57
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Wewenang mahasiswa profesi ners UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam pemberian obat
Kewajiban mahasiswa dalam pemberian obat di ruang rawat anak responden tidak jauh berbeda dengan pemberian obat yang dilakukan oleh
perawat ruangan senior, di ruangan rawap inap anak dalam prinsip pemberian obat menggunakan prinsip 10 B sepuluh benar, sedangkan
penelitian ini menggunakan 6 B enam benar. Pencatatan pemberian obat terbagi menjadi 2 dua yaitu lembar intruksi obat dan buku obat. Pada saat
pemberian obat dokumen yang dibawa ke pasien adalah buku obat.
Prosedur pemberian obat di Rumah Sakit: 1. Memindahkan intruksi obat pada rekam medic ke buku obat.
2. Pencatatan didalam buku obat terdiri dari nama pasien, nama obat, dosis yang diberikan, waktu pemberian.
3. Melihat label obat yang akan diberikan dan cairan yang digunakan, dan tanggal kadaluwarsa.
4. Menghitung dosis yang akan diberikan. 5. Menyiapkan obat sesuai dengan dosis yang telah dihitung.
6. Menyimpan kembali obat di tempat penyimpanan 7. Melakukan double crosscheck dengan perawat ruangan senior terkait
dengan benar obat, tanggal kadaluwarsa, perhitungan dosis dan penyiapan dosis obat.
58 8. Pada saat pemberian ke pasien, melihat pada papan nama yang ada di
tempat tidur, memanggil nama pasien. 9. Pemberian obat diberikan pada rute yang telah diintruksikan
10. Melakukan pendokumentasian yaitu mencoret pada bagian jam pemberian
B. Gambaran Demografi Responden
Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa keperawatan yang telah menyelesaikan program S1 dan melanjutkan program profesi. Data
demografi yang di ambil adalah jenis kelamin, nilai IPK dan nilai Farmakologi. Pada variabel demografi tidak diteliti karena hanya sebagai
data demografi. Berikut adalah kategori responden penelitian antara lain :
1. Jenis Kelamin
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi
N = 34 Persentasi
Laki-Laki 7
20.6 Perempuan
27 79.4
Tabel 5.1 menunjukkan distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki sebanyak 7 orang 20,6, dan
perempuan sebanyak 27 orang 79.4.
59
2. Nilai Farmakologi
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai
Farmakologi Nilai
Frekuensi N=34
Persentasi
A 11
32.4 B
13 38.2
C 10
29.4
Tabel 5.2 menunjukkan distribusi frekuensi berdasarkan nilai farmakologi sebagai berikut: mahasiswa yang mendapatkan nilai A
pada mata kuliah farmakologi sebanyak 11 orang 32.4, mendapatkan nilai B sebanyak 13 orang 38.2, dan yang
mendapatkan nilai C sebanyak 10 orang 29.4. 3.
Nilai IPK Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai IPK Nilai
Frekuensi N=34
Persentasi
emuaskan 2.00-2.74 6
17.6 angat memuaskan 2.75-3.49
26 76.5
erpuji 3.50-4.00 2
5.9
60
Tabel 5.3 menunjukkan distribusi frekuensi berdasarkan nilai IPK.
mahasiswa profesi Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah adalah memuaskan sebanyak 6 orang 17.6, sangat memuaskan sebanyak
26 orang 76.5, dan terpuji sebanyak 2 orang 5.9.
C. Analisa Univariat
1. Pengetahuan
Tabel dibawah ini adalah menggambarkan pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa profesi keperawatan terkait dengan pemberian
obat. Tingkat pengetahuan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: Kurang, cukup, dan baik. Pada bab ini pengetahuan akan digambarkan sesuai
dengan sub variabel.
a. Distribusi frekuensi Pengetahuan sub variabel nama dan
bentuk obat Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Nama dan Bentuk Obat
T
Tabel 5.4 menunjukkan pengetahuan mahasiswa profesi keperawatan terkait dengan nama dan bentuk obat, yang terbanyak
Kategori Pengetahuan Frekuensi Persentase
Kurang 5
14.7 Cukup
21 61.8
Baik 8
23.5 Total
34 100.0
61 adalah cukup 61.8 sedangkan yang paling sedikit adalah kurang
14.7.
