Hubungan Antara Kecanduan MMORPG Dengan Keterampilan Sosial Pada Remaja Awal

(1)

Pada Remaja Awal

Skripsi

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian sarjana Psikologi

Oleh

FATINA FACHRINA ULFA

061301034

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan antara Kecanduan Massively Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG) dengan Keterampilan Sosial

Pada Remaja Awal

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2011

FATINA FACHRINA ULFA NIM : 061301034


(3)

Pada Remaja Awal

Fatina Fachrina Ulfa dan Liza Marini. M, Psi

ABSTRAK

Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa sejak individu lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur paling dekat dengan anak maupun belajar dengan teman sebaya dan lingkungan masyarakat. Bermain online

games merupakan salah satu bentuk penggunaan waktu luang untuk memenuhi

kebutuhan rekreasi tersebut. Salah satu bentuk game online yang banyak dimainkan di Indonesia adalah Massively Multiplayer Online Role Playing Game disingkat

MMORPG yaitu sebuah permainan di mana para pemain memainkan peran

tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain

games online mempunyai kecenderungan menghabiskan banyak waktu untuk

bermain. dapat beresiko mengalami kecanduan, dimana bermain game menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas bermain MMORPG yang berlebihan akan dapat menjauhkan individu dari kegiatan sosial yang akan mempengrauhi sosialisasi remaja.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kecanduan MMORPG dengan keterampilan sosial pada remaja awal. Metode pengambilan sampel adalah non purposive sampling dan jumlah sampel penelitian adalah 80 orang. Penelitian ini menggunakan dua skala sebagai alat ukur, yaitu Skala Kecanduan MMORPG yang disusun berdasarkan teori dari Caldarella & Merrell (1997) dan Skala Keterampilan Sosial yang disusun berdasarkan teori Griffiths (2005). Nilai reliabilitas skala Kecanduan MMORPG sebesar 0,902 terdiri dari 45 aitem dan reliabilitas skala Keterampilan Sosial sebesar 0,900 terdiri dari 45 aitem.


(4)

Analisa penelitian menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Berdasarkan hasil analisa ditemukan bahwa terdapat hubungan antara kecanduan

MMORPG dengan keterampilan sosial pada remaja awal. Koefisien korelasinya

sebesar -0,389 dengan p=0,000 serta sumbangan sumbangan efektif kecanduan

MMORPG terhadap keterampilan sosial pada remaja awal sebesar 15,13%. Kata kunci : Kecanduan MMORPG dan Keterampilan Sosial


(5)

Relations Between The Addiction To Massively Massively Multiplayer Online Role Playing Game (Mmorpg) and Social Skill In Youth

Fatina Fachrina Ulfa dan Liza Marini. M, Psi

ABSTRACT

Social skills are the specific behaviors, initiatives, directed at the social results expected as a form of behavior (Merrel, 2008). Social skills are not abilities that since the individual is born but acquired through the learning process, both to learn from parents as the figure most closely with children and learn with peers and communities. Playing online games is one form of the use of free time to meet the recreational needs. One of the many forms of online games played in Indonesia is a Massively Multiplayer Online Role Playing Game MMORPG is shortened to a game where the players play the role of imaginary characters and collaborated to weave a story together. The online games players have a tendency to spend a lot of time to play. can be at risk of addiction, where the game play a requirement that must be met. Activities excessive play MMORPG will be able to keep the individual from social activities that will effect adolescent socialization.

This research is a correlational study aimed to determine the relationship MMORPG addiction with social skills in early adolescents. The sampling method is non-purposive sampling and sample number is 80 people. This study used two scales as a measurement, namely MMORPG Addiction Scale which is based on the theory of Caldarella & Merrell (1997) and Social Skills Scale which is based on the theory of Griffiths (2005). MMORPG Addiction scale reliability value of 0.902, consisting of 45 aitem and reliability of the Social Skills scale consists of 45 aitem 0.900. Analysis of research using Pearson Product Moment correlation. Based on the analysis found that there is a relationship between MMORPG addiction with social skills in early adolescents. Correlation coefficient -0.389, p = 0.000 and effective contribution contribution MMORPG addicted to social skills in adolescents beginning at 15.13%. Keywords: Addiction to MMORPGs and Social Skills


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada ayah (Prof.Dr.Fachruddin.M.a) dan Ibu (drs.Naisah. M.a) yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama saya mengerjakan skripsi ini dan semua yang telah diberikan adalah kekuatan terbesar bagi diri saya, semoga Allah membalas semua amal Beliau. Judul skripsi ini adalah ”Hubungan Antara Kecanduan

MMORPG Dengan Keterampilan Sosial Pada Remaja Awal”.

Penulis menyadari bahwa banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan kepada pihak-pihak lain yang telah memberikan semangat, bantuan, dan saran selama penyelesaian skripsi ini. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Liza Marini M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan kesempatan waktu, saran-saran, bantuan, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Kepada bapak/ibu dosen selaku penguji penguji yang telah bersedia hadir saat sidang dan memberikan evaluasi terhadap skripsi ini.

5. Kakak-kakak saya yang selalu memberikan pertanyaan “kapan sidang?” kepadasaya, dan membuat saya semangat mengerjakannya walau sedikit bosan ketika ditanya seperti itu.

6. Pak Aswan, Pak Iskandar, Bu Rini, Kak Erna, Kak Devi, Kak Ari, Bang Sono yang telah membantu penulis dalam mengurus administrasi yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepala Warnet-warnet yang berada di jl. Dr.mansyur, Setia budi, Sunggal, Tanjung sari, Tanjung anom yang telah memberikan kesempatan sehingga saya dapat melaksanakan penelitian ini.


(7)

8. Irma, Daeng, dan Rosya yang telah memberikan kebersamaan, saran, bantuan, dan keceriaan selama ini.

9. Yanda, Indah, Fitri, Rifka, Devi yang telah memberikan saran dan batuan kepada penulis.

10. Terima Kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

COVER DALAM ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

HALAMAN ABSTRAK INGGRIS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii BAB I PENDAHULUAN ………...

A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ………... D. Manfaat Penelitian ………... E. Sistematika Penulisan ………...

1 1 10 11 11 12 BAB II LANDASAN TEORI ...

A. Keterampilan Sosial ………... 1. Definisi Keterampilan Sosial ………... 2 Dimensi Keterampilan Sosial ………... 3. Arti Penting Keterampilan Sosial ………... 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Perkembangan Keterampilan Sosial... B. Kecanduan Pada Massively Multiplayer Online Role-Playing Game

(MMORPG) ………

1. Defenisi Internet Addiction ... 2. Penyebab Internet Addiction ... 3. Defenisi Massively Multiplayer Online Role-Playing

Game (MMORPG)...

4. Defenisi Kecanduan Massively Multiplayer Online

Role-Playing Game (MMORPG)………

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecanduan

13 13 13 13 14 16 18 18 19 20 21


(9)

Massively Multiplayer Online Role Playing Game

(MMORPG) ………

C. Remaja ... 1. Definisi Remaja ... 2. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... D. Hubungan antara Addiction Massively Multiplayer Online

Role Playing Game dengan Keterampilan Sosial ………...

E. Hipotesa Penelitian ………... 22 26 26 27 27 31 BAB III METODE PENELITIAN ………

A. Identifikasi Variabel Penelitian ...

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...

C. Populasi, Sampel, Dan Teknik Pengambilan Sampel ...

1. Populasi dan sampel ...

2. Teknik Pengambilan Sampel ...

D. Metode Pengumpulan Data ...

1. Skala Keberfungsian Keluarga ...

2. Skala Kematangan Emosi ...

E. Validitas, Uji Daya Beda Aitem

dan Reliabilitas Alat Ukur ...

1. Validitas Alat Ukur ...

2. Reliabilitas Alat Ukur...

3. Uji Daya Beda Aitem ...

F. Hasil Uji coba alat ukur ...

1. Skala Kecanduan MMORPG ...

2. Skala Keterampilan Sosial ...

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 31 31 31 33 33 35 36 36 38 38 39 40 40 41 42 42 43 45


(10)

1. Tahap persiapan penelitian ...

a. Pembuatan alat ukur ...

b. Uji coba alat ukur ...

c. Revisi alat ukur ...

d. Pemeilihan tempat penelitian...

2. Tahap pelaksanaan penelitian ...

a. Pemilihan sampel ...

b. Penyebaran skala penelitian ...

