2.4.2. Peranan SalmeterolFlutikason propionat dalam Penatalaksanaan PPOK
LABA merupakan bronkodilator lini satu dalam penatalaksanaan PPOK stabil. Efikasi dan keamanan dalam mengatasi obstruksi saluran napas sejalan dengan menurunnya frekwensi
eksaserbasi dan beratnya simptom dengan meningkatnya kualitas hidup. Yang menarik, beberapa penelitian mendokumentasikan bahwa inhalasi LABA yaitu salmeterol dan formoterol lebih efektif
sebagai pengobatan regular untuk jangka panjang dibandingkan dengan antikolinergik pada pasien PPOK stabil. Hal ini sangat penting karena selama ini antikolinergik lebih dipilih sebagai terapi
lini satu jangka panjang pada pasien PPOK stabil. LABA yang diberikan sebagai terapi kombinasi dengan antikolinergik lebih efektif dibandingkan dengan menambahkan SABA pada terapi pasien
PPOK stabil.
26
Sedikitnya telah dilakukan 2 penelitian yang mengindikasikan bahwa pada pasien PPOK berat inhalasi kortikosteroid dosis tinggi akan mengurangi derajat eksaserbasi seperti sesak napas,
batuk berdahak dan mengi. Eksaserbasi akan memberikan pengaruh negatip terhadap kualitas hidup serta biaya perawatan kesehatan. Saat ini, terdapat pilihan penggunaan inhalasi
kortikosteroid dosis tinggi antara lain 500µg flutikason propionat, 800µg budesonid atau 1000µg beklometason dipropionat per hari.
6
Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya memperlihatkan bahwa inhalasi kortikosteroid tidak mempengaruhi sel dan mediator inflamasi pada sputum pasien PPOK stabil,
tetapi penelitian lain melaporkan bahwa pengobatan dengan kortikosteroid merangsang respon biologis yang berhubungan dengan perubahan akhir hasil klinis. In vitro kortikosteroid mengurangi
penarikan dan aktivasi kemotaksis netrofil. In vivo, kortikosteroid meningkatkan kapasitas inhibisi elastase netrofil dan meningkatkan penurunan netrofil dalam mukus. Lebih lanjut
kortikosteroid akan mengurangi mengurangi rasio sel limfosit T CD8CD4 walaupun tidak
Universitas Sumatera Utara
memberikan efek pada sebagian besar sel inflamasi PPOK. Inhalasi kortikosteroid juga merangsang penurunan jumlah IL8 dan myeloperoxidase pada cairan BAL, sama seperti terjadinya
penurunan jumlah sel dan proporsi netrofil sputum. Penemuan ini menyokong penggunaan inhalasi kortikosteroid dalam penatalaksanaan PPOK stabil.
26
Salpeter dkk 2008 melakukan evaluasi terhadap 22 penelitian dengan waktu minimum 3 bulan terhadap efikasi dan keamanan dari
β
2
- agonist SABA dan LABA dibandingkan dengan plasebo dan antikolinergik pada PPOK stabil.
Hasilnya, hanya 12 penelitian yang membandingkan LABA dengan plasebo atau antikolinergik 7,449 pasien. Mereka mendapatkan bahwa
β
2
-agonist mengurangi resiko eksaserbasi PPOK yang berat. Kemudian dilakukan evaluasi penelitian dengan waktu minimum 1 bulan dan didapatkan 17
penelitian dengan jumlah pasien 13,845 orang. Hasilnya LABA mengurangi eksaserbasi PPOK yang berat dan memberikan efek yang menguntungkan berdasarkan pemeriksaan terhadap uji faal
paru, meningkatnya kualitas hidup dan berkurangnya penggunaan obat-obatan untuk mengatasi serangan dibandingkan dengan plasebo.
10
Pada Trial of Inhaled Steroids And Long-Acting β2-
Adrenoceptor Agonists TRISTAN memperlihatkan onset perbaikan yang cepat pada pengobatan dengan kombinasi salmeterol dan flutikason propionat.