b. Distribusi Frekuensi Pengetahuan sub variabel Sifat dan
Kerja Obat Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Sifat dan Kerja Obat
Tabel 5.5 menunjukkan pengetahuan mahasiswa profesi keperawatan terkait dengan sifat dan kerja obat sebagai berikut
baik 19 orang 55.9, cukup sebanyak 15 orang 44.1 dan kurang sebanyak 0 orang 0.0.
c. Distribusi Frekuensi Pengetahuan sub Variabel Efek dan
Reaksi Obat Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Efek dan Reaksi Obat
Kategori Pengetahuan Frekuensi Persentase
Kurang 0.0
Cukup 15
44.1 Baik
19 55.9
Total 34
100.0
Kategori Pengetahuan Frekuensi Persentase
Kurang 0.0
Cukup 8
23.5
62 Tabel 5.6 menunjukkan pengetahuan mahasiswa profesi
keperawatan terkait dengan efek dan reaksi obat, sebagai berikut baik 26 orang 76.5, cukup sebanyak 8 orang 23.5 dan
kurang sebanyak 0 orang 0.0.
d. Distribusi Frekuensi Pengetahuan sub Variabel Sistem
Perhitungan Obat Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Sistem Perhitungan Obat
Tabel 5.7 menunjukkan pengetahuan mahasiswa profesi keperawatan terkait dengan sistem perhitungan obat, sebagai
berikut baik 22 orang 64.7, cukup sebanyak 11 orang 32.4 dan kurang sebanyak 1 orang 2.9.
e. Distribusi Frekuensi Pengetahuan sub variabel Rute
Pemberian Obat Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Rute Pemberian Obat
Baik 26
76.5 Total
34 100.0
Kategori Pengetahuan Frekuensi Persentase
Kurang 1
2.9 Cukup
11 32.4
Baik 22
64.7 Total
34 100.0
63 Tabel 5.8 menunjukkan pengetahuan mahasiswa profesi
keperawatan terkait dengan rute pemberian obat, sebagai berikut baik 16 orang 47.1, cukup sebanyak 18 orang 52.9 dan
kurang sebanyak 0 orang 0.0.
f. Distribusi Frekuensi Pengetahuan sub variabel Peran Perawat
dalam Pemberian Obat Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Peran Perawat dalam Pemberian Obat
Tabel 5.9 menunjukkan pengetahuan mahasiswa profesi keperawatan terkait dengan peran perawat dalam pemberian obat,
sebagai berikut baik 31 orang 91.2, cukup sebanyak 3 orang 8.8 dan kurang sebanyak 0 orang 0.0.
Kategori Pengetahuan Frekuensi Persentase
Kurang 0.0
Cukup 18
52.9 Baik
16 47.1
Total 34
100.0
Kategori Pengetahuan Frekuensi Persentase
Kurang 0.0
Cukup 3
8.8 Baik
31 91.2
Total 34
100.0
64
g. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden
tentang pemberian obat
Tabel 5.10 menunjukkan pengetahuan mahasiswa profesi keperawatan, sebagai berikut baik 9 orang 26.5, cukup
sebanyak 13 orang 38.2 dan kurang sebanyak 12 orang 35.3.
h. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin dan Tingkat Pengetahuan
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi antara Jenis Kelamin dan Tingkat
Pengetahuan Responden
Jenis kelamin Pengetahuan
Total Kurang
Cukup Baik
N N
N N
Laki-laki 4
57.1 2
28.6 1
14.3 7
100 Perempuan
8 29.6
11 40.7
8 29.6
27 100
Total 12
35.3 13
38.2 9
26.5 34
100
Kategori Pengetahuan Frekuensi Persentase
Kurang 12
35.3 Cukup
13 38.2
Baik 9
26.5 Total
34 100.0
65 Tabel 5.11 menunjukkan bahwa responden laki-laki
memiliki pengetahuan baik 14.3 dan perempuan 29.6, sedangkan responden laki-laki yang memiliki pengetahuan kurang
57.1 dan perempuan 29.6.