3. Tahap pengolahan data ...

G. Metode Analisis Data ...

1. Uji Normalitas ...

2. Uji Linieritas ... 45 45 46 46 46 46 46 47 47 47 47 47

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ...

A. Gambaran subjek penelitian Berdasarkan usia ...

B. Uji asumsi penelitian ...

1. Uji normalitas ...

2. Uji linieritas ...

C. Hasil analisa data ...

1. Hasil perhitungan korelasi ...

2. Kategorisasi data ...

D. Pembahasan ... 49 49 51 52 52 53 53 56 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. Kesimpulan ... 63


(11)

B. Saran ...

1. Saran Metodologis ...

2. Saran Praktis ... 63

64

64

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi Skala keterampilan sosial ……….. 50

Tabel 2 Distribusi Skala addiction MMORPG ………... 51 Tabel 3 Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala keterampilan sosial ... Tabel 4 Distribusi aitem-aitem skala penelitian keterampilan sosial ... Tabel 5 Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala addiction MMORPG... Tabel 6 Distribusi aitem-aitem skala penelitian addiction MMORPG... Tabel 7 Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia ... Tabel 8 Normalitas sebaran variabel addiction MMORPG terhadap

keterampilan sosial remaja awal ...

Tabel 9 Korelasi antara addiction MMORPG dengan keterampilan sosial

remaja awal... Tabel 10 Deskripsi skor hipotetik data keterampilan sosial ... Tabel 11 Kategorisasi data hipotetik keterampilan sosial ... Tabel 12 Deskripsi skor hipotetik data addiction MMORPG ... Tabel 13 Kategorisasi data hipotetik addiction MMORPG... Tabel 14 Matriks kategorisasi variabel addiction MMORPG


(13)

Pada Remaja Awal

Fatina Fachrina Ulfa dan Liza Marini. M, Psi

ABSTRAK

Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa sejak individu lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur paling dekat dengan anak maupun belajar dengan teman sebaya dan lingkungan masyarakat. Bermain online

games merupakan salah satu bentuk penggunaan waktu luang untuk memenuhi

kebutuhan rekreasi tersebut. Salah satu bentuk game online yang banyak dimainkan di Indonesia adalah Massively Multiplayer Online Role Playing Game disingkat

MMORPG yaitu sebuah permainan di mana para pemain memainkan peran

tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain

games online mempunyai kecenderungan menghabiskan banyak waktu untuk

bermain. dapat beresiko mengalami kecanduan, dimana bermain game menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas bermain MMORPG yang berlebihan akan dapat menjauhkan individu dari kegiatan sosial yang akan mempengrauhi sosialisasi remaja.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kecanduan MMORPG dengan keterampilan sosial pada remaja awal. Metode pengambilan sampel adalah non purposive sampling dan jumlah sampel penelitian adalah 80 orang. Penelitian ini menggunakan dua skala sebagai alat ukur, yaitu Skala Kecanduan MMORPG yang disusun berdasarkan teori dari Caldarella & Merrell (1997) dan Skala Keterampilan Sosial yang disusun berdasarkan teori Griffiths (2005). Nilai reliabilitas skala Kecanduan MMORPG sebesar 0,902 terdiri dari 45 aitem dan reliabilitas skala Keterampilan Sosial sebesar 0,900 terdiri dari 45 aitem.


(14)

Analisa penelitian menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Berdasarkan hasil analisa ditemukan bahwa terdapat hubungan antara kecanduan

MMORPG dengan keterampilan sosial pada remaja awal. Koefisien korelasinya

sebesar -0,389 dengan p=0,000 serta sumbangan sumbangan efektif kecanduan

MMORPG terhadap keterampilan sosial pada remaja awal sebesar 15,13%. Kata kunci : Kecanduan MMORPG dan Keterampilan Sosial


(15)

Relations Between The Addiction To Massively Massively Multiplayer Online Role Playing Game (Mmorpg) and Social Skill In Youth

Fatina Fachrina Ulfa dan Liza Marini. M, Psi

ABSTRACT

Social skills are the specific behaviors, initiatives, directed at the social results expected as a form of behavior (Merrel, 2008). Social skills are not abilities that since the individual is born but acquired through the learning process, both to learn from parents as the figure most closely with children and learn with peers and communities. Playing online games is one form of the use of free time to meet the recreational needs. One of the many forms of online games played in Indonesia is a Massively Multiplayer Online Role Playing Game MMORPG is shortened to a game where the players play the role of imaginary characters and collaborated to weave a story together. The online games players have a tendency to spend a lot of time to play. can be at risk of addiction, where the game play a requirement that must be met. Activities excessive play MMORPG will be able to keep the individual from social activities that will effect adolescent socialization.

This research is a correlational study aimed to determine the relationship MMORPG addiction with social skills in early adolescents. The sampling method is non-purposive sampling and sample number is 80 people. This study used two scales as a measurement, namely MMORPG Addiction Scale which is based on the theory of Caldarella & Merrell (1997) and Social Skills Scale which is based on the theory of Griffiths (2005). MMORPG Addiction scale reliability value of 0.902, consisting of 45 aitem and reliability of the Social Skills scale consists of 45 aitem 0.900. Analysis of research using Pearson Product Moment correlation. Based on the analysis found that there is a relationship between MMORPG addiction with social skills in early adolescents. Correlation coefficient -0.389, p = 0.000 and effective contribution contribution MMORPG addicted to social skills in adolescents beginning at 15.13%. Keywords: Addiction to MMORPGs and Social Skills


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menuju dewasa. Pada masa ini seorang remaja sudah bukan anak-anak lagi, namun belum dapat dikatakan dewasa. Remaja mengalami masa peralihan sebagai akibat dari posisi yang sebagian diberikan oleh orang tua dan sebagian diperoleh melalui usaha sendiri yang timbul sesudah pemasakan seksual (pubertas). Masa peralihan tersebut diperlukan agar remaja mampu memikul tanggung jawab dalam menguasai tugas-tugas perkembangan yang diperlukan pada masa dewasa (Hurlock,1999).

Kondisi yang demikian itu menempatkan masa remaja sebagai suatu periode yang unik dan selalu menarik untuk dipantau, karena merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja pada masa transisi dipersiapkan untuk memasuki kedewasaan dan kematangan baik dari segi emosi, inteligensi dan sosialnya (Gunarsa & Gunarsa, 2003).

Pada usia remaja terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja. Salah satu tugas perkembangan awal yang harus dilalui remaja adalah yang berhubungan dengan perkembangan sosial. Perkembangan sosial bertujuan untuk memperoleh kemampuan yang sesuai dengan tuntutan sosial. Remaja dihadapkan pada tuntutan lingkungan yang mengharapkan mereka untuk mampu berinteraksi dan dapat menyesuaikan diri pada norma-norma sosial masyarakat dan harapan sosial yang baru, oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya (Hurlock, 1999).


(17)

Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Selanjutnya keterampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, serta dapat menjalin hubungan yang baik (bersosialisasi) dengan orang lain, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ataupun kehilangan pengakuan sosial (Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Marrell, 1998).

Keterampilan sosial menjadi sesuatu yang sangat penting dan krusial saat individu memasuki masa remaja, karena pada masa remaja, individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan (Mu’tadin, 2002). Dimensi keterampilan sosial menurut Caldarella dan Merrel (1998), yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan teman sebaya (Peer relation), kemampuan untuk memanajemen diri (self management), kemampuan akademis (academic), kemampuan untuk patuh (complience), dan kemampuan untuk asertif (asertion).

Pentingnya Mengembangkan keterampilan sosial, karena sebagai mahkluk sosial, individu dituntut dapat menyelesaikan masalah dan mampu menampilkan diri, sesuai aturan yang berlaku. Kegagalan remaja dalam mengusai keterampilan sosial akan menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku normatif (misalnya, asosial ataupun antisosial). Bahkan lebih ekstrim biasanya menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, dan tindakan kekerasan (Mu’tadin, 2002).

Di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Ujung Padang, tidak sedikit remaja yang melakukan tindakan yang melanggar norma-norma sosial, seperti melakukan tindakan kejahatan kekerasan, penganiayaan, pencurian, penipuan, pemerasan (pemalakan), penyalahgunaan obat,


(18)

penodongan/perampokkan, perusakan bis kota dengan melempari kaca-kacanya, dan berbagai perilaku yang mengarah pada tindak kriminal (Sudarsono dalam Dariyo.A, 2004). Hal tersebut didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kenakalan anak pada tahun 2002 sebanyak 193.115 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa remaja sekarang kurang memiliki keterampilan sosial. Salah satu yang faktor mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial adalah aktivitas rekreasi yang dilakukan oleh remaja.

