B. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara kecanduan Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial pada
remaja awal.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecanduan Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial pada
remaja awal.
D. MANFAAT PENELITIAN
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi
Perkembangan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: a.
Pengguna Internet Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para
pengguna internet, khususnya remaja awal mengenai kemungkinan mengalami addiction bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan
menurunnya keterampilan sosial seseorang, sehingga dapat dilakukan berbagai upaya pencegahan agar dapat meminimalkan efek negatif yang ditimbulkan
addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan dapat mengembangkan keterampilan sosialnya dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
b. Bagi Orang Tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para orang tua agar memberikan arahan management waktu yang baik pada remaja pada
saat bermain game online, agar para remaja dapat mengatur waktunya dengan baik.
c. Penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan addiction Massively
Multiplayer Online Role Playing Game dan keterampilan sosial.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, bentuk
pertanyaan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi
objek penelitian, meliputi landasan teori dari keterampilan sosial, Massively Multiplayer Online Role Playing Game, internet addiction,
Addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan remaja. BAB III : Metode Penelitian
Berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel, dan
teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian, metode analisis data.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Keterampilan Sosial
1. Definisi Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang Merrel, 2008. Selanjutnya
menurut Hargie, Saunders, Dickson, ketarampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun
nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, serta dapat menjalin hubungan yang baik bersosialisasi dengan orang lain, dimana keterampilan
ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan
interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ataupun kehilangan pengakuan sosial
dalam Gimpel Marrell, 1998.
Combs Slaby dalam dalam Gimpel Merrell, 1998 mengemukakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam
konteks sosial dengan cara-cara yang khusus yang dapat diterima secara sosial maupun nilai-nilai dan disaat yang sama berguna bagi dirinya dan orang lain.
Keterampilan sosial adalah kemampuan kompleks yang dimiliki seseorang, dimana orang tersebut mampu untuk membedakan perilaku positif atau negatif, dan tidak akan
melakukan perilaku yang nantinya akan mendapat hukuman ataupun yang tidak disukai oleh lingkungan Libet dan Lewinson, dalam dalam Gimpel Merrell, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa sejak individu lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur paling
dekat dengan anak maupun belajar dengan teman sebaya dan lingkungan masyarakat Erickson Freud, dalam Cartledge Millburn, 1995. Menurut Matson dalam
Gimpel Merrell, 1998 keterampilan sosial baik secara langsung maupun tidak membantu remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat
dalam norma-norma yang berlaku di sekelilingnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mampu
berinteraksi dengan orang lain yang menunjukkan perilaku positif sesuai dengan konteks sosial dan menjauhi perilaku yang tidak disukai oleh lingkungan dan
mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang serta bersifat dipelajari bukan bawaan lahir.
2. Dimensi Keterampilan Sosial
Caldarella Merrell 1997 mengemukakan 5 lima dimensi paling umum yang terdapat dalam keterampilan sosial, yaitu :
1. Hubungan dengan teman sebaya Peer relations ditunjukkan melalui perilaku
yang positif terhadap teman sebaya seperti memuji atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, dan mengajak bermain atau mau
berinteraksi dengan teman sebaya. 2.
Manajemen diri Self-management merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang mampu untuk mengontrol emosinya, mengikuti
peraturan dan batasan-batasan yang ada, mau berkompromi, dan dapat menerima kritikan dengan baik.
3. Kemampuan akademis Academic ditunjukkan melalui perilaku yang mandiri dan
produktif, seperti pemenuhan tugas secara mandiri, menyelesaikan tugas individual, dan mengikuti arahan guru dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
4. Kepatuhan Compliance menunjukkan remaja yang dapat mengikuti peraturan
dan harapan, menggunakan waktu dengan baik, dan saling berbagi. Intinya, dimensi ini dimana seseorang dapat memenuhi permintaan dari orang lain.
5. Perilaku assertif Assertion, seseorang yang memiliki aspek ini cenderung disebut
orang yang terbuka kepada orang lain, serta memiliki keterampilan dalam percakapan, berani mengakui kesalahan, dan berani mengajak orang lain
berinteraksi dalam segala situasi.
Jadi ada lima dimensi keterampilan sosial yang sebaiknya dimiliki oleh remaja, yaitu dimensi teman sebaya, manajemen diri, kemampuan akademis,
kepatuhan, dan perilaku asertif.
3. Arti Penting Keterampilan Sosial
Johnson dan Johnson 1999 mengemukakan enam hasil penting dari memiliki keterampilan sosial, yaitu :
1. Perkembangan kepribadian dan identitas Hasil pertama adalah perkembangan kepribadian dan identitas karena kebanyakan
dari identitas masyarakat dibentuk dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai hasil berinteraksi dengan orang lain, individu mempunyai pemahaman yang lebih
baik tentang diri sendiri. Individu yang rendah dalam keterampilan interpersonalnya dapat mengubah hubungan dengan orang lain dan cenderung
untuk mengembangkan pandangan yang tidak akurat dan tidak tepat tentang dirinya.
2. Mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir. Keterampilan sosial juga cenderung mengembangkan kemampuan kerja,
produktivitas, dan kesuksesan karir, yang merupakan keterampilan umum yang dibutuhkan dalam dunia kerja nyata. Keterampilan yang paling penting, karena
dapat digunakan untuk bayaran kerja yang lebih tinggi, mengajak orang lain untuk bekerja sama, memimpin orang lain, mengatasi situasi yang kompleks, dan
menolong mengatasi permasalahan orang lain yang berhubungan dengan dunia kerja.
Universitas Sumatera Utara
3. Meningkatkan kualitas hidup Meningkatkan kualitas hidup adalah hasil positif lainnya dari keterampilan sosial
karena setiap individu membutuhkan hubungan yang baik, dekat, dan intim dengan individu lainnya.
4. Meningkatkan Kesehatan Fisik Hubungan yang baik dan saling mendukung akan mempengaruhi kesehatan fisik.
Penelitian menunjukkan hubungan yang berkualitas tinggi berhubungan dengan hidup yang panjang dan dapat pulih dengan cepat dari sakit.
5. Meningkatkan Kesehatan Psikologis Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan psikologis yang kuat dipengaruhi oleh
hubungan positif
dan dukungan
dari orang
lain. Ketidakmampuan
mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengarah pada kecemasan, depresi, frustasi dan kesepian. Telah dibuktikan
bahwa kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengurangi distress psikologis, yang menciptakan kebebasan, identitas diri, dan
harga diri. 6. Kemampuan Mengatasi Stres
Hasil lain yang tidak kalah pentingnya dari memiliki keterampilan sosial adalah kemampuan mengatasi stres. Hubungan yang saling mendukung telah
menunjukkan berkurangnya jumlah penderita stres dan mengurangi kecemasan. Hubungan yang baik dapat membantu individu dalam mengatasi stres dengan
memberikan perhatian, informasi, dan umpan balik .
Berdasarkan penjelasan diatas ada enam arti penting keterampilan sosial yaitu perkembangan kepribadian dan identitas, mengembangkan kemampuan kerja,
produktivitas, dan kesuksesan karir, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kesehatan fisik, meningkatkan kesehatan psikologis, kemampuan mengatasi stres.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Keterampilan Social
Hasil studi Davis dan Forstythe Mu’tadin, 2002 terdapat sembilan aspek yang mempengaruhi keterampilan sosial dalam kehidupan remaja, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat
menentukan bagaimana remaja akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken home
dimana anak tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya.
2. Lingkungan
Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik rumah, perkarangan dan lingkungan sosial tetangga, lingkungan juga meliputi lingkungan
keluarga keluarga primer dan sukender, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Dengan pengenalan lingkungan maka sejak dini anak akan
sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari saudara, orang tua, atau kakek dan nenek saja.
3. Kepribadian
Secara umum penampilan sering diidentikan dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu menggambarkan
pribadi yang sebenarnya. Orang tua dalam hal ini berperan untuk memberikan penanaman nilai-nilai untuk menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa
mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.
4. Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapatkan kesegaran baik fisik
maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton serta mendapatkan semangat baru.
5. Pergaulan dengan lawan jenis
Untuk mendapatkan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan remaja sebaiknya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang
memiliki jenis kelamin yang sama.
Universitas Sumatera Utara
6. Pendidikan
Pada dasarnya sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan-keterampilan sosial yang
dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya.
7. Persahabatan dan solidaritas kelompok
Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman sangatlah besar. Biasanya remaja lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan
keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif.
8. Lapangan kerja
Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran disekolah mereka
telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat.
Berdasarkan penjelasan diatas ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi,
pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan, persahabatan dan solidaritas kelompok, lapangan kerja.
B. Kecanduan Pada Massively Multiplayer Online Role-Playing Game MMORPG
1. Defenisi Internet Addiction
Menurut Griffiths Essau, 2008 menyatakan bahwa kecanduan merupakan aspek perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol. Ferris
1997 mengungkapkan bahwa internet addiction merupakan suatu gangguan psikofisiologis yang meliputi tolerance penggunaan dalam jumlah yang sama akan
menimbulkan respon minimal, jumlah harus ditambah agar dapat membangkitkan kesenangan dalam jumlah yang sama, whithdrawal symptom khususnya
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan termor, kecemasan, dan perubahan mood, gangguan afeksi depresi, sulit menyesuaikan diri, dan terganggungnya kehidupan sosial menurun atau hilang
sama sekali, baik dari segi kualitas maupin kuantitas.
Internet addiction diartikan Young 1998 sebagai sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam
menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online dalam Weiten Llyod, 2006. Orang-orang yang menunjukkan sindrom ini akan
merasa cemas, depresi, atau hampa saat tidak online di internet Kandell dalam Weiten Llyod, 2006.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa internet addiction adalah penggunaan internet yang bersifat patologis, yang ditandai
dengan ketidakmampuan individu untuk mengontrol waktu menggunakan internet, dimana meningkatkan secara terus menerus penggunaannya, merasa dunia maya lebih
menarik dibandingkan kehidupan nyata, dan mengalami gangguan dalam hubungan sosialnya.
2. Penyebab Internet Addiction
Ferris dalam Duran, 2003 mengungkapkan penyebab seseorang mengalami internet addiction dilihat dari berbagai pandangan, yaitu :
1. Pandangan Behavioris Menurut pandangan behavior, internet addiction didasari oleh teori B.F Skinner
mengenai operant conditioning, individu mendapatkan reward positif, negatif, atau hukuman atas apa yang dilakukannya.