27
Pada pengamatan in vitro menggunakan fibroblast primer paru manusia dan sel otot polos pembuluh darah, LABA merangsang translokasi
reseptor glukokortikoid GR dari sitosol sel sampai ke inti sel dan merubah respon GR. LABA memiliki kerja yang serupa dengan kortikosteroid dalam menekan inflamasi termasuk kerjanya
pada histon asetilasi dan deasetilasi atau melalui efek aktivasi faktor transkripsi nuclear factor NF. Yang terbaru diketahui bahwa kombinasi glukokortikoid dan LABA sejalan dengan aktivasi
GR meningkatkan ikatan protein yang termasuk kedalam kelompok faktor transkripsi yang merupakan proses differensiasi dari sejumlah jaringan. Lebih lanjut, pemberian secara bersamaan
menyebabkan konsentrasi obat lebih efektif dibandingkan jika obat ini diberikan secara terpisah.
Universitas Sumatera Utara
Data ini akan memberi sokongan terhadap pemikiran bahwa kombinasi dua obat memiliki keuntungan jika diberikan secara bersamaan.
26
Salmeterol memiliki efek penghambatan mediator inflamasi, sel mast seperti histamine, leukotrien, dan prostaglandin D
2
, mengurangi edema saluran napas dengan mengurangi bocornya plasma, dan mengurangi hiper responsif bronkus. Selain itu, stimulus reseptor epitel
β
2
- adrenoreseptor meningkatkan pergerakkan silia sehingga terjadi peningkatan daya pembersihan
mukosiliari.
9
Salmeterol yang nama kimianya adalah 2 - hydroxymethyl - 4 - [1 - hydroxyl – 2
- [6-4-phenylbutoxy hexylamino] ethyl] -phenol dan formulasi kimianya
C
25
H
37
NO
4
adalah LABA pertama yang diperkenalkan di Amerika Serikat. Molekul dasarnya adalah mirip albuterol
dengan rantai etilamin menyambung hingga rantai atom karbon-10 yang berakhir sebagai lingkaran benzyl seperti yang terlihat pada gambar 2.4 di bawah ini. Rantai panjang ini
menyebabkan lingkaran terminal yang inaktif berkhir pada reseptor β
2,
dan menyebabkan juga bagian aktif dari molekul
β
2
berulangkali lepas dan menempel kembali pada reseptor. Hal inilah yang menyebabkan kerja salmeterol bertahan hingga 12 jam dengan range 8 sampai 20 jam.
Salmeterol merupakan molekul lipofilik yang bereaksi dengan lemak dan memiliki molekul mass sekitar 415,57gmol. Salmeterol merupakan obat yang selektif, bersifat memanjang ke
samping melalui membran sel hingga target β
2
-adrenoreseptor yang merupakan reseptor utama pada otot polos bronkus. Salmeterol dapat berikatan berulangkali pada reseptor
β
2
tempat ikatannya, dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dry powder yang penetrasi ke mukosa
tenggorokan. Di tenggorokan salmeterol diserap, didistribusikan, dimetabolis dan diekskresikan. Salmeterol dapat diberikan secara regular sebanyak 1 sampai 2 semprot setiap 12 jam. Meskipun
salmeterol memiliki efek antiinflamasi, sebaiknya tetap diberikan kortikosteroid secara bersamaan. Dosis yang berlebihan dapat menyebabkan takikardia maupun aritmia yang berkepanjangan.
28,29,30
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Struktur kimia salmeterol
30
Salmeterol menghalangi netrofil melekat pada epitel sel bronkus, selain itu juga mengurangi jumlah netrofil yang melekat pada endotelial pembuluh darah dan mengurangi bocornya plasma.
Selain itu juga meningkatkan penumpukan kortikosteroid perifer, dan mengubah aktivitas antiinflamasinya.
26
Flutikason propionat C
25
H
31
F
3
O
5
S adalah sintetik glukokortikoid sintetik generasi kedua dalam bentuk propionat ester. Flutikason propionat digunakan sebagai antiinflamasi dan antipruritik.
Nama kimianya adalah S-fluoromethyl-6alpha,9alpha-difluoro-11beta-hydroxy-16alpha-methyl-3- oxo-17alpha-propionyloxyandrosta-1,4-diene-17beta-carbothioate, seperti yang terlihat pada
gambar 2.5 di bawah ini. Flutikason propionat merupakan serbuk putih, yang tidak larut dalam air, larut dalam dimethyl sulfoxide dan dimethylformomide, sangat tidak larut dalam alkohol.