Dalam usia remaja, kegiatan rekreasi atau leisure time merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya terpenuhi, karena dengan rekreasi seorang dapat mendapat kesegaran baik secara fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton dan memperoleh semangat yang baru (Hurlock, 1999). Bermain online

games merupakan salah satu bentuk penggunaan waktu luang untuk memenuhi

kebutuhan rekreasi tersebut.

Menurut sumber berita dari Detiknet.com pada tanggal 6 Februari 2009 lalu, memberitakan bahwa pengguna game online di Indonesia sudah mencapai 6 (enam) juta orang. Diperkirakan setengah dari jumlah pengguna game online adalah pelajar/mahasiswa. Jumlah pemain game online sangat meningkat dibanding tahun 2007 dimana diprediksi jumlah pemain game online paling banyak hanya 2.5 juta pemain, dan pemain game online kebanyakan dari kalangan remaja. Sebagaimana penelitian Bakker (1999) yang menyatakan bahwa para pemain game rata-rata antara 12-30 tahun dengan persentase 80 persen berusia 12-21 tahun adalah remaja. Remaja merasa game online sebagai tempat eksperimen mereka melepaskan berbagai emosi.

Game online menjadi tren baru yang banyak diminati karena seseorang tidak

lagi bermain sendirian, tetapi memungkinkan bermain bersama puluhan orang sekaligus dari berbagai lokasi. Game online merupakan jenis situs yang menyediakan berbagai macam jenis permainan yang dapat melibatkan beberapa orang pengguna internet di berbagai tempat yang berbeda untuk saling terhubung di waktu yang sama (young, 2009). Hal ini memungkinkan para pemain mendapat kesempatan untuk sama-sama bermain, berinteraksi dan berpetualang serta membentuk komunitasnya sendiri dalam dunia maya.


(19)

Salah satu bentuk game online yang banyak dimainkan di Indonesia adalah

Massively Multiplayer Online Role Playing Game disingkat MMORPG yaitu sebuah

permainan di mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh-tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan (dalam Young & Afren, 2010).

Salah satu permainan Massively Multiplayer Online Role Playing Game

(MMORPG) yang digemari remaja adalah ragnarok. Ragnarok dapat dimainkan secara massive atau bersama-sama puluhan bahkan ribuan orang lain dari tempat berbeda

dengan karakter masing-masing. Selain bisa bermain dengan banyak orang, Ragnarok ini juga dilengkapi dengan fasilitas chatting di mana setiap pemainnya bisa saling ngobrol trik-trik dan strategi games atau tentang hal lain.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa gamers maniac bahkan bermain sampai 12 jam tanpa makan atau tidur. Biasanya mereka datang berkelompok dan biasanya mereka lebih senang jika bermain virtual Ragnarok di warnet secara bersama-sama daripada bermain sendirian di PC. Selain itu, pernah dalam satu waktu, 18.000 orang dengan karakternya masing-masing bermain ragnarok dalam waktu yang bersamaan, tua maupun muda (Hermawan Kertajaya, 2006).

Sebagai sebuah alat rekreasi, online games atau Massively Multiplayer Online

Role Playing Game (MMORPG) dapat bersifat negatif ataupun positif. Dilihat dari

sisi positifnya game online adalah bentuk permainan yang menyediakan kesempatan untuk belajar sosial, seperti bagaimana bertemu orang-orang, bagaimana mengatur kelompok kecil, bagaimana bekerjasama dengan orang, dan bagaimana berpartisipasi dalam interaksi sosial dengan pemain lainnya (Nicolas & Robert, 2005).

Sisi negatifnya, para pemain games online mempunyai kecenderungan menghabiskan banyak waktu untuk bermain. Keadaan ini dapat membuat seseorang memainkan game online menghabiskan waktu di depan komputer, bahkan hingga lupa makan, tidur dan meninggalkan tugas sekolahnya. Didukung penelitian-penelitian


(20)

sebelumnya mengenai ada hubungan game online terhadap penurunan akademis, agresitivitas (Afrianti, 2009), kecemasan sosial (Young, 2009).

Game online memiliki kecenderungan membuat pemainnya asyik di depan

komputer hingga melupakan waktu. Pemain akan lupa makan, tidur, dan melakukan hubungan dengan manusia di dunia nyata dimana mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam dunia virtual. Pemain terkadang dapat bermain sampai sepuluh, lima belas, duapuluh jam setiap sesi permainannya. Karena permainan yang sangat kompleks, pemain akan terstimulus untuk terus melanjutkan permainan di dalam lingkungan virtual (Young, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pengguna internet dapat beresiko mengalami kecanduan internet (internet addiction), dimana internet menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.

Internet addiction merupakan sebuah sindrom yang ditandai dengan

menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam meggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online (Young, 1998). Pengguna internet akan menghabiskan banyak waktunya di depan komputer terutama berkaitan dengan aktivitas yang dilakukannya saat internet seperti saat bermain game online.

MMORPG merupakan salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya

sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja. Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata (Howard & Jacob, 2009).

Penelitian sebelumnya telah banyak menemukan hubungan antara internet

addiction dengan psychososial, depresi, kecemasan sosial (Young, 2006).

Orang-orang yang mengalami sindrom internet addiction akan merasa cemas, depresi, atau hampa saat tidak online di internet (Kandell dalam Weiten & Llyod, 2006). Penggunaan internet yang bersifat patalogis dihubungkan dengan kerusakan yang signifikan terhadap bidang sosial, psikologis dan pekerjaannya (Young, 1997). Internet telah menggantikan teman-teman dan keluarga sebagai sumber dari kehidupan emosional seseorang. Kecanduan internet (Internet addiction) orang menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain game online atau menjelajahi internet.


(21)

Remaja yang mengalami kecanduan bermain game online pada umumnya menghabiskan waktunya untuk bermain rata-rata 23 jam per minggu (Sophie, 2006). Banyak penelitian melaporkan, pemain game online yang mengalami internet

addiction bermain menggunakan waktu lebih dari 4 (empat) jam setiap hari (Young,

2006). Durasi waktu yang digunakan juga semakin lama akan semakin bertambah agar individu mendapatkan efek perubahan dari perasaan, dimana setelah bermain internet atau game online individu merasakan kenyamanan dan kesenangan (Young, 1998). Sebaliknya, individu biasanya akan merasa cemas atau bosan ketika bermain game

online ditunda atau diberhentikan. Selain itu, pemain game online juga sering

mengabaikan kehidupan sehari-hari, seperti sekolah, bekerja, bergaul, kebersihan, dan kesehatan pribadi, karena kecanduan bermain game online (Young, 2009).

Pada online game, khususnya MMORPG meliputi bentuk karakter yang dapat dibuat sesuai keinginan pemain, pemain dapat memilih bentuk karakter yang meraka suka, dari mulai warna rambut, warna kulit, tinggi dan berat badan, dll. Faktanya, karakter ini akan terserap dalam diri pemain dalam waktu yang cukup lama. Mereka akan menghabiskan waktunya dengan menjadi “orang lain” dan pemain mulai mengidentifikasi dirinya dengan karakternya yang dianggap lebih nyata (Young, 2009).

Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara terhadap B (13 tahun), seorang siswa SMP, yang mengatakan :

“aku tuh suka banget main game online kak… kalo udah main tu rasanya gak mau berhenti gitu....hehehehe...ya bisa sampe 8 jam kalo da main, awalnya sih cuma coba-coba, tapi sekarang gak enak kalo gak main…kadang sampe lupa ngerjain tugas, makan, tapi biasanya aku makan sambil main.. ya selain bisa main, aku juga bisa chatting ma pemain lainnya...ya udah banyaklah teman aku disitu, waktu main bisa ngapain ja, kadang-kadang ejekan-ejekan pake bahasa kotor ma pemain lainnya.. soalnya aku belajar bahasa jorok ma aneh-aneh ya dari pemain lainnya.. awalnya aku gak ngerti kak...tapi sekarang ya aku tau artinya, jadi aku bisa bales…yang buat seru lagi ya...karakter avatar punyaku tuh keren abis, aku suka banget..”(komunikasi personal, 19 Februari 2010).