i. Distribusi
Frekuensi Nilai
Farmakologi dan
Tingkat Pengetahuan
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi antara Nilai Farmakologi dan Tingkat
Pengetahuan Responden Nilai
Farmako logi
Pengetahuan Total
Kurang Cukup
Baik N
N N
N A
1 14.7
6 54.5
4 36.4
11 100
B 5
38.5 6
46.2 2
15.4 13
100 C
6 60.0
1 10.0
3 30.0 10 100
Total 12
35.3 13
38.2 9
26.5 34
100
Tabel 5.12 menunjukkan pengetahuan mahasiswa profesi keperawatan terkait Nilai Farmakologi dengan Pengetahuan adalah
sebagai berikut responden yang memiliki nilai farmakologi A pengetahuan kurang 1 orang 14.7, memiliki nilai farmakologi B
pengetahuan kurang 5 orang 38.5. Dan nilai farmakologi C memiliki pengetahuan kurang 6 orang 60.0
66
j. Distribusi Frekuensi Nilai IPK dan Tingkat Pengetahuan
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi antara Nilai IPK dan Tingkat Pengetahuan
Responden
Nilai IPK Pengetahuan
Total Kurang
Cukup Baik
N N
N N
emuaskan 2.00-2.74 4
66.7 0.0
2 33.3
6 100
angat memuaskan 2.75- 3.49
8 30.8
12 46.2
6 23.1
26 100
erpuji 3.50-4.00
0.0 1
50.0 1 50.0
2 100
Total 12 35.3
13 38.2
9 26.5
34 100
Tabel 5.13 menunjukkan pengetahuan mahasiswa terkait dengan nilai IPK adalah sebagai berikut responden dengan nilai
IPK memuaskan 2.00-2.74 pengetahuan kurang 66.7, nilai IPK sangat memuaskan 2.75-3.49 pengetahuan kurang 30.8 dan
nilai IPK terpuji 3.50-4.00 pengetahuan kurang 0.0.
2. Perilaku
Pengambilan data untuk perilaku dilakukan dengan cara observasi yang dilakukan oleh peneliti. Perilaku dibagi menjadi dua kelompok
yaitu baik dan buruk.
a. Distribusi frekuensi jenis kelamin dengan perilaku responden
dalam melakukan pemberian obat.
67
Tabel 5.14 Distribusi frekuensi jenis kelamin dengan perilaku
responden dalam melakukan pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar
Jenis Kelamin Perilaku
Total Baik
Buruk Jumlah
Jumlah Jumlah
aki-laki 57.1
42.9 100.0
erempuan 23
85.2 14.8
27 100.0
otal 27
79.4 20.6
34 100.0
Tabel 5.14 menunjukkan perilaku pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar yang berjenis kelamin laki-laki
memiliki penrilaku baik 42.9 dan yang berjenis kelamin perempuan memiliki perilaku baik 85.2.
b. Distribusi frekuensi perilaku pemberian obat responden
Tabel 5.15 Distribusi frekuensi perilaku responden dalam
melakukan pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar
KOMPONEN PERILAKU
Baik Buruk
Jumlah Jumlah
enar Obat 34
100 0.0
enar Pasien 34
100 0.0
enar Dosis 34
100 0.0
enar Waktu 27
79.4 7
20.6 enar Rute
34 100
0.0
68 enar Dokumentasi
34 100
0.0
Table 5.15 menunjukkan perilaku pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar responden dengan hasil sebagai berikut,
semua responden 100 melakukan pemberian obat dengan prinsip benar yaitu benar obat, benar pasien, benar dosis, benar rute
dan benar dokumentasi, tetapi tidak untuk benar waktu yaitu 7 orang 20.6 tidak melakukan pemberian obat sesuai dengan
waktu yang diintruksikan.
c. Distribusi frekuensi perilaku responden dalam melakukan
pemberian obat. Tabel 5.16
Distribusi frekuensi perilaku responden dalam melakukan pemberian obat sesuai dengan enam prinsip benar
Tabel 5.16 menunjukkan perilaku responden dalam melakukan pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar
adalah sebagai berikut responden yang memiliki perilaku baik 79.4 dan perilaku buruk 20.6.
Kategori Perilaku Frekuensi Persentase
Buruk 7
20.6 Baik
27 79.4
Total 34
100.0
69
D. Analisis Bivariat
1. Distribusi proporsi pengetahuan dengan perilaku responden
dalam melakukan pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar.
Tabel 5.16 Distribusi proporsi pengetahuan dengan perilaku
responden dalam melakukan pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar
Pengetahuan Perilaku Pemberian Obat
Total p-value
Baik Buruk
N N
N Kurang
58.3 41.7
12 100.0
0.016
Cukup 11
84.6 15.4
13 100.0
Baik 100.0
0.0 100.0
Total 27
79.4 20.6
34 100.0
Tabel 5.16 menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku responden, responden dengan
pengetahuan kurang dengan perilaku baik 58.3, pengetahuan cukup dengan perilaku baik 84.6, dan pengetahuan baik dengan
perilaku baik 100.0.
