Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan Perkembangan Kognitif Anak Tunanetra

32 Berbagai usaha dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Berbagai usaha ini perlu melibatkan guru, orang tua, para ahli mesin yang menciptkan teknologi yang tepat. Alat bantu melihat yang dapat digunakan adalah kaca mata, lensa kontak, teleskop kecil, kaca pembesar dan lain-lain. Juga diadakan penyesuaian ruang kelas untuk anak kurang lihat ataupun tunanetra total.

2. Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan

Secara ilmiah ketunanetaraan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, apakah itu dari faktor dari dalam diri anak internal ataupun faktor dari luar anak eksternal. Hal-hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan, kemungkinannya karena faktor gen sifat pembawa keturunan, kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebaginya. Sedangkan hal-hal yang termasuk faktor eksternal diantaranya faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan, misalnya: kecelakaan, terkena penyakit siphilis yang mengenai matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis tang saat melahirkan sehingga sistem persyarafannya rusak, kurang gizi, kurang vitamin, terkena racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata kerena penyakit, bakteri, ataupun virus Somantri, 2006: 66.

3. Perkembangan Kognitif Anak Tunanetra

Manusia berhubungan dengan lingkungan, baik sosial maupun alam melalui kemampuan inderanya, sekalipun masing-masing indera mempunyai sifat dan karakteristik yang khas, namun dalam bekerjanya memerlukan kerjasama dan 33 keterpaduan diantara indera-indera tersebut sehingga memperoleh pengetahuan atau makna yang lengkap dan utuh tentang objek dilingkungannya. Diperlukan kerjasama secara terpadu dan serentak antara indera penglihatan, pendengaran, pengecap, perabaan, dan pembau atau penciuman untuk mendapatkan pengenalan, pengertian, atau makna yang lengkap dan utuh tentang lingkungannya. Akibat dari ketunanetraan, maka pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Akibatnya perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini disebabkan perkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan atau kemampuan inteligensinya, tetapi juga dengan kemampuan indera penglihatannya. Anak tunanetra memiliki keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan dalam menerima rangsang atau informasi dari luar dirinya melalui indera penglihatannya. Penerimaan rangsang hanya dapat dilakukan melalui pemanfaatan indera-indera lain diluar indera penglihatannya. Namun karena dorongan dan kebutuhan anak untuk tetap mengenal dunia sekitarnya, anak tunanetra biasa menggantikannya dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerima informasi. Sedangkan indera pendengaran hanya mampu menerima informasi dari luar yang berupa suara, berdasarkan suara seseorang hanya mampu mendeteksi dan menggambarkan tentang arah, sumber, jarak suatu objek informasi; tentang ukuran dan kualitas ruangan, tetapi tidak mampu memberikan gambaran yang konkrit mengenai bentuk, kedalaman, warna dan dinamikanya. 34 Tunanetra juga akan mengenal bentuk, posisi, ukuran, dan perbedaan permukaan melalui perabaan. Melalui bau yang diciumnya ia dapat mengenal seseorang, lokasi objek, serta membedakan jenis benda, walaupn sedikit perannya malalui pengecapan. Tunanetra juga dapat mengenal objek malalui rasanya walaupun terbatas, karena itu bagi tunanetra setiap bunyi yang didengarnya, bau yang diciumnya, kualitas kesan yang dirabanya, dan rasa yang dicecapnya memiliki potensi dalam pengembangan kamampuan kognitifnya. Implikasinya, kebutuhan akan rangsang sensoris bagi anak tunanetra harus benar-benar diperhatikan agar ia dapat mengembangkan pengetahuan tentang benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang ada dilingkungannya. Jika aktifitas imitatif pada anak normal diperoleh dengan imitasi visual, maka pada anak tunanetra harus dirangsang melalui stimulasi pendengaran, disamping sisa pendengaran bagi yang memilikinya, serta indera-indera yang lainnya Somantri, 2006: 68. Dengan kata lain, kecendrungan anak tunanetra menggantikan indera penglihatannya dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerima saluran informasi dari luar sehingga mengakibatkan pembentukan pengertian atau konsep hanya berdasarkan pada suara atau bahasa lisan. Akibatya seringkali tidak