(22)

Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan dan bahwasannya walaupun

game online berperan dalam hal membina hubungan dengan orang lain, tapi game online juga dapat memberikan pelajaran yang buruk dalam menjalin hubungan yang

akhirnya berdampak pada dunia nyata, seperti kesulitan berinteraksi di dunia nyata dengan norma yang ada di lingkungannya.

MMORPG membangun lingkungan sosial yang tinggi dengan menyediakan

kesempatan untuk membentuk pertemanan dan hubungan emosional. Penelitian melaporkan bentuk interaksi sosial di dalam dunia game mempertimbangkan element kesenangan pemain. Penelitian menunjukkan MMORPG dapat menjadikan bentuk sosial games yang ekstrim, dengan persentasi yang tinggi dimana para pemain membentuk teman dan partner dalam dunia virtual. Kesimpulannya game virtual dapat memberikan pemain kesempatan untuk mengekspresikan diri dimana mereka merasa tidak nyaman dengan dunia nyata karena penampilan mereka, gender, dan usia (Cole dan Griffiths dalam Young, 2009).

Song (2008) mengatakan ada beberapa ciri-ciri umum penyebab kecanduan

game online, antara lain : (1) memiliki ambisi yang tinggi, (2) gagal dalam kehidupan

nyata, (3) mencari kesenangan, (4) intelektualitas tinggi. Kacanduan MMPORG ditemukan bahwa permainan ini mempunyai korelasi yang kuat pada frekuensi bermain yang berhubungan dengan adanya masalah dikehidupan nyata sebagai dampak dari kehidupan bermain tersebut. Salah satu masalahnya adalah berhubungan dengan kehidupan sosial, dimana pemain yang kecanduan game akan berhenti berinteraksi, berhenti berpartisipasi dan yang terpenting berhenti membangun hubungan di dunia nyata, mereka hanya membangun hubungan dan memiliki teman di dalam game. Aktivitas bermain MMORPG yang berlebihan akan dapat menjauhkan individu dari kegiatan sosial yang akan mempengrauhi sosialisasi remaja (Young, 2009).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara kecanduan bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial pada remaja awal.


(23)

B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara kecanduan

Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial pada

remaja awal.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecanduan

Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial pada

remaja awal.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Perkembangan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: a. Pengguna Internet

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pengguna internet, khususnya remaja awal mengenai kemungkinan mengalami

addiction bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan

menurunnya keterampilan sosial seseorang, sehingga dapat dilakukan berbagai upaya pencegahan agar dapat meminimalkan efek negatif yang ditimbulkan

addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan dapat


(24)

b. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para orang tua agar memberikan arahan management waktu yang baik pada remaja pada saat bermain game online, agar para remaja dapat mengatur waktunya dengan baik.

c. Penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan addiction Massively

Multiplayer Online Role Playing Game dan keterampilan sosial.

E. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, bentuk pertanyaan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, meliputi landasan teori dari keterampilan sosial,

Massively Multiplayer Online Role Playing Game, internet addiction, Addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan remaja.

BAB III : Metode Penelitian

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian, metode analisis data.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keterampilan Sosial

1. Definisi Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Selanjutnya menurut Hargie, Saunders, & Dickson, ketarampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, serta dapat menjalin hubungan yang baik (bersosialisasi) dengan orang lain, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ataupun kehilangan pengakuan sosial (dalam Gimpel & Marrell, 1998).

Combs & Slaby (dalam dalam Gimpel & Merrell, 1998) mengemukakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang khusus yang dapat diterima secara sosial maupun nilai-nilai dan disaat yang sama berguna bagi dirinya dan orang lain. Keterampilan sosial adalah kemampuan kompleks yang dimiliki seseorang, dimana orang tersebut mampu untuk membedakan perilaku positif atau negatif, dan tidak akan melakukan perilaku yang nantinya akan mendapat hukuman ataupun yang tidak disukai oleh lingkungan (Libet dan Lewinson, dalam dalam Gimpel & Merrell, 1998).


(26)

Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa sejak individu lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur paling dekat dengan anak maupun belajar dengan teman sebaya dan lingkungan masyarakat (Erickson & Freud, dalam Cartledge & Millburn, 1995). Menurut Matson (dalam Gimpel & Merrell, 1998) keterampilan sosial baik secara langsung maupun tidak membantu remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat dalam norma-norma yang berlaku di sekelilingnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mampu berinteraksi dengan orang lain yang menunjukkan perilaku positif sesuai dengan konteks sosial dan menjauhi perilaku yang tidak disukai oleh lingkungan dan mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang serta bersifat dipelajari bukan bawaan lahir.

2. Dimensi Keterampilan Sosial

Caldarella & Merrell (1997) mengemukakan 5 (lima) dimensi paling umum yang terdapat dalam keterampilan sosial, yaitu :

1. Hubungan dengan teman sebaya (Peer relations) ditunjukkan melalui perilaku yang positif terhadap teman sebaya seperti memuji atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, dan mengajak bermain atau mau berinteraksi dengan teman sebaya.

2. Manajemen diri (Self-management) merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang mampu untuk mengontrol emosinya, mengikuti peraturan dan batasan-batasan yang ada, mau berkompromi, dan dapat menerima kritikan dengan baik.

3. Kemampuan akademis (Academic) ditunjukkan melalui perilaku yang mandiri dan produktif, seperti pemenuhan tugas secara mandiri, menyelesaikan tugas individual, dan mengikuti arahan guru dengan baik.


(27)

4. Kepatuhan (Compliance) menunjukkan remaja yang dapat mengikuti peraturan dan harapan, menggunakan waktu dengan baik, dan saling berbagi. Intinya, dimensi ini dimana seseorang dapat memenuhi permintaan dari orang lain.

5. Perilaku assertif (Assertion), seseorang yang memiliki aspek ini cenderung disebut orang yang terbuka kepada orang lain, serta memiliki keterampilan dalam percakapan, berani mengakui kesalahan, dan berani mengajak orang lain berinteraksi dalam segala situasi.

Jadi ada lima dimensi keterampilan sosial yang sebaiknya dimiliki oleh remaja, yaitu dimensi teman sebaya, manajemen diri, kemampuan akademis, kepatuhan, dan perilaku asertif.

3. Arti Penting Keterampilan Sosial

Johnson dan Johnson (1999) mengemukakan enam hasil penting dari memiliki keterampilan sosial, yaitu :

1. Perkembangan kepribadian dan identitas

Hasil pertama adalah perkembangan kepribadian dan identitas karena kebanyakan dari identitas masyarakat dibentuk dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai hasil berinteraksi dengan orang lain, individu mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri. Individu yang rendah dalam keterampilan interpersonalnya dapat mengubah hubungan dengan orang lain dan cenderung untuk mengembangkan pandangan yang tidak akurat dan tidak tepat tentang dirinya.

2. Mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir.

Keterampilan sosial juga cenderung mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir, yang merupakan keterampilan umum yang dibutuhkan dalam dunia kerja nyata. Keterampilan yang paling penting, karena dapat digunakan untuk bayaran kerja yang lebih tinggi, mengajak orang lain untuk bekerja sama, memimpin orang lain, mengatasi situasi yang kompleks, dan menolong mengatasi permasalahan orang lain yang berhubungan dengan dunia kerja.


(28)

3. Meningkatkan kualitas hidup

Meningkatkan kualitas hidup adalah hasil positif lainnya dari keterampilan sosial karena setiap individu membutuhkan hubungan yang baik, dekat, dan intim dengan individu lainnya.

4. Meningkatkan Kesehatan Fisik

Hubungan yang baik dan saling mendukung akan mempengaruhi kesehatan fisik. Penelitian menunjukkan hubungan yang berkualitas tinggi berhubungan dengan hidup yang panjang dan dapat pulih dengan cepat dari sakit.

5. Meningkatkan Kesehatan Psikologis

Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan psikologis yang kuat dipengaruhi oleh hubungan positif dan dukungan dari orang lain. Ketidakmampuan mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengarah pada kecemasan, depresi, frustasi dan kesepian. Telah dibuktikan bahwa kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengurangi distress psikologis, yang menciptakan kebebasan, identitas diri, dan harga diri.

6. Kemampuan Mengatasi Stres

Hasil lain yang tidak kalah pentingnya dari memiliki keterampilan sosial adalah kemampuan mengatasi stres. Hubungan yang saling mendukung telah menunjukkan berkurangnya jumlah penderita stres dan mengurangi kecemasan. Hubungan yang baik dapat membantu individu dalam mengatasi stres dengan memberikan perhatian, informasi, dan umpan balik .