70
BAB VI PEMBAHASAN
Pada bab pembahasan akan diuraikan makna hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan pengetahuan dengan perilaku mahasiswa profesi keperawatan
dalam melakukan pemberian obat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembahasan ini hal yang dilakukan adalah membandingkan antara hasil penelitian dengan
konsep teoritis dan penelitian sebelumnya terkait. Pada bab pembahasan juga akan dijelaskan tentang keterbatasan penelitian yang telah dilaksanakan.
A. Analisi Univariat
1. Gambaran Jenis Kelamin dengan Pengetahuan responden
Gambaran Demografi jenis kelamin dari 34 sampel yang diambil dari penelitian ini adalah responden laki-laki sebanyak 7 orang 20,6,
dan responden perempuan sebanyak 27 orang 79.4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pengetahuan baik antara laki-laki dan
perempuan tidak berbeda jauh yaitu laki-laki 14.3 dan perempuan 29.6 Jenis kelamin responden sesuai dengan penelitian Sari 2009, untuk
data demografi perawat yang ada di ruang rawat inap terdiri dari jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 111 orang 88.8 dan laki-laki
sebanyak 14 orang 11.2, penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Marwoto, Kusnanto dan Handono 2007 responden yang tersebar di lima
ruang rawat inap menunjukkan bahwa SDM Perawat didominasi oleh jenis kelamin perempuan 67 sedangkan laki-laki 33. Hal ini terjadi karena
71 lazimnya profesi keperawatan lebih banyak diminati kaum perempuan,
mengingat profesi keperawatan lebih dekat dengan masalah-masalah mother instink, meskipun diera globalisasi atau alasan lain misalnya
kesetaraan gender atau juga karena faktor kebutuhan di ruang UGD, OK dan lain-lain atau mungkin juga karena perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi maka jumlah perawat laki-laki juga mulai dipertimbangkan dan diperhitungkan. Marwoto A, Kusnanto H, Handono D 2007.
Terdapat banyak perbedaan anatomis dan biokimiawi antara wanita dan pria, hasil penelitian terhadap Sembilan otak yang diotopsi ditemukan
bahwa otak wanita rata-rata memiliki 11 persen lebih banyak sel di area korteks yang berkaitan dengan proses informasi autif, bahkan semua
wanita memiliki sel-sel ini lebih banyak dibandingkan pria. Witelson, Glazer, Kigar, 1994. Penelitian dengan menggunakan pemindaian otak
telah menemukan bahwa ada sebuah bagian korteks frontal wanita yang lebih besar daripada pria Gur dkk,2002 dan bahwa wanita memiliki lebih
banyak lipatan kortikal di lobus frontal dan lobus parietal Luders dkk, 2004. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh struktur otak yang dimiliki,
perbedaan dalam struktur otak, pada wanita bagian otak yang berhubungan dengan bahasa, penilaian dan daya ingat lebih padat susunannya, dengan
jumlah neuron 18 lebih banyak Browning, 2005. Menurut Pasiak 2008 menyatakan struktur otak perempuan dan
laki-laki itu berbeda, perbedaan itu tidak menghasilkan perbedaan dalam tingkat kecerdasan level of intelligence, kecuali bagaimana mereka
mengatur kecerdasan itu sendiri. Struktur otak terlihat perbedaan pada :
72 korpus kolosum, hipotalamus, lobus parietal bawah, dan kehilangan sel-
sel saraf pada hipokampus dan lobus parietal. Implikasi perbedaan struktur itu terjadi pada cara dan gaya melakukan sesuatu. Laki-laki dan
perempuan menunjukkan perbedaan dalam beberapa yaitu: emosi, tingkah laku seksual, proses berbahasa, kemampuan spasial, dan problem-problem
matematis. Perbedaan otak baik struktur maupun cara kerja tidak menunjukkan tingkat kecerdasan. Beberapa komponen otak memang lebih
besar pada perempuan, seperti corpus callosum bagian belakangnya bernama splenium memang lebih tebal dan banyak serabut sarafnya, atau
pusat pengaturan bahasa yang lebih tersebar pada dua belahan otak, tidak berhubungan langsung dengan tingkat kecerdasan. Termasuk juga lobus
parietal bawah bertanggung jawab untuk pengenalan ruang tiga dimensi yang lebih besar pada laki-laki. Dalam kecerdasan linguistic-verbal,
misalnya perempuan lebih unggul. Sementara dalam kecerdasan visuo- spasial, lelaki lebih unggul. Sandra Witelson dalam penelitiannya 1982,
1985 pada 9 otak laki-laki dan 5 otak perempuan, menemukan bahwa otak perempuan itu, secara keseluruhan, lebih kecil daripada otak laki-laki.
