Sistem Pendidikan bagi Tunanetra

41 Mengenai sikap para guru sebagaimana penyelenggara pendidikan, hasil penelitian Murphy Kirtley, 1975 menunjukan bahwa pada umumnya para guru guru umum dan guru PLB cenderung lebih bersifat positif terhadap anak tunanetra. Hasil penelitian ini juga dapat dimaklumi karena para guru pada umumnya tidak pernah berhubungan dengan anak tunanetra, khususnya didalam kelas, sementara itu hasil penelitian Sunaryo dan Sunardi 1992 terhadap guru- guru SD menunjukan bahwa pada umumnya para guru memiliki sikap yang cukup positif terhadap anak luar biasa pada umumnya, termasuk tunanetra Somantri, 2006: 90.

6. Sistem Pendidikan bagi Tunanetra

Undang undang dasar tahun 1945 menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Perhatian pemerintah untuk pendidikan tunanetra terus ada, posisi anak tunanetra dalam sistim pendidikan secara hukum telah jelas. Tahun 1979 keluar keputusan Menteri Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No. 0222 0 1979 tgl 28 September 1979 tentang penyelenggaraan perintisan dan pengembangan pendidikan terpadu bagi anak luar biasa di sekolah dasar. Sebelum pendidikan terpadu ada, anak tunanetra, khususnya di Bandung, sudah ada yang mengikuti pendidikannya dari sekolah umum bahkan sudah ada yang sudah mencapai gelar Sarjana. Tahun anggaran 1982 1983 melalui Inpres Nomor 41983 didirikanlah SDLB disetiap kabupaten kotamadya yang belum memiliki SLB. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0491 U 1992 tentang Pendidikan Luar Biasa yang antara lain menetapkan bentuk satuan PLB sebagai berikut: TKLB; SDLB; SLTPLB; SMLB. 42 Bentuk penyelenggaraan pendidikan bagi tunanetra dapat berupa: 1 Sekolah Terpadu; 2 Kelas Khusus; 3 Guru Kunjung; 4 SLB A; 5 SDLB. Di Amerika Serikat, saat ini, tahun 1940-an sampai tahun 1950-an ribuan bayi yang lahir prematur mengalami kerusakan pada penglihatan karena Retinopathy of Prematurity ROP, sehingga sekolah untuk tunanetra tidak bisa lagi menampung, dan orang tua tidak ingin anaknya dididik di SLB yang letaknya jauh. Untuk mengatasi keadaan ini sekolah biasa untuk anak tunanetra. Perkembangan selanjutnya membuka berbagai macam lembaga pendidikan. Metode-metode pendidikan: a. Program Pra Sekolah Home- Based Program School- Based Program ; b. Program Sekolah Dasar, c. Program Sekolah Lanjutan. Selanjutnya pendidikan di Amerika Serikat memperhatikan: Normalisasi Integrasi perbedaan Budaya. Pilihan pendidikan: a. Regulae Class Only atau kelas Biasa dengan guru biasa tanpa guru PLB ; b. Regular Class with Consultation atau kelas biasa dengan guru biasa dengan konsultasi dengan guru PLB ; c. Itinerant Teacher atau guru kunjung yakni kelas biasa dengan guru biasa bantuan guru kunjung ; 43 d. Resource Teacher atau guru sumber yakni kelas biasa dengan guru biasa, namun dalam beberapa kesempatan anak berada di ruang sumber dengan guru sumber; e. Pusat Diagnostik- Prescriptif; f. Hospital or Homebound Instruction atau Pendidikan di Rumah atau di Rumah Sakit; g. Self- Contained Class atau kelas khusus di sekolah biasa bersama guru PLB; h. Special Day School atau Sekolah Luar Biasa tanpa asrama ; i. Residential School atau Sekolah Luar Biasa berasarama Widdjajantin, 2004: 115. Pendidikan tunanetra di Eropa dimulai pertama kali di Prancis pada abad 18. Vanlentin Hauy orang pertama yang memperhatikan pendidikan bagi anak tunanetra. ” Institution des Jeunes Avengles” di Paris tahun 1784, dengan murid pertama Francois Leseuer. Sistem pendidikannya menekankan pada kemampuan akademis. Awal abad 19 Sekolah Luar Biasa Residential School untuk tunanetra mulai berdiri di beberapa negara lain meliputi Inggris, Skotlandia, Austria, Jerman dan Rusia Roberts, 1986: 55-58.

C. Literasi Informasi 1. Pengertian Literasi Informasi