Berdasarkan penjelasan diatas ada enam arti penting keterampilan sosial yaitu perkembangan kepribadian dan identitas, mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kesehatan fisik, meningkatkan kesehatan psikologis, kemampuan mengatasi stres.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Keterampilan Social

Hasil studi Davis dan Forstythe (Mu’tadin, 2002) terdapat sembilan aspek yang mempengaruhi keterampilan sosial dalam kehidupan remaja, yaitu :


(29)

1. Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana remaja akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken home dimana anak tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya.

2. Lingkungan

Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, perkarangan) dan lingkungan sosial (tetangga), lingkungan juga meliputi lingkungan keluarga (keluarga primer dan sukender), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Dengan pengenalan lingkungan maka sejak dini anak akan sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari saudara, orang tua, atau kakek dan nenek saja.

3. Kepribadian

Secara umum penampilan sering diidentikan dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya. Orang tua dalam hal ini berperan untuk memberikan penanaman nilai-nilai untuk menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.

4. Rekreasi

Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapatkan kesegaran baik fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton serta mendapatkan semangat baru.

5. Pergaulan dengan lawan jenis

Untuk mendapatkan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan remaja sebaiknya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama.


(30)

6. Pendidikan

Pada dasarnya sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan-keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya.

7. Persahabatan dan solidaritas kelompok

Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman sangatlah besar. Biasanya remaja lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif.

8. Lapangan kerja

Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran disekolah mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan, persahabatan dan solidaritas kelompok, lapangan kerja.

B. Kecanduan Pada Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG)

1. Defenisi Internet Addiction

Menurut Griffiths (Essau, 2008) menyatakan bahwa kecanduan merupakan aspek perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol. Ferris (1997) mengungkapkan bahwa internet addiction merupakan suatu gangguan psikofisiologis yang meliputi tolerance (penggunaan dalam jumlah yang sama akan menimbulkan respon minimal, jumlah harus ditambah agar dapat membangkitkan kesenangan dalam jumlah yang sama), whithdrawal symptom (khususnya


(31)

menimbulkan termor, kecemasan, dan perubahan mood), gangguan afeksi (depresi, sulit menyesuaikan diri), dan terganggungnya kehidupan sosial (menurun atau hilang sama sekali, baik dari segi kualitas maupin kuantitas).

Internet addiction diartikan Young (1998) sebagai sebuah sindrom yang

ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online (dalam Weiten & Llyod, 2006). Orang-orang yang menunjukkan sindrom ini akan merasa cemas, depresi, atau hampa saat tidak online di internet (Kandell dalam Weiten & Llyod, 2006).

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

internet addiction adalah penggunaan internet yang bersifat patologis, yang ditandai

dengan ketidakmampuan individu untuk mengontrol waktu menggunakan internet, dimana meningkatkan secara terus menerus penggunaannya, merasa dunia maya lebih menarik dibandingkan kehidupan nyata, dan mengalami gangguan dalam hubungan sosialnya.

2. Penyebab Internet Addiction

Ferris (dalam Duran, 2003) mengungkapkan penyebab seseorang mengalami internet

addiction dilihat dari berbagai pandangan, yaitu :

1. Pandangan Behavioris

Menurut pandangan behavior, internet addiction didasari oleh teori B.F Skinner mengenai operant conditioning, individu mendapatkan reward positif, negatif, atau hukuman atas apa yang dilakukannya.

2. Pandangan Psikodinamika dan Kepribadian

Pandangan ini mengemukakan addiction berkaitan antara individu tersebut dengan pengalamannya. Tergantung pada kejadian pada masa anak-anak yang dirasakan individu tersebut saat masih anak-anak dan kepribadiannya yang terus


(32)

berkembang, yang juga mempengaruhi perkembangan suatu perilaku addictive, ataupun yang lainnya.

3. Pandangan Sosiokultural

Pandangan sosiokultural menunjukkan ketergantungan ini tergantung pada ras, jenis kelamin, umur, status ekonomi, agama, dan negara.

4. Pandangan Biomedis

Pandangan ini menekankan pada adanya faktor keturunan dan kesesuaian, antara keseimbangan kimiawi antara otak dan neurotrasmiter. Dimana pasien ketergantungan obat-obatan yang membutuhkan penyeimbangan zat kimia pada otaknya, atau individu yang memiliki kecenderungan terlibat dalam perjudian.

3. Defenisi Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG)

Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) adalah sebuah

permainan internet dimana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, dimana beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter pemain lainnya (dalam Young & Afren, 2010).

Seorang pemain dapat menampilkan berbagai aktivitas, dimana karakter mereka dapat membangun interaksi dengan pemain lainnya dengan cara positif (berbincang) dan cara negatif (agresi). Pemain dapat menjelajahi luasnya dunia, yang mana ketekenunan didalam karakter, tetap adanya bahkan ketika pemain off (berhenti). Dunia ini secara konsisten terus berkembang, menghadirkan sikap acuh tak acuh dari pemain, yang mana pasti memberikan tekanan kepada pemain untuk tetap bersentuhan dengan dunia virtual. Jika pemain tidak bermain dalam waktu yang cukup lama, mereka akan datang untuk bersentuhan dengan dunia virtual dan kehilangan pengaruh mereka dan kekuatan untuk mempengaruhi dunia ini. Permainan MMORPG mempunyai daya tarik karena permainan ini mengajak para pemain untuk


(33)

menggunakan imajinasi mereka dan biasa lebih mengarah ke kolaborasi sosial daripada kompetisi.

Menurut Howard & Jacob (2009) permainan Massively Multiplayer Online

Role Playing Games (MMORPGs) memberikan kesempatan individu untuk

mengekspresikan dirinya sendiri dimana mereka tidak dapat melakukannya didunia nyata, dan memperoleh bentuk interaksi yang mendorong pengguna internet kembali bermain secara terus menerus. Menurut Young (2010) game ini merupakan permainan yang tidak pernah akan berakhir, karena setiap sesinya memiliki tugas dan tujuan yang tidak pernah berakhir, dan faktor game yang menyediakan peran yang kompleks dan mempengaruhi banyak faktor kehidupan nyata (apakah saat liburan, waktu sehari-hari, dll), yang pada akhirnya para pemain secara terus menerus tetap aktif bermain game, mereka selalu menghabiskan jumlah waktu yang lama dan energi (dan terkadang uang), dan tidak mampu berhenti bermain, dan juga meliputi kontak sosial (kurang teman dalam kehidupan nyata), dimana waktu para pemain terlibat dalam dunia nyata semakin berkurang.

Berdasarkan diatas dapat disimpulkan bahwa Massively Multiplayer Online

Role Playing Games (MMORPGs) adalah sebuah permainan internet dimana para

pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, dimana beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter pemain lainnya.

4. Defenisi Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG)

MMORPG merupakan salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya

sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja. Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata (Howard & Jacob, 2009). Griffiths (2005) menyatakan bahwa kecanduan teknologi merupakan bagian dari perilaku


(34)

kecanduan yang mana meliputi interaksi yang berlebih antara manusia dan mesin. Bentuk kecanduan teknologi ini dapat bersifat pasif (seperti televisi) atau aktif (seperti permainan game) yang mana selalu membentuk dan berkontribusi dalam membentuk seseorang kecanduan. Menurut Griffiths (2005) telah mencantumkan enam komponen untuk menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet. Komponen atau dimensi itu adalah sebagai berikut:

1. Salience. Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang

paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu (pre-okupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh),dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial).

2. Mood modification. Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet.

Dimana perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stress) saat perilaku kecanduan itu muncul.

3. Tolerance. Hal ini merupakan proses dimana terjadinya penigkatan jumlah

penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti sebelumnya, maka pemakaian secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama.

4. Withdrawal symptoms. Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang

terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan berpengaruh pada fisik seseorang. Perasaan dan efek antara perasaan dan fisik (seperti, pusing, insomnia) atau psikologisnya (misalnya, mudah marah atau


(35)

5. Conflict. Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet

dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet.

6. Relapse. Hal ini merupakan dimana orang sebelum sembuh dari perilaku

kecanduannya sudah mengulangi kembali kebiasaannya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kecanduan

Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) adalah situasi dimana

orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata yang didalamnya terdiri dari enam komponen yaitu komponen salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict, dan relapse

.

