38
4. Masalah Ketunanetraan Bagi Keluarga, masyarakat, dan penyelenggara pendidikan
Berdasarkan uraian dalam bagian sebelumnya, tampak bahwa anak tunanetra cenderung memiliki berbagai masalah baik yang berhubungan dengan
masalah pendidikan, sosial, emosi, kesehatan, pengisian waktu luang, maupun pekerjaan. Semua permasalahan tersebut perlu diantisipasi dengan memberikan
layanan pendidikan, arahan, bimbingan, latihan, dan kesempatan yang luas bagi anak tunanetra sebagai permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dalam
berbagai aspek tersebut dapat ditanggulangi sedini mungkin, artinya perlu dilakukan upaya-upaya khusus secara terpadu dan multidisipliner untuk mencegah
jangan sampai permasalahan tersebut muncul, meluas, dan mendalam, yang akhirnya dapat merugikan perkembangan anak tunanetra tersebut Somantri,
2006: 87.
5. Dampak ketunanetraan
Pada umumnya orang awas berpendapat bahwa kelompok penyandang tunanetra merupakan suatu kelompok minoritas, seperti halnya kelompok orang
negro dengan kulit putih. Pada kalangan penyandang tunanetra yang baru ditemukan, mereka cenderung menunjukan perilaku-perilaku yang tidak sesuai
atau selaras dalam menghadapi berbagai situasi dan seringkali menunjukan reaksi- reaksi yang tidak masuk akal. Mereka yang memiliki penglihatan yang tidak
sempurna cenderung patuh atau tunduk dalam hubungan intrapersonal dengan orang awas.
39
Namun demikian dalam pandangan orang awas, orang tunanetra juga sering memiliki kelebihan yang sifatnya positif seperti kepekaan teerhadap suara,
perabaan, ingatan, keterampilan dalam memainkan alat musik, serta ketertarikan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dan agama Somantri, 2006: 88.
Sedangkan bagaimana sikap orang tunanetra terhadap kebutaannya. Dikatakan oleh Bauman Kirtley, 1975 bahwa keberhasilan dalam penyesuaian
sosial dan ekonomi pada penyandang tunanetra berkaitan erat dengan sikap-sikap diri dan keluarganya terhadap penerimaan secara emosional yang realistik
terhadap kebutaannya serta pemilikan kemampuan intelektual dan stabilitas psikologis, dan sebagainya. Yang paling berat dan pertama kali merasakan
damapak ketunanetraan anak adalah keluarganya, terutama orang tua, kehadiran anak tunanetra akan melahirkan berbagai reaksi dari orang tua. Bagaimana reaksi
orang tua tersebut dalam menerima kehadiran anak yang tunanetra akan sangat berpengaruh
terhadap keseluruhan
perkemabangan pribadi-pribadi
anak dikamudian hari. Reaksi orang terhadap ketunanetraan anaknya pada umumnya
dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:
a. Penerimaan secara realistik terhadap anak dan ketunanetraannya. Sikap ini ditujuakan dengan pemberian kasih sayang yang wajar serta pemberian
perlakuan yang sama dengan anak lainnya, mereka juga terbuka terhadap permasalahan yang dihadapi anak dan keluarganya.
b. Penyangkalan terhadap ketunanetraan anak. Ketunanetraan anak biasanya ditanggapi dengan sikap yang terbuka, tetapi disertai dengan alasan-alasan
40
yang tidak realistik terhadap kecacatannya, tarutama terhadap kebutuhan dan permasalahannya. Dalam pendidikan, orang tua seringkali tidak
percaya bahwa anaknya perlu layanan pendidikan secara khusus dan menyangkal bahwa akhirnya prestasinya rendah.
c. Perlindungan yang berlebihan. Biasanya dilakukan orang tua sebagai kompensasi karena ketunanetraan anaknya dirasakan sebagai akibat dari
perasaan bersalah atau berdosa. Sikap ini cenderung tidak menguntungkan anak karena akan mengahmbat perkembangan dan kematangan anak
terutama dalam aspek kemandirian. d. Penolakan
secara tertutup.
Biasanya ditujukan
dengan sikap
menyembunyikan anaknya dari masyarakat. Ia tidak ingin diketahui bahwa ia memiliki anak yang tunanetra, tidak peduli, tidak menyayangi, dan
cenderung mengasingkan anaknya dari lingkungan keluarga. e. Penolakan secara terbuka. Penolakan secara terbuka biasanya ditunjukan
dengan sikap bahwa secara terus terang ia menyadari ketunanetraan anaknya, tetapi sebenarnya secara rasio maupun emosional tidak pernah
dapat menerima kehadiran anaknya tersebut. Orang tua yang demikian biasanya bersikap bertahan dan tidak pernah merasa bersalah dan mau
menerima kenyataan tersebut. Ia cenderung ingin mencari tahu sebab- sebab ketunanetraan anaknya pada orang lain atau para ahli. Tetapi tidak
pernah menemukan jawabannya. Pada akhirnya orang tua yang demikian biasanya bersikap masa bodoh dan tidak peduli dengan segala kebutuhan
anaknya.
41
Mengenai sikap para guru sebagaimana penyelenggara pendidikan, hasil penelitian Murphy Kirtley, 1975 menunjukan bahwa pada umumnya para guru
guru umum dan guru PLB cenderung lebih bersifat positif terhadap anak tunanetra. Hasil penelitian ini juga dapat dimaklumi karena para guru pada
umumnya tidak pernah berhubungan dengan anak tunanetra, khususnya didalam kelas, sementara itu hasil penelitian Sunaryo dan Sunardi 1992 terhadap guru-
guru SD menunjukan bahwa pada umumnya para guru memiliki sikap yang cukup positif terhadap anak luar biasa pada umumnya, termasuk tunanetra Somantri,
2006: 90.
6. Sistem Pendidikan bagi Tunanetra