menguntungkan bagi anak, yaitu kecendrungan pada anak tunanetra untuk menggunakan kata-kata atau bahasa tanpa tahu makna yang sebenarnya. Oleh karena itu, seringkali dikatakan bahwa anak tunanetra itu tahu tetapi sebenarnya tidak tahu, karena tahunya sebatas penglihatan verbal. Dalam pendidikan bagi anak tunanetra kiranya perlu diwaspadai adanya kesukaran-kesukaran besar dalam 35 pembentukan pengertian atau konsep terutama terhadap pengalaman-pengalaman konkrit dan fungsional yang diperlukan bagi anak dalam kehidupan sehari-hari. Karena kurangnya stimulasi visual, perkembangan bahasa anak tunanetra juga tertinggal dibanding anak awas. Pada anak tunanetra, kemampuan kosakata terbagi atas dua golongan, yaitu kata-kata yang berarti bagi dirinya berdasarkan pengalamannya sendir, dan kata-kata verbalistis yang diperolehnya dari orang lain yang ia sendiri sering tidak memahaminya. Komunikasi nonverbal pada anak tunanetra juga merupakan hal yang kurang difahaminya karena kemampuan ini sangat tergantung pada stimulasi visual dari lingkungannya Somantri, 2006: 69. Kesulitan besar akan terjadi dan sangat mungkin dihadapi anak apabila realitas lingkungan tersebut secara dinamis mengalami perubahan-perubahan dan dengan mudah dapat diamati melalui indera penglihatan, sementara anak tunanetra belum memperoleh informasi secara lisan terhadap perubahan tersebut. Tidak setiap perubahan realitas lingkungan disertai dengan gejala yang dapat dengan mudah dan cepat ditangkap dengan indera pendengaran, perabaan, dan indera lain yang dimiliki. Inilah yang seringkali mengakibatkan anak tunanetra berpegang teguh pada pendapatnya karena secara visual anak tidak mampu menggunakan teknik akomodasi dan asimilasi dalam mengubah struktur kognitifnya yang sudah mapan atau terbentuk sebelumnya. Dengan kata lain, bahwa ketidakmampuan anak secara visual dalam menangkap realitas lingkungan yang dinamis dan menggunakannya sebagai alat bantu yang efektif dan efisien 36 dalam teknik asimilasi dan akomodasi dapat mengakibatkan terhambatnya perkembangan kognitif anak Somantri, 2006: 70 dan 71. ` Pada akhirnya, bagaimana perkembangan kognitif anak tunanetra sangat tergantung pada: a. Jenis ketunanetraan anak Jenis ketunanetraan anak ada dua, yaitu buta total dan low vision buta sedangmampu lihat cahaya b. Kapan terjadinya ketunanetraan Pada masa bayi kita sukar mengetahui apakah bayi itu awas atau tunanetra, tetapi setelah usia 3 atau 4 minggu akan mulai nampak yaitu bila anak dibaringkan anak akan melihat lampu yang menyala, mencoba mengangkat kepala untuk mencoba melihat sesuatu mulai menggerak- gerakan kepalanya untuk mencoba melihat benda berbunyi berwarna menyolok yang bergerak-gerak didepannya, ia juga mulai mengenal wajah ibunya dan mengenal wajah-wajah yang lain. Tetapi pada tunanetra hal seperti itu tidak nampak. Bayi tunanetra tidak terangsang oleh sinar, gerak benda dan lain-lain tetapi bunyi atau suaralah yang merangsang ia untuk bergerak mencari dari mana asal suara tadi. Untuk dapat mengetahui apakah bayi itu normal awas ataukah tunanetra haruslah diadakan suatu deteksi dini, dengan maksud agar dapat segera mendapat penanganan secara dini pula. Jika bayi telah menjadi anak-anak atau remaja bahkan 37 dewasa, pemeriksaan mata secara rutin masih sangat diperlukan, dengan maksud agar dapat mengetahui kondisi ketajaman penglihatan beserta keluhan-keluhannya sehingga dokter akan dapat pula mengadakan asesmen terhadap perkembangan ketajaman penglihatan atau memang asesmen tersebut diperlukan guru untuk menyusun program layanan pendidikan bagi anak yang sedang mengalami masalah dalam ketajaman penglihatannya. c. Bagaimana tingkat pendidikan anak Tingkat pendidikan anak sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak tunanetra, karena pendidikan akan memberikan dia pengetahuan tentang apa yang harus dilakukannya dalam menghadapi lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Hal itu akan terwujud apabila ada kerjasama orang tua dan guru untuk membantu anaknya mendapatkan layanan pendidikan khusus. d. Bagaimana stimulasi lingkungan terhadap upaya-upaya perkembangan kognitifnya. Adanya kebutuhan akan rangsang sensoris bagi anak tunanetra harus benar diperhatikan agar ia dapat mengembangkan pengetahuan tentang benda- benda dan peristiwa-peristiwa yang ada di lingkungannya. 38

4. Masalah Ketunanetraan Bagi Keluarga, masyarakat, dan penyelenggara pendidikan