita perhatian yang terjadi pada perusahaan asuransi yang berkembang pesat pada saat ini adalah tindak pidana pencucian uang money laundering, terutama pada tahap placement dan integration, sebagai contoh pembayaran premi secara tunai untuk polis asuransi, yang kemudian dibatalkan untuk mendapatkan pengembalian premi atau pembayaran klaim. Terbukti selama dua tahun terakhir telah terjadi pelaporan transaksi mencurigakan sebanyak 1.182 kasus yang seluruhnya di laporkan oleh 25 perusahaan asuransi, sekitar 1.180 kasus pelaporan transaksi mencurigakan berasal dari perusahaan asuransi jiwa dan hanya 2 dari asuransi kerugian. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 tahun 2003 sebagaimana di atur di dalam Pasal 2 angka 1 disebutkan bahwa : “hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang asuransi, narkotika, Universitas Sumatera Utara psikotropika, perdagangan manusia, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.” Biasanya perusahaan asuransi jiwa lebih rawan dijadikan tempat pencucian uang money laundering. Hal ini disebabkan karena premi asuransi jiwa yang bernilai besar memungkinkan seseorang memanfaatkan asuransi jiwa sebagai medium pencucian uang hasil kejahatan. 46 Indikasi adanya pencucian uang pada usaha asuransi jiwa patut diwaspadai pada nasabah dengan pertanggungan besar, namun jangka waktunya sangat singkat sedangkan untuk asuransi kerugian, hal itu sangat sukar terjadi karena nilai preminya rata-rata hanya seperseribu dari nilai barang yang diasuransikan. Hal ini diperkuat oleh Ketua Dewan Asuransi Indonesia, Hot Bonar Sinaga. Menurut dia, besarnya premi pada asuransi jiwa berjangka pendek dapat dimanfaatkan tertanggung atau pemodal untuk memasukkan uang hasil kejahatan pada mekanisme perbankan yang ilegal. Apalagi kalau nasabah ngotot membayar premi sekaligus meskipun jangka waktu pembayarannya sampai lima tahun. 47 Ditambahkan pula oleh Firdaus bahwa perusahaan asuransi jiwa diharapkan dapat menerapkan aspek prudential atau kehati-hatian kepada 46 http:www.kompas.com. Asuransi Jiwa Rawan Terhadap pencucian Uang . Diakses tanggal 30 Januari 2010 47 Ibid. Universitas Sumatera Utara nasabahnya. Umumnya money laundering lewat asuransi jiwa karena transaksinya dilakukan lewat individu. Pembeli dana biasa membeli produk asuransi jiwa misalnya untuk sepuluh tahun. Ketika itu si pembeli mengatakan akan mencicil asuransi dengan premi tiap bulan misalnya Rp.10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. Selanjutnya pihak asuransi menghitung santunannya yaitu misalnya Rp. 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah, namu tak berapa lama pemegang polis mengatakan akan melunasi premi sekaligus sehingga tidak mencicil premi lage. Selang beberapa bulan si pembeli asuransi mebarik dananya lagi walaupun dikenai denda, dengan alasan untuk keperluan seperti membeli properti. Selanjutnya mereka akan menaruh dananya di bank dengan alasan habis mencairkan asuransi. 48 Modus lain yaitu pembelian polis asuransi jiwa jenis unit linked dengan jumlah premi besar yang di bayar secara reguler dimana pemegang polis adalah perusahaan berbadan hukum dan tertanggung adalah pimpinan perusahaan tersebut. Perusahaan didirikan berdekatan dengan waktu pengajuan polis, Modus yang digunakan oleh para pelaku money laundering melalui jasa asuransi adalah dengan membeli polis asuransi jiwa dengan premi tinggi yang langsung dibayarkan pada penutupan polis tersebut. Selang beberapa waktu, polis akan dibatalkan, dan premi yang dibayarkan akan dikembalikan walaupun dikurangi denda. 