Ia menyebut korpus kalosum jembatan saraf antara dua belahan otak, terutama bagian isthmus, dan splenium di belakang sebagai komponen
yang cenderung lebih besar pada perempuan. Bagian-bagian ini bertanggung jawab dalam hubungan antarbelahan otak yang menjamin
ketepatan dan kecepatan pertukaran informasi antarbelahan otak. Ukuran dan bentuk otak yang berbda, secara otomatis, membedakan perempuan
dan laki-laki dalam cara dan gaya berpikir, termasuk kemampuan-
73 kemampuan khusus keduanya. Namun, itu tidak berarti berbeda dalam
tingkat kecerdasan. Jika perempuan memiliki corpus callosum jembatan saraf penghubung belahan otak lebih tebal daripada laki-laki, tidak lantas
berarti lebih cerdas daripada laki-laki. Pengetahuan yang dimiliki perawat berperan penting dalam
kinerjanya, jika seorang perawat memiliki pengetahuan yang luas ia akan mahir dan mudah dalam melakukan asuhan keperawatan, sehingga apapun
yang dikerjakannya akan menghasilkan kinerja yang baik. Robbins, 1998 dalam Isesreni dan Warni 2009.
2. Gambaran Nilai farmakologi dan Nilai IPK dengan pengetahuan
responden
Hasil penelitian menunjukkan nilai C pada mata kuliah farmakologi mendapatkan hasil pengetahuan kurang 60.0, dan untuk
nilai IPK responden dengan hasil memuaskan 2.00-2.74 mendapatkan hasil pengetahuan kurang 66.7. Jadi nilai farmakologi dan nilai IPK
mempengaruhi terhadap pengetahuan, semakin baik nilai farmakologi dan nilai IPK maka pengetahuan juga semakin baik.
Hasil penelitian pengetahuan menunjukkan bahwa pengetahuan responden pengetahuan baik 9 orang 26.5, pengetahuan cukup
sebanyak 13 orang 38.2 dan pengetahuan kurang sebanyak 12 orang 35.3.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Sari 2009 tentang Gambaran pengetahuan perawat tentang prinsip 10 benar dalam
74 pemberian obat, tingkat pengetahuan perawat 56 responden tingkat
pengetahuan cukup baik dan 44 tingkat pengetahuan rendah. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Kusmarjathi 2009 hasil
penelitian mengetahui pengetahuan tentang prinsip pemberian obat yaitu sebanyak 62.5 pengetahuan baik, pengetahuan sedang 27.5
pengetahuan sedang dan pengetahuan kurang sebanyak 5. King 2004 menyatakan setelah melewati tiga 3 tahun belajar ilmu
farmakologi, mahasiswa perawat kurang percaya diri dalam memberikan informasi mengenai obat terhadap pasien. Pernyataan ini juga sesuai
dengan Honey dan Lim 2007 yang menyatakan bahwa faktor internal yang mempengaruhi mahasiswa profesi keperawatan adalah kurangnya percaya
diri dalam melakukan pemberian obat dan kesulitan mahasiswa dalam menggunakan pengetahuan farmakologi.
Pengetahuan farmakologi dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan yang aman Jordan et al 1999, pernyataan ini juga sesuai
dengan pernyataan Trnobranski 1993, bahwa selain ilmu biologi, ilmu farmakologi juga menjadi kontributor utama dari pengetahuan
keperawatan. Demikian juga dengan pernyataan King 2004 bahwa peningkatan pemahaman mengenai farmakologi dapat meningkatkan rasa
percaya diri perawat dalam melaksanakan pemberian obat, pendidikan pasien. Selain itu juga menurut Manias dan Bullock 2002 menyatakan
bahwa perawat yang memiliki basis pengetahuan yang kuat dalam farmakologi akan lebih siap untuk memenuhi peran perawat dalam
pengelolaan terapi obat.
