Fasilitas Perpustakaan SLB-A PTN

61 perpustakaan braille dipindahkan kembali ke gedung utama sekolah berada di lingkungan kelas belajar siswa-siswi. Sedangkan yang semula perpustakaan digunakan untuk kegiatan pendidikan di kelas bagi murid tunanetra ganda MDVI. Dengan kepindahan perpustakaan ini tentunya perlu penataan ulang dan sangat selektif mengingat ruangan yang ada sekarang sangat tidak memadai karena ruang tersebut hanya berukuran luas 96 m2, sehingga jumlah banyak judul buku yang ada tidak terakomodasi semua di dalam rak. Pengelolaan perpustakaan saat ini mengalami penurunan, baik dalam hal pemberian layanan peminjaman kepada muridjuga guru, pengadministrasian buku, pengklasifikasian, penempatan buku, hal ini disebabkan tidak adanya tenaga khusus yang bertugas, saat ini petugas pengelola perpustakaan Bapak Drs. Dedi Supriadi, M.Pd juga merangkap sebagai guru kelas di kelas khusus tunanetra ganda. Sehingga dengan demikian pengelolaan secara keseluruhan perpustakaan kurang maksimal.

2. Fasilitas Perpustakaan SLB-A PTN

Fasilitas perpustakaan di SLB-A PTN yang ada pada saat ini tidak seperti perpustakan pada umumnya di sekolah lain, fasilitas yang tersedia hanya terkonsentrasi pada ketersedianya koleksi buku bahan ajar. Jadi secara umum fasilitas yang disediakan belum memberikan kenyaman bagi para penggunanya, mudah-mudahan ke depan fasilitas yang memadai dapat terwujud, misalnya; adanya ruang baca yang nyaman dan ber AC, rak buku yang sesuai, locker, yang sangat penting lagi adalah petugas khusus yang mengenyam pendidikan tentang perpustakaan. 62 Layanan perpustakaan menggunakan sistem layanan terbuka. Jadi siswa dapat meminjam dan langsung mengambil buku yang dibutuhkan, pengelola perpustakaan hanya menunjukan letaknya, atau bisa mengambil sendiri karena masing-masing siswa sudah dibekali pendidikan pemakai sebelum mengunakan bahan bacaan yang ada di perpustakaan. Karena perpustakaan dijadikan sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar, maka dari itu kebanyakan siswa yang meminjam buku adalah buku pelajaran. Waktu untuk peminjaman tidak ditentukan bahkan ada sampai 1 semester 6 bulan, itu dilakukan agar siswa dapat belajar dengan tenang tanpa harus dikejar-kejar waktu dan juga karena siswa tunanetra membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memahami bacaan ataupun gambar yang tersedia di bandingkan dengan orang awas. Fasilitas perpustakaan yang disediakan untuk membantu siswa dalam mendapatkan informasi, yaitu fasilitas komputer yang dilengkapi screen reader atau pembaca layar. Sebagai contoh salah satu merek dari program ini adalah JAWS yang merupakan singkatan dari Job Access with Speech. Prinsip kerja dari program pembaca layar adalah memproses tulisan atau teks yang muncul di layar untuk kemudian direproduksi dalam bentuk suara yang bisa didengar oleh seseorang melalui headset atau loud speaker. Untuk program JAWS, ia masih menggunakan sistem speling dan pronunciation bahasa inggris, jadi sebuah teks dalam bahasa apapun, akan dieja dalam bahasa inggris. Tapi perlu ditekankan, bukan diterjemahkan dalam bahasa inggris, hanya dibaca dalam dialeg inggris. 63 Siswa tunanetra sudah sejak dini dikenalkan dengan komputer dan cara mengakses internet. Sekarang tidak hanya anak awas yang bisa mengakses internet, tunanetra juga bisa yaitu dengan menggunakan komputer yang ditambahkan software yang merubah tampilan visual menjadi audio. Namanya speech synthesizer. Dengan teknologi ini, komputer bisa “membacakan” setiap tombol yang ditekan. Termasuk tombol fungsi, tanda baca, pendek kata semuanya. Itu dilakukan agar siswa tidak ketinggalan informasi karena gagap teknologi walaupun dengan penuh keterbatasan. Koleksi yang tersedia terdiri dari buku pelajaran, buku agama, majalah, karya umum, buku fiksi, semua koleksi ada yang berbentuk Braille dan ada juga yang berbentuk awas. Kebetulan SLB-A PTN Jakarta menyediakan mesin pembuat buku Braille, hal itu dilakukan agar dapat memudahkan perpustakaan dalam mendapatkan koleksi yang dibutuhkan. Pengadaan koleksi buku perpustakaan, untuk bahan ajar berdasarkan permintaan guru sesuai dengan bidang mata pelajaran yang akan digunakan masing-masing, sedangkan untuk buku-buku tertentu ceritera, tentang kebijakan, dll dilakukan tanpa mekanisme jadi disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan yang ada. Mekanisme pengadaan Koleksi buku Braille yang pertama adalah guru kelasmata pelajaran mengusulkan kepada kepala sekolah untuk diadakan koleksi yang dibutuhkan, selanjutnya dari kepala sekolah langsung ke unit produksi buku braille, setelah siap baru disimpan di perpustakaan dan segera dapat digunakan oleh pengguna siswa dan guru tunanetra. 64 Pendidikan dan pelatihan perpustakaan atau informasi bagi siswa baru dilakukan setiap yang bersangkutan berkunjung ke perpustakaan, bagaimana cara mencari buku dan dikenalkan satu persatu. Adapun hal-hal yang diinformasikan tentang: Nomor Rak Buku, kelompok Buku, Kelompok Satuan Pendidikan, Kelompok Kelas dan Semester, Meja Baca, Meja Petugas Layanan Pencatatan. 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini, penulis akan membahas tentang hasil-hasil penelitian yang telah di lakukan di Perpustakaan Sekolah Luar Biasa Pembina Tingkat Nasional Jakarta, baik itu dari hasil pengamatan penulis observasi, hasil wawancara dengan petugas perpustakaan dan kepala sekolah, dan yang terakhir dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada semua siswai SMLB kelas 1,2 dan 3. Adapun lebih lengkapnya akan diuraikan sebagai berikut:

A. Observasi

Metode yang pertama adalah Pengamatan lapangan Observasi dilakukan di Perpustakaan Sekolah Luar Biasa dengan menggunakan peninjauan secara langsung dalam waktu satu minggu. Observasi dilaksanakan dengan cara melihat keadaan perpustakaan dari semua sisi yang dillakukan secara keseluruhan mulai dari ruangan dan semua aktivitas yang terjadi di perpustakaan. Dari pengamatan yang telah penulis lakukan, tidak banyak data yang penulis peroleh karena tidak banyak juga aktivitas yang terjadi di perpustakaan. Kondisi perpustakaan yang kurang baik, buku-buku masih terlihat menumpuk karena kurangnya lokasi dan rak untuk penyimpanan koleksi, pada awalnya perpustakaan mempunyai lahan yang cukup luas, tata letak buku sudah rapi, sistem pelayanan berjalan sebagaimana mestinya, akan tetapi karena kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak sekolah mengharuskan perpustakaan berpindah tempat, itu menyebabkan sistem yang sudah berjalan dengan cukup baik harus dimulai lagi dari awal dengan kondisi yang berbeda. Tapi hal itu tidak