2. Pandangan Psikodinamika dan Kepribadian Pandangan ini mengemukakan addiction berkaitan antara individu tersebut dengan
pengalamannya. Tergantung pada kejadian pada masa anak-anak yang dirasakan individu tersebut saat masih anak-anak dan kepribadiannya yang terus
Universitas Sumatera Utara
berkembang, yang juga mempengaruhi perkembangan suatu perilaku addictive, ataupun yang lainnya.
3. Pandangan Sosiokultural Pandangan sosiokultural menunjukkan ketergantungan ini tergantung pada ras,
jenis kelamin, umur, status ekonomi, agama, dan negara.
4. Pandangan Biomedis Pandangan ini menekankan pada adanya faktor keturunan dan kesesuaian, antara
keseimbangan kimiawi antara otak dan neurotrasmiter. Dimana pasien ketergantungan obat-obatan yang membutuhkan penyeimbangan zat kimia pada
otaknya, atau individu yang memiliki kecenderungan terlibat dalam perjudian.
3. Defenisi Massively Multiplayer Online Role-Playing Game MMORPG
Massively Multiplayer Online Role-Playing Game MMORPG adalah sebuah permainan internet dimana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan,
dimana beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana mereka
harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter pemain lainnya dalam Young Afren, 2010.
Seorang pemain dapat menampilkan berbagai aktivitas, dimana karakter mereka dapat membangun interaksi dengan pemain lainnya dengan cara positif
berbincang dan cara negatif agresi. Pemain dapat menjelajahi luasnya dunia, yang mana ketekenunan didalam karakter, tetap adanya bahkan ketika pemain off
berhenti. Dunia ini secara konsisten terus berkembang, menghadirkan sikap acuh tak acuh dari pemain, yang mana pasti memberikan tekanan kepada pemain untuk tetap
bersentuhan dengan dunia virtual. Jika pemain tidak bermain dalam waktu yang cukup lama, mereka akan datang untuk bersentuhan dengan dunia virtual dan kehilangan
pengaruh mereka dan kekuatan untuk mempengaruhi dunia ini. Permainan MMORPG mempunyai daya tarik karena permainan ini mengajak para pemain untuk
Universitas Sumatera Utara
menggunakan imajinasi mereka dan biasa lebih mengarah ke kolaborasi sosial daripada kompetisi.
Menurut Howard Jacob 2009 permainan Massively Multiplayer Online Role Playing Games MMORPGs memberikan kesempatan individu untuk
mengekspresikan dirinya sendiri dimana mereka tidak dapat melakukannya didunia nyata, dan memperoleh bentuk interaksi yang mendorong pengguna internet kembali
bermain secara terus menerus. Menurut Young 2010 game ini merupakan permainan yang tidak pernah akan berakhir, karena setiap sesinya memiliki tugas dan tujuan yang
tidak pernah berakhir, dan faktor game yang menyediakan peran yang kompleks dan mempengaruhi banyak faktor kehidupan nyata apakah saat liburan, waktu sehari-hari,
dll, yang pada akhirnya para pemain secara terus menerus tetap aktif bermain game, mereka selalu menghabiskan jumlah waktu yang lama dan energi dan terkadang
uang, dan tidak mampu berhenti bermain, dan juga meliputi kontak sosial kurang teman dalam kehidupan nyata, dimana waktu para pemain terlibat dalam dunia nyata
semakin berkurang.
Berdasarkan diatas dapat disimpulkan bahwa Massively Multiplayer Online Role Playing Games MMORPGs adalah sebuah permainan internet dimana para
pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, dimana beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat
mengontrol karakternya sendiri, dimana mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter pemain lainnya.
4. Defenisi Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game MMORPG
MMORPG merupakan salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja. Kecanduan MMORPG adalah
situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata Howard Jacob, 2009. Griffiths
2005 menyatakan bahwa kecanduan teknologi merupakan bagian dari perilaku
Universitas Sumatera Utara
kecanduan yang mana meliputi interaksi yang berlebih antara manusia dan mesin. Bentuk kecanduan teknologi ini dapat bersifat pasif seperti televisi atau aktif seperti
permainan game yang mana selalu membentuk dan berkontribusi dalam membentuk seseorang kecanduan. Menurut Griffiths 2005 telah mencantumkan enam komponen
untuk menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet. Komponen atau dimensi itu adalah sebagai berikut:
1. Salience. Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang
paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu pre- okupasi atau gangguan kognitif, perasaan merasa sangat butuh,dan tingkah
laku kemunduran dalam perilaku sosial.
2. Mood modification. Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet.
Dimana perasaan senang dan tenang seperti menghilangkan stress saat perilaku kecanduan itu muncul.
3. Tolerance. Hal ini merupakan proses dimana terjadinya penigkatan jumlah
penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara mencolok.
Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk
memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti sebelumnya, maka pemakaian secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian
agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu pertama bermain
sebelum mencapai waktu yang lama.
4. Withdrawal symptoms. Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang
terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan berpengaruh pada fisik seseorang. Perasaan dan efek antara perasaan dan fisik
seperti, pusing, insomnia atau psikologisnya misalnya, mudah marah atau moodiness.