31
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Struktur kimia flutikason propionat
31
Glukokortikoid berfungsi untuk regulasi karbohidrat dan lemak, metabolisme protein dan menghalangi pelepasan ACTH adrenocorticotropic hormone. Glukokortikoid juga memiliki
pengaruh terhadap otot dan mikrosirkulasi, berperan serta dalam menjaga tekanan darah arteri, meningkatkan sekresi gaster, merubah respon connective tissue terhadap cedera, menghalangi
produksi kartilago, menghambat inflamasi, alergi dan respon imunologi, mengurangi jumlah limposit sirkulasi, dan berpengaruh terhadap fungsi sistem saraf pusat.
31
Penggunaan kortikosteroid sebagai terapi standar pada pasien PPOK masih diperdebatkan. Namun pada pasien dengan adanya eksaserbasi yang ditandai dengan memburuknya hambatan aliran udara
dengan gejala yang mirip dengan asma maka terapi yang sama dengan terapi asma maka akan mengurangi hambatan aliran udara, edema bronkus, produksi mukus, bronkospasme, dan
inflamasi. Penggunaan kortikosteroid pada pasien PPOK stabil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan akan memberikan keuntungan berupa melambatnya penurunan fungsi paru dan
berkurangnya ekaserbasi.
32
Kortikosteroid telah terbukti memberi kemampuan pada obat
Universitas Sumatera Utara
simpatomimetik dengan meningkatkan daya respon reseptor β
2
dan meningkatkan konsentrasi intraseluler cAMP.
26
Inhalasi kortikosteroid biasanya diberikan dengan dosis yang tinggi pada pasien PPOK. GOLD 2008 merekomendasikan penggunaan terapi secara regular dengan inhalasi
kortikosteroid baik tunggal maupun dengan kombinasi LABA, diberikan pada pasien PPOK berat VEP1 50 prediksi, dan seringnya eksaserbasi yang membutuhkan pengobatan dengan
antibiotik dan atau tanpa kortikosteroid. Respon terhadap kortikosteroid tergantung pada derajat PPOK. Pemberian inhalasi kortikosteroid pada pasien PPOK derajat 3 meningkatkan kualitas
hidup dan berkurangnya eksaserbasi. Kortikosteroid bekerja dengan berikatan pada reseptor glukokortikoid GR yang lokalisasinya di sitoplasma sel. GR akan dijumpai pada hampir seluruh
jenis sel dan densitasnya bervariasi dari 200 sampai 30.000 per sel, dengan afinitas terhadap kortisol sekitar 30 nM, yang akan turun dalam kadar normal untuk konsentrasi plasma dari hormon
yang bebas.
33
Inhalasi flutikason propionat pada pasien PPOK stabil secara signifikan juga akan mengurangi jumlah SP-D dan IL-6 dan meningkatkan kualitas hidup serta fungsi paru dalam
waktu 4 minggu. Data ini mendukung terapi yang mengandung flutikason propionat akan mengurangi biomarker inflamasi sistemik spesifik. Yang menarik, dengan berkurangnya jumlah
SP-D berhubungan dengan meningkatnya kualitas hidup terutama keluhan sesak napas dan fungsi paru, mendukung dugaan bahwa inflamasi paru memegang peranan penting dalam
kesehatan pasien PPOK. Inhalasi flutikason propionat dengan atau tanpa salmeterol yang secara signifikan mengurangi kadar SP-D mungkin hanya dicapai pada PPOK yang stabil. SP-D adalah
glikoprotein kolagen yang besar, multisentrik, dengan berat sekitar 43 kD yang memegang peranan penting dalam imunitas awal dan pertahanan melawan inhalasi mikroorganisme dan partikel. SP-D
juga merupakan fungsi utama dalam regulasi hemostatik surfaktan di dalam paru dengan mengatur ultrastruktur surfaktan dan meningkatkan reuptake surfaktan oleh pneumosit tipe II. SP-D
Universitas Sumatera Utara
diproduksi terutama oleh pneumosit tipe II di dalam paru. Asap rokok dapat meningkatkan kadar SP-D di dalam serum. Di paru SP-D berguna untuk pertahanan paru dari oksidan bebas, inflamasi
dan stres infeksi. Walaupun demikian, ekspresi sistemik SP-D dapat berbahaya. Peningkatan SP-D berhubungan dengan semakin beratnya penyakit dan berkurangnya status kesehatan. Dari
percobaan klinis multisenter yang terbaru didapatkan data yang signifikan dimana inhalasi flutikason propionat atau kombinasinya akan menyebabkan penurunan SP-D dan menigkatnya
kualitas kesehatan serta fungsi paru pada pasien PPOK sedang hingga berat.