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG)

Faktor-faktor yang mempengaruhi addiction Massively Multiplayer Online

Role-Playing Game (dalam Young & Afren, 2010) diantaranya :

1. Faktor kecanduan di tinjau dari Game

a. Permainan jenis MMORPG ini bersifat beberapa bentuk kompentisi dengan yang lain komunikasi sosial secara online dan sistem tugas, reward, dan feedback pada game ini, membuat para game aktif memainkan game tersebut. b. Game merupakan tempat dimana para pemain mungkin bisa mengurangi rasa

bosannya terhadap kehidupan nyata.

c. Permainan MMORPG merupakan bagian dari dimensi sosial, yang mana menghilangkan streotype rasa kesepian, ketidakmampuan bersosial bagi pemain yang kecanduan.


(36)

2. Faktor kecanduan di tinjau dari sisi pemain

Kecanduan MMORPG tidak hanya menekankan pada propertis game itu sendiri dan virtual yang nyata, tetapi lebih kepada para pemain. Faktor-faktor psikologi tersebut antara lain :

a. Rendahnya self esteem dan self efficacy

Pada saat yang sama dapat dikatakan bahwa self esteem dan self efficacy yang positif merupakan salah satu tujuan perkembangan remaja, yang mana berhubungan terhadap pertimbangan para pemain muda untuk bergabung dalam komunitas game, dimana hal ini lebih penting dari yang lainnya (Smahel dalam Young & Afren, 2010). Fakor rendahnya self-esteem secara krusial membentuk kecanduan, hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruhnya secara langsung. Perbedaan persepsi pemain terhadap dirinya, ideal self, dan karakter game. Hasilnya menunjukkan bahwa penerimaan diri yang salah dari pada karakter game, dan penerimaan karakter game yang salah dari pada ideal self mereka. Perbedaan ini menunjukkan peningkatan pada tingkat depresi dan tingkat self esteem pada umumnya. Pemain dengan self-esteem yang tinggi secara otomatis rendah kecanduannya antara pandangan terhadap dirinya sendiri dan karakter game, sebaliknya tingginya kecanduannya menunjukkan rendahnya self-esteem pada pemain. Ideal self juga menunjukkan hal yang sama. Maksudnya pemain yang lebih depresi dan pemain yang self esteemnya rendah akan memandang karakter game adalah yang ideal dan mungkin akan mengalami kecenderungan melakukan penyelesaian sesuai yang diterima di dalam game dan mengalami kecenderungan untuk bertahan di dalam game.

b. Lingkungan virtual di dalam game online menunjukkan rendahnya penekanan pada self-control, yang menunjukkan kesadaran pemain dalam mengekspresikan dirinya. Pemain game role-playing sering bermimpi mengenai game, karakter mereka dan berbagai situasi. Fantasi di dalam game menjadi salah satu keuntungan bagi pemain dan kejadian-kejadian yang ada pada game sangat kuat, yang mana hal ini membawa pemain dan alasan mereka untuk melihat permainan itu kembali. Pemain menyatakan dirinya


(37)

termotivasi bermain karena bermain game itu menyenangkan, memberi kesempatan untuk bereksperimen, dan lain-lain, tetapi sebenarnya tanpa sadar mereka termotivasi, karena bermain game memberikan kesempatan mengekspresikan dirinya dan terkadang jenuh terhadap kehidupan nyata mereka.

D. Remaja

1. Definisi Remaja

Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikologis (Mubin dan Cahyadi, 2006). Menurut Monks (1998) batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Batasan usia remaja terbagi atas tiga fase, yaitu: fase remaja awal (12-15 tahun), fase remaja pertengahan (15-18 tahun), fase remaja akhir (18-21 tahun). Individu yang memasuki masa remaja awal banyak mengalami perubahan-perubahan, baik itu secara fisik maupun psikologis. Remaja awal secara psikologis banyak mengalami perubahan dalam hal nilai-nilai, sikap, dan perilaku serta cenderung dianggap belum matang dibanding dengan remaja akhir (Hurlock, 1999).

Berdasarkan penjelasan mengenai definisi remaja awal diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja awal adalah seorang individu yang berusia 12-15 tahun yang mengalami perubahan fisik maupun psikologis dan cenderung dianggap belum matang.

2. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus dilakukan, dipecahkan dan diselesaikan oleh setiap individu dalam tahap-tahap perkembangannya, agar individu dapat berbahagia. Apabila seseorang tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam batas-batas periode perkembangan dengan baik, orang tersebut


(38)

akan merasa kurang bahagia dan mendapat kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan periode berikutnya (Mubin dan Cahyadi, 2006).

Menurut Havighurst (dalam Mubin dan Cahyadi, 2006), tugas perkembangan masa remaja adalah sebagai berikut:

a. Menjalin hubungan-hubungan baru dengan teman-teman sebaya, baik sesama jenis maupun lain jenis kelamin.

b. Menerima keadaan fisiknya, dan menerima peranannya sebagai pria atau wanita. c. Menginginkan dapat berperilaku yang diterima oleh sosial.

d. Mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala tindakan dan pandangan.

Tugas perkembangan remaja yang paling mendasari untuk penelitian ini adalah tugas perkembangan dimana remaja mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain, berperilaku yang diterima oleh sosial dan mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala tindakan dan pandangan. Memenuhi tugas perkembangan tersebut, remaja sangat membutuhkan keterampilan sosial.

C. Hubungan antara Addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Selanjutnya menurut Hargie, Saunders, & Dickson, ketarampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, serta dapat menjalin hubungan yang baik (bersosialisasi) dengan orang lain, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ataupun kehilangan pengakuan sosial (dalam Gimpel & Marrell, 1998).


(39)

Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa sejak individu lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur paling dekat dengan anak maupun belajar dengan teman sebaya dan lingkungan masyarakat (Erickson & Freud, dalam Cartledge & Millburn, 1995). Keterampilan sosial menjadi sesuatu yang sangat penting dan krusial saat individu memasuki masa remaja (Mu’tadin, 2002), karena keterampilan ini membantu remaja dalam menghadapi berbagai macam pengaruh yang seringkali muncul dalam pergaulannya. Remaja hidup dalam lingkungan sosial yang berbeda-beda, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat (Yusuf, 2004).

Menurut Hurlock (1999) banyak perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal baik secara fisik maupun psikologis. Secara psikologis perubahan yang terjadi umunya adalah sikap, perilaku dan nilai-nilai. Maka, sebaiknya remaja awal memiliki keterampilan sosial.

Waktu senggang merupakan waktu yang rawan bagi seorang remaja. Bila remaja tidak mampu memanfaatkannya secara positif, seorang remaja akan mudah terjerumus pada sikap dan tindakan-tindakan yang tercela, melanggar norma sosial dan memalukan nama keluarga. Misalnya, remaja yang suka mabuk-mabukan, kebut-kebutan di jalan raya, melakukan penodongan, perampokkan, dan sebagainya. Akan tetapi, bila remaja mampu mengembangkan diri, kreativitas dan bakat-bakatnya. Dalam kehidupan kelompok teman sebaya (peer-group), adakalanya remaja menghabiskan waktu-waktu senggangnya dengan ngobrol, bermain gitar, nongkrong di mall, di pinggir jalan sambil menggoda remaja yang berlawanan jenis yang sedang lewat dan sebagainya. Namun, tidak sedikit remaja asyik dengan hobinya, misalnya membaca buku sastra, roman, novel, komik, mendengarkan musik, menontotn video, film, memancing, berolahraga, dll (Dariyo, 2004).

Bentuk rekreasi yang sering di lakukan oleh remaja adalah bermain. Di antara berbagai jenis permainan yang sering dimainkan oleh remaja adalah game online Salah satu apalikasi yang sering digunakan oleh remaja adalah game online. Game

online merupakan jenis situs yang menyediakan berbagai macam jenis permainan

yang dapat melibatkan beberapa orang pengguna internet di berbagai tempat yang berbeda untuk saling terhubung di waktu yang sama. Game online tidak hanya dapat


(40)

digunakan untuk bermian, tapi dapat juga untuk membina hubungan yang lebih luas dengan orang lain.

Salah satu bentuk game online yang banyak dimainkan di Indonesia adalah

Massively Multiplayer Online Role Playing Game disingkat MMORPG yaitu sebuah

permainan di mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh-tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan (dalam Young & Afren, 2010).

