di Indonesia dan berbagai kendala yang mungkin t imbul dalam mengaplikasikan konsep t ersebut secara efekt if sert a alt ernat if solusi unt uk
mengat asinya.
4.1. Kondisi Pra-Indonesian Code
Indonesia t elah dilanda krisis ekonomi di sekit ar t ahun 1997 1998, sement ara gerakan ke arah pembenahan kondisi corporat e governance baru
dimulai di t ahun 1999 dengan t erbent uknya Komit e Nasional Kebij akan Corporat e Governance KNKCG at au NCCG. Namun momen pent ing yang amat
menent ukan perj alanan konsep corporat e governance di Indonesia lebih lanj ut baru t erj adi di t ahun 2001, yait u dengan t ersusunnya sebuah pedoman good
corporat e governance Indonesian Code oleh NCCG bersama para pelaku bisnis. Kondisi prakt ik corporat e governance di Indonesia sebelum dan sesudah
krisis ekonomi berlangsung sampai dengan pedoman t adi t erbent uk April 2001 dapat dikat akan t idak j auh berbeda sama sekali.
Para pelaku bisnis di Indonesia dapat dikat egorikan ke dalam t iga kelompok, yait u BUMN, Swast a, dan Koperasi. BUMN merupakan kelompok
pelaku bisnis yang pemilik modalnya adalah pemerint ah. Meskipun pemerint ah seharusnya hanya berperan sebagai regul at or, namun t erdapat berbagai
alasan logis pembent ukan BUMN di Indonesia. Alasan-alasan t ersebut t erdiri dari: 1 unt uk wadah aset asing yang dinasionalisasi; 2 unt uk membangun
indust ri yang dibut uhkan masyarakat t et api masyarakat sendiri at au swast a t idak mampu melaksanakannya; 3 unt uk membangun indust ri yang sangat
st rat egis yang berkait an dengan keamanan negara Nugroho dan Siahaan 2005. Menurut sej arahnya asal mula pembent ukan BUMN ini adalah ket ika
diberlakukannya kebij akan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda yang beroperasi di Indonesia. BUMN ini bergerak di berbagai bidang usaha
yang ada, sepert i perdagangan, perkebunan, pert ambangan, berbagai sekt or j asa misalnya perbankan, t ransport asi laut , darat , dan udara sert a
t elekomunikasi dan usaha manufakt ur misalnya perkapalan, pupuk, semen, indust ri senj at a, dan lain-lain. Di luar kelompok BUMN, masih ada kelompok
15
Azhar Maksum: Tinjauan Atas Good Corporate Governance Di Indonesia, 2005. USU e-Repository © 2008
swast a, yait u perusahaan-perusahaan yang pemilik modalnya adalah pihak swast a dan j uga pelaku usaha yang berbent uk koperasi.
Di kelompok pelaku bisnis swast a sebagian besar perusahaan kit a adalah perusahaan keluarga Solomon dan Solomon 2004 yang dengan
demikian t ent u j uga dikendalikan oleh para anggot a keluarga. Meskipun dengan dibukanya pasar modal sebagian dari perusahaan-perusahaan t ersebut
t elah menj ual sahamnya ke masyarakat umum, namun dominasi keluarga dalam kepemilikan saham ini masih t et ap bert ahan. Dengan demikian
berbagai prinsip good corporat e governance sebagaimana disebut di at as menj adi sulit unt uk diaplikasikan secara efekt if. Misalnya perlindungan
t erhadap pemegang saham minorit as dan asing menj adi kurang, dit unj uknya kalangan keluarga sebagai anggot a direksi yang selalu mengabaikan unsur
profesionalisme, informasi menj adi t idak t ransparan dan sebagainya. Lebih lanj ut para pelaku bisnis pemilik perusahaan-perusahaan swast a
besar, sering disebut konglomerat ini memiliki hubungan sangat erat dengan para pej abat pent ing di negara ini Tj ager dkk. 2003 sehingga perusahaan-
perusahaan t ersebut selalu mendapat perlakuan ist imewa dan perlindungan dari pemerint ah. Hal ini mengakibat kan t idak dipergunakannya konsep-konsep
korporasi yang benar dalam menj alankan roda bisnisnya. Akibat nya pelaku usaha menj adi kurang profesional dan memiliki daya saing yang rendah. Hal
ini t elah dibukt ikan dengan ambruknya para konglomerat ket ika t erj adinya krisis keuangan t ahun 1997-1998 yang berlanj ut menj adi krisis ekonomi yang
berkepanj angan. Tanri Abeng menyat akan: “ Kedigj ayaan perekonomian yang dimot ori dan dipilari oleh para pengusaha swast a-raksasa alias konglomerat -
yang kit a banggakan t iga t ahun silam-t idak ada art inya dalam menghadapi krisis” Nugroho dan Siahaan 2005.
BUMN merupakan salah sat u pelaku bisnis yang mendominasi perekonomian kit a sej ak dilaksanakannya kebij akan nasionalisasi perusahaan
milik Belanda oleh pemerint ah. Namun dominasi t ersebut kelihat annya hanya berlaku unt uk j umlah dan bidang usaha yang dimasuki, dan t idak dalam
peranan dan fungsinya sebagai mot or penggerak ekonomi. Dalam t eori propert y right s di mana negara sebagai pemilik BUMN belum memiliki
16
Azhar Maksum: Tinjauan Atas Good Corporate Governance Di Indonesia, 2005. USU e-Repository © 2008
pengert ian yang j elas sehingga BUMN sepert inya t idak memiliki pemilik sama sekali, maka BUMN dalam banyak hal beroperasi secara t idak efisien.