34
Gambar 2.6. Kombinasi LABA dan inhalasi kortikosteroid memutus siklus berat pada PPOK
26
Efek salmeterol pada fungsi paru pasien PPOK biasanya terlihat dalam 2 jam setelah inhalasi dosis pertama, dan onset bronkodilator ini tidak berbeda dengan yang dijumpai pada pasien asma.
Perubahan Arus Puncak Ekspirasi APE dilaporkan terjadi pada 24 jam setelah inhalasi. Sementara efek flutikason propionat baru terlihat pada 1 sampai 2 hari pengobatan. Vetsbo dkk
2005 mendapatkan efek salmeterolflutikason pada keluhan sesak napas terlihat dalam 2 hari
Universitas Sumatera Utara
terapi dan respon maksimum terhadap VEP1 serta APE dalam 2 minggu terapi.
27
Sementara Pinto- Plana dkk 2006 memperlihatkan hubungan yang signifikan antara penggunaan jangka panjang
inhalasi flutikason propionat dengan atau tanpa salmeterol dengan menurunkan level C-reactive protein CRP pada pasien PPOK yang mendapatkan terapi kombinasi.
34
Penelitian yang dilakukan oleh Jing-pin dkk 2007 dengan memberikan kombinasi salmeterol50µgflutikason
propionat 500µg pada pasien PPOK di Cina mendapatkan hasil peningkatan fungsi paru dan berkurangnya gejala klinis pada kelompok yang diberi perlakuan dibandingkan kelompok
plasebo.
35
Make dkk 2005 yang melakukan penelitian selama 8 minggu pada pasien 361 pasien PPOK derajat sedang hingga berat dengan menggunakan kombinasi salmeterol flutikason
propionat sebanyak 2 inhalasi perhari, mendapatkan hasil perbaikan VEP1 dan APE pagi, berkurangnya gejala yang timbul pada malam hari, terbangun malam hari akibat gejala respirasi,
dan penggunaan harian salbutamol sebagai penolong saat eksaserbasi. Dal Negro dkk 2003 yang melakukan penelitian pada 18 pasien PPOK yang diobservasi selama 52 minggu, mendapatkan
penurunan eksaserbasi selain peningkatan VEP1 pada kelompok yang diberikan salmeterolflutikason propionat.
Peninjauan sistemik terhadap penelitian kombinasi salmeterolflutikason propionat yang dilaporkan oleh Sin dkk 2003 dan Nannini dkk 2004 menyimpulkan terapi kombinasi lebih
efektif dibandingkan plasebo, secara klinis terjadi peningkatan fungsi paru, berkurangnya frekuensi eksaserbasi dan skor kualitas hidup. Barnes dkk 2006 yang melakukan biopsi bronkus
untuk mengukur inflamasi saluran napas, mendapatkan kelompok yang diterapi dengan salmeterolflutikason propionat jumlah sel T CD8 dan CD4 akan berkurang. Tetapi rasio CD8CD4
tidak berubah. Dan terdapat sedikit penurunan jumlah netrofil pada kelompok ini. Dan yang terakhir yang dilakukan oleh Sin dkk 2006 yang meneliti berkurangnya inflamasi sistemik pada
Universitas Sumatera Utara
pasien serta meningkatnya kualitas hidup pada pasien PPOK, menegaskan efek salmeterolflutikason propionat pada inflamasi sistemik adalah merupakan efek sekunder terhadap
inflamasi sistemik tersebut. Dan kontrol terhadap inflamasi sistemik merupakan hasil kontrol terhadap inflamasi lokal di paru.
36
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep