Pengertian dan Ciri-Ciri Peraturan Kebijakan

kewenangan eksekutif, dan pada umumnya tidak dapat dilahirkan aturan yang bersifat mengikat secara umum. 9 Didalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, suatu peraturan kebijakan dalam kerangka freies ermessen yang dibuat oleh pejabat administrasi negara adalah mencakup dalam hal-hal sebagai berikut: 1. Belum adanya perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian in concreto terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera; 2. Perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya; 3. Adanya delegasi perundang-undangan, maksudnya aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya. 10 Adapun ciri-ciri dari peraturan kebijakan itu sendiri, J.H Van Kreveld mengemukakan bahwa peraturan kebijakan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Peraturan itu langsung ataupun tidak langsung tidak didasarkan pada ketentuan undang-undang formal ataupun UUD yang memberikan kewenangan mengatur, dengan kata lain peraturan itu tidak ditemukan dasarnya dalam undang-undang; 9 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, h. 169. 10 Muchsan, Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung: Alumni, 2000, h. 27-28. 2. Peraturan itu tidak tertulis dan muncul melalui serangkaian keputusan- keputusan instansi pemerintahan yang bebas terhadap warga negara, atau ditetapkan secara tertulis oleh instansi pemerintahan tersebut; 3. Peraturan itu memberikan petunjuk secara umum, dengan kata lain tanpa pernyataan dari individu warga negara yang berada dalam situasi yang dirumuskan dalam peraturan itu. 11 Selain itu, Bagir Manan juga mengemukakan enam ciri-ciri dari peraturan kebijakan, yaitu sebagai berikut: 1. Peraturan kebijakan bukan merupakan peraturan perundang-undangan; 2. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang- undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijakan; 3. Peraturan kebijakan tidak dapat diuji secara wetmatigheid karena memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat keputusan peraturan kebijakan; 4. Peraturan kebijakan dibuat berdasarkan freies ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang- undangan; 5. Pengujian terhadap peraturan kebijakan lebih diserahkan pada doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang layak; 11 J.H.Van Kreveld, Beleidsregel In Het Recht, Kluwer: Deventer, 1983, Lihat juga Ronald S.Lumbuun, PERMA RI, Wujud Kerancuan Antara Praktik Pembagian dan Pemisahan kekuasaan, Jakarta: Rajawali Press, 2011,h. 193-194. 6. Dalam praktik, diberi format berupa berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman, dan lain-lain, bahkan dapat dijumpai dalam bentuk peraturan. 12

B. Macam-Macam Bentuk Peraturan Kebijakan

Peraturan kebijakan beleidsregel dibuat oleh pejabat administrasi negara dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Kebutuhan akan peraturan kebijakan tersebut diperlukan karena merupakan konsekuensi dari negara hukum kesejahteraan yang membebankan tugas yang sangat luas, yaitu menyelenggarakan kesejahteraan rakyat welfare state kepada pemerintah. Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah akan dihadapkan dengan situasi dan kondisi faktual yang terkadang belum ada aturan atau peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah tersebut. Dalam menghadapi situasi dan kondisi seperti ini, pejabat administrasi negara diberi kebebasan untuk mengambil kebijakan sesuai dengan kondisi faktual tersebut. Kebijakan- kebijakannya kemudian dituangkan dalam bentuk peraturan kebijakan. Dalam praktik pemerintahan di Belanda, ada berbagai macam bentuk peraturan kebijakan. Menurut Van Kreveld, dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan bestuurpraktijk di negeri Belanda, terdapat berbagai sebutan antara lain beleids lijnen, het beleid, voorschriften, richkijnen, regelingen, 12 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008, h. 186-187. circulaires, resoluties, aauschrijvingen, beleidsnota’s, reglementen ministeriele beschikkingen, dan bekendmakingen. 13 Dalam hukum administrasi pemerintahan Indonesia sendiri, eksistensi pseudowetgeving, spiegelrecht, dan beleidsregel juga bukan merupakan hal yang baru karena sudah dikenal sejak zaman kolonial. Dalam hubungan dengan eksistensi pseudowetgeving, spiegelrecht, dan beleidsregel tersebut, Abdul Hamid S Attamimi mengemukakan bahwa peraturan kebijakan dalam bahasa Belanda disebut beleidsregel bukanlah sesuatu yang baru dalam administrasi pemerintahan Indonesia yang memang banyak meniru administrasi Hindia- Belanda. Administrasi pemerintahan Indonesia mengenal circulaires dan medeleingen yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan surat edaran dan pengumuman. Peraturan kebijakan memang dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk dokumen tertulis yang bersifat membimbing, menuntun, memberi arahan kebijakan, dan mengatur sesuatu pelaksanaan tugas dan pekerjaan. Dalam praktik di Indonesia, peraturan kebijakan tersebut dapat dibuat dalam bentuk, seperti: 1. Surat edaran circulair, seperti: Surat Edaran Mahkamah Agung RI; 2. Surat perintah atau instruksi, seperti: Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI; 13 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, h. 106. 3. Pedoman kerja atau manual, seperti: Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Peradilan; 4. Petunjuk pelaksanaan juklak; 5. Petunjuk teknis juknis; 6. Buku panduan atau “guide” guidance, seperti: Buku Panduan Pengelolaan dan Penyelenggaraan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI; 7. Kerangka acuan, Term of Reference TOR, seperti Kerangka Acuan Kerja Sistim Informasi Ditjen Badilag Bagi Pengelola Situs Web Pengadilan Tinggi Agama se Indonesia Tahun 2009; 8. Desain kerja atau Desain proyek project design, seperti: Cetak Biru blue print Pembaharuan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2010- 2034; 9. Dan lain-lain sebagainya. 14 Selain itu, dalam praktik penyelenggaran pemerintahan di Indonesia, ada peraturan kebijakan yang berbentuk pengumuman, pedoman, petunjuk teknis juknis, petunjuk pelaksana juklak, dan sebagainya. Produk semacam peraturan kebijakan ini tidak terlepas dari kaitannya dengan penggunaan freies ermessen, yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan merumuskan kebijakaksanaannya dalam berbagai bentuk juridische regel seperti 14 Ronald S.Lumbuun, PERMA RI, Wujud Kerancuan Antara Praktik Pembagian dan Pemisahan kekuasaan, Jakarta: Rajawali Press, 2011,h. 167-168. halnya peraturan, pedoman, pengumuman, surat edaran, dan pengumuman kebijakan tersebut. 15

C. Sumber Kewenangan dan Kekuatan Mengikat Peraturan Kebijakan

Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tercermin dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Oleh karena itu, negara hukum merupakan negara yang berdasarkan hukum yang menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi warga negaranya. Dalam perspektif negara hukum, semua tindakan pejabat administrasi negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan harus memiliki sumber- sumber kewenangan yang jelas dalam rangka memenuhi asas legalitas. Selain itu, semua tindakan pejabat administrasi negara juga harus dapat dipertanggungjawabkan serta dapat diterima akal sehat sesuai dengan asas motivasi dalam penetapan keputusan. 16 Untuk mengetahui sumber kewenangan pejabat administrasi negara dalam membentuk peraturan kebijakan, dengan sendirinya akan bersinggungan dengan teori tentang pendistribusian kekuasaan negara. Salah satunya adalah teori trias politica yang dikemukakan oleh Montesquieu. Dalam teori ini 15 Philipus M.Hadjon, Pengantar Hukum Adminstrasi Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002, h. 152. 16 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, h. 108.

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122