Menurut Neils Clark & P. Shavaun Scott (2009) yang menyatakan bahwa jenis permainan game online di desain agar para penggunanya dapat mengembangan kemampuan sosialnya dengan melakukan kerjasama dengan pemain lainnya, meningkatkan kognitifnya dengan memberikan stimulus permainan yang mengasah kognitifnya untuk mampu mengikuti aturan-aturan yang ada, membuat strategi dan mengeluarkan pendapat, dan mengembangkan emosi dalam diri dengan mengendalikan emosi, tidak egois, mengerti arti kemenangan, kekalahan dan keadalian.

Game online memiliki kecenderungan membuat pemainnya asyik di depan

komputer hingga melupakan waktu (Young, 2008). Internet addiction merupakan sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam meggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat

online (Young, 1998). Pengguna internet akan menghabiskan banyak waktunya di

depan komputer terutama berkaitan dengan aktivitas yang dilakukannya saat internet seperti saat bermain game online. MMORPG merupakan salah satu bentuk Internet

addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja.

Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata (Howard & Jacob, 2009).


(41)

Remaja yang kecanduan internet akan mengalami konflik, dimana konflik antara lingkungan dan psikologis. Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan (sekolah), atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan internet. Dimana konflik tersebut berupa menurunnya prestasi akademis akibat sering menghabiskan waktu di internet, hubungan dengan teman, keluarga menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Pergaulan hanya di internet saja, sehingga membuat para pecandu internet menjadi terisolir dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata (dalam Griffiths, 2001).

Individu yang ketagihan untuk terus bermain games secara online, secara bertahap akan membuat individu tersebut lebih memikirkan mengenai karakter-karakter yang ada di game online tersebut dibandingkan dalam kehidupan nyata seperti sekolah, makan dan mandi, sehingga sulit untuk berhenti, individu akan tertarik dan akan sangat bergantung pada internet (Baroto, 2008).

Remaja harus mampu berhubungan baik dengan teman-temannya dan orang lain. Remaja yang menggunakan game online dengan konsumsi waktu yang lama, akan membuat remaja kehilangan waktunya untuk berinteraksi dengan teman-temannya maupun orang lain dan lalai melaksanakan kewajibannya sehari-hari, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa kecanduan internet game online mengurangi kualitas hubungan mereka dengan lingkungan dan pemenuhan tanggung jawab sehari-hari menjadi rendah, padahal kondisi ini merupakan media yang paling dibutuhkan remaja untuk mengembangkan keterampilan sosialnya.

Berangkat dari kenyataan diatas penulis ingin melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan negatif antara internet addiction bermain

Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial

G. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan dan analisa atas teori-teori tersebut maka diajukan hipotesa yaitu ada hubungan negatif antara Addiction Massively


(42)

Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial. Artinya semakin

tinggi internet addiction bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game, semakin rendah keterampilan sosial pada remaja.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai: (A) Identifikasi Variabel Penelitian, (B) Definisi Operasional Variabel Penelitian, (C) Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel, (D) Metode Pengumpulan Data, dan (E) Validitas, Reliabilitas Alat Ukur, dan Uji Daya Beda Aitem, (F) Prosedur Pelaksanaan Penelitian, (G) Metode Analisis Data.

A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel (X) : Internet Addiction Variabel (Y) : Keterampilan Sosial

B Definisi Operasional Variabel Penelitian

Untuk menghindari terjadinya perbedaan persepsi dalam memahami dan menginterpretasi pengertian dari masing-masing variabel dalam penelitian ini, maka variabel-variabel tersebut dibuat definisi operasionalnya sebagai berikut :

1. Keterampilan Sosial

Keterampilan Sosial merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mampu berinteraksi dengan orang lain yang menunjukkan perilaku positif sesuai dengan konteks sosial dan menjauhi perilaku yang tidak disukai oleh lingkungan serta bersifat dipelajari bukan bawaan lahir.

Keterampilan sosial dalam penelitian ini akan diungkap menggunakan alat ukur berupa skala keterampilan sosial, yang dibuat berdasarkan dimensi-dimensi keterampilan sosial yang disusun oleh Caldarella & Merrell (1997). Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam skala keterampilan sosial yang diberikan,


(44)

semakin tinggi keterampilan sosial yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam skala keterampilan sosial yang diberikan, artinya semakin rendah keterampilan sosial yang dimilikinya.

2. Addiction MMORPG

Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata.

Addiction MMORPG dalam penelitian ini akan diungkap melalui alat ukur berbentuk

skala Addiction MMORPG yang disusun oleh peneliti berdasarkan komponen-komponen yang dikemukakan oleh Griffiths (2008). Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam skala addiction MMORPG yang diberikan, semakin tinggi

addiction MMORPG yang dirasakannya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang

diperoleh seseorang dalam skala addiction MMORPG yang diberikan, artinya semakin rendah addiction MMORPG yang dirasakan.

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah remaja awal pengguna

game online khususnya MMORPG. Kemudian akan diambil wakil dari populasi yang

disebut sampel penelitian.

Sampel penelitian ini adalah sebagian subjek dari populasi yang terjaring melalui teknik pengambilan sampel. Menurut Hadi (2000), sampel adalah sebagian populasi yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat serta ciri-ciri yang dikendalikan dari populasi. Sampel harus memiliki sedikitnya satu sifat yang sama.


(45)

a. Remaja awal yaitu berusia 12-15 tahun

Alasan diambilnya sampel remaja adalah karena keterampilan sosial sangat penting dan krusial dibutuhkan ketika seseorang memasuki usia remaja, terutama awal karena banyak perubahan terjadi secara cepat pada masa remaja awal, baik itu sikap, perilaku dan nilai-nilai dan cenderung dianggap belum matang (Hurlock, 1999) dan hasil penelitian Sophie (2006) melaporkan remaja awal paling banyak bermain game online.

b. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Pemilihan sampel jenis kelamin laki-laki dan perempuan, karena menurut observasi peneliti dan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak hanya laki-laki yang menggunakan aplikasi internet berupa game online atau yang mengakses

game online, tapi perempuan juga memiliki ketertarikkan dalam bermain game online (Young, 2006).

c. Bermain jenis MMORPG

Jenis game ini dipilih berdasarkan penilitian young (2009) yang menyatakan bahwa game MMORPG salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja. Dan jenis

games ini sangat dekat dengan lingkungan sosial dimana para pemain mendapat

kesempatan untuk sama-sama bermain.

d. Memiliki kecenderungan mengalami addiction MMORPG, dimana bermain

game online selama 4 jam sehari.

Karakteristik sampel ini dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan dinyatakan bahwa para pengguna game online dapat dinyatakan mengalami kecenderungan mengalami internet addiction, bila seseorang tersebut memainkan game online selama 4 jam sehari (Young, 2006).

e. Telah menggunakan internet minimal selama 6 bulan.

Karakteristik sampel ini dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Young (dalam Essau, 2006), para pengguna internet dapat dinyatakan bahwa dia mengalami kecenderungan internet addiction, bila seseorang menggunakan internet minimal selama 6 bulan (Young, 1996).


(46)

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu agar diperoleh sampel yang dapat mewakili populasi (Hadi, 2000).

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode non purpossive

Sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat

populasi yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala merupakan suatu alat ukur dengan menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga calon responden hanya tinggal memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Metode skala berdasarkan pada

self report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi tentang diri

(Hadi, 2000).

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua skala yaitu skala Keterampilan Sosial dan skala Addiction MMORPG.

1. Skala Keterampilan Sosial

Skala Keterampilan Sosial digunakan untuk mengungkap data tentang keterampilan sosial. Aspek-aspek yang digunakan dalam menyusun skala tersebut diambil dari Caldarella & Merrell (1997).

Skala disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori aitem

favorable dan unfavorable dengan lima alternatif jawaban yaitu Sangat Tidak Sesuai


(47)

pada skala keterampilan sosial ini adalah sebanyak 84 item yang terdiri dari 42 aitem

favorable dan 42 aitem yang unfavorable.

Keterampilan sosial dapat dilihat melalui skor yang diperoleh individu dari skala tersebut. Semakin tinggi skor skala maka semakin tinggi keterampilan sosialnya. Sebaliknya semakin rendah skor skala maka semakin rendah pula keterampilan sosialnya.

Secara lebih rinci, penyebaran aitem pernyataan untuk skala keterampilan sosial dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 : Distribusi Aitem-Aitem Skala keterampilan sosial sebelum Uji Coba

2. Skala Addiction MMORPG

Skala Addiction MMORPG digunakan untuk mengungkap tingkat Addiction

MMORPG subjek penelitian. Adapun aitem-aitem dalam skala disusun berdasarkan

dimensi addiction MMORPG yang diungkapkan oleh Griffiths (2008).

Konstrak Aspek Aitem Jumlah

Favorable unfavorable Keterampilan

Sosial

Hubungan teman sebaya (peer relation)

1, 11, 21, 34, 45, 58,73

3, 18, 28, 36, 51, 66,79

14

Managemen diri (self-management)

2, 12, 22, 35, 46, 59,74

4, 19, 29, 37, 52, 67, 80

14

Kemampuan akademis (academic)

5, 13, 23, 38, 43, 47,60, 61, 75, 76

7, 20, 30, 40, 53, 54, 68, 69, 81, 82

20

Kepatuhan (compliance) 6, 16, 31, 32, 39,62, 70

8, 14, 24, 41, 48, 55, 77

14

Perilaku assertive (assertion)

9, 17, 26, 27, 42, 49, 50, 57, 64, 65, 78

10, 15, 25, 33, 84, 44, 56, 63, 71, 72, 83

22


(48)

Model skala yang digunakan adalah penskalaan model Likert yang menggunakan metode rating. Skala ini juga menggunakan lima pilihan jawaban dari pernyataan-pernyataan yang favorable dan unfavorable yaitu ; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Jumlah item pada skala addiction MMORPG ini adalah 88 item yang terdiri atas 44 item yang

favorable dan 44 item yang unfavorable.

Penilaiannya bergerak dari 4 sampai 0 untuk item-item yang favorable dan 0 sampai 4 untuk item-item yang unfavorable. Semakin tinggi skor subjek maka semakin tinggi tingkat addiction MMORPG dan semakin rendah skor yang diperoleh subjek penelitian maka semakin rendah tingkat addiction MMORPG.

Secara lebih rinci, penyebaran aitem pernyataan untuk skala addiction

MMORPG dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2: Distribusi Aitem-Aitem Skala addiction MMORPG sebelum Uji Coba

konstrak Aspek Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

Addiction MMORPG

Salience 1, 2, 24, 41, 49, 76, 77

13, 14, 32, 33, 59, 69, 83

14

Mood

modification

15, 16, 25, 42, 50, 84

3, 4, 34, 60, 70, 78

12

Toleransi 5, 6, 35, 36, 43, 51, 52, 71, 85

17, 18, 26, 27, 44, 61, 62, 78, 79

18

Penarikan diri (withdrawal)

19, 20, 37, 45, 63, 72

7, 8, 28, 53, 86, 88

12

Conflict 9, 10, 29, 30, 54, 55, 64, 65, 67, 68, 81

21, 22, 38, 39, 46, 47, 57, 58, 73, 74, 87

22

Relapse 23, 31, 48, 56, 75

11, 12, 40, 66, 82

10


(49)

E. Validitas, Reliabilitas Alat Ukur, dan Uji Daya Beda Aitem

Masalah yang timbul pertama kali dalam praktek pengukuran adalah seberapa jauh alat pengukur dapat mengungkap dengan jitu gejala atau bagian-bagian gejala yang hendak diukur, sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur dan seberapa jauh alat ukur pengukur dapat menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran, dapat menunjukkan dengan sebenarnya status atau keadaan gejala atau bagian gejala yang diukur (Azwar, 2005). Hal-hal yang dilakukan untuk mengumpulkan data dalam mengungkap kondisi yang ingin diukur tergantung pada validitas, uji daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur yang akan digunakan.

1. Validitas Alat Ukur

Untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu langkah untuk mendapatkan validitasnya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan validitas isi,yaitu validitas yang menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes itu. Pengujian validitas ini tidak melalui analisa statistika melainkan menggunakan analisis rasional yang dalam penelitian ini peneliti meminta pendapat profesional yaitu dosen pembimbing. Dengan menggunakan alat ukur yang telah ada akan dilakukan analisa logis untuk menetapkan apakah aitem-aitem yang telah dikembangkan memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000).

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, diperoleh


(50)

hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 1997). Jenis reliabilitas dalam penelitian ini adalah internal

consistensy reliability dengan menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach

(Cozby, 2004). Setelah diketahui validitas dan reliabilitas alat ukur maka dilakukan seleksi aitem.

3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rit)

yang dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rit ≥ 0,30. Semua aitem yang

mencapai koefisien korelasi minimal 0,30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rit kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem

yang memiliki daya beda rendah (Azwar, 2005).

Teknik statistika yang digunakan adalah koefisiensi Product Moment oleh Pearson. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor skala berarti semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan skala secara keseluruhan yang berarti semakin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasi rendah mendekati angka nol berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala dan daya bedanya tidak baik (Azwar, 2000). Uji daya beda aitem ini akan digunakan pada alat ukur dalam penelitian ini, yaitu skala addiction MMORPG dan skala keterampilan sosial.


(1)

Disorder. hhtp://www.apa.org/releases/internet.html. Tanggal akses 12 Oktober

2009.

Young, K.S., (2006). Addicton to MMORPG: symptoms and treatment.

http://www/netaddiction.com/addiction_to_mmorgps.pdf. [online]. FTP: 28

Maret 2010.

Young, K.S., & Rodgers, R.C., (1998). The Relationship Between Depression and

Internet Addiction. hhtp://www.apa.org/releases/internet.html. Tanggal akses 12

Oktober 2009.

Young, Pitsner, O’Mara, & Buchanan. (1998). What Is Internet Addiction?.

hhtp://www.netaddiction.com/whatis.htm. Tanggal akses 4 Oktober 2009.


(2)

LAMPIRAN HASIL PENELITIAN

UJI NORMALITAS

UJI LINEARITAS


(3)

UJI NORMALITAS

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

VAR00001 80 134.61 21.431 96 194

VAR00002 80 140.68 20.231 99 179

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

VAR00001 VAR00002

N 80 80

Normal Parametersa Mean 134.61 140.68

Std. Deviation 21.431 20.231 Most Extreme Differences Absolute .082 .078

Positive .082 .073

Negative -.060 -.078

Kolmogorov-Smirnov Z .730 .695

Asymp. Sig. (2-tailed) .661 .720

a. Test distribution is Normal.

UJI LINEARITAS

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent ketsosial * kcndngme 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%


(4)

Report

ketsosial kcndng

me Mean N Std. Deviation

96 128.00 1 .

97 151.50 2 7.778

101 153.00 1 .

102 155.00 1 .

103 127.00 1 .

104 143.00 1 .

105 179.00 1 .

109 172.00 1 .

110 169.00 1 .

111 129.00 1 .

113 168.00 1 .

114 167.00 1 .

115 136.00 2 38.184

116 151.00 1 .

117 141.00 3 20.224

119 175.00 1 .

121 150.00 1 .

122 132.00 1 .

123 144.00 3 21.284

124 141.00 1 .

125 127.00 4 9.416

126 167.00 1 .

127 142.50 2 20.506

129 142.00 1 .

130 165.50 2 10.607

131 152.00 3 19.468


(5)

141 131.80 5 23.317

142 153.00 2 1.414

143 125.00 1 .

144 143.25 4 9.032

145 124.00 3 10.440

146 111.00 1 .

147 114.00 2 7.071

150 157.00 1 .

151 124.50 2 20.506

154 157.00 1 .

161 144.00 1 .

165 127.00 1 .

167 124.50 2 14.849

168 131.00 1 .

170 111.50 2 17.678

171 102.00 1 .

176 160.00 1 .

178 126.00 1 .

179 144.00 1 .

194 112.00 1 .

Total 140.67 80 20.231

ANOVA Table

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. ketsosial * kcndngme Between Groups (Combined) 23378.500 50 467.570 1.514 .116

Linearity 4903.706 1 4903.706 15.880 .000 Deviation from Linearity 18474.794 49 377.037 1.221 .286 Within Groups 8955.050 29 308.795


(6)

R R Squared Eta Eta Squared ketsosial * kcndngme -.389 .152 .850 .723

Correlations

kcndngme ketsosial kcndngme Pearson Correlation 1.000 -.389**

Sig. (1-tailed) .000

N 80.000 80

ketsosial Pearson Correlation -.389** 1.000 Sig. (1-tailed) .000

N 80 80.000