Universitas Sumatera Utara
5. Conflict. Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet
dengan lingkungan sekitarnya konflik interpersonal, konflik dalam tugas lainnya pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi atau konflik yang terjadi
dalam dirinya sendiri konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet.
6. Relapse. Hal ini merupakan dimana orang sebelum sembuh dari perilaku
kecanduannya sudah mengulangi kembali kebiasaannya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game MMORPG adalah situasi dimana
orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata yang didalamnya terdiri dari enam komponen yaitu
komponen salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict, dan relapse
.
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game MMORPG
Faktor-faktor yang mempengaruhi addiction Massively Multiplayer Online Role- Playing Game dalam Young Afren, 2010 diantaranya :
1. Faktor kecanduan di tinjau dari Game
a. Permainan jenis MMORPG ini bersifat beberapa bentuk kompentisi dengan yang lain komunikasi sosial secara online dan sistem tugas, reward, dan
feedback pada game ini, membuat para game aktif memainkan game tersebut. b. Game merupakan tempat dimana para pemain mungkin bisa mengurangi rasa
bosannya terhadap kehidupan nyata. c. Permainan MMORPG merupakan bagian dari dimensi sosial, yang mana
menghilangkan streotype rasa kesepian, ketidakmampuan bersosial bagi pemain yang kecanduan.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor kecanduan di tinjau dari sisi pemain
Kecanduan MMORPG tidak hanya menekankan pada propertis game itu sendiri dan virtual yang nyata, tetapi lebih kepada para pemain. Faktor-faktor psikologi tersebut
antara lain : a. Rendahnya self esteem dan self efficacy
Pada saat yang sama dapat dikatakan bahwa self esteem dan self efficacy yang positif merupakan salah satu tujuan perkembangan remaja, yang
mana berhubungan terhadap pertimbangan para pemain muda untuk bergabung dalam komunitas game, dimana hal ini lebih penting dari yang lainnya
Smahel dalam Young Afren, 2010. Fakor rendahnya self-esteem secara krusial membentuk kecanduan, hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian
yang menunjukkan pengaruhnya secara langsung. Perbedaan persepsi pemain terhadap dirinya, ideal self, dan karakter game. Hasilnya menunjukkan bahwa
penerimaan diri yang salah dari pada karakter game, dan penerimaan karakter game yang salah dari pada ideal self mereka. Perbedaan ini menunjukkan
peningkatan pada tingkat depresi dan tingkat self esteem pada umumnya. Pemain dengan self-esteem yang tinggi secara otomatis rendah kecanduannya
antara pandangan terhadap dirinya sendiri dan karakter game, sebaliknya tingginya kecanduannya menunjukkan rendahnya self-esteem pada pemain.
Ideal self juga menunjukkan hal yang sama. Maksudnya pemain yang lebih depresi dan pemain yang self esteemnya rendah akan memandang karakter
game adalah yang ideal dan mungkin akan mengalami kecenderungan melakukan penyelesaian sesuai yang diterima di dalam game dan mengalami
kecenderungan untuk bertahan di dalam game.
b. Lingkungan virtual di dalam game online menunjukkan rendahnya penekanan pada
self-control, yang
menunjukkan kesadaran
pemain dalam
mengekspresikan dirinya. Pemain game role-playing sering bermimpi mengenai game, karakter mereka dan berbagai situasi. Fantasi di dalam game
menjadi salah satu keuntungan bagi pemain dan kejadian-kejadian yang ada pada game sangat kuat, yang mana hal ini membawa pemain dan alasan
mereka untuk melihat permainan itu kembali. Pemain menyatakan dirinya
Universitas Sumatera Utara
termotivasi bermain karena bermain game itu menyenangkan, memberi kesempatan untuk bereksperimen, dan lain-lain, tetapi sebenarnya tanpa sadar
mereka termotivasi, karena bermain game memberikan kesempatan mengekspresikan dirinya dan terkadang jenuh terhadap kehidupan nyata
mereka.
D. Remaja
1. Definisi Remaja
Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikologis Mubin
dan Cahyadi, 2006. Menurut Monks 1998 batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Batasan usia remaja terbagi atas tiga fase, yaitu: fase remaja
awal 12-15 tahun, fase remaja pertengahan 15-18 tahun, fase remaja akhir 18-21 tahun. Individu yang memasuki masa remaja awal banyak mengalami perubahan-
perubahan, baik itu secara fisik maupun psikologis. Remaja awal secara psikologis banyak mengalami perubahan dalam hal nilai-nilai, sikap, dan perilaku serta
cenderung dianggap belum matang dibanding dengan remaja akhir Hurlock, 1999.
Berdasarkan penjelasan mengenai definisi remaja awal diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja awal adalah seorang individu yang berusia 12-15 tahun
yang mengalami perubahan fisik maupun psikologis dan cenderung dianggap belum matang.
2. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus dilakukan, dipecahkan dan diselesaikan oleh setiap individu dalam tahap-tahap perkembangannya, agar individu
dapat berbahagia. Apabila seseorang tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam batas-batas periode perkembangan dengan baik, orang tersebut
Universitas Sumatera Utara
akan merasa kurang bahagia dan mendapat kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan periode berikutnya Mubin dan Cahyadi, 2006.