75
3. Gambaran jenis kelamin dengan perilaku responden dalam
pemberian obat sesuai prinsip enam benar
Hasil penelitian menunjukkan perilaku baik lebih banyak dilakukan yang berjenis kelamin perempuan 85.2, sedangkan perilaku
buruk lebih banyak pada yang berjenis kelamin laki-laki 57.1. Hasil penelitian ini sesuai dengan puspitawati 2008 bahwa ada
hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku penerapan Standar Operasional Prosedur SOP dalam memberikan asuha keperawatan,
didapatkan hasil bahwa sebesar 55 perawat berjenis kelamin perempuan mempunyai perilaku penerapan SOP dalam memberikan asuhan
keperawatan dengan kategori baik sedangkan perawat berjenis kelamin laki-laki sebagian besar mempunyai perilaku penerapan SOP dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan kategori buruk yaitu 72,4. Hasil penelitian berbeda dengan hasil penelitian Isesreni dan Warni
2009 yang menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi kinerja. Mereka menyatakan bahwa perawat yang berjenis kelamin laki-
laki belum tentu memiliki kinerja yang baik dari perawat perempuan begitu juga sebaliknya. Mereka juga menyimpulkan bahwa penerapan
dalam praktek baik laki-laki maupun perempuan adalah sama. Bidang keperawatan perempuan lebih mendominasi daripada
perawat laki-laki dilihat dari besarnya jumlah perawat perempuan,. Tapi, ini tidak menutup kemungkinan laki-laki juga mempunyai basic dalam
76 bidang keperawatan. Untuk itu laki-laki lebih memungkinkan lebih banyak
melakukan pekerjaan sehingga kinerja seorang perawat laki-laki bisa lebih baik Heather, 2001 dalam Isesreni dan Warni 2009.
Perilaku wanita di rumah sakit lebih baik daripada laki-laki dikarenakan pada otak wanita, corpus callosum yaitu rangkaian synapsis
dan neuron yang menyambung kedua belahan otak bentuknya lebih lebar dibagian belakang dan juga lebih tebal 23 daripada otak laki-laki. Hal ini
berarti “pipa” yang menghubungkan kedua belahan otak pada wanita memungkinkan adanya interaksi yang lebih cepat daripada lelaki, dengan
aktivitas yang lebih banyak pada berbagai bagian otak secara bersamaan. Ini sebabnya wanita pada umumnya lebih baik dalam multitasking
melakukan beberapa hal sekaligus dan mengikuti intuisi. Terdapat perbedaan aktivitas pada otak wanita dan pria saat melakukan suatu tugas.
Sebagian besar pria menunjukkan aktivitas pada bagian otak sebelah kiri. Sebaliknya wanita menunjukkan aktivitas pada kedua belah bagian otak.
Kemampuan menggunakan beberapa bagian otak pada waktu bersamaan membuat wanita lebih unggul dalam pikiran social, sedangkan untuk pria
lebih unggul pada bidang yang membutuhkan penalaran. Hal yang menarik adalah bahwa meskipun otak pria dan wanita berfungsi secara
berbeda, kemampuan mereka sama, yang menunjukkan bahwa otak berpotensi punya cara berlainan dalam melakukan tugas yang sama
Shaywitz et al. dalam Browning 2005.
77 Pria dan wanita mungkin menunjukkan perbedaan pola dalam
aktivitas otak dalam suatu tugas tertentu, tetapi mereka tidak memiliki perbedaan kemampuan dalam melakukan pekerjaan itu. Wade Travis.
4. Gambaran perilaku responden dalam melakukan pemberian obat
sesuai dengan prinsip benar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku responden lebih banyak berperilaku baik yaitu 79.4 sedangkan untuk perilaku buruk
20.6.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Astuti 2007 tentang Gambaran Pemberian Obat berdasarkan enam benar oleh perawt di
ruang cendrawasih II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, dengan jumlah responden 15 orang didapatkan hasil sebanyak 60 melakukan pemberian
obat sesuai dengan prinsip enam benar dan 40 tidak melakukan pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar terutama pada benar
waktu dan benar dokumentasi. Sari 2009 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Lestari 2009 tentang pengalaman perawat dalam menerapkan prinsip enam benar dalam pemberian obat di ruang rawat inap rumah sakit Mardi
Rahayu Kudus, didapatkan data sebagai berikut yaitu 30 obat yang diberikan tidak didokumentasikan, 15 obat diberikan dengan cara yang
tidak tepat, 23 obat yang diberikan dengan waktu yang tidak tepat, 2 obat tidak diberikan, 12 obat diberikan dengan dosis yang tidak tepat.
