Teknik Penulisan Metodologi Penelitian

Pengujian peraturan perundang-undangan yang diartikan sebagai suatu proses menguji akan berkaitan dengan “siapa” subjek dan “apa” objek dalam proses pengujian peraturan perundang-undangan tersebut. Persoalan subjek dan objek dalam perspektif pengujian peraturan perundang-undangan dapat menimbulkan berbagai peristilahan yang sering terjadi kekeliruan dalam mengartikannya. Seperti istilah toetsingsrecht 2 yang dipersandingkan maknanya dengan judicial review. Padahal kedua istilah ini memiliki perbedaan pengertian, karena toetsingsrecht memiliki arti lebih luas dan masih bersifat umum, sedangkan istilah judicial review cakupan dan ruang lingkupnya terbatas pada kewenangan pengujian yang dilakukan melalui mekanisme judicial dan lembaganya hanya dilekatkan pada lembaga kekuasaan kehakiman. 3 Dengan demikian pengertian toetsingsrecht dalam perspektif judicial review dapat diartikan sebagai toetsingsrecht dalam arti sempit atau uji judicial yang subjeknya tertentu yaitu lembaga kekuasaan kehakiman dan objeknya juga tertentu yaitu peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur regels. Sehingga dapat dibedakan dengan jelas bahwa toetsingsrecht dalam perspektif 2 Toetsingrecht berarti hak menguji, istilah ini digunakan untuk membicarakan kewenangan menguji peraturan perundang-undangan, yang dapat saja dimiliki oleh hakim, pemerintah, legislatif atau lembaga tertentu tanpa membedakan jenis peraturan perundang-undangan dalam tata urutan peraturan perundang-undangan. Jika diberikan kepada lembaga parlemen sebagai legislator , maka proses pengujian demikian itu lebih tepat disebut sebagai legislative review, bukan judicial review. Demikian pula jika hak menguji toetsingsrecht itu diberikan kepada pemerintah, maka pengujian semacam itu disebut sebagai executive review, bukan judicial review ataupun legislative review. Lihat Jimly Asshidqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, h. 2. 3 Jimly Asshidqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Jakarta: Konstitusi Press, 2005, h. 4-7.

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122