Menurut Havighurst dalam Mubin dan Cahyadi, 2006, tugas perkembangan masa remaja adalah sebagai berikut:
a. Menjalin hubungan-hubungan baru dengan teman-teman sebaya, baik sesama jenis
maupun lain jenis kelamin. b.
Menerima keadaan fisiknya, dan menerima peranannya sebagai pria atau wanita. c.
Menginginkan dapat berperilaku yang diterima oleh sosial. d.
Mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala tindakan dan pandangan.
Tugas perkembangan remaja yang paling mendasari untuk penelitian ini adalah tugas perkembangan dimana remaja mampu menjalin hubungan baik dengan
orang lain, berperilaku yang diterima oleh sosial dan mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala tindakan dan pandangan. Memenuhi tugas
perkembangan tersebut, remaja sangat membutuhkan keterampilan sosial.
C. Hubungan antara Addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang Merrel, 2008. Selanjutnya
menurut Hargie, Saunders, Dickson, ketarampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun
nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, serta dapat menjalin hubungan yang baik bersosialisasi dengan orang lain, dimana keterampilan
ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan
interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ataupun kehilangan pengakuan sosial
dalam Gimpel Marrell, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa sejak individu lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur paling
dekat dengan anak maupun belajar dengan teman sebaya dan lingkungan masyarakat Erickson Freud, dalam Cartledge Millburn, 1995. Keterampilan sosial menjadi
sesuatu yang sangat penting dan krusial saat individu memasuki masa remaja Mu’tadin, 2002, karena keterampilan ini membantu remaja dalam menghadapi
berbagai macam pengaruh yang seringkali muncul dalam pergaulannya. Remaja hidup dalam lingkungan sosial yang berbeda-beda, yaitu lingkungan keluarga, sekolah,
teman sebaya, dan masyarakat Yusuf, 2004.
Menurut Hurlock 1999 banyak perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal baik secara fisik maupun psikologis. Secara psikologis
perubahan yang terjadi umunya adalah sikap, perilaku dan nilai-nilai. Maka, sebaiknya remaja awal memiliki keterampilan sosial.
Waktu senggang merupakan waktu yang rawan bagi seorang remaja. Bila remaja tidak mampu memanfaatkannya secara positif, seorang remaja akan mudah
terjerumus pada sikap dan tindakan-tindakan yang tercela, melanggar norma sosial dan memalukan nama keluarga. Misalnya, remaja yang suka mabuk-mabukan, kebut-
kebutan di jalan raya, melakukan penodongan, perampokkan, dan sebagainya. Akan tetapi, bila remaja mampu mengembangkan diri, kreativitas dan bakat-bakatnya.
Dalam kehidupan kelompok teman sebaya peer-group, adakalanya remaja menghabiskan waktu-waktu senggangnya dengan ngobrol, bermain gitar, nongkrong
di mall, di pinggir jalan sambil menggoda remaja yang berlawanan jenis yang sedang lewat dan sebagainya. Namun, tidak sedikit remaja asyik dengan hobinya, misalnya
membaca buku sastra, roman, novel, komik, mendengarkan musik, menontotn video, film, memancing, berolahraga, dll Dariyo, 2004.
Bentuk rekreasi yang sering di lakukan oleh remaja adalah bermain. Di antara berbagai jenis permainan yang sering dimainkan oleh remaja adalah game online
Salah satu apalikasi yang sering digunakan oleh remaja adalah game online. Game online merupakan jenis situs yang menyediakan berbagai macam jenis permainan
yang dapat melibatkan beberapa orang pengguna internet di berbagai tempat yang berbeda untuk saling terhubung di waktu yang sama. Game online tidak hanya dapat
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk bermian, tapi dapat juga untuk membina hubungan yang lebih luas dengan orang lain.
Salah satu bentuk game online yang banyak dimainkan di Indonesia adalah Massively Multiplayer Online Role Playing Game disingkat MMORPG yaitu sebuah
permainan di mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokoh-
tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan dalam Young
Afren, 2010.
Menurut Neils Clark P. Shavaun Scott 2009 yang menyatakan bahwa jenis permainan game online di desain agar para penggunanya dapat mengembangan
kemampuan sosialnya dengan melakukan kerjasama dengan pemain lainnya, meningkatkan kognitifnya dengan memberikan stimulus permainan yang mengasah
kognitifnya untuk mampu mengikuti aturan-aturan yang ada, membuat strategi dan mengeluarkan pendapat, dan mengembangkan emosi dalam diri dengan
mengendalikan emosi, tidak egois, mengerti arti kemenangan, kekalahan dan keadalian.
Game online memiliki kecenderungan membuat pemainnya asyik di depan komputer hingga melupakan waktu Young, 2008. Internet addiction merupakan
sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam meggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat
online Young, 1998. Pengguna internet akan menghabiskan banyak waktunya di depan komputer terutama berkaitan dengan aktivitas yang dilakukannya saat internet
seperti saat bermain game online. MMORPG merupakan salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja.
Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata
Howard Jacob, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Remaja yang kecanduan internet akan mengalami konflik, dimana konflik antara lingkungan dan psikologis. Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun
mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan sekolah, atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh
penggunaan internet. Dimana konflik tersebut berupa menurunnya prestasi akademis akibat sering menghabiskan waktu di internet, hubungan dengan teman, keluarga
menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Pergaulan hanya di internet saja, sehingga membuat para pecandu internet menjadi terisolir dari
teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata dalam Griffiths, 2001.