78 Beberapa hal yang ditemukan saat pengobservasian dalam
melakukan pemberian obat responden pada benar obat selalu melakukan double crosscheck selain dengan sesama responden tetapi juga dengan
perawat ruangan, pada benar pasien juga dari hasil observasi bebeapa responden yang tidak lagi melihat papan nama, ini di karenakan responden
sudah hafal nama-nama pasien yang dirawat disana dan tempat tidurnya selain itu juga sebelum melakukan pemberian obat selalu memanggil nama
pasien terlebih dahulu. Hasil pengobservasian benar dosis ditemukan beberapa responden
kurang dalam melakukan perhitungan dan penyiapan obat yang akan diberikan kepada pasien, tetapi dengan adanya double crosscheck kepada
lebih dari satu orang sehingga dosis yang diberikan sesuai dengan yang diintruksikan. Perhitungan yang benar menjadi modal awal untuk perawat
dalam berbagai macam hal di pelayanan keperawatan selain melakukan perhitungan dosis, menurut Bindler Bayne 1984 kemahiran matematika
merupakan syarat untuk kinerja fungsi keperawatan seperti melakukan perhitungan obat, menghitung tetesan infuse dan menghitung balance
input dan output. Studi deskriptif yang dilakukan Bindler dan Bayne 1984 menunjukkan bahwa dari 741 siswa yang diteliti berkaitan dengan
keterampilan matematika sebanyak 38 tidak dapat melewati nilai minimum test 70. Penelitian ini menyatakan atau menyiratkan bahwa
siswa tidak dapat melakukan perhitungan dosis dengan tepat karena kurangny
a keterampilan matematikan O’shea ,1999.
79 Hasil pengobservasian benar rute responden sudah melakukan
pemberian obat sesuai dengan rute yang diintruksikan. Hasil pengobservasian benar waktu beberapa responden ditemukan dalam
melakukan pemberian obat tidak sesuai dengan waktu yang diintruksikan atau yang tertulis dalam buku obat, ini dikarenakan pasien yang akan
diberikan adalah anak-anak yang harus menggunakan pendekatan karena anak-anak ketika di ruang rawat takut dengan yang berpakaian putih,
sehingga harus mempunyai pendekatan khusus sehingga pasien dapat trust kepada responden.
Menurut Dean 2005 menyatakan bahwa sebanyak 31 pemberian obat pada waktu yang salah. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Barker et al, 2002 kesalahan obat medication error yang ada di 36 fasilitas kesehatan di Amerika Utara sebanyak 43 kesalahan terjadi
akibat pemberian obat tidak dilakukan pada waktu yang ditentukan. Bullock, mania dan Galbaraith 2007 menyatakan bahwa jika obat yang
diintruksikan pada waktu tertentu, maka perawat tidak boleh menyimpang dan tidak boleh lebih dari 30 menit, jika pemberian obat diberikan diluar
waktu yang ditentukan, maka bioavailabilitas obat mungkin akan terpengaruh Elliott Liu 2010.
Hasil pengobservasian pada dokumentasi, di lingkungan praktek pendokumentasian untuk obat dicatat pada buku obat, yang di catat pada
buku obat adalah nama pasien, nama obat, waktu pemberian, rute pemberian, dan dosis pemberian, untuk mengetahui obat tersebut sudah
diberikan atau belum, dilihat dari waktu pemberian obat yang sudah di
80 coret silang atau check list, kekurangannya adalah tidak menuliskan
nama atau inisial perawat yang memberikan dan tanda tangan perawat. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Honey dan Lim 2007 yang
menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi mahasiswa profesi dalam melakukan pemberian obat adalah tempat praktek, karena
mahasiswa pada prakteknya mengikuti sistem pencatatan obat yang berlaku di tempat praktek.