48 http:www.balispost.co.id. Tak Laporkan Transaksi Mencurigakan-Lembaga keuangan Diancam Sanksi . Diakses tanggal 30 Januari 2010. Universitas Sumatera Utara sehingga besar kemungkinan dana untuk membayar premi bukan hasil dari usaha perusahaan. Jumlah modal disetor perusahaan juga tidak menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar premi tersebut. Jadi, diduga dana untuk membayar premi berasal dari dana lain yangtidak sah dengan penngunaan nama perusahaan sebagai pemegang polis mengindikasikan usaha tertanggung untuk menyamarkan asal usul dana seolah-olah berasal dari kegiatan bisnis yang sah. 49 Selanjutnya dengan suatu single premium insurance bond. Para pelaku money laundering membeli produk-produk ini dan menjualnya kembali dengan diskon, sisa nilainya dapat diperoleh oleh pencuci uang yang dimaksud dengan bentuk cek yang berdih sanitied check dari suatu perusahaan asuransi. single premium insurance bond memiliki pula keuntungan yang lain sebagai sarana pencucian uang karena padat dugunakan sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan. 50 Aspek problematik dari indusri asuransi adalahbahwa persentase yang signifikan produk-produk asuransi dijual melalui lembaga intermediasi. Para Pialang brokers sering kali menjadi hanya satu-satunya penghubung personal contact dengan nasabah. 51 49 http:www.ppatk.go.id. Refleksi Akhir Tahun 2006 Pusat pelaporan dan analisis Transaksi Keuangan . Diakses tanggal 12 Januari 2010. 50 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hal.133 51 Ibid. Universitas Sumatera Utara Terkait dengan konteks Indonesia, memang belum ada laporan resmi mengenai profil kejahatan asuransi sekaligus terlibat dalam tindak pidana pencucian uang. Pengaturannya di dalam Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang pun masih relatif sedikit. Hal tersebutlah yang antara lain menyulitkan untuk mengidentifikasi adanya kegiatan money laundering dalam asuransi. Adapun contoh kasus money laundering pada persahaan asuransi yaitu kasus Perusahaan Umum Kehutanan Negara Perum Perhutani dan PT Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera AJB, dimana terdakwa mantan Direktur Umum Perum Perhutani Sondang Gultom dan tiga terdakwa lainnya dari PT AJB diduga melakukan penipuan dan praktik pencucian money laundering terkait dengan perubahan program asuransi.. Jaksa Penuntut Umum Teguh Suhendro menyatakan terdapat kerjasama antara PT AJB dan Perum Perhutani yang sudah berlangsung sejak 1998 dengan nama asuransi rawat inap dan pemberdayaan plus yang diganti dengan program kesejahteraan karyawan dengan dana senilai Rp 23 milyar. Asuransi rawat inap dan program kesejahteraan karyawan tersebut tidak jadi dilaksanakan akan tetapi uang untuk program asuransi tersebut sudah keluar. Menurut kerjasama itu uang dikeluarkan untuk biaya-biaya seperti persekot premi lalu dana tersebut diserahkan kepada Kim Eng Securities untuk diserahkan kepada terdakwa Sondang Gultom. Berdasarkan bukti transfer senilai 3 milyar, uang tersebut telah masuk ke rekening terdakwa. Universitas Sumatera Utara Kasus ini berawal saat Perum Perhutani menaruh polis asuransi Rp 20 milyar di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera pada 2006. Saat jangka waktu polis habis, ternyata uang tak bisa dicairkan. Namun, saat itu Perhutani tak melaporkannya ke polisi. Bareskrim Polri justru mengetahui kasus itu dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Setelah di usut, ternyata ada dana yang digelapkan mantan Direktur Utama Bumiputera Soeseno Haryosaputra sebesar Rp 12 miliar. Pada saat kasus tersebut sedang diperiksa, program asuransi rawat inap tersebut masih berjalan. Dakwaan yang diberikan kepada Sondang Gultom adalah penerimaan pasif dalam UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam KUHP dan tentang informasi atau data yang tidak benar dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. 52 Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha pencucian uang, yaitu :

E. Tahap-Tahap dan Proses Money laundering pada Perusahaan Asuransi