Individu yang ketagihan untuk terus bermain games secara online, secara bertahap akan membuat individu tersebut lebih memikirkan mengenai karakter-
karakter yang ada di game online tersebut dibandingkan dalam kehidupan nyata seperti sekolah, makan dan mandi, sehingga sulit untuk berhenti, individu akan
tertarik dan akan sangat bergantung pada internet Baroto, 2008. Remaja harus mampu berhubungan baik dengan teman-temannya dan orang
lain. Remaja yang menggunakan game online dengan konsumsi waktu yang lama, akan membuat remaja kehilangan waktunya untuk berinteraksi dengan teman-
temannya maupun orang lain dan lalai melaksanakan kewajibannya sehari-hari, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa kecanduan internet game online mengurangi
kualitas hubungan mereka dengan lingkungan dan pemenuhan tanggung jawab sehari- hari menjadi rendah, padahal kondisi ini merupakan media yang paling dibutuhkan
remaja untuk mengembangkan keterampilan sosialnya.
Berangkat dari kenyataan diatas penulis ingin melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan negatif antara internet addiction bermain
Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial
G. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan dan analisa atas teori-teori tersebut maka diajukan hipotesa yaitu ada hubungan negatif antara Addiction Massively
Universitas Sumatera Utara
Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial. Artinya semakin tinggi internet addiction bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game,
semakin rendah keterampilan sosial pada remaja.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai: A Identifikasi Variabel Penelitian, B Definisi Operasional Variabel Penelitian, C Populasi, Sampel, dan Metode
Pengambilan Sampel, D Metode Pengumpulan Data, dan E Validitas, Reliabilitas Alat Ukur, dan Uji Daya Beda Aitem, F Prosedur Pelaksanaan Penelitian, G
Metode Analisis Data.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel X : Internet Addiction Variabel Y : Keterampilan Sosial
B Definisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk menghindari terjadinya perbedaan persepsi dalam memahami dan menginterpretasi pengertian dari masing-masing variabel dalam penelitian ini, maka
variabel-variabel tersebut dibuat definisi operasionalnya sebagai berikut :
1. Keterampilan Sosial
Keterampilan Sosial merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mampu berinteraksi dengan orang lain yang menunjukkan perilaku positif sesuai dengan
konteks sosial dan menjauhi perilaku yang tidak disukai oleh lingkungan serta bersifat
dipelajari bukan bawaan lahir.
Keterampilan sosial dalam penelitian ini akan diungkap menggunakan alat ukur berupa skala keterampilan sosial, yang dibuat berdasarkan dimensi-dimensi
keterampilan sosial yang disusun oleh Caldarella Merrell 1997. Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam skala keterampilan sosial yang diberikan,
Universitas Sumatera Utara
semakin tinggi keterampilan sosial yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam skala keterampilan sosial yang diberikan, artinya
semakin rendah keterampilan sosial yang dimilikinya.
2. Addiction MMORPG
Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata.
Addiction MMORPG dalam penelitian ini akan diungkap melalui alat ukur berbentuk skala Addiction MMORPG yang disusun oleh peneliti berdasarkan komponen-
komponen yang dikemukakan oleh Griffiths 2008. Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam skala addiction MMORPG yang diberikan, semakin tinggi
addiction MMORPG yang dirasakannya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam skala addiction MMORPG yang diberikan, artinya semakin
rendah addiction MMORPG yang dirasakan.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama Hadi,
2000. Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah remaja awal pengguna game online khususnya MMORPG. Kemudian akan diambil wakil dari populasi yang
disebut sampel penelitian.
Sampel penelitian ini adalah sebagian subjek dari populasi yang terjaring melalui teknik pengambilan sampel. Menurut Hadi 2000, sampel adalah sebagian
populasi yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat serta ciri-ciri yang dikendalikan dari populasi. Sampel harus memiliki sedikitnya satu sifat yang sama.
Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Remaja awal yaitu berusia 12-15 tahun
Alasan diambilnya sampel remaja adalah karena keterampilan sosial sangat penting dan krusial dibutuhkan ketika seseorang memasuki usia remaja,
terutama awal karena banyak perubahan terjadi secara cepat pada masa remaja awal, baik itu sikap, perilaku dan nilai-nilai dan cenderung dianggap belum
matang Hurlock, 1999 dan hasil penelitian Sophie 2006 melaporkan remaja awal paling banyak bermain game online.
b. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Pemilihan sampel jenis kelamin laki-laki dan perempuan, karena menurut observasi peneliti dan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak hanya laki-laki
yang menggunakan aplikasi internet berupa game online atau yang mengakses game online, tapi perempuan juga memiliki ketertarikkan dalam bermain game
online Young, 2006. c.
Bermain jenis MMORPG Jenis game ini dipilih berdasarkan penilitian young 2009 yang menyatakan
bahwa game MMORPG salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja. Dan jenis
games ini sangat dekat dengan lingkungan sosial dimana para pemain mendapat kesempatan untuk sama-sama bermain.
d. Memiliki kecenderungan mengalami addiction MMORPG, dimana bermain
game online selama 4 jam sehari. Karakteristik sampel ini dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan
dinyatakan bahwa para pengguna game online dapat dinyatakan mengalami kecenderungan mengalami internet addiction, bila seseorang tersebut
memainkan game online selama 4 jam sehari Young, 2006. e.