Aspek legal dalam pendokumentasian yang perlu diperhatikan antara lain nama atau inisial dan tanda tangan atau paraf perawat yang
memberikan. Prinsip yang perlu diterapkan oleh perawat yaitu mencatat yang dikerjakan diri sendiri dan tidak mencatat apa yang dikerjakan oleh
orang lain Abrams, 1995 dalam Kusmarjathi 2009. Pentingnya pendokumentasian dengan benar, berdasarkan hasil
penelitian Diyanto 2007 adalah 9 dari 15 responden menyatakan bahwa menulis dokumentasi karena terkait dengan tanggung gugat jika terjadi
masalah di kemudian hari dan karena memang sudah menjadi kewajiban perawat, selain itu faktor pendorong untuk melaksanakan dokumentasi 5
dari 15 responden menyatakan bahwa faktor pendorong yang utama adalah pemenuhan aspek legalitas, yang maksudnya adalah sebagai bukti otentik
jika ada pemeriksaan maupun jika suatu saat terjadi masalah tertentu yang membutuhkan dokumentasi keperawatan.
81
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan
Pengetahuan dengan
perilaku responden
dalam melakukan pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar.
Hasil penelitian
menunjukkan adanya
hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku responden dalam melakukan pemberian obat yang sesuai dengan prinsip enam benar. Hasil penelitian menunjukkan
pengetahuan baik maka perilaku responden juga baik yaitu sebanyak 100 dan untuk pengetahuan kurang perilaku responden kurang sebanyak
41.7. Sehubungan dengan hal tersebut maka responden dengan pengetahuan kurang perlu meningkatkan pengetahuannya dalam praktik
keperawatan khususnya dalam hal pemberian obat, sementara responden yang berpengathuan tinggi tetap mempertahankan dan meningkatkan
pengetahuannya agar dapat lebih bertanggung jawab untuk menerapkan pemberian obat sesuai dengan prinsip enam benar.
Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Idayanti 2008 tentang hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan
standar operasional prosedur SOP tehknik menyuntik dalam pencegahan infeksi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan dengan penerapan SOP teknik menyuntik nilai p-value 0.025 dengan hasil
pengetahuan tinggi yang menerapkan SOP menyuntik dengan kategori baik sebanyak 41 orang 97.6 dan 1 orang yang menerangkan dengan
kategori cukup, sedangkan untuk berpengetahuan rendah yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan kategori baik sebanyak 14
82 orang 77.8 dan kategori cukup menerapkan SOP teknik menyuntik
sebanyak 4 orang 22.2. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Kusmarjathi
2009 yang menyatakan bahwa penerapan prinsip enam tepat dalam pemberian obat lebih dipengaruhi oleh faktor internal perawat yaitu
tingakt pengetahuan. Kualiatas pelayanan kesehatan khususnya dalam memeberikan
tindakan keperawatan dipengaruhi oleh pengetahuan responden. Pengetahuan responden yang baik tentang pemberian obat dapat
mempengaruhi penerapannya perilaku baik dengan kata lain pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang Idayanti, 2008 . Pengetahuan yang dimiliki perawat berperan penting dalam
kinerjanya, jika seorang perawat memiliki pengetahuan yang luas ia akan mahir dan mudah dalam melakukan asuhan keperawatan, sehingga apapun
yang dikerjakannya akan menghasilkan kinerja yang baik. Robbins, 1998 dalam Isesreni dan Warni 2009. Pernyataan ini juga sesuai dengan
pernyataan Fink 1983 dan Rainbow 1984 bahwa perawat yang terus menerus memperbaharui pengetahuan mereka tentang obat akan lebih
sedikit membuat kesalahan obat daripada mereka yang tidak memperbaharui pengetahuan.
Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Honey dan Lim 2007 didapatkan hasil bahwa selain pengetahuan yang dapat mempengaruhi
83 mahasiswa profesi dalam melakukan pemberian obat terdapat faktor
eksternal lain yaitu seperti tempat praktek mahasiswa, dan perawat ruangan. Selain itu juga faktor ekternal lain yang dapat mempengaruhi
pemberian obat sesuai prinsip benar adalah ketersediaan fasilitas pemberian obat dan kebijakan institusi dalam pemberian obat.
Kusmarjathi 2009.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Pengukuran perilaku mahasiswa profesi dalam melakukan pemberian obat menggunakan lembar observasi, dikarenakan, waktu yang minim
untuk melakukan penelitian maka melaksanakan observasi hanya dilakukan sebanyak satu kali. Pada saat pengobservasian hanya
dilakukan oleh peneliti yang didampingi oleh pembimbing di tempat penelitian.
2. Peneliti dalam mengukur kuesioner adalah dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti sehingga dikhawatirkan
tidak dapat mewakili seluruh pengetahuan yang dimiliki mahasiswa profesi terkait dengan pemberian obat.
84
BAB VII PENUTUP
A. KESIMPULAN