Beberapa st udi t elah membukt ikan dan mendukung kesimpulan ini, sepert i st udi Hanke 1987, Mardj ana 1995. Begit u j uga halnya dengan t eori
monopoli yang menyat akan bahwa BUMN dalam banyak kasus sering menerima privel ege monopoli yang mengakibat kan sering t erj erumus menj adi t idak
efisien. Dengan t erperangkap dalam j ebakan inefisiensi ini, maka j elas bukan hanya daya saing yang lemah saj a yang melekat pada t ubuh BUMN, melainkan
j uga rendahnya kinerj a yang dicapai. Selain beroperasi secara inefisiensi, sudah menj adi rahasia umum pula
bahwa BUMN kit a merupakan lembaga bisnis milik negara yang sudah lama t erj angkit virus KKN. Apalagi berbagai kepent ingan polit ik j uga ikut
mengint ervensi perj alanan BUMN sehingga akhirnya mengganggu ruang gerak manaj emennya dalam menuj u efisiensi yang j elas merupakan unsur yang
sangat pent ing dalam menghasilkan kinerj a yang t inggi dan daya saing yang kuat . Hal yang t idak j auh berbeda j uga t erj adi dengan koperasi yang sudah
memiliki sej arah panj ang yang kurang enak unt uk didengar. Dari gambaran t ent ang kondisi pelaku bisnis ini dapat disimpulkan bahwa
kondisi aplikasi corporat e governance di era sebelum krisis ekonomi berlangsung adalah buruk. Hal ini j uga dapat diukur dari keberadaan elemen-
elemen ut amanya yang sekurang-kurangnya t erdiri dari: ket ersediaan pedoman resmi nat ional code prakt ik good corporat e governance, eksist ensi
komisaris independen independent direct ors dan eksist ensi komit e audit dalam perusahaan di sej umlah negara Asia t ermasuk Indonesia. Kondisi
t ersebut dapat dilihat dalam t abel di bawah ini.
17
Azhar Maksum: Tinjauan Atas Good Corporate Governance Di Indonesia, 2005. USU e-Repository © 2008
Tabel 2. Kondisi Corporat e Governance per Januari 1997
Country Official Code of
Best Practices Mandatory Independent
Directors Mandatory Audit
Committee
Cina Hongkong
YES YES
India
Indonesia
Korea Malaysia
YES YES
Filipina Singapura
YES YES
Taiwan Thailand
Sumber: Alij oyo dan Zaini 2004.
Dari t abel di at as t erlihat bahwa pada Januari 1997 pada saat krisis mulai dan t ent unya j uga menggambarkan kondisi sebelum krisis t erj adi,
Indonesia sama sekali belum memiliki pedoman at au st andar best pract ices of good corporat e governance dan hal ini t ent u merupakan indikat or yang kuat
bahwa kondisi corporat e governance kit a buruk. Hal ini didukung pula dengan kenyat aan bahwa pada masa it u keberadaan komisaris independen dan j uga
komit e audit belum menj adi suat u keharusan. Kondisi ini berlaku unt uk ket iga pelaku bisnis kit a yang ada.
Dengan kondisi sebagaimana t ergambar di at as, j elaslah bahwa para invest or yang profesional akan merasa enggan unt uk berinvest asi di Indonesia
karena keamanan invest asinya t idak t erj amin. Berbagai survai t elah dilakukan unt uk melihat bagaimana kondisi implement asi corporat e governance pada
ket ika it u. Salah sat u di ant aranya adalah survai yang dilakukan oleh Pricewat erhouse Coopers di t ahun 1999 t erhadap invest or-invest or di Asia
yang dapat menggambarkan bagaimana implement asi corporat e governance di berbagai negara Asia. Dalam hasil survai it u t erlihat j elas bahwa negara kit a
berada pada t ingkat an yang paling bawah. Gambar di bawah ini memperlihat kan posisi berbagai negara Asia dan
Aust ralia dalam penerapan corporat e governance menurut persepsi para invest or di Singapura.
18
Azhar Maksum: Tinjauan Atas Good Corporate Governance Di Indonesia, 2005. USU e-Repository © 2008
Baik Buruk
Gambar 2. Hasil Penelitian Penerapan Standar Corporat e Governance di
Beberapa Negara Asia dan Australia.
Selain buruknya kondisi prakt ik corporat e governance yang j elas memberikan kont ribusi t erbesar bagi t erj adi dan berlarut -larut nya krisis
ekonomi kit a, berbagai kondisi dan fakt or lainnya j uga ikut memberikan kont ribusi yang cukup berart i. Fakt or-f akt or t ersebut ant ara lain dapat
disebut kan, sepert i bank-bank yang dibebani dengan hut ang luar negeri yang t idak dihedge dalam j umlah yang cukup besar; pengalokasian kredit oleh
bank-bank kepada perusahaan-perusahaan yang hanya memberikan perhat ian yang kecil kepada penyelesaian hut ang di masa depan; t ingkat keberlabaan
usaha yang rendah; dan sebagainya.
4.2. Kondisi Pasca-Indonesian Code