Telah menggunakan internet minimal selama 6 bulan. Karakteristik sampel ini dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Young dalam Essau, 2006, para pengguna internet dapat dinyatakan bahwa dia mengalami kecenderungan internet addiction, bila seseorang menggunakan
internet minimal selama 6 bulan Young, 1996.
Universitas Sumatera Utara
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu agar diperoleh sampel yang
dapat mewakili populasi Hadi, 2000.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode non purpossive Sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya Hadi, 2000.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala merupakan suatu alat ukur dengan menggunakan daftar pernyataan-pernyataan
yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga calon responden hanya tinggal memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Metode skala berdasarkan pada
self report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi tentang diri Hadi, 2000.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua skala yaitu skala Keterampilan Sosial dan skala Addiction MMORPG.
1. Skala Keterampilan Sosial
Skala Keterampilan Sosial digunakan untuk mengungkap data tentang keterampilan sosial. Aspek-aspek yang digunakan dalam menyusun skala tersebut diambil dari
Caldarella Merrell 1997.
Skala disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori aitem favorable dan unfavorable dengan lima alternatif jawaban yaitu Sangat Tidak Sesuai
STS, Tidak Sesuai TS, Netral N, Sesuai S, Sangat Sesuai SS. Jumlah aitem
Universitas Sumatera Utara
pada skala keterampilan sosial ini adalah sebanyak 84 item yang terdiri dari 42 aitem favorable dan 42 aitem yang unfavorable.
Keterampilan sosial dapat dilihat melalui skor yang diperoleh individu dari skala tersebut. Semakin tinggi skor skala maka semakin tinggi keterampilan sosialnya.
Sebaliknya semakin rendah skor skala maka semakin rendah pula keterampilan sosialnya.
Secara lebih rinci, penyebaran aitem pernyataan untuk skala keterampilan sosial dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 : Distribusi Aitem-Aitem Skala keterampilan sosial sebelum Uji Coba
2. Skala Addiction MMORPG
Skala Addiction MMORPG digunakan untuk mengungkap tingkat Addiction MMORPG subjek penelitian. Adapun aitem-aitem dalam skala disusun berdasarkan
dimensi addiction MMORPG yang diungkapkan oleh Griffiths 2008.
Konstrak Aspek
Aitem Jumlah
Favorable unfavorable
Keterampilan Sosial
Hubungan teman sebaya peer relation
1, 11, 21, 34, 45, 58,73
3, 18, 28, 36, 51, 66,79
14 Managemen diri self-
management 2, 12, 22, 35,
46, 59,74 4, 19, 29, 37,
52, 67, 80 14
Kemampuan akademis
academic 5, 13, 23, 38,
43, 47,60, 61, 75, 76
7, 20, 30, 40, 53, 54, 68, 69,
81, 82 20
Kepatuhan compliance 6, 16, 31, 32,
39,62, 70 8, 14, 24, 41,
48, 55, 77 14
Perilaku assertive
assertion
9, 17, 26, 27, 42, 49,
50, 57, 64, 65, 78
10, 15, 25,
33, 84, 44, 56,
63, 71, 72, 83
22
Total 42
42 84
Universitas Sumatera Utara
Model skala yang digunakan adalah penskalaan model Likert yang menggunakan metode rating. Skala ini juga menggunakan lima pilihan jawaban dari
pernyataan-pernyataan yang favorable dan unfavorable yaitu ; Sangat Setuju SS, Setuju S, Netral N, Tidak Setuju TS dan Sangat Tidak Setuju STS. Jumlah item
pada skala addiction MMORPG ini adalah 88 item yang terdiri atas 44 item yang favorable dan 44 item yang unfavorable.
Penilaiannya bergerak dari 4 sampai 0 untuk item-item yang favorable dan 0 sampai 4 untuk item-item yang unfavorable. Semakin tinggi skor subjek maka
semakin tinggi tingkat addiction MMORPG dan semakin rendah skor yang diperoleh subjek penelitian maka semakin rendah tingkat addiction MMORPG.
Secara lebih rinci, penyebaran aitem pernyataan untuk skala addiction MMORPG dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2: Distribusi Aitem-Aitem Skala addiction MMORPG sebelum Uji Coba
konstrak Aspek
Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
Addiction
MMORPG
Salience
1, 2, 24, 41, 49, 76, 77
13, 14, 32, 33, 59, 69, 83
14
Mood modification
15, 16, 25, 42, 50, 84
3, 4, 34, 60, 70, 78
12
Toleransi
5, 6, 35, 36, 43, 51, 52, 71,
85 17, 18, 26, 27,
44, 61, 62, 78, 79
18
Penarikan diri withdrawal
19, 20, 37, 45, 63, 72
7, 8, 28, 53, 86, 88
12
Conflict
9, 10, 29, 30, 54, 55, 64, 65,
67, 68, 81 21, 22, 38, 39,
46, 47, 57, 58, 73, 74, 87
22
Relapse
23, 31, 48, 56, 75
11, 12, 40, 66, 82
10
Total 44
44 88
Universitas Sumatera Utara
E. Validitas, Reliabilitas Alat Ukur, dan Uji Daya Beda Aitem
Masalah yang timbul pertama kali dalam praktek pengukuran adalah seberapa jauh alat pengukur dapat mengungkap dengan jitu gejala atau bagian-bagian gejala yang
hendak diukur, sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur dan
seberapa jauh alat ukur pengukur dapat menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran, dapat menunjukkan dengan sebenarnya status atau keadaan gejala atau
bagian gejala yang diukur Azwar, 2005. Hal-hal yang dilakukan untuk mengumpulkan data dalam mengungkap kondisi yang ingin diukur tergantung pada
validitas, uji daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur yang akan digunakan.
1. Validitas Alat Ukur
Untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu langkah untuk mendapatkan
validitasnya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan validitas isi,yaitu validitas yang menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi
yang hendak diukur oleh tes itu. Pengujian validitas ini tidak melalui analisa statistika melainkan menggunakan analisis rasional yang dalam penelitian ini peneliti meminta
pendapat profesional yaitu dosen pembimbing. Dengan menggunakan alat ukur yang telah ada akan dilakukan analisa logis untuk menetapkan apakah aitem-aitem yang
telah dikembangkan memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur Suryabrata, 2000.
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam
beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, diperoleh
Universitas Sumatera Utara
hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah Azwar, 1997. Jenis reliabilitas dalam penelitian ini adalah internal
consistensy reliability dengan menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach Cozby, 2004. Setelah diketahui validitas dan reliabilitas alat ukur maka dilakukan
seleksi aitem.
3. Uji Daya Beda Aitem
Uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak
memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi
ukur tes Azwar, 2000.
Pengujian daya beda aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor
skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total r
it
yang dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan r
it
≥ 0,30. Semua aitem yang
mencapai koefisien korelasi minimal 0,30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga r
it
kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah Azwar, 2005.
Teknik statistika yang digunakan adalah koefisiensi Product Moment oleh Pearson. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor skala
berarti semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan skala secara keseluruhan yang berarti semakin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasi rendah
mendekati angka nol berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala dan daya bedanya tidak baik Azwar, 2000. Uji daya beda aitem ini akan
digunakan pada alat ukur dalam penelitian ini, yaitu skala addiction MMORPG dan skala keterampilan sosial.
Universitas Sumatera Utara
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian F. 1. Hasil Uji Coba Alat Ukur Keterampilan Sosial
Uji coba skala keterampilan sosial dilakukan pada 100 remaja yang masih bersekolah. Adapun hasil uji coba skala keterampilan sosial ini akan dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3 :
Distribusi Aitem-Aitem Hasil Uji Coba Skala Keterampilan Sosial Konstrak
Aspek Aitem
F Favorable
unfavorable
Keterampilan Sosial
Hubungan teman
sebaya peer relation
1, 21, 45, 58,73 3, 18, 28, 51 9
Managemen diri
self- management
12, 22, 46, 59 4, 19, 29, 52,
80 9
Kemampuan akademis
academic 13, 23, 38, 43,
47 20, 30, 53, 54
9
Kepatuhan compliance
16, 31, 39, 70 14, 41, 48, 55,
77 9
Perilaku assertive
assertion 17, 26, 27, 64,
78 33, 84, 71, 72
9
Total 23
22
45
Berdasarkan hasil uji coba sebanyak 84 aitem skala keterampilan sosial diterima 63 aitem yang valid 0, 300. Akan tetapi diadakan lagi pemilihan aitem
yang lebih mewakili dari setiap aspek sehingga jumlah aitem yang dijadika n alat
penelitian adalah sejumlah 45 aitem dengan alpha 0,875 yang dapat dilihat pada Tabel
3. Hal ini dikarenakan pada masing-masing aspek tidak mempunyai tujuan ukur yang berbeda secara spesifik satu sama lain melainkan merupakan dimensi saja dari satu
tujuan ukur yang lebih luas, maka aitem yang berdaya diskriminasi tinggi sebagai
Universitas Sumatera Utara
aitem final tanpa perlu risau mengenai komposisi jumlah aitem dalam setiap dimensinya Azwar, 2005.
Pada skala diatas akan dilakukan perubahan tata letak urutan nomor aitem- aitem. Hal ini dilakukan dikarenakan aitem yang gugur dan yang tidak terpilih tidak
diikutsertakan lagi dalam skala penelitian. Distribusi aitem-aitem skala yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Distribusi Aitem-Aitem Skala Keterampilan Sosial Konstrak
Aspek Aitem
F Favorable
unfavorable
Keterampilan Sosial
Hubungan teman
sebaya peer relation
1, 12, 26, 35, 41
2, 9, 17, 30 9
Managemen diri
self- management
4, 13, 27, 36 3, 10, 18, 31,
44 9
Kemampuan akademis
academic 5, 14, 22, 25,
28 11, 19, 32, 33
9
Kepatuhan compliance
7, 20, 23, 38 6, 24, 29, 34,
42 9
Perilaku assertive
assertion 8, 15, 16, 37,
43 21, 45, 39, 40
9
Total 23
22
45
Universitas Sumatera Utara
F. 2. Hasil Uji Coba Alat Ukur